• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENTUK LAGU DAN PENYAJIAN QASIDAH MAKKAWI PADA RITUAL BERINAI ADAT MELAYU DI DUSUN VIII RAMBUNGAN I BANDAR KLIPPA KABUPATEN DELI SERDANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BENTUK LAGU DAN PENYAJIAN QASIDAH MAKKAWI PADA RITUAL BERINAI ADAT MELAYU DI DUSUN VIII RAMBUNGAN I BANDAR KLIPPA KABUPATEN DELI SERDANG."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BENTUK LAGU DAN PENYAJIAN QASIDAH MAKKAWI PADA

RITUAL BERINAI ADAT MELAYU DI DUSUN VIII

RAMBUNGAN I BANDAR KLIPPA

KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

ZAINAL ARIFIN NST NIM. 2103340073

JURUSAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

ZAINAL ARIFIN NST, NIM 2103140019. Bentuk Lagu dan Penyajian Qasidah Makkawi Pada Ritual Berinai Adat Melayu di Dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa Kabupaten Deli Serdang. Fakultas Bahasa dan Seni. Program Studi Pendidikan Musik Universitas Negeri Medan 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang Qasidah Makkawi, bentuk lagu qasidah makkawi, dan bentuk penyajian qasidah makkawi pada ritual berinai adat melayu di dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa Kabupaten Deli Serdang.

Dalam penelitian ini didukung oleh teori-teori yang bertujuan agar hasil dari suatu studi kepustakaan yang saling berhubungan (relevan) terhadap pokok permasalahan yang hendak diteliti. Adapun teori yang digunakan yaitu, Bentuk Lagu, Maqam, Nada Maqam dan Jenisnya, Bentuk Penyajian, Musik, Unsur-Unsur Musik, Instrumen Musik, Berinai, Qasidah, Qasidah Makkawi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Dusun VIII Rambungan I yaitu 1 orang tokoh adat yang mengetahui tentang kesenian Qasidah Makkawi, 4 orang seniman Qasidah yang mengetahui bentuk lagu dan penyajian Qasidah Makkawi dan 3 orang dari keluarga yang melaksanakan tradisi Qasidah Makkawi. Sampel dalam penelitan ini berjumlah 7 orang yang terdiri dari 1 orang tokoh adat melayu daerah setempat, 3 orang seniman Qasidah Makkawi, dan 3 orang dari keluarga yang melaksanakan kesenian Qasidah Makkawi. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan. Wawancara dilakukan dengan seniman atau ahli Qasidah Makkawi yang ikut terlibat dalam kesenian Qasidah Makkawi pada ritual berinai adat melayu. Seluruh data di kumpulkan dan dianalisis untuk menjawab seluruh pertanyaan penelitian.

(7)

yaitu: salam penghormatan dari tuan rumah, penghormatan dari ahli Qasidah sekaligus pemabacaan Al-Fatihah, majrul Qasidah, menyanyikan syair Qasidah, senandung, hiburan, doa. Bentuk penyajian Qasidah Makkawi pada ritual berinai adat melayu di Dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa Kabupaten Deli Serdang yaitu dinyanyikan oleh grup Qasidah terdiri dari 1 orang menyanyikan syair Qasidah yang memainkan suling, 1 orang memainkan akordeon, 1 orang memainkan gendang melayu, 1orang memainkan tipak (marwas), dan 1 orang memainkan tambourine. Qasidah dinyanyikan secara bergantian, setelah itu senandung dan ditutup dengan lagu pecahan Wak Ela. Qasidah Makkawi menjadi bagian dalam ritual berinai adat melayu yang dilaksanakan pada malam hari di panggung acara pernikahan masyarakat yang melaksanakan acara berinai sebagai ritual adat melayu pada malam hari sebelum acara pernikahan berlangsung esok harinya.

(8)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan

Maha Penyayang, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi berjudul “Bentuk dan Penyajian Qasidah Makkawi Pada Ritual

Berinai Adat Melayu di Dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa Kabupaten Deli

Serdang”, disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Musik, Fakultas

Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

Dalam penyusunan Skripsi ini banyak pihak yang telah membantu secara

moral, material dan spiritual. Maka pada kesempatan ini penulis dengan segala

ketulusan dan kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si, Selaku Rektor Univeristas Negeri medan.

2. Dr. Isda Pramununiati, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Medan.

3. Uyuni Widiastuti, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Sendratasik Fakultas Bahasa

dan Seni Universitas Negeri Medan, sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi I.

4. Panji Suroso, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Musik Fakultas

Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan, sekaligus Dosen Pembimbing

Skripsi II.

5. Mukhlis Hasbullah, M.Sn dan Adina Sastra Sembiring, M.Pd selaku Nara

Sumber.

6. Seluruh Dosen Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri

Medan, beserta staf pegawai Universitas Negeri Medan yang sudah membantu

(9)

7. Teristimewa penulis sampaikan rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada

orang tua penulis Ayahanda H. Muhtadi Syafii Hasan Nst dan Ibunda tercinta

Zaini Nst, dan yang terkasih Mega Nurvinta yang sudah mendoakan dan

memberikan dukungan serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan

studi di Universitas Negeri Medan.

8. Seluruh teman - teman Academy Social Art and Sains dan teman-teman

mahasiswa Sendratasik.

Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan pengetahuan, penulis

menyadari Skripsi ini belum sampai pada kriteria sempurna baik dari segi

penulisan maupun dari segi penyampaian ide penulis. Untuk itu penulis

mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun untuk

perbaikan dimasa yang akan datang.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih, dan semoga Skripsi

ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Maret 2015 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL ... 11

A. Landasan Teoritis ... 11

1. Bentuk Lagu ... 12

2. Pengertian Maqam (Lagu) ... 13

3. Nada Maqam dan Jenisnya ... 16

4. Bentuk Penyajian ... 20

5. Pengertian Musik ... 21

(11)

7. Pengertian Berinai... 29

8. Instrumen Musik ... 30

9. Pengertian Qasidah ... 33

10.Qasidah Makkawi ... 35

11.Teknik Vokal Qasidah ... 36

B. Kerangka Konseptual ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

A. Metode Penelitian ... 41

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

C. Populasi dan Sampel ... 42

1. Populasi ... 42

2. Sampel ... 43

D. Teknik Pengumpulan Data... 44

1. Observasi ... 44

2. Studi Kepustakaan ... 45

3. Wawancara ... 48

4. Dokumentasi ... 49

E. Teknik Analisa Data ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

(12)

B. Bentuk Lagu Qasidah Makkawi ... 53

1. Bentuk Lagu dan Frase Qasidah Makkawi ... 59

C. Bentuk Penyajian Qasidah Makkawi ... 74

D. Makna Syair Qasidah Makkawi ... 89

a. Syair Qasidah ... 89

b. Terjemahan ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Grup Qasidah ... 75

Gambar 4.2. Penonton dan Keluarga Tuan Rumah... 76

Gambar 4.3. Salam Penghormatan Dari Tuan Rumah ... 77

Gambar 4.4. Penghormatan Dari Ahli Qasidah Sekaligus Pembacaan Al Fatihah ... 77

Gambar 4.5. Gendang Melayu... 79

Gambar 4.6. Tambourine ... 80

Gambar 4.7. Tipak (Marwas) ... 81

Gambar 4.8. Akordeon ... 82

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Awal kesenian musik tradisi Melayu berakar dari Qasidah yang berasal

sebagai kedatangan dan penyebaran Agama Islam di Nusantara pada tahun 635 -

1600 dari Arab, Gujarat dan Persia, sifatnya pembacaan syair dan kemudian

dinyanyikan. Untuk pertama kalinya, qasidah ditampilkan oleh kaum Anshar

(penolong Nabi Muhammad saw) dan sahabat-sahabatnya dari kaum Muhajirin

dalam perjalanan hijrah dari tanah kelahirannya (Makkah) ke Yatsrib (Madinah).

Pada saat itu beberapa kaum Anshar menyambut kedatangan Nabi dan

mendendangkan lagu-lagu pujian diiringi dengan lantunan musik rebana.

Lagu-lagu pujian saat itu pun melegenda hingga hari ini sebagai Lagu-lagu klasik dan masih

dapat dinikmati hingga sekarang. Seni Qasidah kemudian tersebar karena dibawa

para pedagang yang sampai Indonesia. Saat ini keberadaan kesenian Qasidah telah

banyak digunakan oleh seniman yang ada di berbagai provinsi di Indonesia,

seperti di Sumatera Utara, kepulauan Riau, Palembang, Kalimantan dan banyak

lagi provinsi-provinsi lain. Persebaran Qasidah di pulau Sumatera diduga terjadi

pada masa pendudukan Portugis di Malaka. Karena pada saat itu pusat aktivitas

perdagangan dari Timur-Tengah yang sekaligus membawa ajaran islam

dipindahkan ke pulau Sumatera.

Berbeda dengan jenis-jenis musik dan lagu yang tumbuh dalam budaya

(15)

pesantren. Dalam berkesenian, kalangan ulama dan pesantren dapat dikatakan

kurang menerima jenis kesenian lainnnya, bahkan cenderung mengharamkan.

Sehingga dengan kondisi seperti ini dapat dipahami jika kesenian qasidah lebih

banyak berkembang pada masyarakat yang memiliki ciri budaya Islam yang

kental seperti di pesantren-pesantren. Di Provinsi Sumatera Utara

ciri budaya pesantrennya masih kental, oleh sebab itu kesenian qasidah dapat

hidup dan terus bertahan dari waktu ke waktu. Dari segi isi syair lagu-lagu pada

seni qasidah, para ulama membuat batasan, bahwa lagu qasidah haruslah

mengandung pesan-pesan yang baik.

Pada perkembangannya belakangan ini kesenian Qasidah terbagi menjadi

dua bagian menurut daerah asalnya, yaitu Qasidah Mashri yang berasal dari Mesir

dan Qasidah Makkawi yang berasal dari tanah suci Mekah. Dalam hal ini

kesenian Qasidah Makkawi yang menjadi sumber dari persebaran kesenian

Qasidah di Nusantara khususnya Sumatera Utara, dan berdasarkan

perkembangannya di Sumatera Utara, Qasidah Makkawi melekat pada tradisi

kesenian adat Melayu dalam hal olah vokal. Fenomena budaya yang terjadi ini

mengidentifikasikan bahwa, pada kenyataannya seniman-seniman ataupun

masyarakat etnis Melayu dari beberapa kabupaten yang tersebar di Sumatera

Utara, saat ini banyak menggunakan kesenian Qasidah ini pada kegiatan tradisi

adat melayu. Menurut masyarakat pendukungnya, kesenian Qasidah Makkawi ini

biasanya digunakan dalam upacara tradisional, ritual keagamaan, ritual

(16)

Dalam tradisi melayu terdapat kebiasaan yang sering dilakukan dalam

acara pernikahan yaitu berinai. Ritual berhinai ini biasa dilakukan di malam

sebelum acara resepsi pernikahan, dalam hal inilah kesenian Qasidah dilakukan

dengan syair-syair keagamaan yang didalamnya memiliki banyak pesan, nasehat

dan pemujian terhadap Nabi Muhammad SAW dengan mengelilingi pengantin

wanita yang sedang berinai, kemudian seniman-seniman Qasidah membacakan

syair-syair Qasidah sambil mengelilingi penganting wanita yang sedang berinai

dengan lantunan vokal yang secara musikal dinyanyikan secara berulang-ulang

dalam satu frase ke frase syair selanjutnya yang dinyanyikan.

Saat ini seniman tradisional etnis Melayu yang menggunakan kesenian

Qasidah Makkawi teridentifikasi sudah mampu mengembangkan penggunaanya,

selain dari mengembangkan teknis olah vokal juga sudah mampu

mengembangkan teknis penguasaan pengembangan kalimat lagu dalam setiap

syair yang dinyanyikan secara bergantian dari seniman Qasidah yang satu dengan

seniman Qasidah yang lain, karena dalam bentuk lagu Qasidah, susunan vokal

yang dinyanyikan diambil dari nada yang rendah hingga nada yang paling tinggi

dari setiap seniman Qasidah, kemudian mereka saling bersahut-sahutan yang

secara musikal terdapat kalimat lagu yang berulang-ulang, tetapi dikembangkan

dengan kemampuan vokal hingga nada yang paling tinggi dari setiap seniman

Qasidah dan terdapat cengkok dan grenek di setiap pengulangan irama dan bentuk

lagu Qasidah yang dinyanyikan. Bentuk lagu Qasidah ini bersifat bebas, tidak

harus mengikuti tempo, dan disinilah irama yang terkandung dalam Qasidah,

(17)

olah vokal yang sifatnya berulang-ulang dalam pengolahan bentuk lagu yang

dinyanyikannya, dan memiliki kode tersendiri untuk menandakan kalimat lagu

yang dinyanyikannya siap untuk disahut oleh seniman lainnya, jadi dalam hal ini

terdapat tanya jawab dari setiap seniman Qasidah yang satu dengan seniman

Qasidah yang lain, dan sahut-sahutan tersebut telah disepakati sebelumnya,

terkadang disahut spontanitas secara bergantian dan berulang oleh seniman

Qasidah yang lain.

Pada masa lampau bentuk kesenian Qasidah Makkawi masih bersifat

klasik dan belum mengunakan teknologi modern. Namun pada masa sekarang

berkat upaya dan kreatifitas senimannya, kesenian qasidah Makkawi ini

mengalami perkembangan bentuk dan penyajiannya. Tidak hanya itu saja

sepertinya seniman tradisional juga telah mampu mengaplikasikan perangkat

elektronik sebagai perangkat yang mampu membantu produksi suara yang

dihasilkan dalam pertunjukan dan penyajiannya dalam ritual berinai di malam

pernikahan adat melayu.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti, penyajian Qasidah

Makkawi dalam ritual berhinai adat melayu yang disajikan oleh seniman

tradisional di Sumatera Utara banyak diminati oleh seniman dari daerah sekitar

Sumatera Utara maupun dari luar daerah Sumatera Utara. Selain itu kesenian

Qasidah Makkawi yang dipertunjukkan oleh kelompok seniman tradisional ini

mengalami sedikit perkembangan, dan perkembangan itu tidak hanya pada

perubahan dalam penyampaian syair yang dilantunkan (awalnya berbahasa Arab),

(18)

melayu, sehingga dengan keadaan ini bahwa kelihatannya keberadaan kelompok

seniman Qasidah Makkawi mulai diminati oleh banyak kalangan. Menurut

peneliti hal tersebut adalah fenomena yang perlu untuk diselidiki kebenarannya.

Keingintahuan peneliti atas hal tersebut tentu saja berangkat dari beberapa

pertanyaan yang muncul dari fenomena keberadaan budaya Qasidah itu sendiri,

misalnya: bagaimana bentuk lagu Qasidah Makkawi, bagaimana penyajiannya,

bagaimana latar belakang keberadaan Qasidah Makkawi yang dilestarikan secara

tradisional dan langsung dari seniman Qasidah itu sendiri, bagaimana struktur

penyajiannya, irama apa saja yang biasa digunakan dalam penyajiannya, teknik

vokal apa saja yang digunakan sebagai materi dasarnya, makna pesan apa yang

terkandung dalam syair Qasidah, adakah tambahan atau penerapan teknologi

dalam penyajiannya, dan tentu saja masih banyak lagi fenomena lain yang perlu

untuk ditelusuri.

Menurut peneliti fenomena keberadaan Qasidah Makkawi ini sangat perlu

untuk diungkap dipermukaan guna mengetahui kejelasan bagaimana bentuk lagu

dan penyajian Qasidah Makkawi. Maka dengan ini peneliti mengajukan sebuah

judul penelitian ”Bentuk Lagu dan Penyajian Qasidah Makkawi Pada Ritual

Berinai Adat Melayu di Dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa Kabupaten

Deli Serdang”. Peneliti dalam hal ini berharap akan mampu mengungkap

bagaimana Fenomena diatas dapat dijawab dengan sedetil dan seteliti mungkin.

Akhirnya peneliti juga memiliki harapan yang besar agar penelitian ini dapat

terlaksana sesuai dengan rancangan dan dukungan dari beberapa pihak yang

(19)

B. Identifikasi Masalah

Tujuan dari identifikasi masalah agar penelitian yang dilakukan menjadi

terarah serta cakupan masalah yang dibahas tidak terlalu luas. Hal ini sejalan

dengan pendapat Ali dalam Cholid (2005 : 49) mengatakan bahwa;

“Untuk kepentingan karya ilmiah sesuatu yang perlu diperhatikan

adalah masalah penelitian sedapat mungkin diusahakan tidak terlalu luas. Masalah yang luas akan menghasilkan analisis yang sempit dan sebaiknya bila ruang lingkup masalah dipersempit maka

dapat diharapkan analisis secara luas dan mendalam”.

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang masalah, maka

dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang kesenian qasidah makkawi pada adat melayu di

Sumatera Utara?

2. Bagaimana bentuk lagu qasidah makkawi pada ritual berinai adat melayu

di dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa Kabupaten Deli Serdang?

3. Bagaimana penyajian qasidah makkawi pada ritual berinai adat melayu di

dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa Kabupaten Deli Serdang?

4. Kapan saja Qasidah Makkawi dapat dibawakan?

5. Bagaimana makna pesan yang terkandung dalam syair qasidah makkawi

pada ritual berinai adat melayu di dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa

(20)

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah yang terdapat dalam identifikasi

masalah diatas, maka penulis membuat pembatasan masalah dalam peneitian. Hal

ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2006:31) yang mengatakan:

“sebuah masalah yang dirumuskan terlalu luas tidak perlu dipakai

sebagai masalah penyelidikan. Oleh karena tidak akan pernah jelas batas-batas masalahya. Pembatasan ini perlu bukan saja untuk mempermudah atau menyederhanakan masalah bagi penyelidik tetapi juga untuk menetapkan lebih dahulu segala sesuatu yang diperlakukan untuk memecahkan masalah, tenaga, waktu, ongkos, dan lain-lain yang timbul dari rencana tersebut”.

Berdasarkan pendapat tersebut diatas, maka penelitian ini dapat dibatasi

sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang qasidah makkawi pada ritual berhinai adat

melayu di Sumatera Utara?

2. Bagaimana bentuk lagu qasidah makkawi pada ritual berinai adat melayu

di dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa Kabupaten Deli Serdang?

3. Bagaimana penyajian qasidah makkawi pada ritual berhinai adat melayu di

dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa Kabupaten Deli Serdang?

4. Bagaimana makna pesan yang terkandung dalam syair qasidah makkawi

pada ritual berinai adat melayu di dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa

(21)

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah diperlukan dalam sebuah penelitian yang akan dikaji.

Dalam perumusan masalah kita akan mampu untuk lebih memperkecil

batasan-batasan yang telah dibuat sekaligus berfungsi untuk lebih mempertajam arah

„penelitian. Rumusan masalah merupakan penjelasan tentang intisari dari

permasalah hal ini sesuai dengan pendapat Maryaeni (2005:14).

“Rumusan masalah merupakan jabaran detail fokus penelitian yang akan

digarap. Rumusan masalah menjadi semacam kontrak bagi peneliti karena penelitian merupakan upaya menemukan jawaban pertanyaan sebagaimana terpapar pada rumusan masalahnya. Rumusan masalah juga dapat disikapi sebagai jabaran fokus penelitian karena dalam praktiknya, proses penelitian akan senantiasa berfokus pada butir -butir masalah sebagaimana

telah dirumuskan”.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa rumusan masalah

dalam sebuah penelitian menjadi fokus pada kajian tertentu. Sebab rumusan

masalah merupakan sasaran atau tujuan untuk menemukan jawaban berdasarkan

fakta dan data-data yang ditemukan di lokasi penelitian. Oleh karena itu,

permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana

Bentuk Lagu dan Penyajian Qasidah Makkawi Pada Ritual Berhinai Adat Melayu

di Dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa Kabupaten Deli Serdang?

E. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan senantiasa berorientasi kepada tujuan, salah satu

keberhasilan penelitian adalah tercapainya tujuan penlitian. Tanpa adanya tujuan

(22)

yang ingin dicapai kegiatan tersebut. Berhasil tidaknya suatu penelitian yang akan

dilakukan terlihat dari tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Sejalan dengan

pendapat Ali (2001:9) menyatakan bahwa:

“Kegiatan seseorang dalam merumuskan tujuan penelitian sangat

mempengaruhi keberhasilan penelitian yang dilaksanakan, karena penelitian pada dasarnya merupakan titik anjak dari titik tuju yang akan dicapai seseorang atas kegiatan penelitian yang dilakukan, itu sebabnya tujuan penelitian harus mempunyai rumusan yang tegas,

dan operasional”.

Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan latar belakang qasidah makkawi pada ritual berinai adat

melayu di dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa Kabupaten Deli

Serdang.

2. Mendeskripsikan bentuk lagu qasidah makkawi pada ritual berinai adat

melayu di dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa Kabupaten Deli

Serdang.

3. Mendeskripsikan penyajian qasidah makkawi pada ritual berinai adat

melayu di dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa Kabupaten Deli

Serdang.

F. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentunya diharapkan akan memberikan

sumbangan yang bermanfaat bagi siapa saja. Untuk itu penelitian ini diharapkan

(23)

bahwa: “Manfaat pnelitian adalah apa yang diharapakan dari hasil penelitian

tersebut, dalam hal ini mencakup dua hal yakni kegunaan dalam pengembangan

ilmu dan manfaat di bidang praktik”. Berdasarkan pendapat tersebut diharapkan

hasilnya dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai masukan bagi penulis dalam menambah pengetahuan dan wawasan

mengenai kesenian qasidah makkawi pada ritual berinai adat melayu di

dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa Kabupaten Deli Serdang.

2. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat ataupun seniman qasidah makkawi

pada ritual berinai adat melayu di dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa

Kabupaten Deli Serdang.

3. Sebagai bahan masukan sekaligus perbandingan bagi seniman-seniman

qasidah makkawi kota Medan Lainnya.

4. Sebagai penambah wawasan kepada seluruh masyarakat luas yang membaca

tulisan ini.

5. Sebagai masukan bagi peneliti berikutnya yang berkaitan dengan topik

penelitian ini.

6. Menambah sumber kajian bagi kepustakaan fakultas bahasa dan seni program

(24)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Qasidah Makkawi pada ritual berinai adat melayu di Dusun VIII

Rambungan I Bandar Klippa Kabupaten Deli Serdang merupakan salah

satu nyanyian tradisi melayu yang masuk ke Indonesia dan menyebar ke

Sumatera Utara seiring dengan masuknya ajaran Islam, kemudian menjadi

kebiasaan etnis melayu menggunakan qasidah dalam merayakan acara

keagamaan, pernikahan, mencukur rambut bayi dan hiburan. Qasidah juga

berperan sebagai media pengungkapan perasaan yang diluapkan dalam

bentuk nyanyian, dan syair yang dipakai merupakan bahasa Arab dan

terkadang berbahasa melayu yang berisi tentang pujian terhadap nabi

Muhammad SAW dan nasehat.

2. Bentuk lagu qasidah makkawi terdiri dari lima bagian yaitu, majrul (lagu

pembuka), isi qasidah , bridge (unisono vokal), irfa’ (jawabul jawab),

dan penutup. Bentuk lagu terdiri dari maqam rast, hijaz, bayyati (heraf,

musyawarah, sama’ani) jiharkah, sikah, nahawand yang didalamnya

terdapat frase tanya jawab yang sifatnya berulang-ulang pada syair dan

jenis melodi yang digunakan, hanya berbeda dalam penggunaan jenis

(25)

3. Bentuk penyajian Qasidah Makkawi dalam ritual berinai adat melayu di

Dusun VIII Rambungan I Bandar Klippa Kabupaten Deli Serdang yaitu

dinyanyikan oleh grup qasidah yang dipimpin seorang seniman qasidah.

Qasidah Makkawi dilakukan di dalam rumah dengan menggunakan

microphone dan speaker sebagai alat tambahan pengeras suara dan

menjadi bagian acara dalam ritual berinai adat melayu ini. Seniman

qasidah berjumlah dua sampai lima orang, tidak ada patokan dalam jumlah

seniman qasidah dalam pertunjukannya. Qasidah dinyanyikan secara

medley atau bersambung dan bergantian serta bersahut-sahutan disaat

calon pengantin wanita sedang memakai inai atau memerah dikuku tangan

dan kakinya. Qasidah makkawi dalam ritual berinai adat melayu

dilaksanakan pada malam hari sebelum acara resepsi pernikahan dan tidak

menggunakan pentas melainkan berada didalam ruang tamu rumah tuan

rumah acara yang melaksanakan ritual berinai. Penonton umumnya adalah

masyarakat sekitar dan keluarga besar tuan rumah.

B. Saran

Dari beberapa kesimpulan diatas, peneliti mengajukan beberapa saran,

antara lain:

1. Hendaknya pemerintah lebih memperhatikan lagi kesenian Qasidah

Makkawi dengan menyertakan dalam berbagai pementasan serta

(26)

dan bukan hanya sekedar pengakuan saja tanpa mempunyai bukti hak

milik kesenian Qasidah Makkawi tersebut.

2. Hendaknya kesenian Qasidah Makkawi dalam ritual berianai adat melayu

tetap dilestarikan dan diajarkan kepada generasi penerus karena begitu

sedikitnya seniman Qasidah Makkawi dan masryarakat yang masih

menggunakan ritual berinai dalam pernikahan adat melayu yang ada pada

sekarang ini, serta diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari karena

sangat berpengaruh positif dalam pelestarian tradisi dan budaya melayu

yang ada di Sumatera Utara dan khusunya di Dusun VIII Rambungan I

(27)

95

DAFTAR PUSTAKA

Ali Cholid Naburko, 2005. Metode Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara

Arikunto, Suahrsimi. 2006. Prosedur Penelitian . Jakarta: Rieneke Cipta.

Banoe, Pono. 2007. Kamus Musik. Yogyakarta: Kanisius.

Budilinggono. 1993. Bentuk dan Analisis Musik. Jakarta: Depdikbud

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Pranada Media.

Djohan.2010. Psikologi Musik. Yogyakarta: Buku Baik

Djelantik, A.A.M. 1999. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Fachdial, 2008. Fungsi Lagu Melayu Pada Pernikahan Etnis Melayu. Medan: Skripsi Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Fitriyana. 2012. Bentuk dan Fungsi Kesenian Didong Pada Masyarakat Gayo Takengon Kabupaten Aceh Tengah. Medan: Skripsi Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

Girsang, Rosenta. 2014. Tinjauan Bentuk dan Makna Lagu Taur-Taur Sibuat Gulom di Desa Binalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun. Medan. Skripsi Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Hardjono, Suko. 2003. Corat-coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini, Jakarta: Taman Ismail Marzuki.

Hidayat Alimut, Aziz. 2007. Metode Penelitian dan Teknik Analisa Data. Surabaya : Salemba Media.

Hayati, Keumala. 2008. Tinjauan Lagu Munajat Ciptaan Nur Asiyah Djamil Dari Sudut Pandang Maqam Lagu-Lagu Al-Quran. Medan: Skripsi Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

Jones, Thaddeus George. 1974. Music Theory. USA. Harper k Row Publisher, Inc

Kamien, Roger. 1976. Music And Apreciation (cetakan pertama). USA. McGrow Hill, Inc.

(28)

96

Laili, Hazwani. 2011. Estetika Senandung Babussalam Masyarakat Melayu. Jurnal. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Lubis Sari, May. 2013. Struktur Pertunjukan Angguk di Pasar III Dalu X Tanjung Morawa (Musik Dalam Pertunjukan)

Marianto, Dwi M. 2006. Quantum Seni. Semarang : Dahara Prize.

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.

Matondang, Hamdani. 2011. Peranan Musik Endeng-Endeng Pada Perkawinan di Masyarakat Kabupaten Labuhan Batu Utara. Medan: Skripsi Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Meleong, J Lexy.2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Nosdokarya.

Mieka H, Achmad. 2013. Senandung Dalam Tradisi Mengayunkan Anak Pada Masyarakat Melayu di Kabupaten Batubara (Studi Terhadap Bentuk Musik dan Fungsi). Medan: Skripsi Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

Misbachul Munir, M. 2002. Pedoman Lagu-Lagu Tilawatil Qur’an dan Tajwid Qasidah. Surabaya: Apollo.

Muhammad Ali, 2001. Penelitian Kependidikan dan Prosedur Strategi, Bandung: Angkasa

Mulyana. 2003. Komunikasi Antar Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Muttaqin, Ali 2008. Seni Musik Klasik Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Pasaribu, Ben M. 2004. Pluralitas Musik Etnik. Medan: Universitas HKBP Nommensen.

Prier, Karl-Edmund. 1996. Ilmu Bentuk Musik. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.

Prier, Karl-Edmund. 2009. Kamus Musik.Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.

Rahman D, Abdul. 2014. Senandung Bilah Pada Ritual Pernikahan di Kabupaten Labuhan Batu (Ditinjau Dari Bentuk, Fungsi dan Makna). Medan: Skripsi Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

(29)

97

Sinar, T. Luckman. 2007. Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu. Medan: Yayasan Kesultanan Serdang.

Siswanto, Edi. 2010. Kajian Semiotika Budaya Terhadap Syair Dendang Siti Fatimah Pada Upacara Mengayun Anak Masyarakat Melayu Tanjung Pura. Jurnal. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sugiyono.2007. Metode Penelitian Pendidikan . Bandung : Alfabeta.

Takari, Muhammad. Fadlin. Sastra Melayu Sumatra Utara. Medan : Bartong Jaya.2009.

Waridi, (ed) Menimbang Pendekatan Pengkajian dan Penciptaan Musik Nusantara Surakarta: STSI Press.

Zulham,1993. Bahasa Senandung Melayu Dialek Asahan Ditinjau Dari Segi morfologis. Jurnal. Medan: Universitas Sumatera Utara.

http://budayamelayu.com

http://kuliahmusikonline.blogspot.com/2012/07/sejarah-organologi.html

http//:seniqasidah/pengertian-qasidah.com

Gambar

Gambar 4.1. Grup Qasidah ...........................................................................

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bentuk Penyajian dan Fungsi Musik Campursari Pada Pernikahan Etnis Jawa di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli

Alat musik yang digunakan dalam bentuk penyajian gondang dua dalam acara pesta pernikahan adat Batak Mandailing di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung.. Teori

Kertas karya yang berjudul "The Meaning of Symbols Used In The Traditional Building of Melayu Deli and Serdang society" berisi tentang bagaimana bagian-bagian rumah

Berdasarkan hasil penelitan yang telah dilakukan, maka Istilah Budaya dalam Ritual Antar Tumpang Adat Pernikahan pada Masyarakat Melayu Di Ngabang Dusun Belimbing

23 ANALISIS PERILAKU KOMUNIKASI ANAK-ANAK BROKEN HOME DI DUSUN IX DESA BANDAR KHALIPAH KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG Dinda Chairunisa,1 Ridwan Nasution2