• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: STUDI Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II: STUDI Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II: STUDI

2.1. Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja

Berdasarkan uraian KAK yang telah diberikan sebagai pedoman awal dalam perencanaan dan perancangan kawasan stasiun terpadu Manggarai yang berada di wilayah Jakarta Selatan. Kawasan ini memiliki luas lahan sekitar 3,5 Ha yang akan digunakan untuk pengembangan stasiun di masa yang akan datang, sesuai dengan masterplan PT KAI pada tahun 2030 dengan konsep TOD yang terintegrasi dengan kawasan terminal Manggarai yang berada tidak jauh dengan stasiun. Selain itu Kawasan stasiun terpadu ini juga akan dilengkapi dengan fasilitas hunian berupa apartemen dengan luasan lahan sekitar 15.000 m2.

Kawasan Manggarai pada masa mendatang direncanakan akan dijadikan sebagai stasiun sentral Jakarta. Stasiun tersebut merupakan stasiun interchange dari beberapa rute perjalanan kereta api sebagaimana yang telah direncanakan oleh pihak PT KAI, dan merupakan bagian dari masterplan kawasan sebagai Masterplan Manggarai commercial center. Peruntukkan tapak terdiri dari zona stasiun serta zona parkir. Kawasan sekitar tapak akan dikelilingi oleh jalan lingkar searah dengan ROW 20 m. Stasiun manggarai direncanakan akan ditingkatkan dari kapasitas 80.000 orang / hari pada tahun 2012, menjadi sekitar 290.000 orang / hari pada tahun 2032 mendatang, hal tersebut berdasarkan hasil kajian Departemen Perhubungan tahun 2012.

Bangunan Stasiun MRT direncanakan memiliki Peron yang terdiri dari 6 track layang ( elevated ) serta 4 track di jalur bawah ( landed ). 4 Jalur layang akan dipergunakan

untuk kereta api komuter, serta 2 jalur akan dipergunakan sebagai kereta api menuju bandara. Sedangkan pada jalur bawah akan dipergunakan untuk kereta api luar kota kelas ekonomi. Kebutuhan panjang track untuk 10 gerbong kereta api sekitar 250 m. Bangunan stasiun terdiri dari 3 lapis, dengan peron berada pada lapis teratas dan bawah.

(2)

Stasiun harus memiliki kelengkapan standar, yang dilengkapi dengan ruang komersial seperti resto, serta retail beraneka jenis. Untuk Zona parkir di kawasan sekitar stasiun direncanakan dapat menampung sekitar 300 lot mobil dan 500 lot motor. Rancangan seluruh kawasan stasiun akan memperhatikan kawasan sekitar tapak, serta intermoda transportasi yang telah ada diantaranya diperlukan shelter Busway dengan kapasitas 2 bus gandeng pada sisi utara dari bangunan stasiun. Dan juga area menurunkan penumpang ( drop off ) untuk kendaraan pribadi, taxi

serta VVIP direncanakan pada sisi selatan dari bangunan stasiun. Stasiun juga akan direncanakan memiliki lorong penghubung menuju kawasan komersial utara dan selatan sebagai sebuah konsep terintegrasi.

Dengan sistem TOD, penduduk kota akan diarahkan untuk tinggal di sekitar lokasi yang mudah diakses oleh transportasi (transit service area) dan diharapkan dapat

mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi. Oleh karena itu, UDGL yang dikembangkan berdasarkan konsep TOD pada beberapa titik transit di DKI Jakarta perlu disiapkan dan ditata sehingga dapat berkontribusi terhadap pengurangan dan penyelesaian masalah transportasi di Wilayah DKI Jakarta.

Oleh karenanya fungsi fasilitas penunjang berupa apartemen di kawasan sekitar diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan tempat tinggal yang dekat dengan saran transportasi publik. Penerapan konsep TOD pada lokasi ini diharapkan selain dapat berkontribusi terhadap penyelesaian masalah transportasi ibukota, juga diharapkan dapat memperbaiki struktur pemanfaatan ruang kota sekaligus dapat menambah nilai ekonomi bagi Kota Jakarta.

Permasalahan utama pada kawasan stasiun ini adalah keberadaan gedung stasiun eksisting yang termasuk ke dalam kategori cagar budaya dengan kelas A, sehingga bangunan tersebut tidak boleh mengalami perubahan dalam bentuk fisiknya, dan pada bangunan baru harus dapat mengakomodasi bangunan lama dengan kecenderungan arah perkembangan arsitektur di Indonesia ke depan, dengan mempertimbangan aspek iklim tropis, serta mendukung upaya penggunaan energi

yang efisien. Gedung Stasiun juga harus bisa menyesuaikan diri dengan konteks bangunan dan lingkungan di sekitarnya.

(3)

2.2. Studi Pustaka

2.2.1. Sejarah Perkeretaapian Indonesia

Perjalanan panjang kereta api di Indonesia dimulai dari jaman penjajahan Belanda pada tahun 1840 sampai dengan saat ini, namun masih dapat dirasakan bersama belum dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat sebagai penggunanya. Infrastruktur yang beroperasi semakin lama semakin turun baik dari segi jumlah maupun kualitasnya dan belum pernah ada upaya untuk melakukan modernisasi secara menyeluruh.

Menurut Bambang Slamet Pujantiyo, kepala inkubator Teknologi Badan Pengkajian dan Penelitian Teknologi (BPPT) dalam seminar tentang kemacetan di Jakarta menyatakan bahwa, “Angkutan massal ini harus bisa menyaingi kendaraan umum dan mengangkut dalam jumlah besar, serta kenyamanannya setara dengan mobil pribadi dan berdampak positif dengan lingkungan, jawabannya adalah rel kereta api dalam kota,“ ( Bisnis Indonesia, (2010) dalam Dirgantoro dkk (2012)). Industri perkeretaapian berperan besar dalam mendukung pengembangan ekonomi nasional. Kontribusi yang diberikan industri perkeretaapian, antara lain adalah :

1. Menekan kerusakan jalan raya sehingga mampu menghemat keuangan negara yang dialokasikan untuk perawatan jalan serta membayar berbagai risiko yang timbul.

2. Menekan kepadatan lalu lintas jalan raya sehingga meminimalkan pemborosan konsumsi BBM akibat kemacetan, serta mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas di jalan raya.

3. Meminimalkan biaya angkutan dan distribusi logistik nasional sehingga mampu menurunkan biaya produksi dan harga satuan produksi konsumsi domestik.

(4)

Gambar 2.1 Perbandingan Kereta Api Dengan Moda Transportasi Lain. (sumber : Ditjen Perkeretaapian, (2009))

Secara historis menurut PT. KAI, (2013), penyelenggaraan kereta api dimulai sejak zaman Pemerintah kolonial Hindia Belanda (1840-1942), kemudian dilanjutkan pada masa penjajahan Jepang (1942- 1945) dan setelah itu diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia (1945 – sekarang). Pada pasca Proklamasi Kemerdekaan (1945-1949) setelah terbentuknya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) pada tanggal 28 September 1945, masih terdapat beberapa perusahaan kereta api swasta yang tergabung dalam SS/VS (Staatsspoorwagen/Vereningde Spoorwagenbedrijf atau gabungan perusahaan kereta api pemerintah dan swasta

Belanda) yang ada di Pulau Jawa, dan DSM (Deli Spoorweg Maatschappij) yang ada di Sumatera Utara, masih menghendaki untuk beroperasi di Indonesia.

Berdasarkan UUD 1945 pasal 33 ayat (2), angkutan kereta api dikategorikan sebagai cabang produksi penting bagi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak, oleh karena itu pengusahaan angkutan kereta api harus dikuasai negara. Maka pada tanggal 1 Januari 1950 dibentuklah Djawatan Kereta Api (DKA) yang merupakan gabungan DKARI dan SS/VS. Pada tanggal 25 Mei 1963 terjadi perubahan status DKA menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) berdasarkan PP No. 22 Tahun 1963. Pada tahun 1971 berdasarkan PP No. 61 Tahun 1971 terjadi pengalihan bentuk usaha PNKA menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA).

(5)

Selanjutnya pada tahun 1990 berdasarkan PP No. 57 tahun 1990, PJKA beralih bentuk menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka), dan terakhir pada tahun 1998 berdasarkan PP No. 12 Tahun 1998, Perumka beralih bentuk menjadi PT.KA (Persero). Dalam perjalanannya PT. KA (Persero) guna memberikan layanan yang lebih baik pada angkutan kereta api komuter, telah menggunakan sarana Kereta Rel Listrik di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang (Serpong) dan Bekasi (Jabodetabek) serta pengusahaan di bidang usaha non angkutan penumpang membentuk anak perusahaan PT. KAI Commuter Jabodetabek berdasarkan Inpres No. 5 tahun 2008 dan Surat Menneg BUMN No. S-653/MBU/2008 tanggal 12 Agustus 2008.

Tabel 2.1 Ringkasan sejarah Perkereta Apian di Indonesia. (sumber : PT. KAI (persero))

Periode Status Dasar Hukum

Th. 1864 Pertama kali dibangun Jalan Rel sepanjang 26 km antara Kemijen Tanggung oleh Pemerintah

Hindia Belanda

1864 s.d 1945

Staat Spoorwegen (SS) Verenigde

Spoorwegenbedrifj (VS) Deli Spoorwegen

Maatschappij (DSM) IBW 1945 s.d 1950 DKA IBW 1950 s.d 1963 DKA - RI IBW 1963 s.d 1971 PNKA PP. No. 22 Th. 1963 1971 s.d.1991 PJKA PP. No. 61 Th. 1971 1991 s.d 1998 PERUMKA PP. No. 57 Th. 1990 1998 s.d.

2010 PT. KERETA API (Persero)

PP. No. 19 Th. 1998 Keppres No. 39 Th. 1999

Akte Notaris Imas Fatimah

Mei 2010 s.d

(6)

2.2.2. Pengertian Dan Fungsi Stasiun Kereta Api

A. Pengertian Kereta Api

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian, definisi dari kereta api adalah kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di atas jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. Sedangkan pada Bab II pasal 3 tentang asas dan tujuan disebutkan bahwa “ Perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional.”

Kereta Api (Commuter Rail) atau kereta api berskala regional merupakan

moda pengangkutan umum dengan menggunakan pelayanan rel yang melayani perpindahan dari pusat kota dengan daerah sub urban dan kota-kota komuter lainnya. Seperti namanya kereta ini dipergunakan untuk mengangkut para penglaju atau commuter dari daerah-daerah tersebut setiap harinya. Kereta ini beroperasi dengan jadwal yang sudah ditentukan, dengan laju rata-rata mulai dari 50 sampai 200 km/jam (35 – 125 mph).

Perkembangan kereta api jenis ini tengah populer saat ini, seiring dengan terus meningkatnya jumlah penduduk dan keterbatasan pemakaian bahan bakar, dan isu-isu permasalahan lingkungan lainnya, serta meningkatnya angka kepemilikan mobil yang akhirnya meningkatkan kebutuhkan area parkir. Dibandingkan dengan rapid transit (subway), kereta ini memiliki frekuensi yang lebih rendah, lebih kepada mengikuti jadwal dari pada interval. Kereta ini melayani area yang lebih berkepadatan rendah, dan sering berbagi jalur dengan kereta antarkota atau kereta barang. Biasanya kereta ini memiliki jangkauan antara 15 sampai 200 km (10 sampai 125 mil).

(7)

B. Fungsi Stasiun Kereta Api

Semua jenis transportasi (termasuk kereta) mempunyai dua komponen utama, yaitu benda dan jalur tempat benda tersebut bergerak (Edward K. Morlok, (1995) dalam Aditya,Christian (2008). Benda tersebut menyangkut benda transportasi berupa kereta dan benda yang dapat dipindahkan, baik manusia maupun barang, sedangkan jalur merupakan lintasan jalan kereta. Aktivitas yang dilakukan oleh manusia, barang, dan benda transportasi itu sendiri (kereta) perlu diakomodasi, misalnya terdapat kebutuhan-kebutuhan, seperti :

1. Cara pencapaian dan cara berpindah dari moda tranportasi lain ke kereta, 2. Fungsi administratif seperti pengelolaan kereta, pengaturan lalu lintas

kereta, dan pengelolaan penumpang,

3. Fungsi komersial, diperlukan karena terjadi konsentrasi manusia dan barang pada tempat perpindahan tersebut sehingga berpotensi untuk menjadi tempat berniaga,

4. Fasilitas untuk menunggu, baik tempat duduk maupun kios-kios makanan dan minuman.

Menurut Edward K. Morlok, (1995) dalam Aditya,Christian (2008) fungsi terminal dapat diadakan pada setiap lokasi, di mana terjadi kegiatan menaik-turunkan penumpang dan bongkar muat barang. Beberapa fungsi stasiun menurut Edward K. Morlok yaitu:

1. Memuat penumpang atau barang ke atas kendaraan bermotor serta membongkar/menurunkannya

2. Menampung penumpang atau barang dari waktu tiba sampai waktu berangkat dan menyiapkan dokumen perjalanan,

3. Menyimpan kendaraan (dan komponen lainnya), memelihara, dan menentukan tugas selanjutnya,

4. Mengumpulkan penumpang dan barang dalam kelompok-kelompok berukuran ekonomis untuk diangkut dan menurunkan mereka sesudah tiba di tempat tujuan,

(8)

2.2.3. Keunggulan Moda Transportasi Kereta Api

Transportasi perkeretaapian mempunyai banyak keunggulan dibanding transportasi jalan lain adalah kapasitas angkut yang besar (massal), cepat, aman, hemat energi dan ramah lingkungan serta membutuhkan lahan yang relatif sedikit. Dengan semakin kuatnya isu lingkungan, maka keunggulan kereta api dapat dijadikan sebagai salah satu alasan yang kuat untuk membangun transportasi perkeretaapian sehingga terwujud transportasi yang efektif, efisien dan ramah lingkungan.

Kereta api merupakan moda dengan konsumsi bahan bakar atau energi yang paling efisien ditinjau dari jumlah penumpang yang dapat diangkut maupun jarak perjalanannya. Jika dibandingkan dengan moda transportasi darat seperti bus atau mobil pribadi, konsumsi energi kereta api termasuk paling efisien karena konsumsi bahan bakarnya sebesar 0,002 liter per Km/Pnp, sedangkan bus sebesar 0,0125 liter per Km/Pnp dan mobil pribadi sebesar 0,02 liter per Km/Pnp.

Dilihat dari kapasitas angkut dan kehandalannya, untuk angkutan penumpang kereta api memiliki keunggulan untuk perjalanan-perjalanan yang sifatnya komuter (kereta api perkotaan), karena layanan ini sangat membutuhkan ketepatan waktu, dimana kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Pesaing utama kereta api untuk

angkutan penumpang jarak jauh adalah pesawat udara, sedangkan untuk angkutan barang kereta api bersaing dengan kapal laut yang mempunyai jangkauan yang lebih luas dan dapat melayani angkutan antar pulau.

Gambar 2.2 Perbandingan moda transportasi (sumber : Laporan Tahunan PT.KAI, (2013))

(9)

2.2.4. Macam Tipe Emplasemen

a. Emplasemen Stasiun/ Penumpang

Emplasemen penumpang yang gunanya untuk memberi kesempatan kepada penumpang untuk membeli karcis, menunggu datangnya kereta api sampai naik ke kereta api melalui peron.

b. Emplasemen Barang

Khusus melayani pengiriman dan penerimaan barang dan letaknya dekat dengan daerah industri, perniagaan, dan lalu lintas umum. Sepur gudang dapat dibuat di satu sisi atau pada kedua sisi gudang dan di dalam gudang satu sepur atau lebih.

c. Emplasemen Langsir

Kereta Api barang dari semua jurusan yang menuju ke emplasemen langsir gerbong-gerbongnya dipisah-pisahkan dalam kelompok-kelompok menurut jurusan dan tempat tujuannya. Letak emplasemen harus jauh dari pemukiman agar pekerjaan melangsir gerbong tidak mengganggu ketertiban umum.

d. Emplasemen Penyusun/ Depo Kereta

Tempat untuk membersihkan, memeriksa, memperbaiki kerusakan kecil dan melengkapi kereta-kereta kembali menjadi rangkaian kereta api untuk disiapkan di sepur berangkat berangkat di emplasemen penumpang pada saat kereta api mulai atau mengakhiri perjalanannya.

e. Emplasemen Depo Lokomotif.

Untuk kebutuhan lokomotif-lokomotif yang menginap. Diperlukan ditempat-tempat peralihan dari jalan dataran ke jalan pegunungan untuk pergantian lokomotif dan di tempat-tempat yang harus melayani lokomotif-lokomotif untuk keperluan di emplasemen langsir.

(10)

f. Emplasemen Pelabuhan

Terdiri dari dua jurusan, yaitu dari daerah pedalaman ke pangkalan sebaliknya. Kereta api barang yang datang dari pedalaman dipisahkan di emplasemen pelabuhan menurut kelompok-kelompok pembagi, kemudian gerbong-gerbong dibawa ke kelompok pembagi masing-masing, dimana dilakukan penyusunannya menurut pangkalan-pangkalan dan gudang-gudang.

2.2.5. Ruang Dalam Stasiun

Beberapa elemen ruang yang harus disediakan pada saat melakukan perancangan stasiun sebagai kebutuhan ruang, antara lain adalah :

1. Platform (peron), Peron dirancang sesuai dengan panjang kereta yang direncanakan akan dioperasikan.

Gambar 2.3 Dimensi Platform ( Sumber : PT. KAI )

(11)

2. Penghubung moda transportasi lain dan penyediaan aksesibilitas bagi moda transportasi lain dimana calon penumpang diperkirakan akan memakainya. 3. Transportasi vertikal sebagai fasilitas bangunan yang membantu

penggunanya untuk mencapai ketinggian atau lantai berikutnya, beberapa jenis yang harus disediakan adalah :

a. Tangga; untuk perhitungan keamanan, tangga darurat minimum

disediakan dua dan ditempatkan pada ujung-ujung stasiun (Standard Building Code). Tangga utama ditempatkan ditengah-tengah stasiun

untuk mempermudah akses dari semua sudut stasiun.

Gambar 2.4 Standar eskalator ( Sumber : Data Arsitek jilid 1 )

b. Eskalator; ditempatkan sebagai penghubung area tunggu ke peron.

Eskalator yang digunakan adalah eskalator dengan kapasitas 80-100 orang per menit. Penempatan eskalator tambahan juga dimungkinkan untuk mengantisipasi kejadian tertentu ( eskalator utama rusak, keadaan sangat ramai atau pertimbangan perawatan bergantian ).

(12)

Gambar 2.5 Standar eskalator ( Sumber : Data Arsitek jilid 3 )

c. Lift, transportasi ini digunakan untuk mempercepat penumpang kereta

api dalam melakukan pencapaian ke ruang-ruang diatasnya, sekaligus sebagai fasilitas difable dan orang tua yang memiliki kesulitan dalam berjalan.

Gambar 2.6 Jenis lift panorama ( Sumber : Data Arsitek jilid 1 )

(13)

4. Tempat mengantri Ruang untuk menunggu dan mengantri ini harus disediakan agar tidak mengganggu aktivitas stasiun lainnya. Ruang mengantri memanjang diperlukan untuk : loket tiket, lokasi check in bagasi dan check point keamanan.

Gambar 2.7 Ruang Tunggu Loket Stasiun Manggarai Eksisting ( Sumber : Hasil observasi (2015) )

5. Loket tiket; ditempatkan pada ruang terbuka, lebih baik pada lantai dasar bangunan. Kriteria perancangan loket yaitu :

a. Ada kontak visual yang jelas antara penumpang dengan staff. b. Kemudahan penumpang dan staff untuk berkomunikasi

c. Garis pandang yang sejajar antara penumpang dan staff. d. Pencahayaan yang baik.

e. Kemudahan mengambil objek melalui pembatas konter tiket.

f. Adanya ruang bagi penumpang untuk merapikan dompet tas tangan. g. Aktivitas selain penjualan tiket diletakkan di ruangan terpisah dari konter. 6. Ruang tunggu; ruang tunggu dan ruang duduk sebaiknya didesain sebaik

mungkin agar pengunjung memperoleh kenyamanan pada saat menunggu atau beristirahat sejenak. Ruang ini biasanya didekatkan dengan akses fasilitas umum dan komersial seperti : toilet, retail, dan food court

7. Ruang administrasi; ruang ini digunakan oleh para pegawai kereta api untuk melakukan kegiatan operasional dan administrasi stasiun.

(14)

8. Servis gedung; penyediaan ruang untuk staf pengurus Mekanikal Elektrikal dan perawatan gedung serta peralatannya. Ruang ME dan peralatan perawatan gedung diletakkan berjauhan dengan area publik.

9. Ruang kendali (Ruang komunikasi, ruang pengawas perjalanan, dan ruang pengawas peron). Ruang kendali ini berfungsi untuk :

a. Mengawasi sistem sinyal kereta api dan penyediaan tenaga listrik sistem kereta api.

b. Mengawasi lokasi-lokasi di stasiun, antara lain : peron, dalam lift, eskalator.

c. Menjaga keamanan dalam stasiun melalui sistem monitoring

d. Memberi informasi kepada penumpang melalui sistem pengumuman. e. Merespon insiden atau kondisi darurat.

10. Ruang untuk fasilitas-fasilitas komersial Untuk stasiun utama pada suatu kota biasanya dilengkapi dengan fasilitas komersial yang dapat menambah kenyamanan calon penumpang karena kelengkapan kebutuhannya dapat dipenuhi. Fasilitas komersial ini biasanya dekat dengan ruang tunggu keberangkatan.

11. Parkir kendaraan yang cukup memenuhi kebutuhan pengunjung stasiun, sehingga tidak terjadi antrian kendaraan pada saat penumpang yang hendak memasuki stasiun. Selain itu pengadaan kebutuhan lahan parker yang luas dapat mengurangi kemacetan kendaraan di sekitar stasiun.

(15)

Gambar 2.8 Standar Ukuran Moda transportasi (sumber : Data Arsitek jilid 1))

(16)

Gambar 2.9 Standar perancangan parkir kendaraan. (sumber : Data Arsitek jilid 1))

(17)

2.2.6. Peraturan dan Standar yang Digunakan

Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun Menurut P.T. KAI, diantaranya adalah :

1. Tinggi lantai terendah, minimum 0,5 m di atas batas permukaan banjir tertinggi yang pernah tercatat dan minimum 0,3 m di atas permukaan jalan akses dan plasa stasiun.

2. Tinggi langit-langit dari permukaan lantai minimal 2,5 m. 3. Tinggi untuk saluran AC minimal 0,5 m.

4. Tinggi balok dan slab minimal 0,7 m.

5. Jarak bebas di bawah pada bagian arus listrik searah untuk stasiun over track adalah 6,1 m.

Standar Perhitungan Luas Ruangan Stasiun (JICA)

Tabel 2.2 Perhitungan Luas Ruangan (Sumber : JICA)

Hall utama

S = A x B

S = luas area hall

A = satuan luas area tunggu penumpang = 0,7m²/orang B = jumlah penumpang yang menunggu = c x q

c = jumlah penumpang jam sibuk

Q = % penumpang menunggu pada jam sibuk = 2,5 % Concourse

S3 = A x B

S3 = luas concourse

A = Luas per penumpang=0,7m²/orang

B = Jumlah penumpang yang menunggu di concourse Jumlah loket tiket

n = t / b

n = jumlah loket

t = jumlah penumpang pembeli

(18)

Gerbang

N = (n1/P1 + n2/P2 ) + A

N = jumlah gerbang

n1 = penumpang masuk pada jam sibuk

P1 = jumlah penumpang yang masuk satu gerbang per jam(menggunakan mesin 1 kartu/orang=3 detik~1200 orang/jam)

n2 = penumpang keluar pada jam sibuk

P2 = jumlah penumpang yang keluar satu gerbang per jam (menggunakan mesin=1200 orang/jam)

A = tambahan gerbang = 2 Ruang antri tiket

S1 = L1 x L2

S1 = area hall mesin tiket L1 = lebar loket x jumlah loket L2 = panjang antrian 2,5m/10 orang Ruang antrian

pada gerbang

S2 = L3 x L4

S2 = area antrian pada gerbang

L3 = lebar total dari gerbang = (lebar 1 gerbang x jumlah gerbang) + toleransi

L4 = panjang antrian 3m/10orang Kantor kepala

stasiun

S = N + 14

S = luas kantor

N = jumlah pengunjung kantor = 10 orang/10m² Kantor stasiun

S = S1 + S2 + S3

S = luas kantor stasiun S1 = luas meja kepala = 7m² S2 = luas meja staf

S3 = ruang untuk staf tanpa meja Ruang rapat

S = a x N

S = standar luas ruang rapat

a = standar pengunjung = 1,5m²/orang N = jumlah orang yang ikut rapat

(19)

Platform penumpang (mengikuti standar

P.T. KAI)

Panjang = 200 m, lebar = 7m Panjang total platform = P pl P pl = (10 x gerbong kereta) = (10 x 20) =200m

2.2.7. Tipologi Stasiun

Stasiun kereta api umumnya terdiri atas tempat penjualan tiket, peron atau ruang tunggu, Ruang kepala stasiun, Ruang PPPKA (Petugas Pengatur perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya (seperti sinyal, wesel (alat pemindah jalur), telepon dan lain lain). Stasiun besar biasanya diberi perlengkapan yang lebih besar dari stasiun kecil seperti fasilitas untuk kenyamanan penumpang dan calon penumpang kereta api (ruang tunggu, rumah makan atau kedai, toilet, mushalla, parkir), sarana keamanan (polisi khusus kereta api), sarana komunikasi, depo lokomotif, dan sarana pengisian bahan bakar.

Pada umumnya stasiun kereta kecil memiliki tiga jalur rel kereta api yang nantinya menyatu pada ujung-ujungnya diatur dengan alat pemindah jalur yang dikendalikan dari ruang PPPKA. Selain untuk berhentinya kereta api, juga berguna bila terjadi persimpangan antar kereta api, sementara jalur lainnya digunakan untuk keperluan cadangan dan langsir. Pada stasiun besar, umumnya memiliki lebih dari 4 atau 5 jalur yang juga berguna untuk keperluan langsir. Secara sistematis stasiun dapat dibagi-bagi berdasarkan fungsi, jangkauan, posisi rel terhadap permukaan tanah, perletakan bangunan terhadap platform, tujuan, besar, tempat dan bentuknya (Honing, 1981) antara lain:

1. Berdasarkan fungsi dan letaknya :

a. Stasiun Terminal, adalah tempat kereta api memulai dan mengakhiri perjalanan.

b. Stasiun Peralihan, adalah tempat penumpang melanjutkan perjalanan dengan kereta api atau kendaraan lainnya.

(20)

d. Stasiun Persilangan, adalah tempat pemberhentian kereta api sementara untuk kereta api lain lewat.

Gambar 2.10 Stasiun Berdasarkan Fungsi dan Letaknya (Sumber : PT.KAI)

2. Berdasarkan jangkauan :

a. Commuter Train, untuk jarak dekat (dalam kota).

b. Medium Distance, untuk jarak sedang (antar distrik/wilayah). c. Long Distance, untuk jarak jauh (antar kota).

3. Berdasarkan posisi rel terhadap permukaan tanah :

a. Elevated Station, stasiun dengan jalur kereta api melayang. b. At- grade Station, stasiun dengan jalur kereta api sejajar tanah. c. Underground Station, stasiun dengan jalur kereta api di bawah tanah.

Gambar 2.11 Stasiun Berdasarkan Posisi Rel Terhadap Permukaan Tanah (Sumber : PT. KAI)

(21)

4. Berdasarkan perletakan bangunan stasiun terhadap platform : 1. Ground Level, di permukaan tanah bersama dengan platform. 2. Over-Track, di atas platform / jalur kereta api (stasiun KA layang). 3. Under-Track, di bawah platform /jalur kereta api

Gambar 2.12 Stasiun Berdasarkan Perletakan Bangunan Terhadap Platform. (Sumber : PT. KAI)

5. Berdasarkan tujuan :

a. Stasiun penumpang, untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, memuat dan membongkar barang bawaan penumpang.

b. Stasiun barang, untuk memuat dan membongkar barang muatan yang dapat dibagi dalam muatan gerobak.

c. Stasiun langsiran, untuk menyusun dan mengumpulkan gerobak-gerobak barang yang berasal dari/diperuntukkan untuk berbagai stasiun.

6. Berdasarkan besarnya :

a. Stasiun kecil, juga disebut perhentian, yang biasanya oleh kereta api cepat dilewati saja. Menampung ± 30.000 orang/hari.

b. Stasiun sedang, terdapat di tempat yang sedikit penting dan disinggahi oleh kereta api cepat dan sesekali oleh kereta api kilat. Menampung ± 80.000 orang/hari.

c. Stasiun besar, terdapat dalam kota besar dan disinggahi oleh semua kereta api. Menampung ± 200.000 orang/hari.

(22)

7. Berdasarkan bentuknya:

a. Stasiun kepala, berakhir pada stasiun b. Stasiun sejajar/terusan

c. Stasiun pulau

Stasiun Manggarai yang baru merupakan stasiun peralihan penumpang yang besar dengan bentuk stasiunnya sejajar dengan rel dan memiliki akses masuk di dua sisi. Stasiun ini menjangkau semua jarak baik dekat maupun jauh. Letak rel stasiun Manggarai berada di ground level untuk jangkauan jarak dekat, dan berada di over- track untuk jangkauan jarak jauh.

2.2.8. Studi Banding

Stasiun kereta komuter dikelompokkan ke dalam tipologi bangunan utilitas. Selain itu, dapat pula dimasukkan sebagai fasilitas umum sebagai infrastruktur pendukung suatu kawasan. Terminal terpadu digunakan masyarakat untuk pergantian atau perpindahan dan pertemuan pelaku perjalanan antar angkutan sejenis maupun antar transportasi yang berlainan karena adanya perbedaan jalur pelayanan (perpindahan atau pergantian moda transportasi). Pemahaman tipologi bangunan stasiun dapat diperoleh dari studi banding kasus sejenis. Studi banding dilakukan dengan tujuan mengetahui fasilitas yang umumnya terdapat pada setiap stasiun sehingga diperoleh suatu acuan yang dapat digunakan dalam perancangan.

A. Stasiun Gambir.

Stasiun gambir sebagai gerbang kota Jakarta, merupakan jenis elevated station. Bangunan stasiun ini memiliki 3 lantai dengan platform pada lantai paling atas. Sedangkan pada lantai dasar dan lantai 1 digunakan sebagai daerah publik dan komersial. Pada lantai dasar, terdapat ticket gate, sehingga pada lantai 1 hanya dapat dilalui oleh orang yang telah memiliki tiket (penumpang) atau memiliki karcis peron. Dengan zoning fungsi per lantai tersebut, maka sebenarnya pengawasan dapat menjadi lebih mudah jika terjadi penumpukan penumpang atau pada saat peak Stasiun ini memakai material alucobond sebagai material utama pada hampir seluruh

(23)

selubung bangunannya. Penggunaan material ini yang menjadi ciri khas stasiun gambir sebagai stasiun modern pertama di Indonesia.

Gambar 2.13 Suasana Stasiun Gambir (sumber : Dokumen Pribadi))

B. Stasiun KL Sentral, Kuala Lumpur, Malaysia.

Stasiun Sentral Kuala Lumpur, atau biasa dikenal dengan Kl Sentral adalah stasiun kereta api terbesar di Kuala Lumpur, yang didisain sebagai pusat transportasi. Dibangun untuk dapat mengakomodasi perpindahan antara bus dengan KA. Ditandai sebagai pusat utama basis transportasi bermoda rel Kuala Lumpur, dan juga sebagai titik transisi kereta api antar lintas wilayah yang melayani sepenanjung Malaysia dan Singapura. Di dalamnya terdapat retail-retail dan outlet makanan atau food court, didisain untuk dapat mengakomodasi 50 juta penumpang dalam setahun dan akan meningkat 100 juta penumpang di tahun 2020 mendatang. KL Sentral juga melayani Skybus yang melayani penumpang yang akan langsung dari dan menuju bandara Low Cost Carrier Terminal (LCCT) KLIA.

(24)

Gambar 2.14 KL Sentral Station

( Sumber: Dari world wide web http//.lcct.com.my)

Gambar 2.15 Floor Plan KL Sentral Station (Sumber: Dari world wide web http//.lcct.com.my)

KL Sentral dibangun dengan mengakomodasi enam jaringan rel yang selesai Desember tahun 2000 lalu sedangkan kereta, retail serta food court nya mulai beroperasi pada April 2001. Terbentang diatas lahan seluas 9,5 are, bangunan utamanya memiliki luas 500 ribu m2 dan spesifikasinya berdasarkan pada proyeksi penumpang di masa mendatang hingga 2020, yang mana Malysia dicita-citakan menjadi Negara yang sepenuhnya berkembang.

(25)

Bangunan ini juga berusaha menerapkan konsep keberlanjutan dalam desainnya dengan tetap mengupayakan pencahayaan dan penghawaan alami. Karena bangunan ini menaungi ratusan ribu orang setiap harinya, sehingga harus dapat menciptakan kenyamanan tanpa harus menghabiskan energi. KL Sentral dibagi menjadi beberapa seksi dengan pelayanan jalur rel yang berebeda-beda:

1. Lantai 1 Transit Concourse (Hall utama umum) yang ditujukan sebagai tempat bagi para penumpang dan calon penumpang yang akan menggunakan KTM Komuter, KLIA Transit dan Kelana Jaya Line yang dikenal juga sebagai kereta ringan cepat (LRT).

2. Lantai 2 Transit Concourse yang ditujukan sebagai tempat bagi para penumpang dan calon penumpang yang akan menggunakan layanan kereta antar lintas semenanjung KTM Intercity Train.

3. KL City Air Terminal (KL CAT) pada lantai satu yang melayani KLIA Ekspres, jereta berkecepatan tinggi yang langsung menuju Kuala Lumpur International Airport (KLIA).

Tersembunyi dari jangkauan umum KL Sentral juga memiliki fasilitas sebagai depot perawatan KTM (Kereta Tanah Melayu) dibagian bawahnya. KL Sentral sudah memfasilitasi kelengkapan stasiunnya dengan menggunakan Touch n Go Card atau tiket sekali pakai dibeli dan kemudian dikembalikan lagi setelah sampai tujuan.

Kesimpulan:

KL Sentral dibangun untuk dapat mengakomodasi perpindahan antara bus dengan KA, melayani puluhan ribu orang setiap harinya, namun tetap menghadirkan kenyamanan ditengah cepatnya aktivitas manusia. Tersembunyi dari jangkauan umum KL Sentral juga memiliki fasilitas sebagai depot perawatan KTM ( Kereta Tanah Melayu ) dibagian bawahnya. KL Sentral sudah memfasilitasi kelengkapan stasiunnya dengan menggunakan “

Touch n Go Card “ atau tiket sekali pakai dibeli dan kemudian dikembalikan

Gambar

Gambar 2.1 Perbandingan Kereta Api Dengan Moda Transportasi Lain.
Tabel 2.1 Ringkasan sejarah Perkereta Apian di Indonesia.
Gambar 2.2 Perbandingan moda transportasi   (sumber : Laporan Tahunan PT.KAI, (2013))
Gambar 2.3 Dimensi Platform   ( Sumber : PT. KAI )
+7

Referensi

Dokumen terkait

Elektrolit  adalah suatu zat, yang ketika dilarutkan dalam air  akan menghasilkan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik.. Nonelektrolit  merupakan zat yang tidak

Bangunan fasilitas Radioterapi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c harus didesain sesuai dengan persyaratan Proteksi Radiasi sehingga Paparan Radiasi

Hasilnya, mengungkapkan perilaku transeksual (gangguan identitas gender) terjadi karena hilangnya model kelelakian yang diturunkan oleh ayah kepada subjek (individu

Di dalam aplikasi SIADI ini terdapat 6 aplikasi lain penunjang layanan pendidikan yang ada di SMP Negeri 5 Sidoarjo seperti SIJAPELIN (Sistem Jadwal Penilaian

Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa santri di Pondok Pesantren Al-Munawir Krapyak dari usia remaja hingga dewasa, normalnya akan mengalami periode

“Untuk melaksanakan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata yang berhubungan dengan masalah perpajakan daerah dan demi kepentingan peradilan, Bupati

Perancangan alat yang dilakukan adalah merancang Sistem Keamanan Perumahan berbasis Mikrokontroler Arduino Uno menggunakan sensor PIR dan modem GSM sebagai acuan

Pada aspek insentif harga jual produk, secara relativ dari yang tertinggi ke yang terendah secara berturut-turut adalah usaha perhotelan, usaha budidaya ternak sapi, usaha