• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS SENYAWA GRAFENA DARI GRAFIT MELALUI METODE HUMMER DAN REDUKSI OKSIDA GRAFENA MENGGUNAKAN REDUKTOR MAGNESIUM (Mg) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SINTESIS SENYAWA GRAFENA DARI GRAFIT MELALUI METODE HUMMER DAN REDUKSI OKSIDA GRAFENA MENGGUNAKAN REDUKTOR MAGNESIUM (Mg) SKRIPSI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS SENYAWA GRAFENA DARI GRAFIT MELALUI METODE HUMMER DAN REDUKSI OKSIDA GRAFENA

MENGGUNAKAN REDUKTOR MAGNESIUM (Mg)

SKRIPSI

ANNISA AYU DITA SITOMPUL 140802023

PROGRAM STUDI S1 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(2)

SINTESIS SENYAWA GRAFENA DARI GRAFIT MELALUI METODE HUMMER DAN REDUKSI OKSIDA GRAFENA

MENGGUNAKAN REDUKTOR MAGNESIUM (Mg)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ANNISA AYU DITA SITOMPUL 140802023

PROGRAM STUDI S1 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(3)

PERNYATAAN ORISINALITAS

SINTESIS SENYAWA GRAFENA DARI GRAFIT MENGGUNAKAN REDUKTOR MAGNESIUM (Mg) MELALUI METODE HUMMER

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2018

Annisa Ayu Dita Sitompul 140802023

(4)

Judul : Sintesis Senyawa Grafena Dari Grafit Menggunakan Reduktor Magnesium (Mg) Melalui Metode Hummer

Kategori : Skripsi

Nama : Annisa Ayu Dita Sitompul

Nomor Induk Mahasiswa : 140802023 Program Studi : Sarjana Kimia

Fakultas : MIPA – Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Desember 2018

Ketua Program Studi Pembimbing

Dr. Cut Fatimah Zuhra,M.Si Dra. Herlince Sihotang, M.Si

NIP. 197404051999032001 NIP. 195503251986012002

(5)

ABSTRAK

Grafena diperoleh dari grafit alami yang disintesis dengan metode Hummer menggunakan reduktor Magnesium dengan variasi dari berat reduktor Magnesium 0,01; 0,05; dan 0,1 gram. Terbentuknya grafena didukung oleh spektrum FT-IR dengan munculnya daerah vibrasi O-H pada bilangan gelombang 3400 cm-1, epoksi (C-O) pada bilangan gelombang 900-1300 cm-1, ikatan gugus aromatis C=C pada bilangan gelombang 1500 cm-1, C-O karboksil pada bilangan gelombang 1400 cm-1. Hasil XRD menunjukkan perubahan nilai d-spacing, grafit sebesar 3,37 Å, oksida grafit mengalami kenaikan menjadi 7,53 Å, dan juga oksida grafena mengalami kenaikan menjadi 8,66 Å. Pada grafena nilai d-spacing kembali turun mendekati nilai grafit yaitu 3,15 Å pada reduktor 0,01 gram, yang merupakan variasi optimum dengan grafik yang mendekati lurus.

Kata kunci: grafena, grafit, metode Hummer, reduktor Magnesium

(6)

ABSTRACT

Graphene was obtained from natural graphite synthesized by the Hummer method using Magnesium reducing agent with a variation of the weight of Magnesium reducing agent 0,01; 0,05; and 0,1 gram. Graphene formed is proven by FT-IR spectrum in presence of O-H vibration area at a wave number 3400 cm-1, epoxy (C- O) at a wave number 900-1300 cm-1, bond aromatic group C=C at a wave number 1500 cm-1, C-O carboxyl at a wave number 1400 cm-1. XRD results show changes in the value of d-spacing, graphite value is 3,37 Å, graphite oxide has increased to 7,53 Å, and graphene oxide also increased to 8,66 Å. In graphene the value of d-spacing again falls close to the value of graphite which is 3,15 Å at 0,01 gram reducing agent, which is the optimum variation with a nearly straight graph.

Keywords : graphene, graphite, Hummer method, Magnesium reducing agent

(7)

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Sintesis Senyawa Grafena Dari Grafit Menggunakan Reduktor Magnesium (Mg) Melalui Metode Hummer”.

Terima kasih kepada Ibu Dra. Herlince Sihotang, M.Si atas bimbingan dan arahan serta saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih kepada Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si dan Ibu Dr. Sovia Lenny, S.Si, M.Si selaku ketua dan sekretaris program studi Kimia FMIPA USU Medan, Dekan dan Wakil Dekan FMIPA USU, seluruh staf, dosen, dan pegawai program studi Kimia FMIPA USU.

Doa yang tulus senantiasa ditujukan kepada Ayah (Alm H. Sitompul), tak lupa ucapan terima kasih secara khusus kepada Ibunda tercinta (Hj. Masni Padang), kakak dan adik tercinta (Fitri Afriana Sitompul, Nurhani Afdilani Sitompul, dan Syifa Adinda Sitompul) dan seluruh keluarga besar atas kasih sayang, doa, dan dukungan moril dan materil hingga akhirnya penulis menyelesaikan studi ini.

Terima kasih juga kepada Dosen Kimia Organik, Asisten Laboratorium Kimia Organik , DUWAN, Organik Squad 2014, Vivi Sukmawati, dan teman-teman seangkatan 2014 yang telah memberikan bantuan, semangat dan motivasi kepada penulis, semoga Allah SWT membalasnya diakhirat kelak. Amin.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2018

Annisa Ayu Dita Sitompul

(8)

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ORISINALITAS ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

DAFTAR SINGKATAN xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 4

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Pembatasan Masalah 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Grafit 5

2.2 Metode Kimia Grafit 6

2.3 Oksida Grafena 7

2.4 Grafena 9

2.5 Sintesis Grafena 10

2.6 Magnesium 12

2.7 Epoksida (Oksirana) 15

2.8 Ultrasonikasi 15

2.9 Karakterisasi 17

(9)

2.9.1.2 Kriteria Pelarut 20

2.9.2 Difraksi Sinar X (X-Ray Difraction) 20

BAB 3 METODE PENELITIAN 22

3.1 Waktu dan Tempat 22

3.2 Alat dan Bahan 22

3.2.1 Alat 23

3.2.2 Bahan 24

3.3 Prosedur Penelitian 24

3.3.1 Pembuatan H2SO4 5 % 24

3.3.2 Pembuatan Larutan Piranha 24

3.3.3 Penimbangan Reduktor Magnesium 24

3.3.4 Sintesis Oksida Grafena 24

3.3.5 Sintesis Grafena 25

3.3.5.1 Reduktor 0,01 gram Mg 25

3.3.6 Analisa dengan Spektroskopi FT-IR 25

3.3.7 Analisa dengan XRD 26

3.4 Bagan Penelitian 27

3.4.1 Grafit 27

3.4.2 Sintesis Oksida Grafena 27

3.4.3 Sintesis Grafena 28

3.4.3.1 Sintesis Grafena Reduktor 0,01 gram Mg 28 3.4.3.2 Sintesis Grafena Reduktor 0,05 gram Mg 28 3.4.3.3 Sintesis Grafena Reduktor 0,10 gram Mg 28

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 29

4.1 Grafit 29

4.2 Sintesis Oksida Grafit 29

4.3 Sintesis Oksida Grafena 30

4.4 Sintesis Grafena 32

(10)

4.5.2 Oksidasi Ikatan Karbon-Karbon 33

4.5.3 Reaksi Sintesis Grafena 34

4.6 Karakterisasi Dengan FT-IR 34

4.6.1 Analisa Grafit 34

4.6.2 Analisa Oksida Grafit 35

4.6.3 Analisa Oksida Grafena 35

4.6.4 Analisa Grafena 36

4.6.4.1 Grafena Reduktor Mg 0,01 gram 36

4.6.4.2 Grafena Reduktor Mg 0,05 gram 37

4.6.4.3 Grafena Reduktor Mg 0,1 gram 37

4.7 Karakterisasi dengan XRD 39

4.7.1 Analisa Grafit 39

4.7.2 Analisa Oksida Grafit 39

4.7.3 Analisa Oksida Grafena 40

4.7.4 Analisa Grafena 40

4.7.4.1 Grafena Reduktor Mg 0,01 gram 40

4.7.4.2 Grafena Reduktor Mg 0,05 gram 41

4.7.4.3 Grafena Reduktor Mg 0,1 gram 41

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 43

5.1 Kesimpulan 43

5.2 Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 47

(11)

Nomor

Tabel Judul Halaman

2.1 Sifat-sifat grafena dan jenis karbon lainnya 10

2.2 Sifat-sifat Magnesium 13

2.3 Deret elektrokimia berdasarkan urutan potensial

oksidasi 14

(12)

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 Struktur Grafit 5

2.2 Struktur Oksida Grafena Dengan Gugus Fungsonal 8

2.3 Bentuk Grafena 9

2.4 Struktur Molekul Magnesium 12

2.5 Diagram Spektroskopi FT-IR 18

4.1 Grafit Komersial 29

4.2 Oksida Grafit 30

4.3 Oksida Grafena 31

4.4 Serbuk Grafena Dengan Penambahan Variasi

Magnesium 32

4.5 Reaksi Grafit-Oksida Grafena-Grafena 33

4.6 Oksidasi Ikatan Karbon-Karbon 33

4.7 Reaksi Sintesis Grafena 34

4.8 Spektrum FT-IR Grafit 35

4.9 Spektrum FT-IR Oksida Grafit 35

4.10 Spektrum FT-IR Oksida Grafena 36

4.11 Spektrum FT-IR Grafena Mg 0,01 gram 36

4.12 Spektrum FT-IR Grafena Mg 0,05 gram 37

4.13 Spektrum FT-IR Grafena Mg 0,1 gram 38

4.14 Grafik Perbandingan FT-IR Grafit, Oksida Grafit,

Oksida Grafena, Dan Grafena 28

4.15 XRD Grafit 39

4.16 XRD Oksida Grafit 39

4.17 XRD Oksida Grafena 40

4.18 XRD Grafena Mg 0,01 gram 40

4.19 XRD Grafena Mg 0,05 gram 41

4.20 XRD Grafena Mg 0,1 gram 41

4.21 Grafik Perbandingan XRD Grafena Variasi Mg 42

(13)

Nomor

Lampiran Judul Halaman

1. Hasil FTIR Grafit 48

2. Hasil FTIR Oksida Grafit 49

3. Hasil FTIR Oksida Grafena 50

4. Hasil FTIR Grafena Mg 0,01 gram 51

5. Hasil FTIR Grafena Mg 0,05 gram 52

6. Hasil FTIR Grafena Mg 0,1 gram 53

7. Hasil XRD Grafit 54

8. Hasil XRD Oksida Grafit 55

9. Hasil XRD Oksida Grafena 56

10. Hasil XRD Grafena Mg 0,01 gram 57

11. Hasil XRD Grafena Mg 0,05 gram 58

12. Hasil XRD Grafena Mg 0,1 gram 59

(14)

FT-IR = Fourier Transform Infra Red XRD = X Ray Difraction

CVD = Chemical Vapor Deposition

GO = Grafit Oksida

OG = Oksida Grafena

SiC = Silikon Karbida

RPM = Rotor Per Minute

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Grafena merupakan material yang terbuat dari grafit berbentuk karbon, plat lapis tipis dengan ikatan sp2 dengan struktur dua dimensi. Grafena memiliki beberapa keunggulan sebagai material karbon, diantaranya sifat elektronik yang unik, sifat termal yang superior, luas permukaan sentuhan yang besar, ketahanan secara mekanik, konduktivitas yang tinggi, bahan terkuat di dunia, superkonduktor serta dapat diaplikasikan untuk sel bahan bakar dan kapasitor (Geim dan Novoselov, 2007).

Grafena merupakan material dua dimensi monoatomik dari satu lapis grafit yang ditemukan pada tahun 2004 oleh Andre K. Geim dan Konstantin Novoselov.

Saat ini grafena banyak diinvestigasi oleh para peneliti dari berbagai bidang karena tertarik dengan keunggulan dan sifat unik yang dimilikinya. Dengan ketebalan sekitar satu atom karbon, grafena memiliki transparansi optik yang besar. Meskipun sangat tipis, kekuatan grafena melebihi baja. Ikatan kovalen antar karbon yang kuat menyebabkan grafena sulit untuk diregangkan, sehingga memiliki modulus Young yang besar. Struktur yang terdiri dari lapisan-lapisan membuat grafena sangat konduktif dengan mobilitas pembawa muatan dan konduktivitas termal yang cukup baik. Dengan keunggulan sifat yang dimilikinya, grafena berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai komponen perangkat elektronik (Syakir, N, 2015)

Grafena adalah senyawa yang tidak terdapat di alam, sedangkan grafit banyak terdapat di alam. Sehingga banyak peneliti tertarik untuk mensintesis grafena dari grafit, karena banyaknya aplikasi grafena sebagai peralatan elektronik (Choi et al., 2011)

Kemajuan teknologi saat ini menyebabkan banyaknya pengembangan material kimia dalam berbagai disiplin ilmu. Salah satu material baru yang berkembang akhir-akhir ini adalah grafena. Grafena memiliki susunan atom berkerangka heksagonal yang mirip sarang lebah dan membentuk satu lembaran setipis satu atom (Novoselov et al., 2004). Salah satu karakteristik yang paling

(16)

menarik dari grafena adalah susunan atom karbon sangat teratur dan hampir sempurna. Kisi grafena tersusun atas dua lapisan atom karbon yang memiliki ikatan σ. Terrones et al., (2010) menyatakan bahwa setiap atom karbon pada lapisan ini memiliki ikatan π.

Pada umumnya metode sintesis yang digunakan ialah metode mechanical exfoliation (scotch tape) dan CVD (Chemical Vapor Deposition). Mechanical exfoliation merupakan metode yang paling mudah digunakan dan memiliki kemurnian dan kualitas yang tinggi, akan tetapi hanya dapat menghasilkan graphene dalam jumlah yang sedikit, hal itu dikarenakan metode Mechanical Exfoliation merupakan metode dengan cara pengelupasan secara mekanik pada grafit. Grafit yang berupa padatan, ditempeli dengan menggunakan selotip (scotch tape) kemudian selotip tersebut dilepas. Setelah dilepas selotip tersebut direkatkan dan diulangi sampai pada akhirnya diperoleh graphene (Ilhami dan Diah, 2014).

Pada metode CVD (Chemical Vapor Deposition) graphene yang dihasilkan banyak tetapi memiliki kualitas dan kemurnian tidak sebaik menggunakan metode Mechanical Exfoliation dan juga membutuhkan biaya yang relatif mahal karena menggunakan substrat SiO2 sebagai media pertumbuhan graphene dan juga peralatan penunjang menggunakan teknologi tinggi (Ilhami dan Diah, 2014). Selain itu,metode sintesis grafena seperti metode penumbuhan grafena dari silikon karbida (SiC) serta Chemical Vapor Deposition (CVD) pada logam Ni dan Cu dinilai kurang efisien dan membutuhkan biaya yang relatif mahal (Taufantri dkk., 2016), permasalahan utama yang terjadi adalah belum adanya metode sintesis graphene secara massal dan memiliki kualitas yang baik (Ilhami dan Diah, 2014).Oleh karena itu dikembangkan metode sintesis sederhana yang mampu memproduksi grafena secara murah dan berskala besar (Taufantri dkk., 2016).

Metode sintesis yang digunakan ini adalah hasil dari modifikasi metode yang di temukan oleh Hummer (Hummers dan Offeman, 1958) yaitu metode reduksi grafit oksida (GO). Metode reduksi GO telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti untuk mendapatkan grafena dengan sifat yang lebih unggul (Taufantri dkk., 2016).

Penelitian ini akan membahas sintesis graphene dengan metode reduksi Grafit Oksida (GO). Proses sintesis menggunakan reduksi GO dalam pelarut organik,

(17)

dianggap sebagai metode paling sesuai karena bersifat sederhana, sesuai untuk produksi skala besar, murah, dan beragam fungsi kimia (Ilhami dan Diah, 2014).

Pada tahun 2014, Muhammad Rizki Ilhami dan Diah Susanti mensintesis graphene dari grafit oksida dengan modifikasi metode Hummer dengan variasi reduktor dan temperatur hydrothermal, dengan uji XRD, FTIR, SEM, dan konduktivitas elektrik. Graphene terbaik dengan penggunaan reduktor Zn 1,6 gram pada uji XRD, pada uji FTIR menunjukkan perubahan gugus yang terjadi, uji SEM menunjukkan morfologi paling tipis pada penggunaan reduktor Zn 2.4 gram, penggunaan reduktor Zn 1.6 gram dengan temperatur hydrothermal 2000C di dapat nilai konduktivitas elektrik tertinggi.

Junaidi telah mensintesis graphene dari grafit oksida dengan metode Hummer melalui penambahan Zn dengan variasi waktu ultrasonifikasi dan waktu tahan proses hidrotermal. Grafena hasil penelitian diuji dengan pengujian SEM, XRD, FTIR, Iodine Number, dan FPP. Graphene terbaik pada uji XRD yaitu pada waktu hydrothermal 12 jam karena terjadi pengelupasan grafit menjadi SLG (Single Layer Graphene). Pada SEM menunjukkan semakin lama waktu ultasonifikasi morfologi graphene semakin tipis, namun semakin lama proses hydrothermal maka lapisan graphene semakin tebal. Kemampuan graphene menyerap iodin semakin meningkat dengan bertambahnya waktu ultrasonifikasi, perbedaan lama ultrasonifikasi juga berpengaruh terhadap konduktivitas listrik graphene, dimana semakin lama waktunya maka konduktivitasnya semakin besar di karenakan proses pengelupasan(Junaidi, M et al.2014).

Taufantri, Y (2016) melakukan penelitian menggunakan Zn sebagai pereduksi berfungsi untuk mengembalikan cacat struktural pada kisi karbon dengan mengembalikan konjugasi π dan untuk menghilangkan gugus fungsi. Gugus epoksi membentuk gugus hidroksi akibat reaksi Zn dengan HCl. Gugus hidroksi juga dihasilkan pada saat reduksi gugus karbonil. Adanya gugus hidroksi pada kondisi asam menyebabkan terlepasnya hidrogen dan menghasilkan olefin.

Kelebihan penggunaan magnesium sebagai reduktor karena di antara magnesium dan zink memiliki sifat yang hampir sama seperti jari-jari ion yang

(18)

hampir sama, dan tingkat oksidasi yang sama. Adapun kelebihan magnesium yaitu magnesium lebih melimpah di bumi. (Emsley, 2001).

Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti akan mensintesis grafena dari grafit menggunakan reduktor logam magnesium dengan judul “Sintesis Senyawa Grafena Dari Grafit Menggunakan Reduktor Magnesium (Mg) Melalui Metode Hummer”.

1.2 Permasalahan

Bagaimana sintesis senyawa grafena dari grafit menggunakan reduktor Magnesium (Mg) melalui metode Hummer?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mensintesis senyawa grafena dari grafit menggunakan reduktor Magnesium (Mg) melalui metode Hummer

1.4 Pembatasan Masalah

1. Sintesis senyawa grafena dari grafit menggunakan reduktor Magnesium (Mg) melalui metode Hummer

2. Grafena diperoleh dari grafit, oksida grafit, dan oksida grafena dengan menggunakan reduktor magnesium sebagaimana peneliti sebelumnya yang menggunakan reduktor Zn.

3. Pengujian karakterisasi Grafit, Oksida grafena dan Grafena dilakukan dengan spektroskopi FT-IR ( Fourier Transform Infrared ) dan X-Ray Difraction (XRD)

1.5 Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang sintesis senyawa grafena dari grafit menggunakan reduktor Magnesium (Mg) melalui metode Hummer serta memberikan informasi tentang karakteristiknya.

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Grafit

Grafit adalah bentuk alotrop karbon yang memiliki sifat penghantar listrik dan panas yang baik. Sifat daya hantar listrik yang dimiliki oleh grafit dipengaruhi oleh elektron-elektron yang tidak digunakan untuk membentuk ikatan kovalen. Elektron- elektron ini tersebar secara merata pada setiap atom C karena terjadi tumpang tindih orbital seperti pada ikatan logam yang membentuk awan elektron. Ketika diberi beda potensial, elektron-elektron yang terdelokalisasi sebagian besar akan mengalir menuju anoda (kutub positif), aliran elektron inilah yang menyebabkan arus listrik dapat mengalir (Rahmandari et al, 2010). Grafit memiliki struktur berlapis (Gambar 2.1)

Gambar 2.1 Struktur Grafit (Smallman dan Bishop, 2000) Ada tiga jenis grafit alam yaitu:

 Serpihan kristal grafit, timbul sebagai yang terisolasi, datar, dengan tepi heksagonal jika tidak terputus dan ketika rusak bagian tepi dapat membentuk sudut.

 Grafit amorf timbul sebagai partikel halus dan merupakan hasil metamorfosis termal batubara, tahap terakhir dari pengarangan, dan kadang-kadang disebut meta-antrasit. Serpihan grafit ini sangat halus kadang-kadang disebut amorf (Sutphin et al., 1990).

 Gumpal angrafit, muncul sebagai plat besar berserat atau lancip dengan agregat kristal, dan hidrotermal.

(20)

Menurut Yen dan Schwickert, 2004, sifat dan kegunaan grafit adalah sebagai berikut:

1) Memiliki titik leleh tinggi, sama seperti intan. Hal ini disebabkan ikatan kovalen yang terbentuk sangat kuat sehingga diperlukan energi yang tinggi untuk memutuskannya

2) Memiliki sifat lunak, terasa licin, dan digunakan pada pensil setelah dicampur tanah liat.

3) Tidak larut dalam air dan pelarut organik, karena tidak mampu melarutkan molekul grafit yang sangat besar.

4) Dibanding intan, grafit memiliki massa jenis yang lebih kecil, karena pada strukturnya terdapat ruang-ruang kosong antar lipatannya.

5) Berupa konduktor listrik dan panas yang baik. Karena sifat ini grafit digunakan sebagai anoda pada baterai (sel Leclanche) dan sebagai elektroda pada sel elektrolisis.

Bubuk grafit dan grafit, dalam aplikasi industri digunakan sebagai pelumas kering. Penggunaan grafit dibatasi oleh kecenderungannya untuk memfasilitasi terjadinya korosi dalam beberapa stainless steel, dan korosigalvanis antara logam yang berbeda (karena konduktivitas listriknya). Grafit juga korosif terhadap alumunium dalam kondisi udara yang lembab. Untuk alasan ini, angkatan udara (AU) Amerika Serikat melarang penggunaannya sebagai pelumas dalam pesawat aluminium dan dalam senjata otomatis berbahan aluminium (Lavrakas, 1957).

2.2 Metode Kimia Grafit

1. Metode Brodie’s Oxidation

Grafit dioksidasi dengan kalium klorat (KClO3) dan asam nitrat berasap yang dikembangkan oleh Brodie pada 1859 yang menghasilkan senyawa yang baru terdiri atas karbon, hidrogen dan oksigen. Dengan perbandingan senyawa C : H : O masing masing 61,04; 0,58; 19,29. Menurut analisis elemen rumus molekul dari senyawa tersebut adalah C11H4O5. Metode ini memiliki beberapa kelemahan yaitu waktu

(21)

reaksi yang lama, melepas gas beracun selama proses berlangsung.

2. Metode Hofmann

Menggunakan asam sulfat pekat yang dikombinasikan dengan asam nitrat pekat dan KClO3 untuk mengoksidasi grafit menjadi oksida grafit. KClO3 merupakan agen oksidator kuat yang mengoksidasi serbuk grafit dalam suasana asam.

3. Metode Staudenmaier

Merupakan penyempurnaan metode Brodie yang dilakukan oleh L.Staudenmaier tahun 1898 menggunakan agen pengoksidasi asam sulfat pekat, asam nitrat berasap dan KClO3. Preparasi dengan penambahan larutan aliquot KClO3 kedalam larutan kemudian di campurkan setelah reaksi selesai dilakukan penambahan asam sulfat pekat kemudian di campurkan untuk meningkatkan sifat asam dari campuran. Metode ini merupakan bentuk modifikasi untuk mensintesis oksida grafit.

4. Metode Hummer

Pada tahun 1958, Hummer dan Offeman menunjukkan alternatif lain dalam mengoksidasi grafit dengan reaksi serbuk grafit kemudian dicampurkan dengan asam sulfat pekat, NaNO3, dan KMnO4. Selama pengadukan menggunakan stirer kemudian ditambahkan H2O2 (30%) untuk mengurangi konsentrasi permanganat dan mangan dioksida. Kemudian suspensi dicuci dengan menggunakan aquadest untuk menghilangkan garam dan asam mellitic. Kemudian dikeringkan pada suhu 40oC dalam vakum (Simbolon, 2018).

2.3 Oksida Grafena

Oksida grafena atau biasa disebut oksida grafit atau asam grafitik, adalah sebuah senyawa campuran karbon, hidrogen, dan oksigen yang diperoleh melalui proses oksidasi yang kuat dari grafit. Oksida grafena mempunyai struktur berlapis seperti grafit (Gambar I.1) hanya posisi atom karbon dalam oksida grafena ditambah dengan kehadiran kelompok atom oksigen yang tidak hanya memperluas jarak antar lapisan tapi juga membuat lapisan atom yang tebal dan bersifat hidrofilik. Sebagai hasilnya, oksida lapisan ini dapat berinteraksi dengan air dibawah perlakuan ultrasonifikasi (Novoselov et al, 2004).

(22)

Gambar 2.2 Struktur oksida grafena dengan gugus fungsional. A:Gugus Epoksi, B:Gugus Hidroksil, C: Gugus Karboksil. (Lerf et al, 1998).

Sifat yang menarik dari oksida grafena (OG) adalah dapat tereduksi menjadi grafena, oleh pemindahan atau penghilangan kelompok oksigen, yang mana diperolehnya kembali struktur grafena melalui penghubungan struktur. Reduksi lapisan oksida grafena pada umumnya mempertimbangkan metode kimia untuk memperoleh grafena (Hirata dkk., 2004). Sasaran langsung yang ingin dicapai dari reduksi ini adalah menghasilkan material grafena yang hampir serupa dengan grafena murni yang diperoleh melalui pengelupasan mekanik langsung (metode Scotch Tape) dari grafit, baik kesamaan dalam struktur maupun sifat (Pei dan Cheng, 2011).

Saat ini grafena dapat diproduksi melalui pengelupasan kulit secara mikro- mekanik dari grafit pirolitik (Novoselov et al, 2004), pertumbuhan epitaksial (Berger et al, 2006), dan deposisi uap kimia (chemical vapour deposition/ CVD) (Kim et al, 2009). Tiga metode ini dapat menghasilkan grafena dengan struktur dan sifat yang sempurna. Sebagai perbandingan, OG mempunyai dua karakteristik penting: (1) dapat diproduksi menggunakan bahan baku grafit yang relatif murah, melalui metode kimia yang hemat biaya dengan suatu hasil yang tinggi, dan (2) OG sangat hidrofilik dan dapat membentuk koloid yang stabil dalam air sehingga memudahkan pembentukan struktur makroskopik yang sederhana dan proses pelarutan yang mudah, yang mana kedua karakteristik ini menjadi penting dalam produksi grafena dalam skala yang besar. Sebagai hasilnya oksida grafena (OG) dan reduksi oksida grafena (rOG) menjadi topik hangat dalam penelitian dan pengembangan grafena.

Meskipun target akhir adalah grafena berlapis tunggal yang susah untuk dicapai,

(23)

namun para peneliti berusaha terus-menerus agar membuatnya menjadi semakin dekat dengan grafena berlapis tunggal (Pei dan Cheng, 2011).

Oksida grafena pertama diperkenalkan oleh kimiawan Oxford, Benjamin C.

Brodie pada tahun 1859, dengan memperlakukan grafit dengan campuran kalium klorat dan asam nitrat. Pada tahun 1957 Hummer dan Offeman mengembangkan proses yang lebih aman, lebih cepat, dan lebih efisien, dengan menggunakan campuran asam sulfat H2SO4, natrium nitrat (NaNO3), dan kalium permanganat (KMnO4), yang sampai saat ini masih tetap digunakan. Metode ini dinamakan metode modifikasi Hummer (Hirata et al, 2004).

2.4 Grafena

Grafena adalah alotrop karbon yang berbentuk lembaran datar tipis dimana setiap atom karbon memiliki ikatan sp2 dengan struktur dua dimensi (2D) (Novoselov et al, 2004). Grafena adalah induk dari sistim material “grafitik” seperti fulleren , karbon nanotube dan grafit (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Bentuk Grafena (a) buckyballs, digulung (b) nanotube, ditumpuk(c) grafit (Geim dan Novoselov, 2007).

Grafena terdiri dari suatu atom karbon yang terhibridisasi sp2, dimana setiap atom karbon terikat dengan tiga atom karbon lainnya, dengan kerangka struktur heksagonal dan panjang ikatan 1,42 Å. Struktur planar 2D dari lapisan karbon mengizinkan struktur dasar dan tepi dari grafena dapat berinteraksi dengan

(24)

nanopartikel katalis. Struktur flat dari grafena menyebabkan grafena memiliki luas permukaan sentuh yang luas yang memungkinkan katalis nanopartikel dapat terdeposit (Sharma dan Pollet, 2012).

Tabel 2.1 Sifat–sifat grafena dan jenis karbon lainnya

Sumber: Choi et al, 2011 2.5 Sintesis Grafena

Metode yang telah dikembangkan untuk membuat grafena terbagi menjadi dua, yaitu pembelahan grafit menjadi lapisan-lapisan grafena (top down) dan penumbuhan grafena secara langsung dari atom-atom karbon (bottom up).

a. Pengelupasan

Dalam metode pengelupasan (exfoliation), kristal grafit dibelah-belah menjadi lapisan-lapisan grafena. Cara yang paling awal adalah dengan selotip yang ditempelkan pada grafit lalu dikelupas. Sebagian material yang terambil kemudian ditempel selotip lagi dan dikelupas, demikian seterusnya sampai didapatkan lapisan yang sangat tipis yang mungkin hanya terdiri dari satu lapisan grafena (Novoselov et al, 2004).

(25)

Cara lain untuk membelah grafit adalah dengan pelarutan atau dispersi dalam cairan. Salah satu metode adalah pelarutan dalam larutan surfaktan SDBS (Sodium Dodecylbenzene Sulfonate) (Lotya et al, 2009). Dalam larutan ini, grafit yang hidrofobik dibasahi oleh air dan lapisan-lapisan grafena terlepas dengan sendirinya.

Setelah itu dilakukan pengendapan dan pengeringan sehingga grafena dapat dikumpulkan. Cara ini dapat menurunkan konduktivitas, namun memiliki keunggulan yakni memerlukan biaya yang murah.

b. Penumbuhan dari Silikon Karbida

Grafena telah berhasil ditumbuhkan dari silikon karbida (SiC). Dalam metode ini, substrat SiC dipoles sampai sangat rata lalu dipanaskan dalam vakum tingkat ultra (Ultra High Vacuum, 10-10 torr) sehingga atom-atom Si menyublim (Aristov et al, 2009). Cara lain adalah dengan membiarkan sedikit gas (O2, H2O, CO2) tersisa dalam vakum tingkat sedang (10-5 torr). Ternyata sedikit gas ini bereaksi dengan SiC menyisakan atom karbon yang membentuk grafena (Song, 2006). Hasil-hasil penumbuhan tersebut biasanya menghasilkan beberapa lapisan grafena. Keunggulan dari metode ini adalah bahwa substrat SiC dapat langsung digunakan sebagai substrat untuk membuat rangkaian elektronik dengan grafena.

c. Penumbuhan dengan Chemical Vapor Deposition (CVD) pada logam Penumbuhan dengan CVD telah dilakukan pada substrat logam seperti Ni dan Cu.

Logam-logam ini dipilih karena dapat dikikis sehingga grafena yang dihasilkan tidak terikat pada substrat logam. Gas yang bisa digunakan adalah metana dan hidrogen.

Grafena dapat ditumbuhkan pada nikel yang mencapai lebar beberapa sentimeter yang seluruhnya bersambungan (Reina et al, 2009). Jika menggunakan substrat Cu, dihasilkan grafena yang jumlah lapisannya lebih sedikit dan sebagian besar merupakan lapisan tunggal (Li et al, 2009).

Mekanisme penumbuhan grafena pada logam adalah sebagai berikut: atom karbon yang berasal dari gas larut ke dalam substrat logam pada suhu 1000ºC.

Ketika suhu diturunkan, kelarutan karbon berkurang sehingga atom-atom karbon mengendap di permukaan logam menjadi grafena. Grafena berlapis lebih dari satu ditemukan pada perbatasan kristal (grain boundary) logam (Reina et al, 2009).

(26)

Berdasarkan sifat yang dimiliki grafena yaitu ukurannya yang tipis dan kemampuan transport elektronnya maka grafena cocok untuk dibuat menjadi beberapa alat seperti kapasitor dan transistor. Kapasitor dari grafena memiliki keunggulan berupa perbandingan luas permukaan terhadap massa yang besar, sehingga menghasilkan nilai kapasitansi per-satuan massa mencapai 205 F/gram dan rapat energi 28,5 Wh/kg. Dihubungkan dengan kecepatan mengalirkan muatan listrik, kapasitor grafena mencapai nilai rapat daya 10 kW/kg (Wang et al, 2009).

2.6 Magnesium

Magnesium (Mg) adalah logam alkali tanah dan elemen kedua yang terletak di baris kedua dari tabel periodik. Ini adalah unsur kedelapan yang paling berlimpah di Bumi. Atom Magnesium memiliki 12 elektron dan 12 proton dan memiliki dua elektron valensi di kulit terluarnya, dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Struktur molekul Magnesium

(27)

Tabel 2.2 Sifat–sifat Magnesium

Simbol Mg

Nomor atom 12

Berat atom 24,305

Klasifikasi logam alkali tanah Fase pada suhu kamar Padat

Kepadatan 1,738 gram/cm Titik leleh 650oC Titik didih 1.091oC Golongan, Periode, Blok 2, 3, s

Penampilan Putih keperakan Konfigurasi elektron [Ne] 3s2 Jumlah elektron tiap kulit 2, 8, 2

Bilangan oksidasi 2

Dalam kondisi standar Magnesium merupakan logam ringan dengan warna putih keperakan, bila terkena udara magnesium akan memudar dan menjadi dilindungi oleh lapisan tipis oksida. Ketika Magnesium bersentuhan dengan air, Magnesium akan bereaksi dan menghasilkan gas hidrogen. Bila di bakar Magnesium akan berwarna putih yang sangat terang.

Magnesium merupakan logam berwarna putih keperakan dan sangat ringan, Magnesium dikenal sebagai logam ringan struktural karena bobotnya yang ringan serta kemampuannya membentuk paduan logam. Magnesium hanya sedikit bereaksi atau tidak sama sekali dengan sebagian besar alkali dan berbagai bahan organik seperti hidrokarbon, alkohol, fenol, ester, dan sebagian besar minyak (Bernath, P F, 1985).

Urutan logam pada deret elektrokimia menentukan kemungkinan oksidasi atau reduksi yang dialami logam.

(28)

Tabel 2.3 Deret elektrokimia berdasarkan urutan potensial oksidasi Material Potensial Standar

(EO), volts

Lithium -3, 04

Kalium -2, 95

Natrium -2, 74

Magnesium -2, 363

Aluminium -1, 66

Air -0, 83

Seng -0, 76

Kromium -0, 74

Besi (0,+2) -0, 41

Cadmium -0, 40

Nikel -0, 23

Timah -0, 14

Timbal -0, 13

Besi (0,+3) -0, 04

Hidrogen 0, 00

Timah 0, 15

Tembaga (+1,+2) 0, 16 Tembaga (0,+1) 0, 34

Iodine 0, 54

Besi (+2,+3) 0, 77

Perak 0, 8

Platina 1, 2

Emas 1, 498

Pada tabel di atas, Magnesium posisinya lebih di atas, di bandingkan dengan Zink. Di mana Magnesium akan mengalami kenaikan bilangan oksidasi 0 menjadi +2, sama seperti Zn. Potensial standar Mg lebih kecil dari Zn yang menandakan Mg lebih reduktor (mengalami oksidasi) di bandingkan dengan Zn (jika keduanya dalam lingkungan yang sama) (Gapsari, F, 2017)

(29)

2.7 Epoksida (Oksirana)

Epoksida (atau oksirana) adalah eter siklik, yaitu cincin beranggota tiga termasuk satu atom oksigen. Epoksida komersial yang terpenting adalah etilena oksida, yang di hasilkan dari oksidasi udara pada etilena dengan katalis perak. Produksi etilena oksida di Amerika Serikat melebihi 2 juta kg/tahun. Hanya sebagian kecil yang digunakan dalam fumigasi. Kebanyakan, etilena oksida digunakan sebagai bahan baku pembuatan senyawa kimia lain misalnya etilena glikol.

Reaksi Epoksida

Karena tarikan yang ada pada cincin beranggota tiga, epoksida lebih reaktif di bandingkan dengan eter biasa dan dalam reaksi biasanya cincinnya terputus.

Misalnya, epoksida bereaksi dengan air dan katalis asam, membentuk glikol.

Dengan cara ini, kurang lebih 1 juta kg etilena glikol dihasilkan setiap tahunnya di Amerika Serikat saja. Hampir dari setengah produksi glikol digunakan sebagai anti beku dalam radiator mobil. Sisanya digunakan untuk pembuatan poliester.

Tidak seperti eter biasa, epoksida dapat pula diputus oleh serangan nukleofilik. Reaksinya terjadi melalui mekanisme SN2. Misalnya, etilena oksida bereaksi dengan ammonia akan terbentuk etanolamin. Hasilnya, etanolamin adalah basa organik yang larut air yang di gunakan sebagai penyerap dan pemikat karbondioksida dalam pembuatan es kering.(Hart, H.2003)

2.8 Ultrasonikasi

Spektrum suara (sonic) yang memiliki frekuensi sangat tinggi disebut ultrasonik.

Rentang frekuensi ultrasonik yaitu 20 kHz - 10 MHz. Ultrasonik dibagi menjadi tiga golongan utama: frekuensi rendah (20-100 kHz), frekuensi menengah (100 kHz - 1 MHz), dan frekuensi tinggi (1-10 MHz). Ultrasonik dengan frekuensi 20 kHz - 1 MHz banyak digunakan dalam bidang kimia yang biasa di sebut dengan sonokimia (Sonochemistry) (Ensminger, 2009).

(30)

Metode ultrasonik adalah metode yang menggunakan gelombang ultrasonik yaitu gelombang akuistik dengan frekuensi lebih besar dari 16-20 kHz (Suslick, 1999). Ultrasonik bersifat non-destructive dan non-invasive sehingga dapat dengan mudah diadaptasikan ke berbagai aplikasi (McClement, 1995). Menurut Kuldiloke (2002), salah satu manfaat metode ekstraksi ultrasonik adalah untuk mempercepat proses ekstraksi. Dinding sel dari bahan dipecah dengan getaran ultrasonik sehingga kandungan yang ada didalamnya dapat keluar dengan mudah. Frekuensi ultrasonik di atas 1 MHz banyak digunakan dalam bidang kedokteran seperti pencitraan, analisis aliran darah, kedokteran gigi, sedot lemak, ablasi tumor, dan penghancuran batu ginjal (Mason, 1990).

Proses degradasi bergantung kepada berat molekul, yaitu molekul dengan rantai panjang lebih utama dihilangkan dan polidispersitas polimer berubah. Dengan demikian degradasi dapat digunakan sebagai proses tambahan sebagai parameter dalam mengontrol distribusi berat molekul. Produk utama degradasi diperoleh ketika bahan radikal yang timbul dari kerusakan ikatan homolitik sepanjang rantai (Tabata, 1980).

Degradasi (yang berarti pemutusan ikatan rantai panjang yang disebabkan oleh pembelahan dan tidak tentu pada perubahan kimia) dari rantai polimer dalam larutan yang memiliki intensitas tinggi. Proses degradasi lebih cepat dengan berat molekul lebih rendah pada temperatur yang lebih rendah dalam larutan dengan pelarut yang memiliki volatilitas yang lebih rendah juga. Sonikasi pada suhu yang lebih tinggi atau dalam pelarut yang mudah menguap menghasilkan uap lebih banyak masuk ke gelembung dan terjadi penurunan pelunakan sehingga tingkat kekerasannya berkurang. Dalam larutan encer rantai polimer tidak terjerat dan bebas untuk bergerak dalam daerah aliran sekitar gelembung. Degradasi lebih efisien pada intensitas ultrasonik yang lebih tinggi karena semakin banyak jumlah gelembung dengan jari-jari yang lebih besar (Suslick, 1999).

(31)

2.9 Karakterisasi

2.9.1 Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR)

Konsep radiasi infra merah diajukan pertama kali oleh Sir William Herschel (1800) melalui percobaannya mendispersikan radiasi matahari dengan prisma. Ternyata pada daerah sesudah sinar merah menunjukkan adanya kenaikan temperatur tertinggi yang berarti pada daerah panjang gelombang radiasi tersebut banyak kalori (energi tinggi). Daerah spektrum tersebut selanjutnya di sebut infrared. Spektroskopi inframerah di tujukan untuk maksud penentuan gugus -gugus fungsi molekul pada analisa kualitatif, disamping untuk tujuan analisis kuantitatif (Mulja, M, 1995).

Spektrofotometer inframerah konvensional dikenal sebagai alat pendispersi.

Dengan terhubung pada komputer dan mikroprosesor sebagai alat dasarnya, hal ini telah tersebar luas dan dikenal dengan nama alat Fourier Transform Infrared Spectrometer (FT-IR). Dibandingkan suatu kinerja pada monokromator, alat FT-IR memakai suatu interferometer untuk mendeteksi peak yang mengandung pengganggu yang terdeteksi. Pada alat interferometer, radiasi dari sumber IR konvensional dibedakan kedalam dua alur oleh suatu pemisah berkas cahaya, satu alur menuju posisi cermin yang ditentukan, dan yang lainnya menjauhi cermin.

Ketika berkas cahaya dipantulkan, salah satu cahaya dipindahkan (keluar dari tahap) dari yang lainnya sejak ia menjadi lebih kecil perjalanannya (ataupun lebih besar) tujuan jaraknya untuk menjauhi cermin, dan mereka dikombinasikan kembali untuk menghasilkan suatu rumus gangguan (semua panjang gelombang dalam berkas cahaya) sebelum melewati sampel. Sampel mendeteksi secara serentak semua panjang gelombang, dan menukar rumus gangguan dengan waktu seperti cermin yang terus-menerus diteliti pada percepatan linier. Hasil penyerapan radiasi oleh sampel merupakan suatu spektrum dalam daerah waktu, yang disebut suatu interferogram, yang menyerap intensitas sebagai fungsi dari lintasan optis yang membedakannya dengan kedua berkas cahaya tersebut (Christian, 2005).

FT-IR adalah teknik analisis IR yang seringkali menggunakan daerah IR pertengahan (4000 sampai 200 cm-1). FT-IR memiliki beberapa keuntungan di antaranya non-destruktif, dapat menganalisis multikomponen secara cepat, tidak

(32)

perlu penyiapan contoh, dan gangguan dapat diminimumkan selama penentuan suatu senyawa.

Monokromator pada spektrometer dispersif klasik mempunyai celah yang kecil untuk jalan keluar dan masuknya sinar sehingga membatasi panjang gelombang radiasi mencapai detektor. Berbeda dengan spektrometer klasik, FT-IR tidak mengukur panjang gelombang satu demi satu, melainkan dapat mengukur intensitas transmitans pada berbagai panjang gelombang secara serempak (Skoog et al, 1998).

Pada FT-IR, monokromator digantikan dengan interferometer. Interferometer ini mengatur intensitas sumber sinar inframerah dengan mengubah dari posisi cermin pemantul yang memantulkan sinar dari sumber sinar ke contoh. Jadi, keberadaan interferometer membuat spektrometer mampu mengukur semua frekuensi optik secara serempak dengan mengatur intensitas dari semua frekuensi tunggal sebelum sinyal mencapai detektor. Hasil scanning interferometer yang berupa interferogram (pengaluran antara intensitas dan posisi cermin) ini tidak dapat diinterpretasikan dalam bentuk aslinya. Proses matematika transformasi fourier akan mengubah interferogram menjadi spektrum antara intensitas dan frekuensi.

Gambar 2.5 Diagram spektroskopi FT-IR

Aplikasi FT-IR telah banyak digunakan dalam menganalisis gugus fungsi pada serbuk grafit dan grafena. Salah satu diantaranya adalah analisis grafena yang diperoleh dari proses pengelupasan langsung grafit dengan metode pemanasan. Hasil FT-IR menyebutkan bahwa puncak serapan dari grafena mempunyai kemiripan dengan grafit. Meskipun masih terdapat sejumlah kecil gugus hidroksil pada panjang gelombang ~ 3450 cm-1dalam grafena (Tang et al, 2009).

(33)

2.9.1.1 Cara Penanganan Cuplikan (1) Gas

Cuplikan di masukkan dalam sel khusus; sel ini menghadap langsung pada berkas sinar. Dalam bentuk yang dimodifikasi, cermin internal yang digunakan dapat memantulkan berkas sinar berulang kali melalui cuplikan untuk menaikkan sensitivitas.

(2) Cairan

Dengan menempatkan cuplikan sebagai film yang tipis di antara dua lempengan yang terbuat dari padatan NaCl yang transparan terhadap sinar inframerah. Karena menggunakan NaCl, maka cuplikan harus bebas dari air. NaCl setelah digunakan segera dibersihkan dengan pelarut-pelarut seperti toluena atau kloroform. NaCl harus dijaga tetap kering dan bila memegang selalu pada bagian ujung-ujungnya. Untuk spektra di bawah 250 cm-1 digunakan CsI dan untuk cuplikan yang mengandung air dapat digunakan CaF2.

(3) Padatan

Wujud cuplikan padat dapat bermacam-macam diantaranya kristal, amorf, serbuk atau gel. Ada 3 cara yang lazim untuk analisis bentuk padatan yaitu:

a) Pelet KBr di buat dengan menumbuk cuplikan (0,1-2,0 % berat) dengan KBr, kemudian dicetak hingga diperoleh pelet KBr. Selama pembuatan pelet KBr harus kering dan akan baik bila pembuatan pelet di lakukan di bawah lampu inframerah untuk mencegah terjadinya kondensasi uap air dari atmosfer. Bila terjadi kondensasi dengan udara yang mengandung uap air, maka spektra akan memberikan serapan lebar pada sekitar 3500 cm-1.

b) Mull atau pasta, dibuat dengan mencampur cuplikan dengan setetes parafin, pasta kemudian dilapiskan di antara dua keping NaCl yang transparan. Cairan parafin yang digunakan lazim disebut Nujol.

c) Cuplikan padatan yang telah dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap dilapiskan pada kepingan NaCl. Setelah pelarut menguap maka cuplikan dapat dianalisis (Sastrohamidjojo, H. 2013)

(34)

2.9.1.2 Kriteria Pelarut

Apabila cuplikan cair berasal dari padatan yang dilarutkan, pelarut harus dipilih dengan kriteria sebagai berikut:

- Tidak boleh melarutkan sel NaCl, seperti misalnya H2O.

- Tidak boleh mempunyai spektrum IR yang rumit, seperti misalnya alkohol, karena sangat mengganggu dalam pembacaan spektum.

Contoh pelarut yang baik ialah CCl4, CS2, dan kalau terpaksa CHCl3.

Kristal NaCl bersifat transparan terhadap sinar IR (tidak menyerap sinar IR), tetapi mudah pecah. Pada pembuatan cuplikan padat, kondensasi uap air harus di cegah, karena dapat menimbulkan gangguan berupa serapan lebar pada bilangan gelombang 3500 cm-1, serta pita serapan pada 3448 cm-1,dan 1639 cm-1(Panji, T. 2012)

2.9.2 Difraksi Sinar X (X-Ray Difraction)

Metode difraksi sinar-X adalah salah satu cara untuk mempelajari keteraturan atom atau molekul dalam suatu struktur tertentu. Jika struktur atom atau molekul tertata secara teratur membentuk kisi, maka radiasi elektromagnetik pada kondisi eksperimen tertentu akan mengalami penguatan.Pengetahuan tentang kondisi eksperimen itu dapat memberikan informasi yang sangat berharga tentang penataan atom atau molekul dalam suatu struktur.

Sinar-X dapat terbentuk apabila suatu zat padat ditembaki dengan berkas elektron berenergi tinggi. Dalam eksperimen digunakan sinar-X yang monokromatis.

Kristal akan memberikan hamburan yang kuat jika arah bidang kristal terhadap berkas sinar-X (sudut θ) memenuhi persamaan Bragg, seperti ditunjukkan dalam persamaan berikut .

2d sin θ =nλ dimana:

d =jarak antar bidang dalam kristal

(35)

θ =sudut deviasi n =orde (0,1,2,3,…..) λ =panjang gelombang

Difraksi sinar-X dapat memberikan informasi tentang struktur polimer, termasuk tentang keadaan amorf dan kristalin polimer. Polimer dapat mengandung daerah kristalin yang secara acak bercampur dengan daerah amorf. Difraktogram sinar- X polimer kristalin menghasilkan puncak-puncak yang tajam, sedangkan polimer amorf cenderung menghasilkan puncak yang melebar. Pola hamburan sinar- X juga dapat memberikan informasi tentang konfigurasi rantai dalam kristalin, perkiraan ukuran kristalin, dan perbandingan daerah kristalin dengan daerah amorf (derajat kristalinitas) dalam sampel polimer.

Karakterisasi XRD bertujuan untuk menentukan sistem kristal. Metode difraksi sinar-X dapat menerangkan parameter kisi, jenis struktur, susunan atom yang berbeda pada kristal, adanya ketidaksempurnaan pada kristal, orientasi, butir-butir, dan ukuran butir (Smallman, 1991).

XRD memberikan difraksi dan kuantisas intensitas pada sudut-sudut dari suatu bahan. Tiap pola bayangan yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu.

Suatu kristal yang dikenai oleh sinar-X tersebut berupa material (sampel), sehingga intensitas sinar yang ditransmisikan akan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Berkas sinar-X yang dihamburkan ada yang saling menghilangkan (interferensi destruktif) dan ada juga yang saling menguatkan (interferensi konstruktif). Interferensi konstruktif ini merupakan peristiwa difraksi (Grant dan Suryanayana, 1998).

Sampel padat diletakkan pada suatu preparat kaca, kemudian sumber sinar bergerak mengelilingi sampel sambil menyinari sampel. Setelah itu detektor akan menangkap pantulan sinar dari sampel dan masuk ke dalam alat perekam. Alat perekam ini kemudian merekam intensitas pantulan sinar untuk tiap sudut tertentu, dan hasil analitis dalam bentuk grafik sudut penyinaran versus intensitas pantulan.

(36)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU. Sentrifugasi di lakukan di Laboratorium Kimia Analisa Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan dan Laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU. Ultrasonifikasi dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU. Analisis secara Spektrofotometer FT-IR dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM Yogyakarta. Analisis struktur kristal dengan X-Ray Difraction (XRD) dilakukan di Labsystematic Jakata Timur . Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2017 hingga Juni 2018.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

- Spektrofotometer FT-IR Shimadzu

- X-Ray Difraction Rigaku D/max 2500

- Neraca Analitis Shimadzu

- Oven Blowwer Memmert

- Gelas Beaker 250 ml Pyrex

- Labu Takar 1000 ml Pyrex

- Gelas Ukur 50 ml Pyrex

- Hotplate Stirrer Ika

- Indikator Universal Sartorius

- Termometer 1000C Fisher

- Magnetic Bar

- Corong Kaca 75 mm Pyrex

- Sentrifugator Fischer Scientific

(37)

- Tabung sentrifius

- Ultrasonik Bath Kerry Pulsatron

- Spatula

- Batang Pengaduk Kaca - Botol Aquadest

- Kertas saring no.42 Whatmann

- Pipet tetes

- Erlemeyer Pyrex

- Ice Waterbath - Aluminium Foil - Rak Tabung Reaksi - Kaca Arloji

- Statif dan Klem - Karet

- Plastik 3.2.2 Bahan

- Grafit(s)

- H2SO4(p) 96% p.a (E-Merck)

- NaNO3(s) p.a (E-Merck)

- Aquadest(l)

(38)

- KMnO4(s) p.a (E-Merck)

- H2O2(p) 30% p.a (E-Merck)

- Magnesium(s) p.a (E-Merck)

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan H2SO4 5 %

Sebanyak 52,08 mL larutan H2SO4 96%(p) diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.2 Pembuatan Larutan Piranha

Sebanyak 20 mL larutan H2SO4 5 % ditambahkan 1 mL larutan H2O2(p) 30%

diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.3 Penimbangan Reduktor Magnesium

Sebanyak 0,01 gram serbuk Magnesium di timbang dengan neraca analitis, dilakukan hal yang sama pada reduktor 0,05; 0,10 gram.

3.3.4 Sintesis Oksida Grafena

Proses sintesis oksida grafena dilakukan secara modifikasi metode Hummer.

Sebanyak 1 gram serbuk grafit dimasukan ke dalam beaker glass 500 mL dan dilarutkan dalam 75 mL H2SO4 96%(p) distirer selama 2 jam dalam wadah es.

Kemudian ditambahkan 1 gram NaNO3(s)dan distirrer selama 2 jam.Kemudian ditambahkan 5 gram KMnO4(s) secara perlahan-lahan dan distirer selama 4 jam pada suhu di bawah 200C dalam wadah es sampai berubah menjadi larutan hitam kehijauan. Lalu dipindahkan dari wadah es dan distirer selama 48 jam pada suhu ruang, campuran berubah warna menjadi coklat muda. Setelah distirer, ditambahkan 5 mL H2O2 30%(p) dan 100 mL H2SO4 5% dan distirrer selama 2 jam. Selanjutnya campuran disentrifugasi dengan alat sentrifugasi kecepatan 6500 rpm selama 20 menit untuk memisahkan larutan supernatan dan endapan oksida grafit. Kemudian endapan oksida grafit dicuci dengan larutan piranha selanjutnya di sentrifugasi

(39)

dengan kecepatan 6500 rpm hingga larutan supernatan berubah menjadi kecokelatan, lalu larutan supernatan dibuang dan endapan oksida grafit di cuci kembali dengan aquadest kemudian di sentrifugasi kembali sampai larutan supernatan berwarna bening dan pH netral. Endapan oksida grafit di masukkan ke dalam beaker glass untuk di ultrasonikasi pada frekuensi 5060 Hz selama 5 jam, kemudian dibiarkan dingin dan dihasilkan larutan oksida grafena. Larutan oksida grafena yang dihasilkan dibagi menjadi dua bagian, larutan pertama dikeringkan dalam oven pada suhu 800C selama 6 jam hingga di peroleh serbuk oksida grafena.

Serbuk oksida grafena dikarakterisasi dengan FT-IR dan XRD. Dan larutan kedua akan disintesis menjadi grafena.

3.3.5 Sintesis Grafena

Proses sintesis grafena di awali dengan penambahan reduktor Magnesium pada larutan oksida grafena.

3.3.5.1 Reduktor 0,01 gram Magnesium

Pada tahap sintesis grafena, 10 mL larutan grafena oksida yang telah dihasilkan ditambahkan 0,01 gram serbuk Magnesium selanjutnya distirer selama 72 jam dan disaring. Kemudian dikeringkan pada suhu 80ºC sampai kering sehingga didapatkan serbuk grafena. Di lakukan hal yang sama pada reduktor 0,05; 0,10 gram.

3.3.6 Analisa dengan Spektroskopi FT-IR

Grafit yang berbentuk padatan dihaluskan dengan alu dan lumpang kemudian dibuat menjadi pellet dengan KBr dan diukur spektrumnya dengan alat spektroskopi FT-IR.

Di lakukan hal yang sama untuk oksida grafit, oksida grafena, grafena 0,01; 0,05;

dan 0,1 gram.

(40)

3.3.7 Analisa dengan X-Ray Difraction

Analisis difraksi sinar X (XRD)dilakukan untuk menentukan struktur kristalin dari grafit dengan menggunakan alat difraktometer sinar-X Rigaku D/max 2500. Data yang diperoleh menggunakan software MDI/JADE6 paket yang melekat pada alat XRD Rigaku. Indeks kristalinitas (CI) dihitung dengan metode segal. Di lakukan hal yang sama untuk oksida grafit, oksida grafena, grafena 0,01; 0,05; dan 0,1 gram.

(41)

3.4 Bagan Penelitian 3.4.1 Grafit

Serbuk Grafit

Dikarakterisasi dengan FTIR dan XRD

3.4.2 Sintesis Oksida Grafena

1 gram grafit(s)

ditambahkan 75 mL H2SO4(p) 96% sambil distirer selama 2 jam dalam aice bath

ditambahkan 1 gr NaNO3(s) dan distirer selama 2 jam dimasukkan kedalam beaker glass

ditambahkan 5 gr KMnO4(s) secara perlahan-lahan dan distirer selama 4 jam pada suhu 20oC dalam aice bath

dipindahkan dari aice bath dan distirer selama 48 jam pada suhu ruang ditambahkan 5 ml H2O2 30 % dan distirer selama 2 jam

disentrifugasi dengan kecepatan 6500 rpm selama 20 menit

Larutan Supernatan

ditambahkan 100 ml H2SO4 5 % dan distirer selama 2 jam

Endapan Oksida Grafit

dicuci dengan larutan Piranha

disentrifugasi dengan kecepatan 6500 rpm hingga larutan supernatan berubah warna menjadi coklat muda

dicuci dengan aquadest

disentrifugasi dengan kecepatan 6500 rpm hingga larutan supernatan berubah warna menjadi bening

Endapan Oksida Grafit

Endapan Oksida Grafit Larutan Supernatan

dimasukkan kedalam beaker glass 1000 ml diultrasonikasi selama 5 jam

Endapan Oksida Grafena

disaring

dikeringkan pada suhu 80oC selama 6 jam

Endapan Oksida Grafena Endapan Oksida Grafena

Dikarakterisasi dengan FT-IR dan XRD

di bagi menjadi dua bagian

(42)

3.4.3 Sintesis Grafena

3.4.3.1 Sintesis Grafena Reduktor 0,01 gram Magnesium

3.4.3.2 Sintesis Grafena Reduktor 0,05 gram Magnesium

3.4.3.3 Sintesis Grafena Reduktor 0,10 gram Magnesium Endapan Oksida Grafena

Ditambahkan 0, 01 gram serbuk Magnesium Distirer selama 72 jam

Disaring

Dikeringkan pada suhu 800C selama 4 jam

Dikarakterisasi dengan FTIR dan XRD

Endapan Oksida Grafena

Ditambahkan 0, 05 gram serbuk Magnesium Distirer selama 72 jam

Disaring

Dikeringkan pada suhu 800C selama 4 jam

Dikarakterisasi dengan FTIR dan XRD

Endapan Oksida Grafena

Ditambahkan 0, 10 gram serbuk Magnesium Distirer selama 72 jam

Disaring

Dikeringkan pada suhu 800C selama 4 jam

Dikarakterisasi dengan FTIR dan XRD

(43)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Grafit

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berupa serbuk grafit sebagai bahan baku. Grafit dapat dioksidasi menjadi oksida grafena (OG), sintesis dari bubuk grafit dengan menggunakan metode kimia yakni modifikasi Hummers (W.S.Hummers, 1958). Peralatan instrumen yang dipakai terdiri dari : Spektrofotometri FT-IR dan XRD.

Gambar 4.1 Grafit Komersial 4.2 Sintesis Oksida Grafit

Pada tahapan sintesis oksida grafit, bubuk grafit sebagai bahan dasar dioksidasi menjadi grafit oksida dengan menggunakan metode Hummers. Grafit direaksikan dengan zat pengoksidasi yaitu KMnO4(s) dan NaNO3(s). Proses oksidasi ini hanya dapat berlangsung ada kondisi asam, sehingga digunakan H2SO4(l) sebagai pembuat suasana asam (Suwandana dan Susanti, 2015).Proses pencampuran ini dilakukan didalam wadah es dengan tujuan untuk menjaga temperatur di bawah 200C yang selanjutnya dilakukan pengadukan selama 4 jam. Pada proses penambahan ini maka larutan akan berubah warna, yang sebelumnya berwarna hitam pekat menjadi hitam kehijauan yang menunjukan indikasi bahwa reaksi oksidasi grafit telah dimulai. Prosesnya selanjutnya adalah proses homogenisasi dengan stirring pada temperatur 35 0C selama 48 jam menghasilkan larutan coklat tua yang menandakan grafit telah teroksidasi secara sempurna(Rahman, 2015).Proses oksidasi pada grafit

(44)

dapat memperbesar jarak antar lembaran grafit dan membuat lapisan atom hidrofilik dengan masuknya oksigen kedalam struktur grafit baik dalam bentuk gugus hidroksil, gugus epoksi maupun gugus karbonil sehingga ikatan antar lembar grafit menjadi lemah dan hal ini memudahkan proses pengelupasan grafit oksida (Pei dan Cheng, 2011). Pada perlakuan penambahan H2O2 seharusnya menghasilkan perubahan warna dari hitam kecoklatan menjadi warna kuning kenari, akan tetapi pada penelitian yang dilakukan tidak terjadi perubahan warna, disebabkan oleh pengaruh suhu dimana semakin tinggi suhu maka proses oksidasi yang berlangsung juga akan semakin cepat sehingga warna yang dihasilkan menjadi tidak tampak (Quintana, et al. 2012). Sentrifugasi dilakukan dengan menggunakan larutan piranha dan aquadest untuk pencucian bertujuan untuk menghilangkan zat pengoksida dan menstabilkan tingkat keasaman dari ion-ion sulfat, KMnO4, H2O2 dan senyawa- senyawa yang terdapat di dalam larutan grafena oksida.

Pada penambahan H2SO4 5% dan H2O2 30% guna untuk menghilangkan sisa KMnO4. Larutan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 20 menit bertujuan untuk memisahkan fase padat grafit oksida dan cairan beserta zat pengotornya.

Penambahan dengan H2O pada endapan grafit oksida bertujuan untuk menghilangkan zat pengoksidasi, mengendapkan partikel grafit oksida, menstabilkan tingkat keasaman dari ion-ion sulfat, KMnO4 dan H2O2(Titelman, et al. 2005) serta menghasilkan grafit oksida yang lebih larut di dalam air (Bourlinos, et al. 2003).

Gambar 4.2 Oksida Grafit 4.3 Sintesis Oksida Grafena

Dilakukann penambahan H2SO4(p) 96%, NaNO3, dan KMnO4 sebagai zat pengoksidasi dan penambahan H2SO4 5% dan H2O2 30% kembali guna untuk menghilangkan sisa KMnO4. Serta berperan penting untuk membantu pemutusan

(45)

ikatan menjadi satu lapisan atom pada oksida grafit sehingga menghasilkan oksida grafena.

Proses pengelupasan (exfoliation) grafit oksida menjadi lembaran tunggal grafena oksida menggunakan alat ultrasonikasi. Proses oksidasi pada grafit dapat memperbesar jarak antar lembaran grafit dan membuat lapisan atom hidrofilik dengan masuknya oksigen kedalam struktur grafit baik dalam bentuk gugus hidroksil, gugus epoksi maupun gugus karbonil sehingga ikatan antar lembar grafit menjadi lemah dan hal ini memudahkan proses pengelupasan grafit oksida menjadi lembaran tunggal grafena oksida (Pei dan Cheng, 2011).

Grafit oksida yang telah netral dilarutkan dalam aquades dan diultrasonikasi pada gelombang 5060 Hz untuk membuka lembaran-lembaran grafit oksida sehingga dihasilkan lembaran tunggal grafena oksida. Endapan grafena oksida yang didapatkan setelah proses sentrifugasi, dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC dan diperoleh serbuk oksida grafena.

Gambar 4.3 Oksida Grafena

Hasil pencucian dengan larutan piranha dan aquades pada campuran oksida grafit akan menghasilkan oksida grafena dengan memiliki sifat kelarutan di dalam air dan menyebabkan perubahan warna menjadi hitam kecoklatan (Bourlinos et al., 2003).

Oksida grafena diperoleh dengan menggunakan gelombang ultrasonik oksida grafit pada air dengan menggunakan proses ultrasonikasi. Proses ultrasonikasi betujuan untuk proses pengelupasan oksida grafit menjadi lembaran-lembaran oksida grafena dengan memutuskan ikatan Van der Walls pada interlayer. Pancaran

(46)

gelombang ultrasonik sebelum proses reduksi mengakibatkan terjadinya perbedaan tinggi puncak difraksi. Puncak difraksi meningkat dengan lamanya proses ultrasonikasi. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah oksida grafena yang terbentuk, sehingga derajat reduksi meningkat (Junaidi dan Susanti, 2014).Larutan oksida grafena yang didapatkan, disaring dan dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC. Serbuk oksida grafena dikaraterisasi menggunakan FT-IR dan XRD.

4.4 Sintesis Grafena

Pada tahap sintesis grafena, larutan grafena oksida direduksi dengan penambahan variasi Magnesium (Mg) 0,01: 0,05 dan 0,10 gram dilakukan pengadukan selama 72 jam guna proses reduksi berlangsung dengan baik dalam mengurangi gugus fungsional secara merata sehingga menyebabkan terjadinya perubahan warna larutan dari hitam kecoklatan menjadi hitam pekat. Perubahan warna larutan menandakan bahwa oksida grafena telah tereduksi menjadi grafena.

Selanjutnya campuran disaring dan dikeringkan dalam oven pada suhu 800C dengan tujuan untuk menghilangkan kadar air (Ratna, 2008). Grafena yang diperoleh dikarakterisasi dengan analisis struktur dengan FT-IR dan XRD.

Gambar 4.4 Serbuk Grafena dengan penambahan variasi Magnesium (Mg) ,001: 0,05 dan 0,10 gram

(47)

4.5 Prediksi Reaksi Pembentukan Grafena 4.5.1 Reaksi Grafit - Oksida Grafena - Grafena

Gambar 4.5 Reaksi Grafit - Oksida Grafena – Grafena 4.5.2 Oksidasi Ikatan Karbon-Karbon

Ada bermacam-macam reaksi oksidasi pada ikatan C=C penambahan oksigen atau pembelahan untuk produk yang di oksidasi.

Gambar 4.6 Oksidasi Ikatan Karbon Karbon

Penambahan oksigen ke cincin C=C, menghasilkan produk epoksida, atau diol (Neuman, 1969)

(48)

4.5.3 Reaksi Sintesis Grafena

Gambar 4.7 Reaksi Sintesis Grafena 4.6 Karakterisasi dengan FT-IR (Fourier Transform Infrared) 4.6.1 Analisa Grafit

Grafit komersial diuji dengan menggunakan FT-IR.

Karakterisasi menggunakan FTIR dilakukan untuk mengetahui perubahan gugus fungsi sebelum dan sesudah proses oksidasi pada grafit, hasil sintesis pada oksida grafit, oksida grafena dan grafena serta untuk mengetahui interaksi yang terjadi antara grafena dan reduktor Magnesium. Analisis FT-IR menggunakan alat Shimadzu IR Prestige-21 dilakukan pada rentang bilangan gelombang 500-4500cm-1. Semua sampel yang dianalisis dalam bentuk serbuk halus.

Pada spektrum FT-IR Grafit yaitu pada bilangan gelombang 1581cm-1 menunjukkan ikatan antara gugus aromatic C=C, serta adanya gugus penunjang pada bilangan gelombang lain yang muncul pada peak 1026 cm-1 yakni ikatan antara C-C.

Berdasarkann data-data F-TIR.

Oksida Grafena

Mg2+ (M)

(49)

Gambar 4.8 Spektrum FT-IR Grafit 4.6.2 Analisa Oksida Grafit

Pada spektrum FT-IR Oksida Grafit telah terbentuk ikatan antara gugus oksigen dan hidrogen (OH) terjadi pada bilangan gelombang 3410 cm-1, spektrum serapan yang lemah terjadi pada bilangan gelombang 1705,07cm-1 menunjukkan ikatan antara C=O dari gugus asam karboksilat (COOH), spektrum pada bilangan gelombang terbentuk ikatan gugus aromatic C=C pada bilangan gelombang 1620 cm-1 dan juga terdapat spektrum yang lemah pada bilangan gelombang 1381 cm-1 menunjukkan ikatan antara C-OH atau ikatan C-O (epoksi) pada (900-1300 cm-1).

Gambar 4.9 Spektrum FT-IR Oksida Grafit 4.6.3 Analisa Oksida Grafena

Oksida grafena terbentuk ditandai dengan kemunculan pita serapan pada daerah bilangan gelombang 3402 cm-1 yang menunjukkan adanya ikatan antara gugus oksigen dan hidrogen (OH), pita serapan lemah pada daerah bilangan gelombang

(50)

1705,07 cm-1 untuk gugus C=O dari gugus asam karboksilat (COOH), pita serapan pada bilangan gelombang 1581 cm-1 terbentuk ikatan gugus aromatik C=C dan juga terdapat pita serapan yang lemah pada bilangan gelombang 1396 cm-1 menunjukkan ikatan antara C-OH atau ikatan C-O (epoksi) pada (900-1300 cm-1).

Gambar 4.10 Spektrum FT-IR Oksida Grafena 4.6.4 Analisa Grafena

4.6.4.1 Grafena Reduktor Mg 0,01 gram

Pada spektrum FT-IR rentang panjang gelombang 1026 adalah rentang bilangan gelombang untuk gugus epoksi (C‒O) (Li, et al. 2008). Vibrasi ulur dari O‒H pada dan bilangan gelombang 1581cm-1 menunjukkan ikatan antara gugus aromatik C=C dan vibrasi ulur C‒O pada masih teramati yang disebabkan oleh masih adanya gugus hidroksil dan gugus karboksilat bahkan setelah direduksi dengan Magnesium.

Gambar 4.11 Spektrum FT-IR Grafena Mg 0,01 gram

Referensi

Dokumen terkait

Theodore Goodman, et al (2018) menjelaskan bahwa pentingnya memberikan informasi data akuntansi tentang arus kas yang diharapkan suatu perusahaan di masa

6 Diki Husni Sidiqi Sub Bagian Tata Usaha Inspektur Wilayah I Tenaga Administrasi. 7 Sugiyatno Sub Bagian Tata Usaha Inspektur Wilayah II

1 SINTESIS GRAFENA DARI GRAFIT MELALUI METODE HUMMER’S DAN REDUKSI OKSIDA GRAFENA MENGGUNAKAN REDUKTOR AMONIA (NH3) SKRIPSI VIVI SUKMAWATI 140802032 PROGRAM STUDI S1 KIMIA

Pada bulan Januari 2017 ini Kota Kupang mengalami inflasi.. Inflasi Januari 2017 didorong oleh enam dari tujuh kelompok pengeluaran. semua kelompok

Dari sembilan candi tersebut yang masih utuh hanya 5 (lima), sedangkan 4 (empat) candi yang lain berupa pondasi dan reruntuhan bangunan. Kelima kelompok bangunan yang masih

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami perubahan fungsi dan gaya arsitektur pada fasade bangunan Stasiun kereta Tanjung Priuk di

Larutan gula juga merupakan larutan yang bersifat elektrolit kategori sedang karena pada saat di uju coba larutan ini dapat membuat gelembung tapi tidak dapat membuat

Disamping membantu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan siswa, melalui kegiatan ekstrakurikuler ini siswa dapat memperdalam dan memperluas pengetahuan yang berkaitan dengan