• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah Alpukat

Buah Alpukat merupakan salah satu buah yang digemari oleh masyarakat.

Buah ini berasal dari dataran tinggi maupun dataran rendah Amerika Tengah dan telah menyebar ke negara sub-tropis maupun tropis. Orang pertama yang memperkenalkan buah alpukat kepada penduduk Eropa yaitu Martín Fernández de Enciso, salah seorang pemimpin pasukan Spanyol (Noorul et al., 2016). Dia memperkenalkan buah ini pada tahun 1519 kepada orang-orang Eropa.

Diperkirakan buah alpukat masuk ke Indonesia pada tahun 1920-1930. Di Indonesia buah alpukat mempunyai banyak nama daerah misalnya alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak), advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung) dan lain-lain (Bappenas, 2000).

2.1.1 Morfologi Buah Alpukat

Pohon alpukat memiliki tinggi 3-10 m, berakar tunggang, berbatang kayu dengan bentuk bulat dan berwarna coklat. Daun pada pohon alpukat berbentuk jorong samapai bundar telur dengan panjang 10-20 cm, lebar 3- 10 cm, daun muda berwarna kemerahan, daun tua berwarna hijau serta memiliki rasa pahit. Berbunga majemuk dengan bentuk bintang berwarna kuning kehijauan (Sarinastiti N, 2018). Buahnya berbentuk seperti buah pear dan ada juga yang berbentuk bundar serta lonjong tergantung jenis pohon alpukatnya, warnanya hijau kekuningan. Bila sudah masak daging buahnya berwarna kuning kehijauan bertekstur lunak dan rasanya gurih. Biji bulat seperti bola, diameter 2,5-5 cm, keping biji berwarna putih kemerahan (Bappenas, 2000).

(2)

2.1.2 Taksonomi Buah Alpukat

Gambar 2.1 Buah Alpukat

Taksonomi buah alpukat (Persea americana Mill) menurut (Noorul et al., 2016) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Division : Magnoliophyta Class : Dicotyledons Subclass : Magnoliidae Order : Laurales Family : Lauraceae Genus : Persea Mill.

Species : Persea americana Mill 2.1.3 Manfaat Buah Alpukat

Bagian tanaman alpukat yang sering dimanfaatkan adalah buahnya.

Pada masyarakatat Eropa daging buahnya sering diolah berbagai jenis masakan. Daging buahnya dapat dijadikan sebagai bahan dasar produk kosmetik, serta dapat dijadikan untuk mengurangi rasa sakit, mengobati sariawan dan melembabkan kulit. Daun alpukat yang masih muda juga sering dimanfaatkan sebgai obat tradisional yaitu sebagai obat batu ginjal, rematik, darah tinggi, sakit kepala, nyeri lambung, saluran napas dan melancarkan menstruasi.

(3)

mampu menetralkan asam lambung yang terlalu tinggi. Selain itu, bijinya juga diketahui dapat digunakan sebagai antiradang, menghilangkan rasa sakit, menyembuhkan sariawan mulut, mengobati sakit gigi, mengatasi diabetes melitus, sebagai antibakteri dan kencing (Sarinastiti, 2018). Dalam industri pakaian biji alpukat juga dimanfaatkan sebagai pewarna alami yang tidak mudah luntur

2.1.4 Kandungan Senyawa Kimia Biji Alpukat

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa biji alpukat memiliki kandungan berbagai senyawa berkhasiat. Hasil Skrining fitokimia yang dilakukan oleh Zuhrotun (2007) terhadap simplisia dan ekstrak etanol biji alpukat menunjukkan bahwa biji alpukat diantaranya mengandung flavonoid, alkaloid, saponin, dan tanin

1. Flavonoid

Gambar 2.2 Struktur Flavonoid (Redha, 2010)

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolik sekunder yang termasuk galam golongan phenolik yang larut air (Arifin &

Ibrahim, 2018). Flavonoid banyak ditemukan pada tanaman dan makanan seperti buah- buahan, sayuran, anggur, teh, coklat (Heim et al., 2002).

Flavonoid ditemukan pada tanaman, yang berkontribusi memproduksi pigmen berwarna kuning, merah, oranye, biru, dan warna ungu dari buah, bunga, dan daun. Flavonoid memiliki efek bioaktif termasuk sebagai anti virus, anti-inflamasi, kardioprotektif, antidiabetes, anti kanker, anti penuaan, antioksidandan. Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon

(4)

yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Wang et al., 2018).

Flavanoid merupakan senyawa aktif yang berberan sebagai antioksidan, termasuk dalam jenis intermediet antioksidan yang berperasan sebagai antioksidan lipofilik dan hidrofilik (Middleton et al., 2000). Mekanisme antioksidan dari flavonoid adalah menangkap ROS secara langsung, mencegah regenerasi ROS yang secara tidak langsung akan meningkatkan aktivitas antioksidan enzim antioksidan seluler. Pencegahan terbentuknya ROS oleh flavonoid dilakukan dengan menghambat kerja enzim xantin oksidase dan Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate (NADPH) oksidase, serta mengkelat logam (Fe2+ dan Cu2+) sehingga dapat mencegah reaksi redoks yang dapat menghasilkan radikal bebas (Akhlaghi

& Bandy, 2009).

2. Alkaloid

Gambar 2.3 Struktur Alkaloid (Kusrahman, 2012)

Alkaloid merupakan golongan senyawa metabolik sekunder yang jumlahnya banyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari berbagai jenis tanaman. Pada tanaman, alkaloid berfungsi sebagai senyawa pertahanan baik terhadap herbivora atau predator. Umumnya alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder yang bersifat basa dan mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam bentuk cincin heterosiklik dan bersifat aktif biologis menonjol (Tengo et al., 2013). Di dalam kehidupan banyak alkaloid yang bersifat racun bagi manusia namun banyak senyawa alkaloid yang

(5)

digunakan untuk pengobatan. Alkaloid memiliki efek dalam bidang kesehatan yaitu memicu sistem saraf pusat, menaikkan tekanan darah, mengurangi rasa sakit, antimikroba, obat penenang, serta obat penyakit jantung (Simbala, 2009).

3. Saponin

Gambar 2.4 Struktur Saponin

Saponin merupakan senyawa glikosida kompleks yang terdiri dari senyawa hasil kondensasi suatu gula dengan suatu senyawa hidroksil organic, apabila dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan non-gula (aglikon).

Struktur saponin tersebut menyebabkan saponin bersifat seperti sabun atau deterjen sehingga saponin disebut sebagai surfaktan alami. Saponin dapat diperoleh dari tumbuhan melalui metode ekstraksi (Bintoro et al., 2017).

Keberadaan saponin positif jika ekstrak yang diuji membentuk busa setinggi 1- 10cm dengan selang waktu ±10 menit (Baud et al., 2014). Saponin memiliki sifat sebagai antibakteri yang dapat meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri sehingga dapat mengubah struktur, fungsi membran dan menyebabkan membran sel bakteri rusak dan lisis (Rijayanti et al., 2014).

(6)

4. Tanin

Gambar 2.5 Struktur Tanin

Tanin merupakan senyawa metabolic sekunder yang terdapat pada tanaman. Dalam tanin terkandung gugus hidroksi fenolik dalam jumlah yang besar sehingga memungkinkan membentuk ikatan silang yang efektif dengan protein dan molekulmolekul lain seperti polisakarida, asam amino, asam lemak dan asam nukleat (Hidayah, 2016). Tanin mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan antioksidan. Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin yang mudah terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Malangngi et al., 2012).

2.2 Kulit Manusia

Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar serta paling sering terpapar zat-zat asing yang terdapat di lingkungan luar. Luas kulit orang dewasa sekitar 1.5 𝑚2 dengan berat sekitar 15% berat badan. Kulit merupukan organ essensial dan vital yang mencerminkan Kesehatan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras dan lokasi tubuh (Anwar., 2012).

(7)

2.2.1 Anatomi Kulit

Gambar 2.6 Sturuktur Kulit (Mescher, 2013)

Secara histologis kulit manusia tersusun atas 3 lapisan utama, yaitu lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis serta lapisan hypodermis (subkutis) (Mescher, 2013). Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar yang terdiri dari beberapa sel spesifik yang disebut sebagai keratinosit yang berfungsi mengsintesis keratin Lapisan kedua pada kulit manusia adalah lapisan dermis yang memiliki batas tidak nyata yaitu stratum papilare dan stratum retikular. Selain itu, pada lapisan dermis terdapat folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Yang terakhir adalah lapisan hipodermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel lemak. Sel lemak merpakan sel bulat, besar dengan inti terdesak ke pinggir, sel ini berfungsi sebagai bantalan. Tebalnya tidak sama tergantung lokasinya, di abdomen 3 cm, sedangkan didaerah mata dan penis sangat tipis (Anwar, 2012).

(8)

1. Epidermis

Gambar 2.7 Struktur Epidermis (Mescher, 2013)

Epidermis merupakan lapisan terluar kulit dimana terdiri dari jaringan epitel berlapis pipih, dengan sel epitel yang mempunyai lapisan tertentu.

Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu stratum germinativum, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum.

Selain jaringan pada epidermis terdapat empat sel utama, yaitu keratinosit, melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel (Mescher, 2013). Keratinosit merupakan sel terbanyak berkisar 85-95% yang ada dalam epidermis. Sel ini akan terus diperbarui melalui proses mitosis sel dalam lapisan basal yang secara berkala akan bergeser ke permukaan epitel. Melanosit meliputi 7-10%

sel epidermis, merupakan sel kecil dengan cabang dendritik panjang tipis.

Melanosit berfungsi memproduksi pigmen melanin dimana melanin merupakan pigmen coklat- hitam atau kuning-merah yang berperan terhadap warna kulit dan menyerap sinar UV. Selain itu juga terdapat sel Langerhans yang berperan dalam respon imun kulit, sedangkan sel markel berperan dalam mekanoreseptor atau reseptor rasa sentuh (Kalangi, 2014).

(9)

2. Dermis

Gambar 2.8 Struktur Dermis (Mescher, 2013)

Dermis adalah lapisan jaringan ikat yang mendukung epidermis dan mengikatnya ke jaringan subkutan (hipodermis). Di dalam dermis mengandung kolagen, elastin, sel saraf, pembuluh darah dan jaringan limfatik (Kalangi, 2014). Ketebalan dermis bervariasi dengan wilayah tubuh dan mencapai maksimum 4 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan papiler dan lapisan retikuler. Pada lapisan papiler berisi saraf dan pembuluh kapiler yang memelihara epidermis sedangkan pada lapisan retikuler terdiri dari jaringan ikat yang kuat yang 7 mengandung serat elastis dan kolagen.

Pada bagian dalam lapisan dermis juga terdapat papila rambut, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, otot penegak rambut, folik larambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, serta serabut lemak yang terdapat pada lapisan hypodermis (Mescher, 2013).

3. Hypodermis

Gambar 2.9 Struktur Hypodermis (Mescher, 2013).

(10)

Hypodermis merupakan lapisan subkutan dibawah dermis. Hipodermis tersusun atas jaringan ikat longgar yang berisi sel-sel lemak di dalamnya (Anwar., 2012). Hipodermis ini terdiri dari sel-sel lemak, ujung saraf tepi, pembuluh darah dan pembuluh getah bening, kemudian dari beberapa kandungan yang terdapat pada lapisan ini sehingga lapisan hipodermis ini memiliki fungsi sebagai penahan terhadap benturan ke organ tubuh bagian dalam, memberi bentuk pada tubuh, mempertahankan suhu tubuh dan sebagai tempat penyimpan cadangan makanan (Mescher, 2013).

2.2.2 Fungsi Kulit 1. Fungsi Proteksi

Kulit melindungi bagian tubuh manusia dari gangguan fisik maupun mekanik. Gangguan fiik misalnya tekanan dan gesekan, sedangkan gangguan mekanik yaitu panas, dingin, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, gangguan kuman, jamur, bakteri serta virus. Selain melindungi dari gangguan fisik dan mekanik kulit juga melindungi tubuh dari gangguan kimiawi seperti zat-zat kimia iritan (lisol, karbon, asam atau basa kuat lainnya. Gangguan fisik dan mekanik dapat ditangani dengan adanya bantalan lemak subkutis, tebalnya lapisan kulit dan serabut penunjang yang berfungsi sebagai pelindung bagian luar tubuh. Gangguan ultraviolet diatasi ileh sel melanin yang menyerap Sebagian sinar tersebut. Gangguan kimia ditangani dengan adanya lemak permukaan kulit yang berasal dari kelenjar kulit yang mempunyai pH 4.5-6.5 (Anwar., 2012).

2. Fungsi Absopsi

Kulit tidak dapat menyerap air, tetapi kulit dapat menyerap senyawa yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan K, obat- obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida (Djuanda, 2007). Selain itu beberapa zat toksik juga dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri (Harien, 2010). Kulit memiliki fungsi respirasi yang didukung dengan permeabilitasnya terhadap oksigen, karbon dioksida dan uap air. Kemampuan absopsi kulit tergantung ketebalan kulit, hidrasi, kelembapan udara, metabolisme, dan jenis zat yang menempel pada kulit. Penyerapanya dapat melalui celah antar sel, saluran kelenjar atau saluran keluar rambut (Anwar., 2012).

(11)

3. Fungsi Eksresi

Kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme dari dalam tubuh misalnya NaCl, urea, asam urat, ammonia, serta lemak. Pada fase eksresi kulit akan mengeluarkan sebum. Sebum merupakan campuran dari kolesterol, trigliserida, elektrolit dan protein. Sebum berfungsi untuk melindungi kulit, menahan penguapan, menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi keratin (Mescher, 2013).

4. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi)

Kulit akan mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit. Bila suhu tubuh meningkat, kelenjar kulit akan mengeluarkan keringat ke permukaan kulit dan degan adanya penguapan tersebut terbuang pula panas tubuh. Mekanisme ini diatur oleh sistem saraf simoatis yang mengeluarkan asetilkolin (Anwar, 2012)

(12)

2.2.3 Penuaan Kulit

Aging atau penuaan adalah proses fisiologis yang secara alami dapat terjadi satunya pada kulit. Proses penuaan pada kulit dapat ditandai dengan kulit kasar, keriput, bersisik, kering serta timbul noda hitam atau proses penuaan dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (Ahmad & Damayanti, 2018). Penuaan kulit intrinsik merupakan proses penuaan kulit yang alami karena bertambahnya usia. Pada proses ini akan terjadi perubahan pada lapisan epidermis berupa morfologi atau struktur kulit, sedangkan pada lapisan dermis terjadi perubahan biokimiawi.

Manifestasi klinis penuaan kulit intrinsik yaitu kulit tampak lebih pucat, timbul kerutan- kerutan halus (fine wrinkle), lapisan epidermis dan dermis menjadi atrofi sehingga kulit tampak lebih tipis, transparan, serta tampak lebih rapuh. Kulit juga menjadi lebih kering dan terasa gatal (Maiti &

Bidinger, 1981). Penuaan kulit intrinsik juga diikuti dengan menipisnya jaringan lemak subkutan. Selain faktor usia, faktor intrinsik juga berhubungan dengan ras, variasi anatomi kulit pada area-area tertentu, serta perubahan hormonal. Sedangkan proses penuaan karena faktor eksternal (Photoaging) dapat terjadi akibat gaya hidup misalnya merokok, polusi, paparan sinar matahari terutama sinar UV. Gambaran klinis pada kulit yang mengalami photoaging dapat berupa kerutan halus, kulit terasa kendur dan kasar, bernodus, permukaan kasar, terdapat bercak kekuningan dan kering (Ahmad & Damayanti, 2018).

(13)

2.3 Radikal Bebas

Radikal Bebas adalah senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada bagian orbital luarnya sehingga relatif tidak stabil. Adanya elektron yang tidak berpasangan itulah yang mengakibatkan senyawa tersebut sangat reaktif sehingga harus mencari pasangannyadengan mengikat elektron molekul yang ada disekitarnya seperti lipid, protein dan DNA (Kesuma, 2015). Reaksi pembentukan radikal bebas melalui tiga tahapan yaitu tahap inisiasi (tahapan pembentukan radikal bebas), tahap propagasi (tahap pemanjangan rantai radikal) dan tahap terminasi (tahap bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain). Faktor yang menyebabkan timbulnya radikal bebas dalam tubuh antara lain sinar matahari, asap mobil, bahan kimia dalam makanan (pengawet, pewarna sintetik, residu pestisida, dan bahan tambahan makanan lainnya), bahan kimia termasuk obat- obatan (Irianti et al., 2017).

Kerusakan sel akibat reaktivitas senyawa radikal menyebabkan timbulnya berbagai penyakit seperti kanker, infeksi, penyakit jantung koroner, rematik, pemyakit respiratorik, katarak, liver dan aging. Pada sel kulit radikal bebas akan merusak senyawa lemak pada membran sel sehingga kulit kehilanya elastisitanya dan timbulah lipitan-lipatan halus pada kulit (keriput) (Silallahi, 2006).

Terjadinya kerusakan protein akibat serangan radikal bebas termasuk oksidasi protein yang mengakibatkan kerusakan jaringan tempat protein berada. Radikal bebas dapat dipicu melalui 2 sumper yaitu berasal dari dalam tubuh (endogen) dan dari luar tubuh (eksogen). Radikal bebas endogen terbentuk dari sisa proses metabolisme (proses pembakaran) karbohidrat, lemak dan protein yang kita konsumsi. Radikal bebas eksogen berasal dari polusi udara karena asap kendaraan, berbagai bahan kimia, makanan yang telah hangus (carbonated) dan sinar ultra violet (Irianti et al., 2017).

(14)

2.4 Antioksidan

Secara kimia senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (elektron donor). Namun secara biologis, pengertian antioksidan yaitu senyawa yang dapat meredam dampak negatif oksidan, termasuk enzim-enzim dan protein-protein pengikat logam (Irianti et al., 2017). Antioksidan bekerja dengan mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa oksidan sehingga ada aktivitas penghambatan oksidan tersebut (Khaira, 2010). Antioksidan dibutuhkan tubuh untuk melindungi tubuh dari serangan radikal bebas. Keseimbangan antara antioksidan dan oksidan dalam tubuh sangat penting terutama untuk menjaga fungsi membran lipid, protein sel, dan asam nukleat. Antioksidan dapat diperoleh dalam bentuk sintesis maupun alami.

Antioksidan sintetis seperti Butylated hydroxyl anisole (BHA), Butylated hydroxyrotoluene (BHT), Propyl gallate (PG) dan metal chelating agent (EDTA), Tertiary butyl hydroquinone (TBHQ), Nordihydro guaretic acid (NDGA).

Antioksidan sintetis efektif untuk menghambat reaksi oksidasi. Penggunaan antioksidan sintetik sebaiknya dibatasi karena bila digunakan secara berlebih dapat bersifat karsiogenik, sehingga dibutuhkan antioksidan alami yang lebih aman. Salah satu sumber antioksidan alami adalah sayuran, buah-buahan segar, beberapa jenis tumbuhan dan rempah-rempah yang mengandung senyawa flavonoid, klorofil dan tannin (Kesuma, 2015). Antioksidan berdasarkan mekanisme reaksinya dibagi menjadi tiga macam, yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder dan antioksidan tersier.

2.4.1 Antioksidan Primer

Antioksidan primer adalah antioksidan yang sifatnya sebagai pemutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk-produk yang lebih stabil.

Mekanisme kerja antioksidan primer adalah pemutusan rantai reaksi radikal yaitu dengan mendonorkan atom hidrogen secara cepat pada suatu lipid yang radikal sehingga produk yang dihasilkan lebih stabil. Contoh antioksidan primer yaitu Glutation Peroksidase (GPx), Superoksida Dismutase (SOD), katalase dan protein pengikat logam(Kesuma, 2015).

(15)

2.4.2 Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder berperan sebagai pengikat ion-ion logam, penangkap oksigen, pengurai hidroperoksida menjadi senyawa non radikal, penyerap radiasi UV atau deaktivasi singlet oksigen. Prinsip kerja antioksidan sekunder yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan menangkap radikal tersebut, sehingga radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler. Contoh antioksidan sekunder adalah vitamin C vitamin, vitamin E, flavonoid, asam lipoat, beta karoten, melatonin, bilirubin (Kesuma, 2015).

2.4.3 Antioksidan Tersier

Antioksidan tersier bekerja memperbaiki kerusakan biomolekul yang disebabkan radikal bebas. Contoh antioksidan tersier adalah enzim- enzim yang memperbaiki DNA dan metionin sulfida reductase (Kesuma, 2015).

2.5 Uji Aktivitas Antioksidan 2.5.1 Metode DPPH

Untuk mengetahui aktivitas antioksidan pada suatu tanaman dapat dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH (1,1- difenil-2-pikrilhidrazil). Metode DPPH merupakan metode yang sederhana, cepat, dan mudah untuk mendeteksi aktivitas penangkap radikal beberapa senyawa, selain itu metode ini terbukti akurat, efektif dan praktis. DPPH secara luas digunakan untuk menguji kemampuan senyawa yang berfungsi sebagai donor hidrogen, untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan makanan.

Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel pada tatau cair dan tidak spesifik untuk komponen antioksidan tertentu, tetapi berlaku untuk kapasitas antioksidan keseluruhan sampel (Prakash, 2001).

Radikal DPPH adalah suatu senyawa organik yang mengandung nitrogen tidak stabil dengan absorbansi kuat pada λ max 517 nm dan berwarna ungu gelap. Setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan, DPPH tersebut akan

(16)

tereduksi dan warnanya akan berubah menjadi kuning (Karim, 2015).

Prinsip uji aktivitas antioksidan pada penelitian ini menggunakan metode DPPH dimana pengukuran aktivitas antioksidan secara kuantitatif dengan melakukan pengukuran penangkapan radikal bebas DPPH oleh suatu senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm sehingga dapat diketahui nilai aktivitas antioksidan yang dinyatakan dengan IC50 (Inhibitory Concentration). Semakin kecil nilai IC50, semakin tinggi pula aktivitas perendaman radikal bebas (Tristantini et al., 2016)

Tabel II.1. Tingkat Aktivitas Antioksidan (Tristantini et al., 2016).

IC50( ppm) Tingkatkeaktifan

<50 Sangataktif

50 – 100 Aktif

100 – 1000 Kurangaktif

>1000 Tidakaktif

2.5.2 Metode Analisis FRAP (Ferric Reducing Ability of Plasma)

FRAP merupakan metode analisis yang biasa digunakan untuk mengukur kekuatan antioksidan dalam mereduksi Fe(III)-TPTZ menjadi Fe(II)-TPTZ dan terjadi perubahan warna dari kuning ke biru. TPTZ sendiri adalah colorants dan Fe(III) merupakan radikal bebas. Pada pengujian FRAP.

Idealnya sampel yang digunakan >3000µM dan dilarutkan pada air ataupun ethanol, dan dilakukan uji pengulangan dengan pengenceran bertahap untuk pengukuran nilai FRAP. Proses pengujian dilakukan pada pH asam dengan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 593 nm, menggunakan diode-array spectrophotometer (Karadag et al., 2009).

Metode ini sendiri dianggap dapat mengukur kombinasi efek antioksidan dari molekul biologi bukan enzim. Selain itu juga memberikan indeks kemampuan untuk mengurangi efek oksidatif dari radikal bebas.

Biasanya uji digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan pada plasma dan fenol yang

(17)

terekstraksi pada fasa aqueous atau methanol (Wabula et al., 2019). FRAP mendeskripsikan hasil pengujian sebagai reaksi kinetik dan hubungannya dengan dosis dari larutan yang diuji, serta menunjukkan aktivitas antioksidan setara dengan yang terjadi dalam plasma tubuh. Kelebihan dari penggunaan FRAP adalah cepat, cocok untuk sampel plasma (baik hanya dalam bentuk 41 satu jenis antioksidan atau ketika bercampur dengan plasma), mudah, dan reagen mudah didapat. Berhubungan dengan karakteristik dosis (dose dependent) dari antioksidan yang akan berbeda bergantung dari aktivitas antioksidan dan jenisnya (Karadag et al., 2009).

2.5.3 Metode Analisis ABTS (2,2-azinobis (3-ethylbenzothiazoline-6- sulfonate) ABTS merupakan senyawa radikal kation organik yang digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan yang bereaksi pada pH 7,4 berdasarkan waktu dan persentase diskolorasi sebagai bagian dari fungsi konsentrasi.

Aktivitas dari ABTS ditandai dengan perubahan warna yang terjadi dari biru atau hijau, menjadi tidak berwarna. Pengukuran ABTS dilakukan, untuk mengukur kemampuan antioksidan dalam mendonorkan radikal proton, sehingga tercapai kestabilan. Kalorimeter digunakan untuk menghitung secara kuantitatif kemampuan antioksidan tersebut pada panjang gelombang 734nm. Sama seperti pengukuran lain, pengukuran metode ini menggunakan antioksidan pembanding sebagai kurva standar, seperti alpha-tocopherol, glutathione, dan uric acid. Kelebihan pada penggunaan metode ABTS atau biasa disebut sebagai TEAC dianggap sebagai metode yang mudah, cepat, dapat digunakan baik pada fasa aqueous ataupun lipid (Karadag et al., 2009).

2.5.4 Metode Analisis TRAP ( Total radical-trapping antioxidant parameter) Pengujian TRAP atau Total radical-trapping antioxidant parameter bekerja berdasarkan pengukuran konsumsi oksigen selama reaksi oksidasi Lipid terkontrol yang diinduksi oleh dekomposisi ternal dari AAPH (2,2- Azobis (2- aminidopropana) hidroklorida) untuk mengukur total aktivitas antioksidan.

(18)

Hasil uji diekspresikan sebagai jumlah (dalam mikromol) radikal peroksil yang terperangkap oleh 1 liter plasma. Pengukuran serum TRAP berdasarkan penentuan lamanya waktu yang diperlukan oleh serum uji untuk dapat bertahan dari oksidasi buatan (Antolovich et al., 2002).

2.6 Serum

Serum merupakan sediaan dengan zat aktif konsentrasi tinggi dan viskositas rendah, yang menghantarkan film tipis dari bahan aktif pada permukaan kulit (Goodman, 1926). Serum memiliki kelebihan yaitu memiliki konsentrasi bahan aktif tinggi sehingga efeknya lebih cepat diserap kulit, dapat memberikan efek yang lebih nyaman dan lebih mudah menyebar dipermukaan kulit karena viskositasnya yang tidak terlalu tinggi (Kurniawati

& Wijayanti, 2018). Serum bekerja secara lokal pada bagain tubuh manusia seperti wajah, bahu, leher dan kelopak mata. Serum juga dapat digunakan oleh berbagai umur, orang tua maupun anak muda / remaja.

2.7 Sheet Mask

Sheet Mask merupakan lembaran kain berbentuk wajah yang direndam dalam larutan nutrisi . Sheet mask biasanya terbuat dari bahan non-wofen, bahan kertas, bio selulosa, dan sebagainya (Efriana, 2019). Berdasarkan ilmu dermatologi sheet mask memiliki prinsip Occlusive Dressing Treatment (ODT) yaitu teknologi absorbsi perkutan dengan menempelkan suatu selaput atau membran pada kulit, sehingga membentuk ruang semi-tertutup antara masker dan kulit untuk membantu penyerapan bahan aktif. Sheet mask yang diaplikasikan pada wajah akan menyebabkan suhu kulit meningkat (1C), sehingga peredaran darah pada kulit akan meningkat serta mempercepat pembuangan sisa metabolism kulit dan meningkatkan kadar oksigen pada kulit yang menyebabkan pori-pori pada kulit secara perlahan akan membuka dan membantu penetrasi zat aktif kedalam kulit (Lee,2013). Sheet Mask yang diaplikasikan dapat membantu melembabkan kulit dengan baik, menghilangkan sebum, dan meremajakan kulit atau mencegah hiperpigmentasi pada kulit (Nilforoushzadeh et al., 2018).

(19)

Menurut Lee (2013), jenis-jenis lembaran masker adalah sebagai berikut:

2.7.1 Tipe non woven

Menggunakan bahan tekstil seperti polypropylene dan viscose rayon. keuntungan tipe non woven yaitu fleksibel, tidak mudah robek, bersifat hidrofil sehingga mampu meresap essence, dan tidak meninggalkan sisa essence di dalam kemasan. Sedangkan kekuranganya yaitu penggunaan yang terlalu lama dapat menyebabkan kulit kering.

2.7.2 Tipe serat kertas (pulp)

Awalnya serat kertas merupakan bahan dasar pembuatan masker sheet, tetapi telah diganti dengan bahan non woven. Tipe pulp memiliki keuntungan tipis dan mampu melekat baik dengan kulit, sedangkan kekuranganya yaitu tingkat peresapan essence terbatas dan mudah robek karena tipis.

2.7.3 Tipe bioselulosa

Merupakan teknologi terbaru pembuatan masker sheet, menggunakan selulosa alami dari hasil fermentasi mikroorganisme, dan tidak mengiritasi kulit. Keuntungannya sangat mampu melekat pada kulit sehingga tidak mudah terlepas, sedangkan kerugianya yaitu biaya pembuatan relatif lebih mahal.

2.7.4 Tipe charcoal

Menggunakan serbuk arang dari bambu moso yang endemik di Taiwan yang dicampurkan dengan bahan non woven dalam proses pembuatannya. Keuntungan tipe charcoal adalah leksibel, mampu meresapi essencedengan baik, kandungan serbuk arang dapat meningkatkan penyerapan essence ke dalam kulit. Sedangkan kekuranganya yaitu biaya pembuatan lebih mahal dibanding tipe non woven.

(20)

Dibuat dengan mencampurkan essence dan gelling agent, kemudian dicetak dengan cetakan masker menghasilkan jeli yang transparan dengan bentuk menyerupai wajah. Keuntunganya penggunaannya lebih praktis dibanding tipe masker lainnya. Sedangkan kerugiannya yaitu kemampuan penetrasi essence ke dalam kulit lebih kurang dibandingkan jenis masker sheet lainnya.

2.8 Uji Stabilitas

Stabilitas merupakan simbol kualitas yang penting untuk suatu produk obat atau kosmetika. Stabilitas obat adalah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yg dimilikinya pada saat dibuat dalam batasan yg ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan. Uji stabilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui kestabilan pada sediaan. Umumya pengujian stabilitas terdapat 2 metode yaitu, metode real time dan Freeze thaw. Pada penelitian ini dilakukan uji stabilitas dengan menggunakan metode uji Frezee thaw. Prosedur pengujian uji stabilitas dengan menggunakan metode freeze thow yaitu sampel disimpan selama 12 hari dan disimpan pada suhu 4ºC ± 2 ºC selama 24 x 2 jam kemudian dipindakan kedalam oven dengan suhu 40ºC ± 2 ºC (dianggap satu siklus), pada uji stabilitas metode ini dilakukan sebanyak enam siklus (Hamsinah, et al, 2016).

2.9 Komponen Bahan Obat 2.9.1 Propilenglikol

Gambar 2.10 Struktur Kimia Propilenglikol (Rowe et al, 2009) Propilenglikol merupakan cairanokental, jernih tidak berwarna, praktis tidak berbau dan rasa manis agak tajam seperti gliserin. Nama lain propilenglikol yaitu E1520, 1,2 Dihidroksipropana, metil etilena glikol, 2- hidroksipropanol, propana-1,2- diol, metil glikol; dan propilenglikolum.

(21)

yang larut dalam kloroform, aseton, etanol (95%), gliserin, dan air; tidak larut dalam minyak mineral tetapi akan larut dalam beberapa minyak esensial.

Propilenglikol berfungsi sebagai humektan, desinfektan, palsicizer, pelarut, zat penstabil dan cosolvent yang larut dalam air. Pada bidang teknologi farmasi propilenglikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pengawet dalam berbagai sediaan parenteral dan nonparenteral. Propilenglikol dapat melarutkan berbagai bahan seperti fenol, kortikosteroid, barbiturat, obat sulfa, sebagian besar alkaloid anestesi lokal, serta vitamin A dan D. Selain itu propilenglikol juga digunakan sebagai plasticizer dalam industri kosmetik(Rowe et al, 2009).

Tabel II.2. Konsentrasi pemakaian propilenglikol Penggunaan Konsentrasi(%)

Humektan = 15

Pengawet 15-30

Pelarut(Topikal) 5 – 80 2.9.2 Gliserin

Gambar 2.11Struktur Kimia Gliserin (Rowe et al, 2009) Gliserin merupakan cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, dan rasa manis. Nama lain dari gliserin yaitu glycerol; glycerolum; pricerine; speziol G; dan trihydroxypropane glycerol. Gliserin memiliki rumus kimia C3H8O3 dengan berat molekul 92,09 yang dapat larut dengan air dan dengan etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap. Gliserin digunakan secara luas dengan berbagai fungsi diantaranya ialah sebagai humektan, plasticizer, emollient, lubricant, sweetening agent, dan tonicity agent.

Gliserin membentuk kompleks asam borat, asam gliseroborat yang kekuatan asamnya lebih kuat dari asam borat. Gliserin higroskopis dan

(22)

cenderung tidak teroksidasi bila disimpan pada suhu kamar, tetapi mengalami dekomposisi pada pemanasan kimia. Pada konsentrasi lebih dari 20%, gliserin efektif sebagai antimikroba. Namun gliserin dapat mengkristal jika disimpan pada temperatur rendah dan kristal tersebut tidak akan meleleh sampai temperatur mencapai 20OC (Rowe et al, 2009).

Tabel II.3 Konsentrasi pemakaian gliserin Penggunaan Konsentrasi(%)

Humektan ≤ 30

Emollient ≤ 30

Antimicrobial

preservative 20

2.9.3 Polietilen Glikol

Gambar 2.12 Struktur Kimia PEG (Rowe et al, 2009)

Polietilen glikol (PEG) dikenal juga dengan nama lain Carbowax, Carbowax sentry, Lipoxol, Lutrol E, Pluriol E (Rowe et al, 2009). PEG merupakan produk polimerasi dari etilen oksida atau produk kondensasi dari etilen glikol. Polietilen glikol 400 adalah polimer etilen oksida dan air, dinyatakan dengan rumus: H(O-CH2-CH2)nOH, dengan harga ratarata n antara 8,2 dan 9,1. PEG 400 memiliki pemerian sebagai berikutcairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis tidak berwarna, bau khas lemah, dan agak higroskopik. PEG 400 larut dalam air, etanol, aseton, glikol lain, dan hidrokarbon aromatik, praktis tidak larut dalameter, dan hidrokarbon alifatik (Anonim,1979 ).

(23)

2.9.4 Na EDTA

Gambar 2.13 Struktur Na EDTA (Rowe et al, 2009)

Na-EDTA atau disodium EDTA berbentuk kristal putih dan rasa agak asam. Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter dan larut dalam air dalam 11 bagian. Inkompatibilitas dengan zat pengoksidasi kuat. Digunakan dalam formulasi sediaan topikal sebagai chelating agent 0,005- 0,1 % (Rowe et al, 2009).

2.9.5 Tween 80

Gambar 2.14 Struktur Tween 80 (Rowe et al, 2009)

Tween 80 atau sering disebut Polisorbat 80 adalah sediaan miinyak yang memiliki bau khas, rasa pahit dan agak hangat. Berwarna kuning seperti minyak, sering digunakan sebagai agen pendispersi, emulsifying, surfactan, suspending agen, wetting agen, dan solubilizing agen. Tween 80 tergolong dalam seri asam lemak parsial sorbitol dan anhidrida yang dikopolimerisasi dengan etilenaoksida. Mengandung 20 unit oksietilen bersifat hidrofilik surfaktan nonionik yang digunakan secara umum sebagai emulsifying dalam fase minyak dalam air yang stabil. Juga digunakan sebagai pembasah pada formulasi suspensi oral dan parenteral. Serta banyak digunakan dalam produk kosmetik dan makanan (Rowe et al, 2009).

(24)

2.9.6 Propil Paraben

Gambar 2.15 Struktur Propil Paraben (Rowe et al, 2009)

Propil paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, makanan, formulasi farmasi. Dapat digunakan sendiri ataupun dengan kombinasi ester paraben lainya. Propil paraben efektif pada rentang pH yang luas dan berspektrum luas. Sering dikombinasikan dengan methyl paraben dengan konsentrasi 0.02% dan 0,18%. Propilparaben menunjukan aktivitas antimikroba pada pH antara 4-8. Peningkatan pH dapat menurunkan aktivitas antimikroba pada propil paraben (Giannopoulou et al., 2015).

2.9.7 Sodium Metabisulfit

Sodium Metabisulfite memiliki bentuk kristal prismatik tidak berwarna atau bubuk kristal putih hingga putih krem yang memiliki bau belerang dioksida dan berasa asam serta asin. Sodium Metabisulfite biasa digunakan sebagai antioksidan pada formulasi oral, parenteral, maupun topikal, pada konsentrasi 0.01-1,0% b/v, serta 27% b/v dalam sediaan injeksi intramuskular.

Digunakan dalam persiapan asam untuk preparat yang memiliki pH basa.

Paparan udara serta kelembaban terhadap sediaan kristal dapat mengubah kondisi senyawa ini, juga dalam keadaan larutan metabisulfit dapat terurai di udara, terutama pada proses pemanasan (Giannopoulou et al., 2015).

2.9.8 Dimetikon

Dimetikon atau Polydimethylsiloxane, juga dikenal sebagai dimethylpolysiloxane atau dimethicone, termasuk dalam kelompok senyawa organosilicon polimer yang biasa disebut sebagai silikon . Dimetikon atau dengan nama lain dimethylpolysiloxane; dimethylsilicone fluid;

dimethylsiloxane; dimeticonum.Dimetikon ini memiliki fungsi sebagai Antifoaming agen,; emollient, and water-repelling agent. (Rowe et al., 2009)

(25)

dan formulasi farmasi. Dalam emulsi minyak-dalam-air topikal dimethicone ditambahkan ke fase minyak sebagai agen antifoaming. Dimethicone bersifat hidrofobik dan juga banyak digunakan dalam topikal persiapan. Secara terapeutik, dimethicone dapat digunakan dengan simetikon dalam formulasi farmasi oral yang digunakan dalam pengobatan perut kembung. Kelarutan bahan ini dapat bercampur dengan etil asetat, metil etil keton, minyak mineral, eter, kloroform, dan toluena; larut dalam isopropil miristat, sangat sedikit larut dalam etanol (95%), praktis tidak larut dalam gliserin, propilen glikol, dan air.

(Rowe t al., 2009).

2.9.9 Glyceril Stearate

Glyceril stearat atau yang memiliki nama glycerine monostearate; glycerin monostearate; glycerol monostearate; glyceroli monostearas; glycerol stearate; glyceryl stearate yang memiliki fungsi sebagai Emollient;

emulsifying agent; solubilizing agent; stabilizing agent; sustained-release agent; tablet and capsule lubricant.

Glyceril stearat atau gliseril monostearat digunakan sebagai nonionik pengemulsi, penstabil, emolien, dan pemlastis dalam berbagai makanan, farmasi, dan aplikasi kosmetik. Ini bertindak sebagai stabilizer yang efektif, yaitu, sebagai pelarut timbal balik untuk polar dan senyawa nonpolar yang dapat membentuk air dalam minyak atau minyak dalam air emulsi. Sifat-sifat ini juga membuatnya berguna sebagai pendispersi agen untuk pigmen dalam minyak atau padatan dalam lemak, atau sebagai pelarut untuk fosfolipid, seperti lesitin. (Rowe et al.,2009).

(26)

2.9.10 Aquadestilata

Gambar 2.16 Struktur Aquadestilata (Rowe et al, 2009) Aquadestilata digunakan sebagai pelarut memiliki sinonim yaitu Aqua, aqua purificata; dan hydrogen oxide memiliki rumus kimia H2O dan berat molekul 18,02. Pemeriannya berupa cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak berasa(Dirjen, 1979). Aquadest apabila disimpan pada jumlah besar, kondisi tempat penyimpanannya harus dirancang untuk membatasi pertumbuhan mikroorganisme dan kontaminasi (Rowe et al, 2009).

Gambar

Gambar 2.1 Buah Alpukat
Gambar 2.2 Struktur Flavonoid (Redha, 2010)
Gambar 2.3 Struktur Alkaloid (Kusrahman, 2012)
Gambar 2.4 Struktur Saponin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada awal hingga akhir penelitian Optimasi PSO Untuk Metode Clustering Fuzzy C-Means Dalam Pengelompokan Kelas dengan variabel nilai akademik dan variabel nilai perilaku atau

Hasil analisis tambahan menunjukkan bahwa keseluruhan aktivitas Corporate Social Responsibility tidak berpengaruh terhadap Tax Avoidance yang diukur dengan

Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. Selain melalui

pengukuran yang sama seperti Daniel, kita seharusnya dapat memahami apa yang dimaksud dengan hari-tahun dengan baik ( Ini adalah yang umum diterima satu sampai tiga tahun tujuan

Laporan kerja praktik ini disusun sebagai tugas mata kuliah Kerja praktik.Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs.Djoko Soemarsono selaku dosen pembimbing, PT.APIX

Panduan pelayanan ambulance adalah pelayanan transportasi medis Panduan pelayanan ambulance adalah pelayanan transportasi medis dengan menggunakan mobil ambulance,

Error ini akan disebut Link Access Procedure Balanced (LAPB) dan menyediakan link yang bebas error antara dua node yang secara fisik terkoneksi. Error ini akan dicek dan dikoreksi

Dalam Seksyen 6 (1) (C) mengenai kawalan masuk ke Malaysia, sesiapa yang memasuki dan tinggal di Malaysia tanpa permit dan pas yang sah adalah melakukan kesalahan dan apabila