• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSTRAK PASTA DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava linn.) MENINGKATKAN JUMLAH FIBROBLAS DAN KETEBALAN KOLAGEN PASCA PENCABUTAN GIGI MARMUT (Cavia cobaya).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EKSTRAK PASTA DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava linn.) MENINGKATKAN JUMLAH FIBROBLAS DAN KETEBALAN KOLAGEN PASCA PENCABUTAN GIGI MARMUT (Cavia cobaya)."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

1

PROPOSAL

EKSTRAK PASTA DAUN JAMBU BIJI (

Psidium guajava linn.

)

MENINGKATKAN JUMLAH FIBROBLAS DAN KETEBALAN

KOLAGEN PASCA PENCABUTAN GIGI

MARMUT (

Cavia cobaya

)

NYOMAN SIDI WISESA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Salah satu tindakan dokter gigi dalam perawatan kesehatan gigi dan mulut adalah pencabutan gigi. Pencabutan gigi dilakukan jika gigi tersebut sudah tidak bisa dipertahankan dalam rongga mulut misalnya apabila perawatan konservasi yang gagal, penyakit periodontal yang parah, infeksi periapeks atau kelainan jaringan pulpa (Howe, 1999). Tindakan pencabutan gigi diharapkan tanpa disertai rasa sakit, gigi maupun akar tetap utuh dan minimal traumatik pada jaringan pendukung gigi sehingga bekas pencabutan gigi cepat sembuh. Pada proses pencabutan gigi akan terbentuk perlukaan pada jaringan pendukung gigi seperti kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan jaringan lainnya (Kozier, 1995).

Proses penyembuhan luka akibat pencabutan gigi tersebut terdiri dari 4 fase yang berlangsung secara berkesinambungan dan kompleks yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan maturasi (Mackay dan Miller, 2003). Fase proliferasi ditandai dengan proses angiogenesis, pembentukan jaringan granulasi, fibroplasia, deposisi kolagen, re-epitelisasi, dan kontraksi luka (Stillman, 2007). Penampang histologi dari proses penyembuhan luka menunjukkan adanya perubahan pada daerah luka seperti penurunan jumlah sel radang, pembentukan pembuluh darah baru, jumlah sel epitel yang meningkat, sel fibroblas meningkat dan terbentuk serat kolagen (Kumar dkk, 2009).

(3)

penyembuhan luka jaringan lunak. Pada saat jaringan mengalami keradangan, maka fibroblas akan segera bermigrasi ke arah luka, berproliferasi dan memproduksi matriks kolagen untuk memperbaiki jaringan yang rusak (Taqwim, 2011).

Pada saat sel dan jaringan sedang mengalami cedera, terjadi peristiwa perusakan sekaligus penyiapan sel yang bertahan hidup untuk melakukan replikasi. ECM (extracellular matrix) merupakan suatu kompleks makromolekul yang mengalami remodelling secara dinamis dan konstan yang disintesis secara lokal dan menyusun bagian penting pada setiap jaringan. ECM memiliki tiga komponen dasar yaitu struktural fibrosa, gel, serta glikoprotein. Kolagen merupakan protein struktural fibrosa yang memberikan kekuatan regang. Kekuatan regang pada kolagen fibril berasal dari pertautan silangnya dan bergantung pada vitamin C. Beberapa tipe kolagen (misalnya tipe I, III, dan V) membentuk fibril melalui pertautan silang lateral pada triple helice, kolagen lain (misalnya tipe IV) adalah nonfibril dan merupakan komponen membrana basalis. Kolagen fibril membentuk bagian utama jaringan ikat pada luka yang menyembuh, khususnya pada jaringan parut. Sintesis kolagen diinduksi oleh sejumlah molekul meliputi faktor pertumbuhan (PDGF, bFGFm da nTGF-β) serta sitokin (interleukin 1 [IL-1] yang disekresikan oleh leukosit dan fibroblas (Kumar, 2007).

(4)

juga obat tradisional banyak digunakan masyarakat saat ini karena tumbuhan herbal dapat diperoleh disekitar rumah.

Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman flora yang memberikan keuntungan terhadap perkembangan obat herbal. Berdasarkan Internasional Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences sejumlah produk herbal sedang diselidiki dan berbagai produk herbal telah digunakan dalam pengelolaan dan pengobatan luka selama bertahun-tahun. Tanaman-tanaman yang digunakan secara tradisional sebagai penyembuhan

luka dan telah divalidasi secara ilmiah salah satunya adalah jambu biji (Psidium guajava linn.) dimana bagian yang sering dipakai adalah bagian daun. (Mittal dkk., 2012).

Berdasarkan uji fitokimia daun jambu biji (Psidium guajava linn.) memiliki kandungan flavonoid, saponin, tannin, minyak atsiri, senyawa phenolik, carotenoid dan vitamin C (Okunrobo dkk., 2010). Flavonoid yang berfungsi sebagai antiinflamasi dan antioksidan ini menghambat jalur lipooksigenase dan siklooksigenase di dalam biosintesis metabolit asam arakhidonat sebagai salah satu mediator inflamasi. Kemudian asam arakhidonat diubah menjadi prostaglandin dan leukotrien yang memiliki efek kemotaktik terhadap sel-sel inflamasi (Tjay dkk., 2002).

Senyawa kimia kimia yang terkandung dalam daun jambu biji (Psidium guajava linn.) salah satunya adalah quersetin yang merupakan golongan flavonoid jenis flavonol dan flavon

yang berkhasiat sebagai antioksidan, antiinflamasi, nemostatik dan astringensia (Yuliani dkk., 2003). Quarsetin adalah salah satu flavonoid yang dapat mencegah terjadinya

(5)

Quersenin bekerja mencegah konversi radikal superoksida dan hidrogen peroksida menjadi radikal hidrosil. Berdasarkan studi telah terbukti secara signifikan dapat

mempercepat penyembuhan luka dan melindungi jaringan dari kerusakan oksidatif (Gomathi dkk., 2002).

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat disusun permasalahan sebagai berikut :

1.2.1 Apakah ekstrak pasta daun jambu biji (Psidium guajava linn.) dapat meningkatkan jumlah sel fibroblast pasca pencabutan gigi marmut?

1.2.2 Apakah ekstrak pasta daun jambu biji (Psidium guajava linn.) dapat meningkatkan ketebalan kolagen pasca pencabutan gigi marmut?

1.3TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum :

Untuk mengetahui pemberian ekstrak pasta daun jambu biji (Psidium guajava linn.) pasca pencabutan gigi marmut untuk meningkatkan jumlah fibroblas dan ketebalan kolagen.

1.3.2 Tujuan Khusus :

(6)

1.4MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan peneliti khususnya. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi pada bidang ilmu tentang patogenesis penyembuhan luka dalam hal peningkatan sel fibroblas dan ketebalan kolagen pasca pencabutan gigi marmut, dengan pemberian ekstrak pasta daun jambu biji (Psidium guajava linn.), sehingga dapat dijadikan dasar acuan penelitian lebih lanjut.

1.4.2 Manfaat Praktis

(7)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Luka

Luka adalah peristiwa yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia. Terjadinya luka dapat disebabkan oleh trauma fisik, kimia, termal, mikroba atau reaksi imunologis terhadap jaringan (Lindhe dkk, 2008). Luka ini mengakibatkan hilangnya kontinuitas jaringan epitel dengan atau tanpa kehilangan jaringan ikat yang mendasarinya (Dealey dkk, 2008) . Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespon adanya perlakuan dengan proses penyembuhan luka, yaitu suatu usaha untuk memperbaiki kerusakan jaringan yang terjadi (Kumar dkk, 2009).

Penyembuhan luka khususnya mukosa rongga mulut lebih kompleks karena sering terkontaminasi oleh berbagai jenis bakteri rongga mulut (Hartini, 2012). Proses penyembuhan luka yang cepat diperlukan untuk segera dapat mengembalikan struktur anatomi dan fungsi fisiologis jaringan yang mengalami luka (Vernino dkk, 2008). Proses yang mengarah terhadap perbaikan matrik biologi, fungsi fisiologis dan mengembalikan kestabilan integritas jaringan akibat luka disebut proses penyembuhan luka (Hom dkk, 2009).

2.2 Proses Penyembuhan Luka

(8)

1. Fase Hemostasis

Fase hemostasis terjadi dalam beberapa menit dari awal cedera kecuali ada gangguan pembekuan yang mendasari. Fase ini terdiri dari dua proses utama yaitu terbentuknya bekuan fibrin dan koagulasi, pada awal terjadinya luka atau trauma maka terjadi vasokonstriksi pembuluh darah (Clark, 2001). Dengan adanya perlukaan pembuluh darah, endotel terlepas maka jaringan subendotel terbuka sehingga trombosit melekat ke kolagen di jaringan subendotel. Perlekatan trombosit ke jaringan subendotel disebut adhesi trombosit (Nayak dkk. 2009).

Pada adhesi trombosit faktor Von Willebrand berperan sebagai jembatan antara trombosit dengan kolagen di jaringan subendotel. Trombosit yang melekat ke subendotel akan mengeluarkan isi granula seperti adenosine diphosphate (ADP) dan serotonin yang akan merangsang trombosit lain untuk saling melekat atau beragregasi

membentuk gumpalan yang akan menyumbat luka pada dinding vaskuler (Sylvia, 2003).

(9)

2. Fase Inflamasi

Fase inflamasi ini disertai gejala klinis antara lain peningkatan panas (kalor), warna kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan penurunan fungsi jaringan (Hollmann dkk., 2000). Setelah terbentuk jendalan darah sel-sel inflamasi

terutama neutrofil dan makrofag akan bermigrasi ke jendalan darah (Polimeni dkk., 2006). Pada hari kedua dan ketiga setelah luka, populasi sel

inflamasi yang lebih dominan adalah makrofag. Selain fagositosis, makrofag juga

mensekresi sitokin dan growth factor penting pada proses penyembuhan luka (Hom dkk., 2009).

Gambar 2.2 Fase inflamatori (Hupp dkk, 2009) 3. Fase Proliferasi

(10)

terkait dan terorganisir selama fase renovasi akhir (Thomson, 2000). Sel-sel 'pericytes' yang menumbuhkan lapisan luar kapiler dan sel-sel endotel yang menghasilkan lapisan. Pada tahap akhir epitelisasi 'Keratinosit' membedakan untuk membentuk lapisan luar pelindung (Gupta dan Jain, 2010).

Gambar 2.3 Fase proliferasi (Hupp dkk, 2009)

4. Fase Maturasi

Fase ini berlangsung selama 3 minggu sampai 2 tahun. Kolagen baru terbentuk pada fase ini (Bloemen dkk. 2010). Kekuatan jaringan meningkat karena antar molekul kolagen melalui vitamin C tergantung hidroksilasi. Bekas luka merata dan jaringan parut menjadi 80% sekuat jaringan aslinya (James dan Friday, 2010).

(11)

2.1.4.2Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Menurut Anonim (2004), penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

1. Faktor Intrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenase dan perfusi jaringan, status imunologi dan penyakit penyerta (hipertensi, DM, Artheriosclerosis). 2. Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat

berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan baik secara topikal maupun oral, radiasi, stress psikologi, infeksi, iskemia dan trauma jaringan.

2.1.4.3Penyembuhan Luka pada Soket Pasca Pencabutan Gigi

Menurut Andreasen (1997), proses penyembuhan luka pada soket pasca pencabutan gigi secara histologi dibagi dalam beberapa tahap :

Tahap 1 : Koagulum

Segera setelah gigi diekstraksi dari soket gigi, maka pada soket akan terisi darah dan membentuk gumpalan darah (mekanisme hemostasis).

Tahap 2 : Jaringan granulasi

(12)

Tahap 3 : Jaringan konektif

Jaringan ini mula-mula berada pada bagian tepi soket selama 20 hari setelah pencabutan, menggantikan jaringan granulasi. Jaringan konektif yang baru terdiri dari sel-sel, kolagen dan serat-serat fiber.

Tahap 4 : Pertumbuhan tulang

Proses pembentukan tulang dimulai pada hari ke-7 setelah pencabutan, dimulai dari tepi dasar soket. Pada saat ini juga terjadi proses angiogenesis pada ligamentum perodontal. Pada hari ke-38 setelah pencabutan biasanya sudah terisi dengan tulang muda, selama 2-3 bulan tulang telah menjadi mature dan terbentuk trabekula, setelah 3-4 bulan maturasi tulang telah lengkap seluruhnya.

Tahap 5 : Perbaikan epithelial

Dimulai ketika terjadi penutupan 4 hari setelah pencabutan dan biasanya akan selesai setelah 24 hari.

Penyembuhan soket secara signifikan dipengaruhi oleh usia dan individual. Pada individu berusia 2 dekade aktivitas histologi penyembuhan soket yaitu sekitar 10 hari setelah pencabutan dan pada individu berusia 6 dekade atau lebih yaitu sekitar 20 hari setelah pencabutan.

Definisi Fibroblas

Fibroblas (L. fibra, serat: Yunani. blatos, benih: Latin) adalah sel yang menghasilkan serat dan sumber sintesis utama dari matrik protein misalnya kolagen (Tejero, 2010). Fibroblas adalah sel yang menyintesis matriks ekstraseluler, kolagen, dan kerangka struktural

(13)

tenang. Sel-sel dengan aktivitas sintesis yang tinggi secara morfologis berbeda dari fibroblas tenang, yang tersebar dalam matriks yang telah disintesis sel-sel tersebut (Junqueira, 2007).

Struktur Fibroblas

Fibroblas merupakan sel besar, gepeng, intinya panjang dan ovoid, bercabang-cabang, dari samping berbentuk gelendong atau fusiform dan serta banyak proses sitoplasmik yang panjangnya bervariasi dan banyak terdapat dalam ligamen periodontal (Gruber, 2003). Struktur sitoplasmiknya berhubungan dengan fibroblas lain dalam jaringan penghubung manusia. Fibroblas membawa banyak vakoula sitoplasmik yang berisi serat-serat kolagen yang pendek dan enzim proteolytic, dimana bukti bahwa fibroblas juga turut serta dalam

pembentukan badan serat melalui resorpsi dari kolagen yang telah dibentuk (Zeisberg dan Muller, 2004).

Gambar 1. Struktur mikroskopis fibroblas pada jaringan ikat longgar dengan pengecatan

hematoksilin-eosin. Pembesaran sedang.

(14)

dilihat pada sediaan histologis karena bila relatif tidak aktif, sitoplasmanya eosinofilik seperti serat kolagen di sebelahnya (Fawcet, 2002).

Fungsi Fibroblas

Fungsi utama dari fibroblast adalah untuk menjaga integritas struktural dari jaringan ikat dengan prekursor mensekresi terus menerus dari matriks ekstraseluler. Fibroblas mengeluarkan prekursor dari semua komponen matriks ekstraseluler, terutama substansi tanah dan berbagai serat ( Robbins dkk, 2007).

Fibroblast merupakan sel yang menghasilkan serat-serat kolagen, retikulum, elastin, glikosaminoglikan, dan glikoprotein dari substansi interseluler. Fibroblas lebih aktif mensintesis komponen matriks sebagai respon terhadap luka dengan berproliferasi dan peningkatan fibrinogenesis. Oleh sebab itu, fibroblas menjadi agen utama dalam proses penyembuhan luka (Lawler et al, 2002).

Peran Fibroblas pada Penyembuhan Luka

Pada saat jaringan mengalami jejas yang menyebabkan terbentuknya lesi atau perlukaan, maka proses penyembuhan luka tersebut merupakan fenomena yang kompleks dan melibatkan beberapa proses. Penyembuhan luka sebagai salah satu prototip dari proses perbaikan jaringan merupakan proses yang dinamis, secara singkat meliputi proses inflamasi, diikuti oleh proses fibrosis atau fibroplasia, selanjutnya remodeling jaringan dan pembentukan jaringan parut.

(15)

(extracellular matrix), dan (d) maturasi dan organisasi jaringan fibrous (remodeling). Dari keseluruhan proses yang telah disebutkan di atas, fibroblas memiliki peran penting pada proses fibrosis yang melibatkan dua dari keempat komponen di atas yaitu migrasi dan proliferasi fibroblas serta deposisi ECM oleh fibroblas.

Pada proses inflamasi terjadi perubahan vaskuler yang mempengaruhi besar, jumlah, dan permeabilitas pembuluh darah dan perubahan seluler yang menyebabkan kemotaksis ke arah jejas setelah proses inflamasi berkurang, dilanjutkan dengan proses fibrosis tahap awal yaitu migrasi dan proliferasi di daerah jejas. Migrasi dan proliferasi fibroblas terutama dipacu oleh transforming growth factor-β (TGF-β), yaitu faktor pertumbuhan yang dihasilkan oleh jaringan granulasi yang terbentuk selama proses inflamasi. Migrasi dan peningkatan proliferasi fibroblas di daerah jejas akan meningkatkan sintesis kolagen dan fibronektin, serta peningkatan deposisi matriks ekstraselular.

(16)

Proses akhir dari penyembuhan luka adalah pembentukan jaringan parut, yaitu jaringan granulasi yang berbentuk spindel, kolagen, fragmen dari jaringan elastik dan berbagai komponen matriks ekstraselular. Jadi, pada saat jaringan mengalami perlukaan, maka fibroblas yang akan segera bermigrasi ke arah luka, berproliferasi dan memproduksi matriks kolagen dalam jumlah besar yang akan membantu mengisolasi dan memperbaiki jaringan yang rusak.

KOLAGEN

Kolagen memegang peranan yang sangat penting pada setiap tahap proses penyembuhan luka. Kolagen mempunyai kemampuan antara lain homeostasis, interaksi dengan trombosit, interaksi dengan fibronektin, meningkatkan eksudasi cairan, meningkatkan komponen seluler, meningkatkan faktor pertumbuhan dan mendorong proses fibroplasia dan terkadang pada proliferasi epidermis.

Kolagen adalah protein utama yang menyusun komponen matrik ekstraseluler dan merupakan protein yang paling banyak ditemukan di dalam tubuh manusia. Kolagen tersusun atas triple helix dari tiga rantai α polipeptida.

Sekitar 30 bentuk rantai alfa terdapat pada 14 tipe kolagen. Kolagen tipe I,II,dan III merupakan kolagen interstisiil atau kolagen fibriler yang merupakan jumlah yang paling banyak, tipe IV,V, VI merupakan bentuk non fibriler dan terdapat di jaringan interstitiil dan membrana basalis 6. Kolagen tipe VII adalah sebuah homopolimer yang menyatu menjadi bundel dengan diameter dan lengkungan yang bervariasi. Kolagen tipe ini memiliki rantai lebih panjang 467 nm atau lebih, terletak pada lamina basalis dari dermal-epidermal junction.

(17)

Pada deposisi matrik ekstraseluler, sintesis kolagen diperbanyak oleh faktor pertumbuhan dan sitokin yaitu PDGF, FGF, TGF β dan IL-1, IL-4, IgGI yang diproduksi oleh lekosit dan limfosit pada saat sintesis kolagen. Pada proses remodeling jaringan faktor pertumbuhan seperti PDGF, FGF, TGF β dan IL 1, TNF α akan menstimulasi sintesis kolagen serta jaringan ikat lain yang selanjutnya sitokin dan faktor pertumbuhan memodulasi sintesis dan aktivasi metaloproteinase, suatu enzim yang berfungsi untuk degradasi komponen ECM. Hasil dari sintesis dan degradasi ECM merupakan remodeling kerangka jaringan ikat, dan struktur ini merupakan gambaran pokok penyembuhan luka pada inflamasi kronis. Sedangkan proses degradasi kolagen dan protein ECM lain dilaksanakan oleh metalopreteinase. Metalopreteinase terdiri atas interstitial kolagenase dan gelatinase, diproduksi oleh beberapa macam sel : fibroblas, makrofag, netrofil, sel sinovial dan beberapa sel epitel. Untuk mensekresikannya perlu stimulus tertentu yaitu

Quersetin

(18)

vitamin C, anti-inflamasi dan antibiotik. Karena mengandung gugus hidroksil. Karena bersifat sebagai reduktor, flavonoid dapat bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas (Silalahi, 2006).

Kuersetin (Quersetin) adalah salah satu zat aktif kelas flavonoid yang secara biologis amat kuat. Bila vitamin C menpunyai antioksidan 1, maka kuersetin memiliki antioksidan 4,7. Flavonoid merupakan sekelompok besar antioksidan bernama polifenol yang terdiri dari atas antosianidin, biflavon, katekin, flavanon, flavon dan flavonol. Kuersetin termasuk kedalam kelompok flavonol.

(19)

aktivator protein-1 (AP-1). Akibat dari aktivitas IL-1β, MCP-1 yang merupakan sinyal untuk memanggil monosit dapat teraktivasi. Pada pembeian kuersetin dapat dilihat penurunan aktivitas NF-B lebih dari 50 % dan penurunan aktivitas AP-1 ± 50% dan adanya korelasi antara dosis pemberian kuersetin terhadan penurunan aktivitas MCP-1. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kuersetin dapat berperan sebagai anti-inflamasi yang diinduksi oleh IL-1 dengan mekanisme menghambat NF-B dan AP-1 yang dapat mengaktifkan IL-1 yang kemudian dapat menginduksi MCP-1.

Peran Kuersetin sebagai antioksidan

Kuersetin diketahui memiliki manfaat yaitu dapat mengurangi stress oksidatif. Penelitian pada hewan diamati setelah suplementasi kuersetin menunjukkan adanya perbaikan status oksidan, seperti pengurangan plasma lipid peroksida dan isoprotanes. Pada penelitian Helmizar dkk.??? Ditemukan hubungan antara kuersetin dengan profil lipid yaitu didapatkan perbedaan rata-rata kadar trigliserida berdasarkan kuadran kuarsetil pada respon kelompok umur ≥40thn. Respon dengan komsumsi kuersetin tinggi dan aktif menunjukkan kadar HDL yang lebih tinggi dibandingkan respon dengan konsumsi rendah. Rata-rata profil lipid menurut konsumsi total kuersetin dan serat, didapatkan bahwa respon dengan konsumsi total kuersetin tinggi dengan tinggi serat menunjukkan kolesterol total, kolesterol LDL dan rasio kolesterol LDL/HDL yang lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan komsumsi total kuersetin rendah. LDL yang tinggi dalam darah dapat masuk kedalam sub endotel pembuluh darah dan mengalami oksidasi yang dapat memicu pemanggilan monosit dan pembentukan sel busa. Sel busa dapat berkembang menjadi atheroma yang dapat disebut plak atherosklerosis. Kuersetin dapat menurunkan kadar LDL dan mencegah oksidasi LDL yang berperan sebagai pencetus atherosklerosis.

2.4 Pencabutan (ekstraksi) Gigi 2.4.1 Definisi Pencabutan Gigi

(20)

pencabutan gigi dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik pasca operasi di masa mendatang (Howe, 1999).

Ekstraksi sendiri dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama gigi dipisahkan dari jaringan lunak di sekitarnya menggunakan desmotome atau elevator dan tahap kedua pengeluaran gigi dari soketnya menggunakan tang atau elevator (Fragiskos, 2007).

Persyaratan/penilaian (assessment) sebelum melakukan tindakan pencabutan gigi antara lain (Balaji, 2008) :

1. Morfologi mahkota gigi

2. Morfologi akar gigi (impaksi, ankylosis, hipersementosis) 3. Kepadatan tulang di sekitar gigi

4. Hubungan antar gigi dan struktur anatomi penting lainnya 5. Kelainan pada gigi atau tulang yang mengelilinginya

2.4.2 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi

Menurut Starshak (1980), indikasi dan kontraindikasi pencabutan gigi adalah sebagai berikut:

Indikasi pencabutan gigi antara lain :

1. Gigi dengan patologis pulpa, baik akut dan kronis yang tidak mugkin dilakukan perawatan endodontik

2. Gigi dengan karies yang besar, baik dengan atau tanpa penyakit pulpa atau periodontal

3. Penyakit periodontal yang terlalu parah.

(21)

5. Gigi impaksi dalam denture bearing area harus dicabut sebelum dilakukan pembuatan protesa

6. Gigi yang mengalami trauma dan harus dicabut untuk mencegah kehilangan tulang lebih besar lagi

7. Beberapa gigi yang terdapat pada garis fraktur rahang harus dicabut untuk meminimalisir kemungkinan infeksi, penyembuhan yang tertunda atau tidak menyatunya rahang

8. Gigi yang mengalami fraktur akar 9. Supernumerary teeth

10.Untuk keperluan perawatan ortodonsia atau prostodonsia 11.Gigi dengan sisa akar

Kontra indikasi pencabutan gigi meliputi faktor lokal dan faktor sistemik.

Kontra indikasi lokal meliputi :

1. Infeksi dental akut harus dievaluasi tergantung kondisi pasien. Pasien dalam kondisi toksik dengan demam tinggi berbeda perawatannya dengan pasien dengan kondisi sehat, walaupun keduanya mempunyai infeksi dental dengan inflamasi lokal ataupun menyebar.

(22)

3. Tumor ganas, baik awalnya lokal hingga menyebar ke sirkulasi umum melalui soket gigi yang diekstraksi. Oleh karena itu ekstraksi pada beberapa kasus dapat dibenarkan hanya setelah dilakukan konsultasi medis.

4. Terapi radiasi yang dahulu pada rahang merupakan kontraindikasi ekstraksi gigi. Disarankan untuk mencabut semua gigi yang terlibat sebelum radioterapi.

Kontra indikasi sistemik meliputi :

1. Diabetes mellitus tidak terkontrol.

2. Kelainan darah ( hemofili, leukemia, anemia). 3. Kehamilan pada trimester I dan trimester 3. 4. Kelainan kardiovaskular ( hipertensi). 5. Pasien dengan kelainan hati (hepatitis).

2.4.4 Komplikasi pencabutan

(23)

2.5 Tumbuhan jambu biji (Psidium guajava Linn.)

Tanaman Jambu bji (Psidium guajava Linn.) dalam sistematikan dunia tumbuhan diklasifikasikan menjadi seperti di bawah ini :

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Familia : Myrtaceae

Genus : Psidium

Spessies : Psidium guajava Linn. (Cronquis, 1981).

Jambu bji (Psidium guajava Linn.) berasal dari kawasan Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat, pada tempat terbuka dan mengandung cukup banyak air. Tumbuhan ini tumbuh dan ditemukan pada ketinggian 1-1200 meter di atas permukaan laut. Sekarang tanaman ini menyebar luas keseluruh dunia, terutama di daerah tropis. Diperkirakan terdapat sekitar 150 spesies Psidium yang telah menyebar di daerah tropis dan berhawa sejuk (Hapsoh dan Hasanah, 2011).

(24)

1.5.1 Morfologi Tumbuhan Jambu Biji (Psidium guajava Linn.)

Tumbuhan jambu bji (Psidium guajava Linn.) mempunyai tinggi 2-10 meter, bercabang banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas, berwarna coklak kehijauan. Daun tunggal, bertangkai pendek, daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua licin (Hapsoh dan Hasanah, 2011). Daun mahkota bulat telor terbalik, panjang 1,5-2 cm, tonjolan dasar bunga yang berbulu, pipih dan lebar, daging buah tebal, buah yang masak bertekstur lunak berwarna putih kekuningan atau merah jambu (Steenis, 2008).

2.6 Aplikasi Topikal

Obat topikal adalah bentuk medikasi yang diaplikasikan secara eksternal menuju tubuh, tidak diingestikan atau diinjeksikan ke dalam tubuh. Obat topikal antara lain termasuk lotion, krim, ointment, bedak (talc), dan gel. Tujuan penggunaan aplikasi topikal adalah untuk menghantarkan efek obat langsung pada area kulit yang mengalami iritasi, inflamasi, atau terinfeksi selain juga sebagai lapisan pelindung, dimana gel bersifat membentuk lapisan film dan mudah mengering. Obat-obatan topikal biasanya diaplikasikan secara langsung pada area yang membutuhkan pengobatan (Martelli, 2012).

Gel merupakan sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi. Dalam industri farmasi, sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan. Polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metil selulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa (CMC-Na), dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi (Kartinah, 2012).

(25)

berperan sebagai emulsifying agent dan meningkatkan kekentalan dari sediaan yang dibuat (Rowe, 2009).

Keuntungan obat dengan sediaan gel ialah kemampuan penetrasi obat dalam kulit yang baik, dengan daya lekat tinggi yang tidak menyumbat pori sehingga pernapasan pori tidak terganggu. Setelah diaplikasi secara topikal, gel ini akan melekat pada permukaan mukosa rongga mulut, membentuk lapisan tipis dan bertindak sebagai barier untuk melindungi ujung saraf yang terpajan menjadi lebih sensitif dari nyeri yang ditimbulkan dari kegiatan makan, minum, dan bahkan berbicara (Lachman dkk., 1994).

2.7 Marmut (Cavia cobaya)

Marmut digolongkan sebagai hewan pengerat yang memakan tumbuh-tumbuhan dan memiliki gigi pemotong seperti pahat yang berguna untuk memotong dan mengerat. Membrana nictitans terdapat pada sudut mata. Lubang telinga luar dilengkapi dengan daun telinga. Struktur kelenjar susu terletak di lipatan paha, alat-alat kelamin luar dan tungkai terdapat pada badannya. Tungkai depan berjari tiga dan tungkai belakang berjari empat. (Pratigno, 1982).

Marmut (Cavia cobaya) termasuk mamalia, yaitu hewan yang memiliki kelenjar mamae untuk menyusui anaknya sebagai makanan pertama setelah mereka dilahirkan. Ciri lain yang khas dari mamalia adalah tubuhnya dilindungi oleh rambut, kulit mengandung bermacam-macam kelenjar, jari kaki mempunyai cakar, kuku, dan telapak. Kaki beradaptasi untuk berjalan, memanjat, menggali tanah, loncat. Marmut merupakan hewan berdarah panas (homoiterm) (Vera, 2012).

(26)

untuk setiap individu. Kaki teradaptasi untuk berjalan,memanjat, menggali tanah, serta berenang sehingga kakinya mempunyai cakar, kuku, dan telapak. Jantung mempunyai empat ruang dengan sekat yang sempurna, aortanya hanya terdapat di sebelah kiri. Ukuran paru-paru relatif besar, kompak dan kenyal yang terdapat pada rongga dada (Muda, 2011).

Klasifikasi Marmut (Cavia cobaya) menurut Vanderlip (2003) yakni : Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Kelas : Mammalia

Subkelas : Placentalia

Ordo : Rodentia

Subordo : Simplicidentata

Famili : Caviidae

Genus : Cavia

Spesies : Cavia Cobaya

Gambar 2.9 Marmut (Cavia cobaya) (Muda, 2011)

(27)

mudah didapatkan, ukuran cukup besar dan tubuhnya mudah dipelajari, serta organ-organ lengkap untuk mewakili class mamalia.

2.8 Perubahan Fisiologis Luka Akibat Pemberian Gel Topikal

Pemberian obat berupa gel secara topikal dapat mempercepat penyembuhan luka pasca pencabutan gigi karena dapat menghantarkan efek obat langsung pada daerah luka serta melindungi luka dari infeksi akibat terkena makanan, minuman maupun berbicara. Pemberian gel topikal juga diharapkan dapat menurunkan inflamasi dengan cara meningkatkan sel fibroblast. Sel Fibroblas merupakan bahan dasar pembentukan jaringan parut dan kolagen yang memberikan kekuatan daya rentang pada penyembuhan luka jaringan lunak. Pada saat jaringan mengalami keradangan, maka fibroblas akan segera bermigrasi ke arah luka, berproliferasi dan memproduksi matriks kolagen untuk memperbaiki jaringan yang rusak.

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1Kerangka Berpikir

Luka merupakan suatu keadaan kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi karena paparan suhu, zat kimia, gesekan, tekanan, radiasi dan trauma. Respon tubuh terhadap luka atau trauma dengan proses pemulihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi secara terus menerus disebut penyembuhan luka.

(28)

fibroblast dan sintesis kolagen yang berfungsi memberikan kekuatan terhadap jaringan yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka.

Penyembuhan luka terutama didalam rongga mulut dapat berjalan lambat karena proses penyembuhan luka ini terganggu oleh adanya bakteri yang ada didalam rongga mulut. Terhambatnya proses proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi dapat mempengaruhi perawatan gigi pasca pencabutan seperti pembuatan gigi palsu atau pemasangan kawat gigi.

Proses penyembuhan luka adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Setelah terjadinya luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi antara lain kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan profeoglycans) yang berperan dalam membentuk jaringan baru.

Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblast, memberikan

(29)

Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal. Fase akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.

Pemberian obat-obatan kimia baik secara oral atau topikal diberikan untuk mempercepat proses penyembuhan luka pasca pencabutan. Selain obat-obatan kimia, penelitian tentang obat-obatan berbahan dasar herbal banyak dikembangkan untuk dapat mempercepat proses penyembuhan luka sehingga dapat membantu tenaga kesehatan yang

berada didaerah yang terpencil. Salah satunya obat-obatan berbahan dasar herbal yang diteliti adalah ekstrak daun jambu biji. Berdasarkan uji fitokimia daun jambu biji

memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, antosianin, tanin dan vitamin B dan C. Flavonoid memiliki efek sebagai antiinflamasi dan antioksidan. Efek antiinflamasi flavonoid adalah dengan menghambat jalur lipooksigenase dan siklooksigenase didalam biosentesis metabolit asam arakhidonat sebagai salah satu mediator inflamasi. Asam arakhidonat diubah menjadi prostaglandin dan leukotrien yang memiliki efek kemotaktik terhadap sel-sel inflamasi.

Dasar pemikiran pemberian ekstrak daun jambu biji secara topical untuk meningkatnya jumlah fibroblast dan kolagen didalam ekstrak daun jambu biji terdapat kandungan quersetin, vitamin C dan zat besi (Zn) yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka dengan cara meningkatkan jumlah fibroblast, pembentukan kolagen.

(30)

dan sintesis DNA. Peningkatan jumlah fibroblast dan serat kolagen lebih baik dilihat di bawah pengaruh beberapa ekstrak herbal, karena obat-obatan herbal mengandung zat antioksidan yang tinggi. Dengan demikian, intervensi ke dalam salah satu dari fase ini dengan obat herbal akhirnya dapat meningkatkan jumlah fibroblast dan serat kolagen dalam proses penyembuhan luka.

3.2Konsep Penelitian

(31)

Gambar 3.1 Konsep Penelitian

Keterangan : = faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka = faktor yang dapat mempercepat penyembuhan luka

3.3Hipotesis Penelitian

1. Ekstrak pasta daun jambu biji lebih meningkatkan jumlah fibroblast pada soket mandibula pasca pencabutan gigi marmut jantan.

2. Ekstrak pasta daun jambu biji meningkatkan jumlah kolagen pada soket mandibula pasca pencabutan gigi marmut jantan.

(32)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1Rancangan Penelitian

(33)

O1 : Pengukuran jumlah fibroblast dan kolagen kelompok I setelah diberikan povidon iodin 10%

O2 : Pengukuran jumlah fibroblast dan kolagen kelompok II setelah diberikan pasta ekstrak daun jambu biji

O3 : Pengukuran jumlah fibroblast dan kolagen kelompok III setelah diberikan povidon iodin 10% dan pasta ekstrak daun jambu biji

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat : LPPT (Laboratorium Penelitian & Pengujian Terpadu) Unit I, II, dan IV dan Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan di LPPT UGM karena keterbatasan sarana dan prasarana dalam memotong mandibula marmut di FKH Universitas Udayana Denpasar.

Waktu : September 2015 - Oktober 2015

4.2Sumber Data

Sesuai dengan rancangan penelitian, maka sampel marmut (cavia cobaya) dalam penelitian ini berjumlah 38 ekor dan dibagi dalam 3 kelompok yang tidak berpasangan, yaitu kelompok I kontrol diberikan povidon iodin 10%, kelompok II perlakuan diberikan gel ekstrak daun jambu biji dan kelompok III perlakuan diberikan povidon iodin 10% dan pasta gel daun jambu biji.

4.3Besar Sampel :

(34)

Rumus :

(n – 1) (r –1) ≥ 15 (n – 1) (3 –1) ≥ 15

(n – 1) (2) ≥ 15 (n – 1) ≥ 8

n ≥ 9

Keterangan :

n : jumlah ulangan (replikasi)

r : jumlah perlakuan

Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 9 per kelompok. Untuk menghindari drop out pada sampel ditambahkan 20 % sehingga jumlah sampel menjadi 10,8 dan dibulatkan menjadi 11 ekor per kelompok. Jadi jumlah sampel seluruhnya adalah 33 ekor.

4.3.1 Kriteria Sampel

Sampel yang digunakan sebagai objek penelitian ini adalah marmut jantan (Cavia Cobaya) yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

4.3.2 Kriteria Inklusi :

(35)

2. Umur marmut 3 bulan

3. Berat badan 250-350 gram

4. Sehat

4.3.3 Kriteria Eksklusi : Marmut memiliki kelainan pada giginya atau mempunyai cacat fisik.

4.3.4 Kriteria Drop out : Marmut tidak mau makan, sakit atau marmut mati saat penelitian.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Klasifikasi dan identifikasi variabel

Variabel pada penelitian ini adalah semua faktor yang mempengaruhi fibroblast dan kolagen antara lain :

4.4.1.1 Variabel Bebas :

1. Pasta ekstrak daun jambu biji dan povidon iodin 10% 4.4.1.2 Variabel Tergantung :

1.Jumlah fibroblas.

2.Serat kolagen.

4.4.1.3 Variabel Kendali :

1. Makanan dan kandang marmut.

(36)

3. Jenis kelamin marmut jantan

4. Berat badan marmut 250-350 gram

5. Kelembaban

6. Suhu

7. Cahaya.

4.4.1.4 Hubungan antar variabel :

Gambar 4.2 Hubungan antar variabel

4.5 Definisi Operasional

1. Pasta ekstrak jambu biji adalah pasta yang mengandung zat aktif, yang diperoleh secara maserasi dengan menggunakan larutan metanol 40% dan diencerkan dengan akuades steril dan dibuat dalam sediaan pasta.

2. Iodin povidon (povidone-iodine, PVP-I) adalah sebuah polimer larut air yang mengandung sekitar 10% iodin aktif, jauh lebih ditoleransi kulit, tidak Variabel Bebas : gel

ekstrak daunjambu biji dan povidon iodin 10%

Variabel Tergantung : jumlah fibroblas dan serat kolagen

(37)

memperlambat penyembuhan luka, dan meninggalkan deposit iodin aktif yang dapat menciptakan efek berkelanjutan. Keuntungan antiseptik berbasis iodin adalah cakupan luas aktivitas antimikroba. Iodin menewaskan semua patogen utama berikut spora-sporanya, yang sulit diatasi oleh desinfektan dan antiseptik lain.

3. Tampon adalah massa silinder yang dibentuk dengan gulungan kapas serta kasa steril yang mampu menyerap darah pasca pencabutan gigi.

4. Luka pencabutan gigi adalah luka pada soket gigi daerah dilakukannya pencabutan gigi. Pencabutan pada gigi incisivus kanan atas dilakukan dengan menggunakan tang hemostat.

5. Jumlah fibroblas dinilai dengan menghitung fibroblas yang aktif (memiliki sitoplasma yang besar, kromatin halus, nukleus ovoid dan tampak nyata), di sekitar daerah perlukaan gingiva labial yang telah dibuat preparat dengan pengecatan Harris Hematoxylin-Eosin, dan dilihat pada lima lapang pandang yang dihitung menggunakan mikroskop binokuler (Olympus Type CX31), dengan pembesaran 400 X (Lab Patologi Anatomi UGM, 2014).

6. Kolagen merupakan protein utama penyusun komponen matrik ekstraseluler dan memegang peranan penting dalam proses penyembuhan di daerah soket gigi pasca pencabutan gigi marmut jantan menggunakan mikroskop binokuler (Olympus Type CX31) pada 5 lapang pandang dengan pembesaran 400x (Lab Patologi Anatomi UGM, 2014).

7. Makanan marmut adalah AD II pellet serta daun kacang tanah dan minumnya RO (Reverse Osmosis), (LPPT IV UGM, 2014).

(38)

9. Jenis kelamin marmut : jantan.

10.Berat badan marmut : 250 – 350 gram.

11.Kelembaban udara : 70 – 75 %, (LPPT IV UGM, 2014).

12.Cahaya : 12 jam terang dan 12 jam gelap, (LPPT IV UGM, 2014). 13.Suhu : 25 ⁰C – 27 ⁰C, (LPPT IV UGM, 2014).

Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan penelitian :

1. Gel ekstrak daun jambu biji

2. Iodin povidon 10%

3. Anestesi (xylonor pellets, chlorofom)

4. Akuades steril (kontrol)

5. Cat Harris Hematoxylin –Eosin

6. Cat Mallory

7. Alkohol 70 %

8. Larutan buffer formalin 10 %

2. Alat Penelitian

a. Alat untuk pembuatan ekstrak kulit manggis

1. Almari pengering

(39)

3.Timbangan elektrik

4. Corong

5. Homogenizer

6. Tabung Erlenmeyer

7. Vacuum Rotary Evaporator

8. Cawan porselen

9. Water Bath

10. Botol kaca dan tutupnya.

b. Alat untuk perlakuan subjek penelitian

1. Nampan plastik

2. Syringe

3. Ekskavator

4. Tang Hemostat

5. Bengkok

6. Kertas saring

7. Toples

8. Gunting bedah

9. Pinset

(40)

1. Tabung kaca

2. Automatic tissue processor

3. Cetakan blok parafin

4. Freezer

5. Mikrotom

6. Water bath

7. Hot Plate

8. Staining jar

9. Objek glass

10. Deck glass

d. Alat untuk pengamatan

1. Mikroskop Binokuler (Olympus Type CX31).

4.6 Prosedur Penelitian

4.6.1 Pembuatan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava linn.)

(41)

maupun non polar sehingga memungkinkan zat aktif pada daun jambu biji melalui metode maserasi.

Daun jambu biji dikeringkan didalam almari pengering dengan suhu 50⁰C selama 4 hari. Daun jambu biji kering tersebut kemudian diserbuk menggunakan mesin penyerbuk dan disaring. Metanol 40% ditambahkan hasil penyerbukan ubi jalar ungu kering, kemudian diaduk dengan pengaduk listrik selama 30 menit dan didiamkan 24 jam lalu disaring menggunakan corong Buchner. Perlakuan ini diulang sampai 3 kali sehingga didapatkan hasil berupa ampas dan filtrat. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental. Ekstrak kental kemudian diuapkan dengan pemanas water bath 70⁰C. Hasilnya kemudian dituangkan ke dalam cawan porselin lalu dipanaskan kembali pada suhu 70⁰C sehingga didapatkan ekstrak daun jambu biji (LPPT Unit II UGM, 2014).

1.7.2 Pembuatan pasta ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava linn.)

Pasta ekstrak daun jambu biji adalah ekstrak daun jambu biji sebanyak 10 mg ditambah dengan 1,00 gr Na CMC dan 180,00 mg Methyl paraben dan propil paraben dilarutkan dengan sisa gliserin diaduk hingga homogen, kemudian ditambah air, CaCO3 sedikit demi sedikt diaduk hingga homogen.

4.6.2 Perlakuan pada marmut

(42)

(masing-masing 11 ekor) yaitu kelompok I, kelompok II dan kelompok III. Masing-masing kelompok nantinya akan didekapitasi pada hari ke-7. Sebelum dilakukan perlakuan semua marmut dianestesi menggunakan ketamin dengan dosis 0,2 ml/kgBB secara intramaskuler pada paha atas. Gigi incisivus kanan rahang bawah diluksasi dengan menggunakan ekskavator kemudian dicabut menggunakan tang hemostat. Pada kelompok I soket gigi bekas pencabutan diaplikasi iodin povidon 10% secara topikal, kelompok II diaplikasi iodin povidon 10% dan pasta ekstrak daun jambu biji secara topikal dan pada kelompok III diaplikasi pasta ekstrak daun jambu biji secara topikal.

4.6.3 Pembuatan Sediaan Histologis

Marmut dikorbankan pada hari ke-7 pasca cabut gigi. Sebelum dilakukan pengorbanan, marmut-marmut tersebut dianestesi menggunakan dietil eter dengan cara memasukkan marmut ke dalam toples kemudian dimasukkan kapas yang telah diberi dietil eter. Pengorbanan dilakukan dengan cara dekapitasi. Soket pasca cabut gigi beserta tulang disekitarnya dipotong, dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis dan difiksasi menggunakan

beffered formalin 10% selama 24 jam untuk mempertahankan struktur jaringan sehingga menjadi stabil secara fisik dan kimiawi. Jaringan tersebut kemudian didekalsifikasi untuk menghilangkan atau melarutkan ion kalsium dari jaringan dengan menggunakan formic acid HCl selama 4 hari.

(43)

berfungsi untuk menarik keluar kadar alkohol yang berada dalam jaringan dan memberikan warna bening pada jaringan serta zat perantara masuknya ke dalam parafin. Tahap selanjutnya adalah infiltrasi parafin cair pada suhu 57⁰C-59⁰C yang berfungsi mengisi rongga-rongga yang ada setelah ditinggalkan oleh cairan sebelumnya.

4.6.4 Perhitungan Jumlah Fibroblas

Indikator yang dipakai untuk mengetahui pengaruh dari aplikasi ekstrak daun jambu biji terhadap kecepatan proses penyembuhan soket gigi pasca cabut gigi adalah jumlah fibroblas. Perhitungan jumlah fibroblas dilakukan pada daerah soket gigi marmut dari apeks kearah servikal. Daerah soket ini cukup luas maka sel fibroblas dilihat dengan mikroskop binokuler (Olympus Type CX31) perbesaran 400x, serta perhitungan dilakukan dengan 5 lapang pandang kemudian hitung berapa jumlah fibroblas tiap lapang pandang sehingga terlihat jelas. Dari lapang pandang 1 sampai lapang pandang 5 dijumlahkan, dan diambil rata-ratanya (Lab Patologi Anatomi UGM,2014).

4.6.5 Penghitungan jumlah serat kolagen

(44)
(45)

Gambar 4.3 Alur Penelitian

4.8 Analisis Data

Data dianalisis secara statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Marmut

24 ekor marmut

Random Alokasi

Kelompok I Kontrol

Diolesi iodin povidon 10% 2x sehari

Dekapitasi marmut hari ke-7 pada masing-masing kelompok

Kelompok III Diolesi ekstrak pasta

ubi jalar ungu 2x sehari

Pembuatan preparat dengan Pewarnaan Harris H-E

Penghitungan jumlah fibroblas dan jumlah pembuluh darah

Analisis Data

Pencabutan gigi insive bawah kanan

Kelompok II

Diolesi iodin povidon 10% dan ekstrak pasta ubi jalar ungu

(46)

1. Analisis Deskriptif : analisis data untuk memberikan gambaran tentang karakteristik data (fibroblas dan serat kolagen) yang didapatkan dari hasil penelitian yaitu rerata, standar deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum

2. Uji Normalitas dan Homogenitas

a. Distribusi data diuiji dengan uji Shapiro-Wilk oleh karena sampelnya < 30. Data yang diuji yaitu fibroblas dan serat kolagen. Sebaran data adalah normal dengan nilai p>0,05.

b. Homogenitas data diuji dengan Levene’s test. Data yang diuji yaitu fibroblast dan serat kolagen. Data adalah homogen dengan nilai p>0,05.

3. Uji Efek Perlakuan

3.1Jika distribusi data normal dan homogen maka data dianalisis dengan uji Independent sample T test.

Gambar

Gambar 1.  Struktur mikroskopis fibroblas pada jaringan ikat longgar dengan  pengecatan
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
Gambar 4.2 Hubungan antar variabel
Gambar 4.3 Alur Penelitian

Referensi

Dokumen terkait