• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PRAGMATIK KONTEKS EKSTRALINGUISTIK DALAM PERTUTURAN DOSEN PEMBIMBING DENGAN MAHASISWA BIMBINGANNYA : STUDI KASUS SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN PRAGMATIK KONTEKS EKSTRALINGUISTIK DALAM PERTUTURAN DOSEN PEMBIMBING DENGAN MAHASISWA BIMBINGANNYA : STUDI KASUS SKRIPSI"

Copied!
283
0
0

Teks penuh

(1)

i

BIMBINGANNYA : STUDI KASUS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh :

Oktaviano Aditya Murti (151224050)

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2019

(2)
(3)
(4)

iv

Saya mengucap syukur atas Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkatnya, saya persembahkan karya ini untuk :

Ayah dan ibu saya, Fl. Haryadi Kusmanto, S.Pd. dan Elisabeth Budi Murni yang selalu memberikan saya semangat dalam pengerjaan karya ini.

Kakak saya, Claudius Hendra Agatama, S.Pd.,Gr. yang memberikan saya masukan untuk segera menyelesaikan studi saya.

Simbah putri saya, Alm. Nyi. Legiarsih yang menjadi motivasi saya untuk menjani kehidupan saya dengan sebaik-baiknya.

Teman-teman dan pacar saya, Elizabeth Firda Maharani yang selalu memberikan saya semangat untuk menyelesaikan karya ini.

(5)

v

Janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari esok mempunyai kesusahannya sediri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.

-Matius 6:23-

Bekerja keras dalam diam. Biarkan kesuksesan yang membuat kebisingan.

-Panglima TNI Gatot Nurmantyo-

(6)
(7)
(8)

viii

Bimbingannya : Studi Kasus. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini membahas mengenai kajiam pragmatik konteks ekstralinguistik dalam pertuturan dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya di prodi PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma pada tahun akademik 2018/2019. Tujuan dalam pembuatan skripsi ini yakni, (1) mendekripsikan elemen-elemen yang terkandung dalam konteks ekstralinguistik, antaralain konteks sosial, konteks sosietal, konteks kultural, dan konteks situasi yang digunakan oleh dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya di program studi PBSI, Universitas Sanata Dharma. (2) mendeskripsikan mengenai fungsi yang diperankan oleh konteks ekstralinguistik antara lain, konteks sosial, konteks sosietal, konteks kultural, dan konteks situasi yang digunakan dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya di prodi PBSI, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Sumber data dalam penelitian yakni, dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya di program studi PBSI, Universitas Sanata Dharma, sedangkan data berupa cuplikan-cuplikan pertuturan antara dosen pembimbing dengan mahasiwa bimbingannya yang mengandung elemen dan fungsi konteks di program studi pendidikan bahasa Indonesia. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak dengan teknik Simak libat cakap (SLC), teknik simak libat bebas cakap (SLBC), teknik catat, dan teknik rekam. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan teknik analisis dalam penelitian ini yakni, analisis dekskriptif.

Hasil dari penelitian ini adalah (1) elemen dari konteks ekstralinguistik antarlain, konteks sosial, konteks sosietal, konteks kultural, konteks situasi yang dilakukan oleh dosen pembimbing dengan mahasiwa bimbingannya di program studi PBSI, Universitas Sanata Dharma, terbagi menjadi elemen yang konsisten hadir dan tidak konsisten hadir, (2) terdapat fungsi-fungsi yang yang ada dalam konteks ekstralinguistik seperti pada konteks sosial yakni, memberikan informasi sebab terjadinya tuturan, memberikan informasi tambahan. Fungsi yang diperankan konteks sosietal yakni, memberikan informasi mengenai tingkat kekuasaan, memberikan penjelasan mengenai informasi. Fungsi yang diperankan konteks kultural yakni, memberikan keterangan atau informasi mengenai awalmula terjadinya pertuturan, memberi informasi atau pengetahuan yang dimiliki peserta tutur, memberikan keterangan yang bersifat teratur, memberikan keterangan, memberi informasi tambahan. Fungsi yang diperankan konteks situasi yakni, memberikan penjelasan secara terperinci, memberikan informasi lanjutan, memberikan penegasan dalam sebuah pertuturan.

Kata Kunci : konteks ekstralinguistik, elemen konteks, fungsi konteks. Konteks sosial, konteks sosietal, konteks kultural, konteks situasi.

(9)

ix

Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Sanata Dharma University

This research is discussed about a pragmatic discourse of extralinguistic context in the conversation between an advisor and their students in Indonesian Language Literary Education Study Program, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University academic period 2018//2019. The aims of this research are (1) to describe the elements contained in the extralinguistic context, such as social context, societal context, cultural context, and situational context used by an advisor and their students in Indonesian Language Literary Education Study Program, Sanata Dharma University. (2) to describe the function of extralinguistic context by extralinguistic contexts such as social context, societal context, cultural context, and situational context used by an advisor and their students in Indonesian Language Literary Education Study Program, Sanata Dharma University.

This research is qualitative research. The sources of the data in this research are the advisor and their students in Indonesian Language Literary Education Study Program, Sanata Dharma University, while the data that are in form of a conversation between an advisor and their students contain the element and the function of the context in Indonesian Language Literary Education Study Program. The methods that were used in this research are Simak Libat Cakap (SLC) Technique, Simak Libat Bebas Cakap (SLBC) technique, writing technique, and recording technique. In analyzing the data, the researcher uses the analysis technique which is Descriptive Analysis.

The result of this research are (1) the elements of extralinguistic context such as social context, societal context, cultural context, and situational context which done by an advisor and their students in Indonesian Language Literary Education Study Program, Sanata Dharma University, which divided into elements that consistently appear and elements that inconsistently appear, (2) there are some functions of extralinguistic context as in social context such as providing information about the cause of the speech and providing additional information. The functions of societal context are providing information about the echelon and providing information about sosietal knowledge The functions of cultural context are providing information or knowledge about the beginning of the speech, providing the speaking participants’ information or knowledge, providing regular information, providing the information of the speech, and providing additional information. The functions of situational context are providing a detailed explanation, providing additional information, and giving affirmation in a speech.

Keyword: extralinguistic context, elements of the context, function of the context. social context, societal context, cultural context, situational context.

(10)

x

rahmatnya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Kajian Pragmatik Konteks Ekstralinguistik dalam Pertuturan Dosen Pembimbing dengan Mahasiswa Bimbingannya : Studi Kasus” dengan lancar dan baik. Skripsi ini disusun sebagai pemenuhan salah satu syarat menyelesaikan studi dalam kurikulum pendidikan bahasa dan sastara Indonesia (PBSI), Jurusan Bahasa dan Seni (JPBSI), Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa proses dalam pembuatan skripsi ini melibatkan banyak pihak yang berada di sekitar peneliti. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku ketua program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sangat sabar memberikan kami motivasi, saran, dan peringatan untuk tidak melakuan plagiasi yang sangat berharga bagi peneliti.

4. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku trianggulator yang bersedia membantu peneliti dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah mendidik peneliti selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.

(11)

xi literatur.

(12)

xii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Batasan Istilah ... 6

1.6 Sistematika Penelitian ... 9

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN ... 11

2.1 Penelitian yang Relevan ... 11

2.2 Landasan Teori ... 16

2.2.1 Komunikasi ... 16

2.2.2 Pragmatik ... 17

2.2.3 Konteks ... 18

2.2.4 Elemen dan Fungsi Konteks Sosial ... 19

2.2.5 Elemen dan Fungsi Konteks Situasi ... 24

2.2.6 Elemen dan Fungsi Konteks Kultural ... 26

2.2.7 Elemen dan Fungsi Konteks Sosietal ... 29

2.3 Kerangka Berpikir ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Sumber Data dan Data ... 37

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 37

3.4 Instrumen Penelitian... 40

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ... 41

3.6 Trianggulasi Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1 Deskripsi Data ... 43

4.1.1 Elemen Konteks Sosietal... 45

4.1.1.1 Elemen OOEMAUBICARA ... 46

4.1.1.2 Elemen OOEMUBICAA ... 49

4.1.1.3 Pola Elemen Konteks Sosietal ... 51

4.1.1.4 Fungsi Konteks Sosietal ... 54

4.1.2 Elemen Konteks Sosial ... 57

4.1.2.1 Elemen OOEMUBICAA ... 59

4.1.2.2 Pola Elemen Konteks Sosial ... 60

4.1.2.3 Fungsi Konteks Sosial ... 62

4.1.3 Elemen Konteks Kultural ... 65

(13)

xiii

4.1.4.1 Elemen yang Mengandung Lima Elemen ... 72

4.1.4.2 Pola Elemen Konteks Situasi ... 73

4.1.4.3 Fungsi Konteks Situasi ... 75

4.2 Hasil Analisis ... 77

4.2.1 Elemen Konteks ... 78

4.2.1.1 Elemen Konteks Sosietal ... 78

4.2.1.1.1 Elemen OOEMAUBICARA ... 80

4.2.1.1.2 Elemen OOEMUBICAA ... 83

4.2.1.2 Elemen Konteks Sosial ... 86

4.2.1.2.1 Elemen OOEMUBICAA ... 86

4.2.1.3 Elemen Konteks Kultural ... 90

4.2.1.3.1 Elemen SPEAKING ... 90

4.2.1.4 Elemen Konteks Situasi ... 93

4.2.1.4.1 Konteks yang Mengandung 5 Elemen ... 94

4.2.2 Fungsi Konteks ... 97

4.2.2.1 Fungsi Konteks Sosietal ... 97

4.2.2.1.1 Fungsi Memberi Informasi Tingkat kekuasaan... 98

4.2.2.1.2 Fungsi Memberikan Informasi Tambahan ... 101

4.2.2.1.3 Fungsi Memberikan Penjelasan Informasi ... 104

4.2.2.2 Fungsi Konteks Sosial ... 106

4.2.2.2.1 Fungsi Memberikan Informasi Sebab Tuturan ... 106

4.2.2.2.2 Fungsi Memberikan Informasi Tambahan ... 109

4.2.2.3 Fungsi Konteks Kultural ... 111

4.2.2.3.1 Fungsi Memberikan Informasi Tambahan ... 111

4.2.2.3.2 Fungsi Memberikan Keterangan Pengetahuan... 114

4.2.2.3.3 Fungsi Memberikan Keterangan Informasi ... 116

4.2.2.4 Fungsi Konteks Situasional ... 118

4.2.2.4 .1 Fungsi Memberikan Penjelasan Terperinci ... 118

4.2.2.4.2 Fungsi Memberikan Penegasan... 122

4.2.2.4.3 Fungsi Memberikan Informasi Lanjutan ... 126

4.3 Pembahasan ... 128

BAB V PENUTUP ... 134

5.1 Simpulan ... 134

5.2 Saran ... 137

DAFTAR PUSTAKA ... 138 LAMPIRAN

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab I pendahuluan ini memaparkan: a) Latar belakang, b) rumusan masalah. c) tujuan penelitian, d) manfaat penelitian, e) batasan istilah, f) sistematika penelitian. Paparan selengkapnya didipaparkan sebagai berikut :

1.1 Latar Belakang

Manusia diciptakan tidak terbatas sebagai mahluk yang memiliki akal budi tetapi juga sebagai mahluk sosial. Secara lebih mudahnya manusia tak pernah luput dari interaksi dengan sesamanya atau yang sering disebut dengan bersosial.

Mahluk sosial merupakan mahluk yang sering melakukan interaksi timbal balik atau interaksi dilingkungan tempat dihidupnya. Dalam berinteraksi dengan lingkungan atau sesamanya manusia wajib menggunakan bahasa, baik bahasa yang diucapkan atau verbal, maupun bahasa yang tidak diucapkan atau non verbal. Dalam berkomunikasi manusia perlu adanya konsep memahami sebuah tuturan, individu atau manusia sebagai mahluk sosial tidak cukup hanya memperhatikan tuturan kebahasaan yang diucapkan penuturnya. Individu saat dalam proses interaksi sangat dianjurkan apabila memperhatikan segala aspek non kebahasaan yang ada diluar tuturan. Dalam cabang ilmu linguistik hal-hal seperti yang dijelaskan diatas dibahas atau di pelajari secara lebih lanjut pada cabang ilmu pragmatik. Pragmatik secara lebih jelas merupakan ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian dan penggunaan bahasa, yang pada dasarnya harus ditentukan oleh konteks situasi tutur di dalam masyarakat wahana kebudayaan

(15)

2

yang mewadahi dan melatar belakanginya (Rahardi, 2003:15). Dalam kajian- kajian yang terkandung dalam ilmu pragmatik banyak hal yang terkait langsung dengan fungsi utama bahasa, sebagai sarana penghubung (alat komunikasi).

Secara umum komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi baik pesan, ide, maupun gagasan dari satu pihak kepada pihak yang lain. Berhubungan dengan hal itu kajian pragmatik terarah pada permasalahan yang terkandung dalam komunikasi, secara lebih sempit terarah pada permasalahan pemakaian bahasa di dalam suatu pertuturan yang terjadi di lingkungan masyarakat.

Lingkungan tempat manusia bersosial dengan sesamanya terselip beberapa hal yang mengandung unsur diluar kebahasaan atau yang disebut sebagai ekstralinguistik yang mempunyai penanda utamanya yakni konteks. Konteks merupakan semua latar belakang pengetahuan yang di asumsikan sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur serta mendukung intepretasi mitra tutur atas apa yang disampaikan oleh penutur dalam proses bertutur (Rahardi, 2005:51).

Dalam pertuturan-pertuturan yang di lakukan antara dosen pembimbing dan mahasiswa bimbingannya, peneliti sering menjumpai bahwa konteks yang terkandung dalam sebuah pertuturan memiliki pengaruh yang cukup besar pada maksud ujaran yang disampaikan pada proses berkomunikasi. Dalam ilmu pragmatik, konteks memiliki beberapa jenis, diantaranya yakni konteks sosial, kontek kultural, konteks sosietal, dan konteks situasional.

Lingkungan sebagai tempat yang dihuni manusia untuk hidup tak luput dari dunia pendidikan sebagai wadah pengembangan diri manusia muda menjadi manusia yang beradab. Pada sistem penyelenggaraan pendidikan khususnya

(16)

3

tingkat perguruan tinggi tidak pernah luput dari interaksi dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya saat sedang berkonsultasi terkait permasalahan dalam skripsi. Peneliti beberapa kali mengamati baik secara sengaja maupun tidak disengaja pertuturan antara mahasiswa dan dosen pembimbing skripsinya di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2018/2019. Latar belakang mahasiswa, tingkatan sosial mahasiswa dalam masyarakat dan situasi saat terjadi komunikasi menimbulkan pertuturan yang berbeda. Dalam pertuturan yang dilakukan oleh mahasiswa dan dosen pembimbingnya peneliti mengamati bahwa pertuturan yang dilakukan pada saat itu memiliki maksud dan tujuan yang berbeda. Dalam kegiatan bertutur yang terdapat pengamatan peneliti diatas, apabila partisipan (penutur dan mitra tutur) memperhatikan konteks maka pertuturan akan berjalan dan menghasilkan maksud yang dinginkan atau dituju.

Setelah melakukan beberapa pengamatan pada pertuturan yang terjadi antara dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya saat sedang melakukan kosultasi perihal permasalahan yang ada dalam skripsi peneliti merasa tertarik untuk mengamati secara lebih lanjut konteks dengan subjek penelitian dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya. Hal-hal yang menyebabkan peneliti memilih dosen dan mahasiswa bimbingannya sebagai objek penelitian yakni, peneliti menganggap pertuturan dosen dengan mahasiswa bimbingannya memiliki ciri khas tersendiri yang pasti akan sangat berbeda apabila dibandingkan dengan pertuturan-pertuturan masyarakat dilingkungan lain. Sebagai contoh di rumah sakit (dokter dengan pasiennya), di pasar (pedagang dengan pembelinya) dan di tempat pengadilan (pengacara dengan kliennya). Peneliti memiliki harapan

(17)

4

pada penelitian ini supaya menambah wawasan dan memberikan sumbangsih ilmu pada penelitian berikutnya terkait pertuturan dosen dengan mahsiswa bimbingannya. Peneliti ingin mengetahui pula secara lebih dalam mengenai konteks apa saja yang dapat memberi pengaruh terjadinya pertuturan antara dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang diatas, penelitian ini berfokus pada permasalahan sebagai berikut :

a. Apa saja elemen konteks ekstralinguistik dalam pertuturan dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya di program studi PBSI FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2018/2019?

b. Apa saja fungsi konteks ekstralinguitik dalam pertuturan dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya di program studi PBSI FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2018/2019?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas, tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :

a. Mendeskripsikan elemen konteks ekstralinguistik yang terkandung dalam pertuturan dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya di program studi PBSI FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2018/2019.

(18)

5

b. Mendeskripsikan fungsi konteks ekstralinguistik yang terkandung dalam pertuturan dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya di program studi PBSI FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2018/2019.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian kajian pragmatik dalam perturan pertuturan dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya di program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2018/2019 diharapkan dapat memberi manfaat bagi beberapa pihak yang bersangkutan saat pembuatan maupun pasca pembuatan penelitian ini. Adapun manfaat yang diperoleh dari pembuat penelitian ini sebagai berikut :

a. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapakan oleh peneliti dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pragmatik terkhusus yang berkaitan dengan teori penanda wujud dan penanda fungsi konteks ekstralinguistik dalam memahami sebuah maksud dalam berkomunikasi khususnya dosen pembimbing dan mahasiswa bimbingannya. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi atau penunjang dalam melakukan kegiatan berkomunikasi antara penutur dan mitra tutur ( dosen dan mahasiswa) sehingga dalam petuturan yang dilakukan dapat tersampaikan maksud dan tujuannya.

(19)

6 b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapakan oleh peneliti agar bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa dan dosen agar dapat membantu memberikan gambaran secara lebih jelas mengenai penanda wujud dan fungsi konteks ekstralinguistik dalam kegiatan berkomunikasi. Hal-hal kecil seperti itu perlu diperhatikan secara lebih atau khusus agar dalam kegiatan berkomunikasi dapat terciptanya pemahaman yang baik dalam memahami maksud tuturan.

1.5 Batasan Istilah

Peneliti memberikan batasan-batasan istilah agar penelitian ini memiliki konsep yang jelas dan dapat digunakan dalam penelitian ini. Batasan istilah yang digunakan sebagai berikut :

a. Komunikasi

Alan (1996:10) dalam Nadar (2009:10) berkomunikasi ialah kegiatan sosial dan sebagaimana kegiatan sosial yang lain, kegiatan berkomunikasi ini hanya akan dapat dilaksanakan apabila ada pihak lain yang terlibat. Dalam penjelasan yang telah di jelaskan oleh ahli diatas komunikasi merupakan kegiatan sosial, yang terjadi apabila ada interaksi antara dua pihak baik komunikan maupun komunikator dalam proses sosial.

(20)

7 b. Pragmatik

Yule (2006:3) mengatakan bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari tentang makna atau maksud yang disampaikan penutur atau penulis dan ditafsirkan oleh pembaca. Pandangan pragmatik menurut ahli diatas memiliki arti bahwa pragmatik merupakan ilmu yang membahas mengenai arti tuturan secara khusus yakni makna atau maksud yang terkandung di dalam tuturan dalam masyarakat saat sedang melakukan proses interaksi sosial.

c. Konteks

Rahardi (2005:51) mendifinisikan konteks merupakan semua latar belakang pengetahuan yang diasumsikan sama-sama dimiliki penutur dan mitra tutur yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan penutur itu dalam proses bertutur. Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh ahli diatas konteks yakni latar belakang suatu pengetahuan yang dimiliki oleh dua pihak yang sedang melakukan komunikasi, baik komunikator dan komunikan dengan tingkat pengetahuan yang sama sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik tanpa adanya kesalahan dalam menafsirkan suatu pertuturan.

d. Konteks Ekstralinguistik

Rahardi (2016:3) memberikan penjelasan bahwa konteks ekstralinguistik hal-hal diluar kebahasaan berdasarkan yang melatarbelakangi dalam sebuah pertuturan.

Berdasarkan pendapat ahli diatas ektralinguistik dapat didefinisikan sebagai hal- hal yang terkandung dalam pertuturan tetapi memiliki makna diluar kebahasaan yang melatar belakangi sebuah pertuturan yang terjadi pada sebuah komunikasi.

(21)

8 e. Konteks Sosial

Mey (1993) dalam Rahardi (2003:15) mengungkapkan konteks sosial merupakan konteks kebahasaan yang timbul sebagai akibat dari munculnya komunikasi dan interaksi antar anggota masyarakat dengan latar belakang sosial budaya yang sangat tertentu sifatnya. Dalam pendapat ahli diatas konteks sosial dapat diartikan sebagai konteks yang hadir sebagai dampak yang terjadi dari adanya interaksi antar masyarakat yang menimbulkan adanya komunikasi dengan menitikberatkan pada konteks situasi dan konteks budaya yang melatarbelakangi sebuah pertuturan.

f. Konteks Situasi

Leech (1993) dalam Rahardi (2003:18) mendifinikasi bahwa konteks situasi adalah aneka macam kemungkinan latarbelakang pengetahuan (Background Knowledge) yang muncul dan dimiliki bersama-sama baik oleh penutur maupun mitra tutur, serta aspek-aspek non kebahasaan lainya yang menyertai, mewadahi, serta melatarbelakangi hadirnya sebuah pertuturan tertentu. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh ahli diatas konteks situasi merupakan makna dari peruturan yang dipengaruhi oleh lingkungan langsung tempat adanya komunikasi.

g. Konteks Kultural

Halliday (1989:49) menyebutkan bahwa “Context cultural is the institusional and ideological background that give value to the text and constrain its interpretation”. Memiliki arti, latar belakang intitusional dan idelogis yang memberikan nilai pada tuturan yng harus diiterpretasikan karena menggambarkan

(22)

9

budaya. Berdasarkan pendapat ini konteks kultural didefinsikan sebagai konteks yang berpatokan pada suatu nilai atau norma yang mempresentasikan kepercayaan didalam kebudayaan tertentu.

h. Konteks Sosietal

Mey (1993) dalam Rahardi (2003:15) mengungkapkan konteks sosietal merupakan konteks yang faktor penentuanya adalah kedudukan sosial relative (relative social rank) setiap anggota masyarakat di dalam institusi-institusi yang ada pada masyarakat atau lingkungan sosial tertentu. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat diartikan bahwa konteks sosial dapat muncul apabila adanya kekuasaan (power) yang dilakukan oleh komunikator terhadap komunikan.

1.6 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian penelitian ini terdiri dari lima bab yang diuraikan secara sistematis sebagai berikut :

Bab I berisikan pendahaluan yang didalamnya mencangkup latar belakang masalah pada penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah dan sistematika penyajian. Bab II berisikan mengenai kajian pustaka mencangkup penelitian yang relevan dan landasan teori yang dipakai dalam penelitian ini, serta memaparkan kerangka berpikir. Bab III berisikan hal-hal seperti metodologi penelitian yang mencangkup jenis penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, instrument yang dipakai dalam penelitian ini, dan teknis analisis data. Bab IV berisikan mengenai hasil yang sudah didapat pada penelitian ini, pembahasan mengenai fungsi dan kajian

(23)

10

konteks ekstralinguistik dalam pertuturan antara dosen pembimbing dan mahasiswa bimbingannya di program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada Tahun Akademik 2018/2019. Bab V sebagai bab paling akhir memaparkan kesimpulan-kesimpulan dari penelitian ini dan saran.

(24)

11 BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

Bab studi kepustakaan ini memaparkan a) penelitian yang relevan dengan penelitian yang sedang diteliti oleh peneliti sekarang dan b) Landasan teori. Teori yang digunakan pada penelitian ini yakni komunikasi, definisi pragmatik dan konteks secara luas, elemen konteks sosial, konteks situasi, konteks kultural, konteks sosietal beserta fungsi-fungsi yang terkandung dalam elemen-elemen konteks tersebut. Adapun penjabaran studi kepustakaan tersebut yakni sebagai berikut:

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Dalam ilmu linguistik terdapat beberapa cabang ilmu salah satunya yakni pragmatik. Pragmatik dalam ilmu bahasa sudah tidak asing lagi, karena ilmu pragmatik sudah banyak diteliti oleh ahli bahasa sebagai subjek yang bersangkutan dengan ilmu ini. Ilmu pragmatik yang memiliki kajian makna dan maksud dalam pertuturan yang menarik, membuat peneliti merasa tertantang dan menimbulkan keinginan yang besar untuk meneliti mengenai ilmu ini secara lebih dalam dan mengenal berbagai hal yang bersangkutan dengan ilmu konteks. Pada penelitian yang dilakukan sekarang, peneliti menemukan beberapa penelitian terdahulu dan relevan untuk menunjang keberhasilan dalam pembuatan dan sebagai bahan referensi yang penting bagi penelitian ini. Penelitian yang ditemukan oleh peneliti yakni penelitian oleh Pricilia Felicia Elu (2018), Kritiana Jayanti Andang(2018), Filipus Wai Lawet (2018), Lastri Rindiyantika (2018).

(25)

12

Peneliti-peneliti yang sudah disebutkan diatas merupakan peneliti yang meneliti dengan menggunakan topik yang sama dalam penelitiannya. Dalam penelitian terdahulu yang relevan tersebut yakni sama-sama membahas atau meneliti mengenai elemen dan fungsi konteks dalam suatu pertuturan untuk menentukan makna atau maksud saat terjadinya pertuturan atau komunikasi dalam anggota masyarakat.

Penelitian yang relevan pertama yakni penelitian milik saudari Priscilia Felicia Elu (Alumnus PBSI angkatan 2014, Universitas Sanata Dharma) yang berjudul “ Kajian Elemen dan Fungsi Konteks Sosio-Kultural dalam Menentukan Maksud Berbahasa Para Mahasiswa Berlatar Belakang Kultur Jawa Prodi PBSI Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada semester Gasal Tahun Akademik 2017/2018.”. Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh saudari Pricilia Felicia Elu, beliau mendeskripsikan mengenai apa saja variasi elemen dan bagaimana fungsi yang terkandung dalam konteks sosio-kultural dalam menentukan maksud tuturan atau berbahasa para mahasiswa berkultur Jawa di Prodi PBSI Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada semester Gasal Tahun Akademik 2017/2018.

Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh saudari Pricilia Felicia Elu memiliki beberapa persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang sekarang. Persamaan yang paling terlihat, terdapat pada topik yang dikaji, yakni sama-sama meneliti mengenai elemen dan fungsi konteks, sedangkan perbedaan yang cukup terlihat pula pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang sekarang dengan peneliti yang terdahalu yakni terletak pada piranti analisis dan objek yang diteliti, dimana peneliti terdahulu menggunakan konteks sosio kultural

(26)

13

sebagai piranti yang digunakakn untuk menganalisis sedangkan pada penelitian yang dilakukan sekarang menggunakan piranti analisis konteks yang tidak terbatas pada satu piranti saja, tetapi berbagai macam yakni, konteks sosial, konteks situasi, konteks kultural, dan konteks sosietal.

Penelitian kedua yang dianggap relevan oleh peneliti sekarang yakni milik saudari Kristiana Jayanti Andang yang berjudul “ Kajian Elemen dan Fungsi Konteks Situasi dalam Menentukan Maksud Berbahasa Mahasiswa dan Dosen di Prodi PBSI Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Akademik 2017/2018”. Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh saudari Kristiana Jayanti Andang (alumnus prodi PBSI angkatan 2014, Universitas Sanata Dharma) tersebut mendeskripsikan mengenai apa sajakah elemen dan fugsi konteks yang terkandung dalam konteks situasi serta dapat menentukan makna atau maksud berbahasa dengan dengan objek penelitian yakni mahasiswa dengan dosen di prodi PBSI Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akdemik 2017/2018.

Setelah menilik penelitian yang telah dilakukan oleh saudari Kristiana Jayanti Andang terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang sekarang. Persamaan yang cukup mencolok pada penelitian tersebut dengan penelitian yang sekarang adalah memiliki bahan kajian yang sama yakni elemen dan fungsi yang terkandung dalam konteks situasi.

Beberapa hal yang menjadi perbadaan antara penelitian yang sekarang dan terdahulu yaknin terletak pada teknik analisis berserta objek penelitiannya. Hal- hal yang membuat berbeda yakni pada penelitian Kristina Jayanti Andang hanya menggunakan satu kajian konteks situasi., tetapi pada penelitian yang sekrang

(27)

14

peneliti tidak hanya menggunakan satu kajian konteks melainkan empat konteks diantaranya konteks situasi, konteks sosial, konteks kultural dan konteks sosietal.

Penelitian ketiga yang dianggap relevan yakni penelitian yang dimiliki oleh saudari Lastri Rindiyantika (alumnus PBSI angkatan 2014, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta) berjudul “Kajian Elemen dan Fungsi Konteks Sosietal dalam Menentukan Maksud Berkomunikasi antara Mahasiswa dan Dosen FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Akademik 2017/2018”.

Dalam penelitian yang dilakukan pula oleh saudari Lastri Rindiyantika mengangkat mengenai deskripsi tentang apa saja elemen dan bagaimana fungsi konteks sosietal dalam menentukan maksud berkomunikasi antara mahasiswa dan dosen FKIP di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penelitian yang terdahulu yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya memiliki beberapa persamaan dan perbedaan yang cukup dominan. Dalam penelitian tersebut persamaan terdapat pada kesamaan topik yang dibahas yakni mengenai elemen dan fungsi konteks, sedangkan perbedaan pada penelitian terdahulu dengan penelitian yang sekarang yakni pada piranti analisis dan penggunaan objeknya.

Dalam penelitianya saudari Lastri Rindiyantika menggunakan konteks sosietal sebagai piranti analisis sedangkan peneliti pada penelitian yang sekarang menggunakan piranti analisis konteks dan macam-macamnya.

Penelitian relevan yang terakhir yakni penelitian milik saudara Pilipus Wai Lawet (alumnus PBSI angkatan 2014, Universitas Sanata Dharma) berjudul

“Kajian Elemen Konteks dan Fungsi Konteks Sosial dalam Menentukan Maksud Berkomunikasi antar Mahasiswa dan Dosen Non-FKIP Universitas Sanata

(28)

15

Dharma Yogyakarta Tahun Akademik 2017/2018”. Dalam penelitian yang dilalukan oleh saudara Filipus Wai Lawet membahas serta dan mendeskripsikan mengenai apa itu elemen dan bagaimana fungsi konteks sosial dalam menentukan maksud dan makna dalam komunikasi antara mahasiswa dan dosen non-FKIP.

Penelitian yang dilakukan oleh Filipus Wai Lawet memilik beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang sekarang.

Persamaan dapat dilihat dari kesamaan bahan yang dibahas yakni mengenai elemen dan konteks, sedangakan perbedaan terletak pada piranti analisis dan objek kajiannya. Dalam penelitiannya Filipus Wai Lawet memakai konteks sosial sebagai piranti atau alat analisisnya, sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang sekarang membahas mengenai konteks dan berbagai macam yang dimiliki oleh konteks. Objek yang digunakan turut berbeda, pada penelitian yang dilakukan oleh saudara Filipus Wai Lawet yakni mahasiswa dan dosen non- FKIP, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sekarang terdapat pada mahasiswa dan dosen di program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP.

Berdasarkan penelitian relevan yang telah disebutkan dan jelaskan diatas, terdapat berbagai macam kesamaan dan perbedaan yang cukup kentara antara keempat penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang sekarang. Persamaan pada penelitian terdahulu dengan penelitian yang sekarang terdapat pada pembahasan mengenai konteks beserta elemen dan fungsinya.

perbedaan yang dilakukan oleh penelitian terdahulu dengan penelitian yang sekarang yakni, dalam penelitian terdahulu terbatas pada satu macam konteks

(29)

16

saja, tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang sekarang memiliki bahasan materi yang lebih luas yakni berbagai macam konteks diantaranya konteks sosial, konteks situasi, konteks kultural, dan terakhir konteks sosietal.

2.2 Landasan Teori

Landasan teori yakni merupakan seperangkat desfinisi, konsep, yang telah disusun dan digunakan dalam sebuah penelitian. Landasan teori dalam sebuah penelitian digunakan sebagai pondasi yang kokoh dalam penelitian ini. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

2.2.1 Komunikasi

Alan dalam Nadar (2009:10) berkomunikasi ialah kegiatan sosial dan sebagaimana kegiatan sosial yang lain, kegiatan berkomunikasi ini hanya akan dapat dilaksanakan apabila ada pihak lain yang terlibat. Berdasarkan penjelasan yang telah di jelaskan oleh ahli diatas komunikasi merupakan kegiatan sosial, yang terjadi apabila ada interaksi antara dua pihak baik komunikan maupun komunikator dalam proses sosial. Mulyana dan Rahmat (2014:2) mengatakan secara lebih luas bahwa komunikasi sebagai apa yang terjadi apabila makna diberikan pada sebuah perilaku.

Berdasarkan kedua pendapat dari ahli diatas peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa komukasi merupakan kegiatan penerimaan pesan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih (komunikator dan komunikan) sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami dan merangsang adanya timbal balik.

(30)

17

Dalam komunikasi adanya timbal balik sangatlah penting, karena komunikasi dianggap berhasil apabila munculnya timbal balik dari lawan bicara.

2.2.2 Pragmatik

Stephen C. Levinson (1983) dalam Rahardi (2003: 6) menuturkan pragmatik sebagai studi perihal ilmu bahasa yang mempelajari relasi-relasi antara bahasa dengan konteks tuturannya. Secara lebih lanjut, Yule (2006:3) berpendapat pula dalam teori yang beliau cetuskan pragmatik adalah ilmu yang mempelajari tentang makna atau maksud yang disampaikan penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Berdasarkan pendapat yang dimiliki oleh ahli diatas dapat diartikan bahwa pragmatik yakni cabang ilmu lingustik yang mempelajari hubungan antara maksud dari suatu tuturan. Begitu pula melalui pendapatnya, Rahardi (2003:15) menuturkan pragmatik secara lebih jelas dan mendalam yakni pragmatik merupakan ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian dan penggunaan bahasa, yang dasarnya selalu harus ditentukan oleh konteks situasi tutur di dalam masyarakat dan wahana kebudayaan yang mewadahi serta melatarbelakanginya.

Melihat dari berbagai definisi pragmatik menurut beberapa pakar, peneliti menarik kesimpulan bahwa pragmatik merupakan ilmu bahasa yang mempelajari atau mengkaji unsur-unsur diluar hal-hal kebahasaan (maksud atau makna).

Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang sekarang, teori pragmatik digunakan sebagai kajian ilmu yang mendasar dalam penelitian ini.

(31)

18 2.2.3 Konteks

Menurut Rahardi (2005:51) konteks adalah semua latar belakang pengetahuan yang diasumsikan sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur serta mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang disampaikan oleh penutur dalam proses bertutur. Pendapat yang disampaikan oleh ahli diatas konteks yakni latar belakang suatu pengetahuan yang dimiliki oleh dua pihak yang sedang melakukan komunikasi, baik komunikator dan komunikan dengan tingkat pengetahuan yang sama sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik tanpa adanya kesalahan dalam menafsirkan suatu pertuturan. Kemudian secara lebih lanjut Mulyana (2005:21) mengungkapkan bahwa konteks merupakan situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu dialog atau pembicaran yang hadir melatarbelakangi peristiwa tutur. Ditambahkan pula oleh Ida Bagus (2015:5) Konteks merupakan

“sesuatu yang ada sebelum dan atau sesudah sebuah kata, frasa, atau bahkan ujaran yang lebih panjang (dari frasa, yaitu klausa, kalimat) atau teks”. Jadi, konteks itu bisa berarti “yang melingkupi”.

Berdasarkan pendapat-pendapat ahli diatas peneliti dapat memahami hal yang dimaksud dengan konteks dan mengambil kesimpulan bahwa konteks merupakan hal-hal yang mendasar dan turut mempengaruhi atau melingkupi suatu pertuturan di dalam masyarakat. Berpatokan dari kesimpulan tersebut konteks hadir melatarbelakangi pertuturan yang terjadi antara penutur dan mitra tutur.

(32)

19 2.2.4 Elemen dan Fungsi Konteks Sosial

Dalam tautannya dengan komunikasi, konteks sosial memiliki andil yang dominan dalam sebuah pertuturan. Konteks sosial (Social context) menurut Mey (1993) dalam Rahardi (2003:15) merupakan konteks kebahasaan yang timbul sebagai akibat dari munculnya komunikasi dan interaksi antar anggota masyarakat dengan latar belakang sosial dan budaya yang sangat tertentu sifatnya. Hal yang dimaksudkan Mey dalam definisinya yakni konteks sosial merupakan konteks yang hadir sebagai dampak yang terjadi dari adanya interaksi antar masyarakat yang menimbulkan adanya komunikasi dengan menitikberatkan pada konteks situasi dan konteks budaya yang melatarbelakangi sebuah pertuturan.

Poedjosoedarmo (1985) dalam Baryadi (2015:24) menyatakan, beberapa faktor yang dapat memberikan pengaruh pada penggunaan bahasa disebut konsep memoteknik OOEMAUBICARA, yaitu (1) O1= orang ke satu atau penutur, (2) O2 = orang ke dua atau mitra tutur, (3) E= emosi, (4) M= maksud dan tujuan percakapan, (5) A= adanya O3 dan barang-barang lain disekeliling adegan percakapan, (6) U= urutan tutur, (7) B= bab yang dipercakapkan; pokok pembicaraan, (8) I= instrumen tutur atau sarana tutur, (9) C= citarasa tutur, (10) A= adegan tutur, (11) R= register tutur/ genre, (12) A= aturan atau norma kebahasaan. Dalam penjelasan komponen OOEMAUBICARA oleh ahli diatas, keseluruhan komponen akan di bahas oleh peneliti sebagai berikut :

a. O1 (Orang kesatu atau penutur)

O1 merupakan diri seorang penutur yang dapat dilihat dari latar belakang kehidupan penutur. Hal yang dimaksud penjelasan diatas yakni bersangkutan

(33)

20

dengan bagaimana kondisi fisik dari penutur, mental yang dimiliki oleh penutur dan kemahiran berbahasa yang dimiliki penutur itu sendiri. Latar belakang yang dimaksudkan yakni jenis kelamin penutur, asal daerah, strata dalam kelas sosial masyarakat, umur dan profesi yang dimiliki oleh penuntur.

b. O2 (Mitra tutur)

O2 yang dimaksud dalam komponen OOEMAUBICARA ini yakni orang kedua dalam suatu pertuturan. Dalam sebuah interaksi sosial, komunikasi tidak akan terjadi dengan sempurna apabila tidak ada orang kedua. Orang kedua atau mitra tutur dalam sebuah komunikasi dijadikan sebuah subjek untuk memberikan timbal balik pada tuturan yang dilakukan oleh O1.

c. E (Emosi)

Emosi penutur turut memberikan pengaruh yang cukup besar dalam sebuah bentuk pentuturan. Apabila seseorang yang sedang mengalami gugup, marah, akan melontarkan ujaran atau pertuturan yang dapat dikatakan kurang teratur.

Beda halnya dengan seseorang yang sedang merasa tenang dan senang akan mengeluarkan ujaran yang baik atau teratur.

d. M (Maksud atau tujuan percakapan)

Maksud atau tujuan pertuturan turut memberikan pengaruh dalam sebuah pertuturan yang dilakukan oleh seseorang. Maksud penutur memberikan pengaruh dalam pemilihan bahasa, tingkat tutur, ragam, dialek, idiolek, dan pemilihan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menunjang maksud yang ingin disampaikan secara lebih jelas, atau pemilihan unsur suprasegmental tertentu.

(34)

21 e. A ( Adanya O3 atau orang ke tiga)

Hal yang dimaksud dalam “ adanya O3” yakni kehadiran orang lain pada suatu ujaran. Dalam suatu ujaran, isi dari pembicaran dapat berganti bentuknya dari apa yang seharunya terjadi apabila ada seseorang yang secara tidak sengaja hadir dalam dialog yang dilakukan oleh O1 dan O2. Pergantian bentuk atau pengubahan tersebut terjadi karena ada beberapa alasan yang terjadi, diantaranya karena ingin mengikut sertakan O3 dalam sebuah percakapan, ingin menyembunyikan sesuatu dari O3 dan sebagainya.

f. U (Urutan bicara)

Urutan bicara, berhubungan dengan siapa yang harus memulai pembicaraan terlebih dahulu, dan siapa yang harus berbicara kemudian. Hal seperti ini dalam masyarakat memiliki aturan namun berdasarkan norma dari budaya setempat.

Biasanya dalam masyarakat seseorang yang memiliki strata sosial yang lebih tinggi atau orang yang dianggap dituakan harus berbicara terlebih dahulu.

g. B ( Bab yang akan dibicarakan)

Bab yang dibicarakan mempengaruhi hal apa yang akan dibicarakan dalam sebuah percakapan. Hal ini tidak berarti setiap pokok pembicaraan harus dibahas secara detil tetapi dapat dibahas menggunakan ragam bahasa tertentu. Namun, dalam sebuah percakapan yang memiliki topik pembicaraan tertentu sehingga mengharuskan penggunaan kode-kode dalam berbahasa apabila mereka ingin membicarakan hal itu.

(35)

22 h. I (Intrument atau sarana tutur)

Instrument tutur dapat memberikan pengaruh pada bentuk ujaran. Instrument tutur atau sarana tutur merupakan sarana yang digunakan saat menyampaikan tuturan. Misalnya saja, bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa lisan menggunakan mulut atau disampaikan secara oral (lisan), sedangkan bahasa tulis menggunakan huruf-huruf yang dituliskan dengan alat tulis.

i. C (Citarasa penutur)

Hal yang dimaksud dengan citarasa yakni nada bicara yang secara keseluruhan dapat memberikan pengaruh pada O1 juga berpengaruh pada ragam tutur yang diucapkan oleh O1. Dalam hal ini citra rasa memiliki beberapa ragam bahasa seperti bahasa santai, bahasa formal, dan bahasa indah.

j. A (Adegan tutur)

Adegan tutur berkaitan erat dengan tempat, waktu dan peristiwa yang melatarbelakangi suatu pertuturan. Adegan tutur akan mempengaruhi bentuk- bentuk suatu ujaran. Contoh yang dilihat peneliti dalam komponen Adegan tutur ini dalam kehidupan sehari-hari yakni pada percakapakan di tempat-tempat ibadah, rumah sakit, dan ruang dosen saat mahasiswa sedang melaksanakan konsultasi. Percakapan-percakapan yang terjadi pada tempat-tempat tersebut biasanya tidak banyak bercanda, volume suara tidak terlalu keras, sopan, serius, dan khidmat.

k. R (Register atau bentuk wacana)

Terdapat beberapa bentuk wacana yang telah dimiliki dalam masyarakat seperti surat-menyurat dinas, percakapan dengan menggunakan telepon, pidato, dan

(36)

23

masih banyak lagi. Dalam wacana beberapa macam bentuk wacana diatas bentuknya sudah baik dan diketahui oleh banyak masyarakat. Apabila ada seseorang yang melanggar kaidah-kaidah bentuk wacana tersebut, maka masyarakat akan memberikan reaksi yang kurang baik pada penutur.

l. A (Aturan)

Aturan kebahasaan ini berkaitan dengan norma kebahasaan yang dimilliki pada masyarakat. Setiap daerah memiliki norma-norma yang berlaku pada masyarakat. Sebagai contoh struktur pembicaraan yang jelas, tidak menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi, dan menghindar kata-kata yang bersifat tabu dapat memberikan penilaian yang baik pada O1 (penutur).

Berdasarkan peristiwa tutur yang terjadi tak terkecuali pada konteks sosial, selain untuk berkomunikasi tetapi juga untuk menyampaikan maksud-maksud tertentu. Hal-hal layaknya gagasan yang ingin disampaikan tetapi tidak diwakilkan menggunakan kata-kata akan dapat diketahui jika memahami pada konteks yang tejadi. Fungsi konteks, pada konteks sosial dibahas sebagai berikut:

a. Memberikan informasi yang jelas.

b. Memberikan informasi situasi dan kondisi peserta tutur.

c. Memberikan informasi sebab terjadinya tuturan.

d. Memberikan informasi tambahan.

Berdasarkan pada teori dari ahli diatas berserta pembahasaan yang telah dituliskan dibawahnya peneliti mengartikan fungsi konteks sosial sebagai penghubung antara pertuturan O1 dan O2 dengan berpatokan pada latarbelakang sosial yang sama. Sehingga dalam sebuah pertuturan partisipan (penutur dan

(37)

24

mitra tutur) tidak mengalami kesalahan dalam memahami isi dari sebuah pertuturan, dan membantu dalam ngerti topik pembicaraan secara lebih dalam.

2.2.5 Elemen dan Fungsi Konteks Situasi

Leech (1993) dalam Rahardi (2003:18) mengungkapkan konteks situasi tuturan merupakan aneka macam kemungkinan latar belakang pengetahuan (Background Knowledge) yang muncul dan dimiliki bersama-sama baik oleh penutur maupun mitra tutur, serta aspek-aspek non kebahasaan lainnya yang menyertai, mewadahi, serta melatarbelakangi hadirnya sebuah pertuturan tertentu.

Dalam pendapat yang telah disampaikan oleh ahli diatas, Leech ingin menegaskan bahwa dalam sebuah percakapan kedua belah pihak (penutur dan mitra tutur) telah memiliki latar belakang pengetahuan yang sama. Sehingga dalam pertuturan yang terjadi latar belakang yang sama dapat dijadikan sebagai sarana atau media yang terbentuknya komunikasi yang baik dan pemaknaan maksud dari tuturan.

Halliday dan Hasan (1992) dalam Baryadi (2015:18) menyatakan bahwa konteks situasi adalah lingkungan langsung dimana konteks itu benar-benar berfungsi. Berdasarkan pernyataan ahli diatas konteks situasi yakni merupakan keseluruhan lingkungan dimana teks itu diproduksi baik secara lisan (verbal) maupun secara tulisan (non-verbal).

Hakikat elemen konteks situasi dan jenis-jenisnya dinyataka oleh Leech (1993) dalam Baryadi (2015:31) yakni menggunakan komponen-komponen penentu dalam konteks situasi berbahasa yang dijadikan penentu dalam berbahasa.

(38)

25

Berikut penjelasan mengenai komponen-komponen penentu yang terkandung dalam konteks situasional :

a. Penyapa (yang menyapa) dan pesapa (yang disapa)

Penyapa merupakan seseorang atau individu yang melakukan aktivitas sosial yakni menyapa, sedang pesapa merupakan individu yang menerima sapaan dari pesapa. Penyapa dan pesapa merupan individu yang terlibat dalam sebuah komunikasi. Penyapa memilki arti penulis atau pembicara, sedang pesapa merupakan seseorang yang disebut sebagai pendengar atau pembaca.

b. Konteks sebuah tuturan

Konteks sebuah tuturan mecangkup aspek lingkungan fisik dan sosial yang terkait dengan sebuh tuturan. Dalam hal ini latar belakang pengetahuan yang sama berperan karena tingkat latar belakang pengetahuan yang sama dapat membantu penutur dan mitra tutur dalam memahami suatu pertuturan.

c. Tujuan tuturan

Tujuan tuturan merupakan hal-hal yang disampaikan oleh penutur maupun mitra tutur, diantaranya bertanya, meminta, menyuruh, memberitahu dan sebagainya.

dalam hal ini tujuan tuturan dapat diartikan sebagai hal yang ingin disampaikan guna melengkapi proses berkomunikasi.

d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau tindak ujar

Tuturan dapat artikan sebagai aktivitas ujar. Hal yang dimaksud yakni pragmatik memang membahas mengenai hal-hal yang bersifat konkret atau benar-benar terjadi.

(39)

26 e. Tuturan sebagai tindak verbal

Hal yang dimaksud tuturan sebagai tindak verbal yakni tuturan muncul karena adanya tindakan yang dilakukan secara verbal (oral) dan secara gramatikal. Hasil dari kegiatan ini yakni berupa kalimat, tetapi apabila dipandang secara pragmatik berupa tuturan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur.

Setiap tuturan yang terjadi selain untuk menyampaikan atau menerima pesan, tentu memiliki tujuan lain. Hal-hal tersebut dapat ditentukan dari konteks tuturan yang melingkupi percakapan yang disampaikan oleh penutur kepada mitra tutur dan dapat langsung diterima dengan baik tanpa adanya kesalahan dalam memahami pertuturan.

Berdasarkan pembahasan mengenai konteks ini, khususnya konteks situasi akan jelaskan mengenai fungsi yang diperankan oleh konteks situasi. Namun secara linguistik fungsi dipahami sebagai peran sebuah bahasa dalam pertuturan.

Dalam sebuah pertuturan fungsi situasi di tunjukan melalui pemberian penjelasan secara terperinci dalam sebuah pertuturan, memberikan informasi lanjutan, memberikan penegasan dalam sebuah pertuturan agar mitra tutur memahami apa yang dikemukakan oleh penutur, dan memberikan keterangan mengenai keadaan atau kondisi mitra tutur.

2.2.6 Elemen dan Fungsi Konteks Kultural

Halliday (1989:49) menyebutkan bahwa “cultural context is the institusional and idelogical background that give value to the text and constraint it’s interpretation”. Hal tersebut memiliki arti konteks kultural sebagai latar belakang institusional dan idelogis yang memberikan nilai pada tuturan yang

(40)

27

harus diinterpretasikan karena menggambarkan kebudayaan tertentu. Sistem nilai dalam masyarakat menggambarkan pola-pola tertentu dari kebudayaan yang ada di dalam masyarakat. Sistem nilai di dalam lingkup masyarkat memiliki andil yang cukup besar. Sistem nilai merupakan hal yang dapat menentukan benar dan salah, serta baik maupun buruk seseorang apabila mentaati norma-norma yang tersedia atau tidak.

Berikutnya Hymes dalam Baryadi (2015:19) merumuskan faktor-faktor mengenai komponen penentu dalam pertuturan yakni SPEAKING. SPEAKING dijelaskan oleh peneliti sebagai seberikut :

a. S ( Setting and Scene)

Hal yang dimaksud Setting yakni latar belakang. Setting atau latar mencangkup suatu tempat dan waktu saat terjadinya sebuah tuturan. Berbeda dengan setting, scene atau suasana merupakan latar suasana yang menunjukan latar psikologis yang mengacu pada pertuturan yang dilakukan oleh penutur dan mitra tutur.

b. P ( Participant)

Partisipan menunjuk pada pihak-pihak diluar penutur yang terlibat dalam sebuah percakapan. Hal-hal tersebut dapat diartikan sebagai pendengar, pesapa, dan penerima.

c. Ends

Hal yang dimaksud ends adalah tujuan penutur dalam kegiatan bertutur.

d. Act of squence

Act of Squence mencangkup pada bentuk pesan dan isi pesan dalam sebuah pertuturan. Bentuk ujaran dimaksudkan dalam pertuturan yakni berkenaan

(41)

28

dengan kata-kata yang dipilih serta digunakan dalam bertutur. Isi ujaran yakni berkenaan pula dengan hubungan yang terkait antara apa yang dikatakan dengan topik yang sedang dibicarakan.

e. K (Key)

Menitik beratkan pada nada, cara, dan perasaan saat sedang bertutur, di mana suatu pesan disampaikan. Penyampaian pertuturan tersebut dapat menggunakan perasaan senang, nada yang tinggi atau halus, dengan tenang ataupun terbata- bata, sombong, mengejek dan sebagainya, maupun dapat ditunjukan dengan menggunakan bahasa tubuh dan bahasa isyarat lainnya.

f. I (Instrumentalities)

Berkaitan dengan sarana, media untuk menyampaikan suatu pertuturan baik lisan dan tulisan. Mengacu pada penggunaan jalur bahasa yang tepat dan juga mengacu pada kode-kode yang akan digunakan.

g. N ( Norms)

Bertumpu pada norma-norma yang berlaku pada pertuturan guna dapat berinteraksi dan dapat menaati kaidah-kaidah yang terkandung didalamnya.

Apabila dalam seseorrang penutur tidak mengindahkan kaidah-kaidah tersebut maka masyarakat akan memberikan penilian negatif pada diri penutur.

h. G (Genres)

Genres diartikan sebagai macam penyampaian pertuturan yang dilakukan oleh penutur baik lisan maupun tertulis. Contoh genres dalam pertuturan yakni disampaikan melalui narasi, puisi, doa, ceramah, pidato, dan sebagainya.

(42)

29

Berdasarkan pembahasan mengenai konteks kultural, akan dijelaskan pula fungsi dari konteks kultural yang terdapat dalam pertuturan antara dosen pembimbing dan mahasiswa bimbingannya di Prodi PBSI FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Akademik 2017/2018. Dalam penelitian ini fungsi konteks kultural yang dapat ditemukan antara lain, memberikan keterangan situasi dan kondisi perserta tutur, memberi informasi atau keterangan pengetahuan yang dimiliki oleh peserta tutur (penutur dan mitra tutur), memberikan keterangan atau informasi mengenai awalmula terjadinya pertuturan dan pengetahuan peserta tutur, memberikan keterangan yang bersifat teratur pada sebuah tuturan, memberikan keterangan atau informasi sebab tuturan yang terjadi atau sebelum peristiwa tutur terjadi, kemudian memberi informasi tambahan mengenai peserta tutur.

2.2.7 Elemen dan Fungsi Konteks Sosietal

Mey dalam Rahardi (2003:15) mengutarakan pendapatnya mengenai konteks sosietal yakni, konteks yang faktor penentunya adalah kedudukan sosial relatif (relative social rank) setiap anggota masyarakat di dalam institusi-institusi yang ada pada masyarakat dan lingkungan sosial tertentu. Konteks sosietal dapat terbentuk karena adanya hubungan vertikal, sebagai contoh yakni hubungan dalam komunikasi antara penutur dan mitra tutur dengan faktor penentu atasan dan bawahan.

Konteks sosietal, timbul dari adanya kekuatan (power) yang berasal dari

“rasa memiliki” kedudukan seseorang. Salah satu contoh yakni pertuturan antara dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya. Dosen memiliki kekuasaan

(43)

30

untuk memberikan perintah pada mahasiswa merevisi skripsi hasil tulisannya agar penelitiannya nantinya menjadi lebih baik.

Poedjosoedarmo dalam Baryadi (2015:24) menyatakan, beberapa faktor yang dapat memberikan pengaruh pada penggunaan bahasa disebut konsep memoteknik OOEMAUBICARA, yaitu (1) O1= orang ke satu atau penutur, (2) O2 = orang ke dua atau mitra tutur, (3) E= emosi, (4) M= maksud dan tujuan percakapan, (5) A= adanya O3 dan barang-barang lain disekeliling adegan percakapan, (6) U= urutan tutur, (7) B= bab yang dipercakapkan; pokok pembicaraan, (8) I= instrumen tutur atau sarana tutur, (9) C= citarasa tutur, (10) A= adegan tutur, (11) R= register tutur/ genre, (12) A= aturan atau norma kebahasaan. Dalam penjelasan komponen OOEMAUBICARA oleh ahli diatas, keseluruhan komponen akan di bahas oleh peneliti sebagai berikut :

a. O1 (Orang kesatu atau penutur)

O1 merupakan diri seorang penutur yang dapat dilihat dari dan latar belakang kehidupan penutur. Hal yang dimaksud penjelasan diatas yakni bersangkutan dengan bagaimana kondisi fisik dari penutur, mental yang dimiliki oleh penutur dan kemahiran berbahasa yang dimiliki penutur itu sendiri. Latar belakang yang dimaksudkan dalam yakni jenis kelamin penutur, asal daerah, strata dalam kelas masyarakat, umur dan profesi yang dimiliki oleh penuntur.

b. O2 (Mitra tutur)

O2 yang dimaksud dalam komponen OOEMAUBICARA ini yakni orang kedua dalam suatu pertuturan. Dalam sebuah interaksi sosial, komunikasi tidak akan terjadi dengan sempurna apabila tidak ada orang kedua. Orang kedua atau mitra

(44)

31

tutur dalam sebuah komunikasi dijadikan sebuah subjek untuk memberikan timbal balik pada tuturan yang dilakukan oleh O1.

c. E (Emosi)

Emosi penutur turut memberikan pengaruh yang cukup besar dalam sebuah bentuk pentuturan. Apabila seseorang yang sedang mengalami gugup, marah, akan melontarkan ujaran atau petuturan yang dapat dikatakan kurang teratur.

Beda halnya dengan seseorang yang sedang merasa tenang dan senang akan mengeluarkan ujaran yang baik atau teratur.

d. M (Maksud atau tujuan percakapan)

Maksud atau tujuan pertuturan turut memberikan pengaruh dalam sebuah pertuturan yang dilakukan oleh seseorang. Maksud penutur memberikan pengaruh dalam pemilihan bahasa, tingkat tutur, ragam, dialek, idiolek, dan pemilihan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menunjang maksud yang ingin disampaikan secara lebih jelas, atau pemilihan unsur suprasegmental tertentu.

e. A ( Adanya O3 atau orang ke tiga)

Hal yang dimaksud dalam “ adanya O3” yakni kehadiran orang lain pada suatu ujaran. Dalam suatu ujaran, isi dari pembicaran dapat berganti bentuknya dari apa yang seharunya terjadi apabila ada seseorang yang secara tidak sengaja hadir dalam dialog yang dilakukan oleh O1 dan O2. Pergantian bentuk atau pengubahan tersebut terjadi karena ada beberapa alasan yang terjadi, diantaranya karena ingin mengikut sertakan O3 dalam sebuah percakapan, ingin menyembunyikan sesuatu dari O3 dan sebagainya.

(45)

32 f. U (Urutan bicara)

Urutan bicara, berhubungan dengan siapa yang harus memulai pembicaraan terlebih dahulu, dan siapa yang harus berbicara kemudian. Hal seperti ini dalam masyarakat memiliki aturan namun berdasarkan norma dari budaya setempat.

Biasanya dalam masyarakat seseorang yang memiliki strata sosial yang lebih tinggi atau orang yang dianggap dituakan harus berbicara terlebih dahulu.

g. B ( Bab yang akan dibicarakan)

Bab yang dibicarakan mempengaruhi hal apa yang akan dibicarakan dalam sebuah percakapan. Hal ini tidak berarti setiap pokok pembicaraan harus dibahas secara detil tetapi dapat dibahas menggunakan ragam bahasa tertentu. Namun, dalam sebuah percakapan yang memiliki topik pembicaraan tertentu sehingga mengharuskan penggunaan kode-kode dalam berbahasa apabila mereka ingin membicarakan hal itu.

h. I (Intrument atau sarana tutur)

Instrument tutur dapat memberikan pengaruh pada bentuk ujaran. Instrument tutur atau sarana tutur merupakan sarana yang digunakan saat menyampaikan tuturan. Misalnya saja, bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa lisan menggunakan mulut atau disampaikan secara oral (lisan), sedangkan bahasa tulis menggunakan huruf-huruf yang dituliskan dengan alat tulis.

i. C (Citarasa penutur)

Hal yang dimaksud dengan citarasa yakni nada bicara yang secara keseluruhan dapat memberikan pengaruh pada O1 juga berpengaruh pada ragam tutur yang

(46)

33

diucapkan oleh O1. Dalam hal ini citra rasa memiliki beberapa ragam bahasa seperti bahasa santai, bahasa formal, dan bahasa indah.

j. A (Adegan tutur)

Adegan tutur berkaitan erat dengan tempat, waktu dan peristiwa yang melatarbelakangi suatu pertuturan. Adegan tutur akan mempengaruhi bentuk- bentuk suatu ujaran. Contoh yang dilihat peneliti dalam komponen Adegan tutur ini dalam kehidupan sehari-hari yakni pada percakapakan di tempat-tempat ibadah, rumah sakit, dan ruang dosen saat mahasiswa sedang melaksanakan konsultasi. Percakapan-percakapan yang terjadi pada tempat-tempat tersebut biasanya tidak banyak bercanda, volume suara tidak terlalu keras, sopan, serius, dan khidmat.

k. R (Register atau bentuk wacana)

Terdapat beberapa bentuk wacana yang telah dimiliki dalam masyarakat seperti surat-menyurat dinas, percakapan dengan menggunakan telepon, pidato, dan masih banyak lagi. Dalam wacana beberapa macam bentuk wacana diatas bentuknya sudah baik dan diketahui oleh banyak masyarakat. Apabila ada seseorang yang melanggar kaidah-kaidah bentuk wacana tersebut, maka masyarakat akan memberikan reaksi yang kurang baik pada penutur.

l. A (Aturan)

Aturan kebahasaan ini berkaitan dengan norma kebahasaan yang dimilliki pada masyarakat. Setiap daerah memiliki norma-norma yang berlaku pada masyarakat.

Sebagai contoh struktur pembicaraan yang jelas, tapi pembicaraan, tidak

(47)

34

menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi, dan menghindar kata-kata yang bersifat tabu dapat memberikan penilaian yang baik pada O1 (penutur).

Berlandaskan peristiwa tutur yang terjadi, selain digunakan untuk berkomunikasi pertuturan juga digunakan sebagai sarana menyampaikan maksud tertentu. Gagasan-gagasan yang disampaikan tetapi kurang dapat terwakilkan hanya dengan kata-kata dapat terlihat apabila memahami kontek pertuturan yang sedang terjadi. Fungsi-fungsi dari konteks sosietal dapat disebutkan sebagai berikut, memberikan informasi mengenai tingkat kekuasaan yang dimiliki oleh penutur dan mitra tutur, memberikan penjelasan mengenai informasi yang dimiliki seorang penutur dan mitra tutur, memberikan keterangan pentingnya kekuasaan dalam pertuturan, memberikan informasi tambahan.

2.3 Kerangka Berpikir

Penelitian ini berjudul “Kajian Pragmatik Konteks Ekstralinguistik dalam Pertuturan Dosen Pembimbing dengan Mahasiswa Bimbingannya di Program Studi PBSI FKIP Universits Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Akademik 2018/2019” menggunakan teori kajian pragmatik dan konteks. Konteks yang digunakan dalam penelitian ini mencangkup beberapa macam, diantaranya konteks sosial, konteks situasi, konteks kultural, dan konteks sosietal. Beberapa konteks yang telah disebutkan sebelumnya, kemudian akan digunakan sebagai piranti analisis pada penelitian ini dengan memperhatikan elemen apa saja yang terkandung didalamnya dan fungsi apa saja yang terkandung dalam pertuturan antara dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya di program studi

(48)

35

PBSI FKIP Universitas Sanata Dharma Tahun Akademik 2018/2019. Kerangka berpikir pada penelitian ini disusun berdasarkan tinjauan pustaka yang terkait dengan penelitian ini.

linguistik

Pragmatik

Konteks

Konteks Ekstralinguistik

Konteks Sosial Konteks Situasi Konteks Kultural

Konteks Sosietal

Pertuturan antara Dosen Pembimbing dengan Mahasiwa Bimbingannya di Pogram Studi PBSI FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Akademik

2018/2019

Mengetahui fungsi konteks ekstralinguistik dalam pertuturan antara dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya.

Mengetahui elemen konteks ekstralinguistik dalam pertuturan antara dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya.

Kajian Pragmatik Konteks Ekstralinguistik dalam Pertuturan antara Dosen Pembimbing dengan Mahasiswa Bimbingannya di Program Studi PBSI FKIP Universitas sanata Dharma

Yogyakarta.

(49)

36 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan untuk mengetahui konteks ekstralinguistik (fungsi dan elemen) dalam pertuturan antara dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya di Program Studi PBSI FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarata Tahun Akademi 2018/2019 yakni penelitian deskriptif kualitatif. Sugiyono (2017:8) penelitian kualitatif adalah pendekatan penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitan kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Metode penelitian yang digunakan yakni studi kasus sesuai yang dituturkan oleh Robert K. Yin (2014:18) yakni, suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan dimana multisumber bukti dimanfaatkan. Studi kasus berguna, karena peneliti ingin memahami suatu permasalahan atau situsi tertentu dengan mendalam, khususnya pada konteks yang terdapat dalam pertuturan antara dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya di program studi PBSI FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2018/2019. Studi kasus yang digunakan yakni studi

(50)

37

kasus observasi, karena teknik pengumpulan data didapatkan melalui observasi, peran serta atau pelibatan.

3.2 Sumber Data dan Data

Hal yang dimaksudkan sebagai sumber data dalam penelitian ini yakni subyek, yang memungkinkan data dapat diperoleh. Sumber data pada penelitian ini terdapat pada dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya di Program Studi PBSI FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2018/2019.

Noor (2011) dalam Rahayu (2017:137) mengatakan data adalah informasi yang diterima sebagai suatu kenyataan atau fenomena empiris wujudnya dapat merupakan seperangkat ukuran (kuantitatif berupa angka-angka) atau berupa kata- kata (Kualitatif).

Berdasarkan pendapat ahli diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa data merupakan hal-hal yang mencangkup informasi dan dapat diterima sebagai suatu hal yang bersifat fakta atau kenyataan. Penelitian ini, data berupa konteks yang terdapat dalam pertuturan, baik elemen dan fungsi yang terkandung dalam pertuturan antara dosen pembimbing dan mahasiswa bimbingannya di PBSI FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2018/2019 dengan menggunakan penanda konteks ekstralinguistik.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode yang digunakan yakni metode simak, karena peneliti hanya menyimak pertuturan-pertuturan yang terjadi antara dosen

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 58 orang (56,3%) responden baik dalam melaksanakan tahapan perencanaan pulang yaitu persiapan sebelum hari kepulangan

[r]

Syksyllä, kysyttäessä millaisia sääntöjä päiväkodissa on, tuli lasten epäsosiaali- nen käytös ryhmässä näkyviin. Kaverin toiminta saattoi olla keskittymistä häirit-

TIIVISTELMÄ Tampereen ammattikorkeakoulu Sosionomikoulutus LUUPPALA, TARU: ”Rentoutumista rauhallisessa ympäristössä” Asiakkaiden kokemuksia päiväkeskus Völjyn

Palveluoppaan tarkoituksena on antaa tietoa Heinäveden palveluasunnon, ryhmäkodin ja tukiasuntojen asukkaalle, heille tarkoitetuista palveluista, asukkaiden omaisille,

ibu-ibu rumah tangga yang tidak bisa pergi kekecamatan karena kesibukannya masing-masing dalam mengurus rumah tangga, kurangnya alat perekaman E-KTP yang digunakan

Karakter morfologi daun (kerapatan trikoma, ketebalan dan kekerasan daun) dapat dijadikan sebagai bentuk mekanisme ketahanan yang efektif untuk mencegah serangan hama karena

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan judul “Gambaran