• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga. Untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga. Untuk"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga disebutkan bahwa keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tenteram, dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga. Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut.

Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, adalah pelanggaran, hak azasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi. Pandangan negara tersebut didasarkan pada Pasal 28 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, beserta perubahannya. Pasal 28G ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa :

(2)

2

Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa :

Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

Menurut Ester Lianawati (2009:1) kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan suami terhadap istri merupakan teror terhadap perempuan yang paling banyak terjadi di berbagai negara. Sekitar 20-67 persen perempuan baik di negara berkembang maupun maju mengalaminya. Menilik dari sejarah, kekerasan ini bahkan tercatat sebagai yang paling tua, dengan kasus pertama yang tercatat kurang lebih 1000 tahun sebelum masehi. Namun, status suami istri antara pelaku dan korban membuat kekerasan ini selama berabad-abad hanya dianggap sebagai masalah personal di wilayah privat.

Oleh karena itu, perjuangan awal yang dilakukan kelompok feminis adalah mengangkat kasus kekerasan dalam rumah tangga ini ke ranah publik dengan menjadikannya sebagai suatu kejahatan di mata hukum. Di Indonesia, perjuangan ini menghasilkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang disahkan pada tahun 2004 lalu. Undang-Undang ini merupakan kemajuan nyata yang dihasilkan

(3)

3

perjuangan gerakan feminis di Indonesia. Kekerasan dalam rumah tangga yang selama ini dianggap hanya berada di dalam wilayah privat kini telah dijadikan sebagai suatu masalah publik.

Berdasar ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sebagian besar korban kekerasan dalam rumah tangga adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau korban kekerasan dalam rumah tangga adalah orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembatu rumah tangga, tinggal di rumah ini.

Masalah kekerasan dalam rumah tangga, tindak kekerasan terhadap perempuan ibarat gunung es, karena yang muncul ke permukaan hanya sebagian kecil saja, sedangkan bagian yang lebih besar masih tenggelam atau tidak dapat diketahui. Dalam kehidupan, sebenarnya telah banyak terjadi kekerasan dalam rumah tangga, khususnya kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri. Adanya anggapan dalam masyarakat bahwa kekerasan dalam

(4)

4

rumah tangga adalah masalah intern keluarga dan tidak perlu diekspose. Sebagian masyarakat masih menutupi kondisi ini karena mereka mempertahankan status sosial bagi keluarganya. Oleh karena itu tindakan kekerasan yang terjadi dalam lingkungan keluarga dianggap aib yang harus dan selalu ditutupi (Moerti Hadiati Soeroso. 2010 :35).

Dalam ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga mencakup tiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, namun tidak menutup kemungkinan juga terhadap laki-laki, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Telah diundangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, menjadikan kekerasan dalam rumah tangga yang semula dianggap sebagai masalah pribadi kini menjadi masalah publik dan perbuatan kriminal. Hak kaum wanita untuk terbebas dari kekerasan baik secara fisik, seksual, psikologi, atau penelantaran rumah tangga terjamin dengan berlakunya Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Namun kenyataanya, masih banyak terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Ironisnya kasus kekerasan dalam rumah tangga sering ditutup-tutupi oleh si korban karena

(5)

5

terpaut dengan struktur budaya, agama dan sistem hukum yang belum dipahami. Padahal perlindungan oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap korban serta menindak pelakunya. Salah satu faktor yang mempengaruhi kekerasan dalam rumah tangga tetap ada bahkan terus mengalami peningkatan adalah adanya persepsi sosial bahwa kekerasan yang dilakukan oleh suami adalah wajar sebagai bentuk pendisiplinan suami terhadap istri. Kebanyakan masyarakat berkeyakinan bahwa masalah dalam keluarga adalah masalah internal keluarga masing-masing, termasuk juga persoalan kekerasan di dalamnya. Keluarga dan korban sendiri akan merasa malu jika aib keluarga terdengar sampai keluar rumah (Faqihuddin A.K, 2008 :34-36).

Bukti bahwa masih terjadi kekerasan dalam rumah tangga setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, dapat dilihat dari data pelaporan kasus kekerasan dalam rumah tangga dari Polres Bantul. Dari bulan Januari hingga Desember 2013 telah tercatat 30 kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dibawa ke ranah hukum . Berikut data laporan kasus kekerasan dalam rumah tangga di Bantul dari bulan Januari hingga Desember 2013.

(6)

6

Tabel 1.1 Data Laporan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kabupaten Bantul No Pela ku/ Korb an Nama Jns Kl m Umur (th) Pend. Jns Kekerasan Lokasi

1 K Ari F P 26 SMP Fisik Bambanglipuro

P Aris M L 28 SMP 2 K Dwi K P 18 SMP Pelecehan seksual Sedayu P Rubi S L 30 SMP

3 K Danu Eka L 17 SMP Fisik Jetis

P Mudianto ro L 47 SMP 4 K Farida D P 15 SD Pelecehan seksual Sewon P Heru S L 24 SD P Nuri H L 19 SMP 5 K Sundari P 17 SMP Pelecehan Seksual Imogiri P Ngadino L 40 SD

6 K Indah S P 38 SMP Fisik Banguntapan

P Sartoyo L 46 SMP

7 K Indri C P 31 SMP Fisik Banguntapan

P Didik c L 35 SMP 8 K Suci B L P 40 SMA Penelanta Ran Kasihan P Devi R L 38 SMP

9 K Hanifah P 21 SMP Fisik Pandak

P Eko P L 28 SMP

10 K Rizky S L 7 SD Fisik Banguntapan

P Indah S P 35 SMA

11 K Rosita SE P 33 SMP Fisik Banguntapan

P Dwi C L 33 SMP

12 K Bekti R P 38 SMA Fisik Banguntapan

P Anang W L 36 SMA

13 K Retno S P 24 SMP Fisik Sewon

P

Wahyu T L

28 SMA

14 K Yuswani P 47 SMA Fisik Bantul

(7)

7

Tabel 1.1 Data Laporan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kabupaten Bantul No Pela ku/ Korb an Nama Jns Kl m Umur (th) Pend. Jns Kekerasan Lokasi 15 K Dwi Nanta L 39 S1 Fisik Jetis P Supriha Tin P 36 SMA 16 K Kusmar Yanti P 42 S1 Psikis Bantul P Amril N L 38 S1

17 K Dewi A P 30 SMA Fisik Sewon

P Siswanto

ro

L

33 SMA

18 K Rondiah P 38 SMA Fisik Banguntapan

P Karjono L 37 SMA

19 K Ifahni P 11 SD Pencabulan Imogiri

P Sukari L 38 SMP

20 K Febri S P 17 SMP Fisik Sewon

P Rocmad L 50 SMP 21 K Suprati Nah P 44 SMP Fisik Banguntapan P Sumarwa nto L 46 SMP

22 K Anita D P 19 SMP Fisik Kasihan

P Aziz A L 20 SMP

23 K Septi U P 16 SD Pencabulan Kasihan

P Okti IC L 27 SMP

24 K Dwi P Kasihan

P Ambaris

wanto

L

25 K Rifani F P 20 Fisik Sewon

P Sulisdiya

nto

L 29

26 K Waginah P 49 Fisik Sewon

P Pardiyar

To

L 50

27 K Rini P 31 Fisik Kasihan

(8)

8

Tabel 1.1 Data Laporan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kabupaten Bantul No Pela ku/ Korb an Nama Jns Kl m Umur (th) Pend. Jns Kekerasan Lokasi 28 K Rita WS P 39 Kasihan P Suharyo No L 37 29 K Venska M B P 29 Penelantara n Sewon P Fajar DS L 29 30 K Yeni V D P 29 Fisik Kasihan P Nanang H L 33

Sumber : Data Dokumen Satreskrim Unit PPA Polres Bantul 2013

Dari data laporan kasus kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Bantul dapat dilihat bahwa sebagian besar korban kekerasan dalam rumah tangga adalah perempuan. Dari 30 kasus kekerasan dalam rumah tangga di atas, sebanyak 22 kasus kekerasan dalam rumah tangga dilakukan oleh suami terhadap istri, 1 kasus kekerasan dalam rumah tangga dilakukan oleh istri terhadap suami. Ada 5 kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan ayah terhadap anak perempuan, 1 kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan ayah terhadap anak laki-laki, dan ada 1 kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh ibu terhadap anak laki-laki.

Korban kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Bantul sebagian besar pada rentang usia 11-20 tahun sebanyak 9 orang dan 31-40 sebanyak 9 orang, 21-30 tahun sebanyak 6 orang, 41-50 tahun sebanyak 4 orang, dan 1-10

(9)

9

tahun ada 1 orang. Sedangkan pelaku kekerasan dalam rumah tangga sebagian besar pada rentang usia 31-40 tahun sebanyak 14 orang, rentang usia 21-30 tahun ada 8 orang, 41-50 tahun sebanyak 6 orang, dan pada rentang usia 11-20 ada 2 orang pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Korban kekerasan dalam rumah tangga sebagian besar berpendidikan SMP sebanyak 11 orang, SMA sebanyak 5 orang, SD ada 4 orang dan pendidikan pada jenjang S1 ada 2 orang. Pelaku kekerasan dalam rumah tangga sebagian besar berpendidikan SMP sebanyak 13 orang, SMA sebanyak 8 orang, SD sebanyak 2orang, dan pendidikan jenjang S1 ada 1 orang.

Dari berbagai jenis kekerasan dalam rumah tangga, di Kabupaten Bantul jenis kekerasan dalam rumah tangga yang paling banyak terjadi adalah kekerasan fisik. Dari 30 kasus kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Bantul, diantaranya 22 kasus kekerasan fisik, 5 kasus kekerasan seksual yaitu pelecehan seksual dan pencabulan, 2 kasus kekerasan ekonomi atau penelantaran, dan 1 kasus kekerasan psikis.

Dari data di atas dapat dilihat lokasi kekerasan dalam rumah tangga paling banyak ada di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Banguntapan ada 7 kasus kekerasan dalam rumah tangga, di Kecamatan Kasihan ada 7 kasus kekerasan dalam rumah tangga, dan di Sewon ada 7 kasus kekerasan dalam rumah tangga. Di ketiga kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Kasihan dan Kecamatan Sewon sama-sama terdapat 7 kasus kekerasan dalam rumah tangga. Jika dibandingkan dengan jumlah kartu

(10)

10

keluarga (KK), Kecamatan Sewon adalah daerah yang paling berpotensi terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Tabel 1.2 berikut menunjukkan perbandingan jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga dibandingkan dengan jumlah kartu keluarga (KK) setiap kecamatan di Kabupaten Bantul. Tabel 1.2 Perbandingan Data Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga

dengan Jumlah Kartu Keluarga setiap Kecamatan.

No Kecamatan Jumlah Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga Presentase Jumlah Kasus (%) Jumlah Kartu Keluarga (KK) Presentase Jumlah KK (%) 1. Sedayu 1 3,33 12.753 4,94 2. Kasihan 7 23,33 27.177 10,52 3. Banguntapan 7 23,33 27.296 10,56 4. Piyungan - - 14.006 5,42 5. Sewon 7 23,33 25.119 9,72 6. Pajangan - - 9.626 3,73 7. Bantul 2 6,67 17.517 6,78 8. Pleret - - 12.815 4,96 9. Pandak 1 3,33 15.474 5,99 10 Jetis 2 6,67 16.472 6,37 11. Dlingo - - 11.945 4,62 12. Bambanglipuro 1 3,33 12.070 4,67 13. Srandakan - - 8.932 3,46 14. Sanden - - 9.850 3,81 15. Kretek - - 9.470 3,66 16 Pundong - - 9.927 3,84 17. Imogiri 2 6,67 17.845 6,91 Jumlah 30 258.294

Sumber : Data Dokumen Satreskrim Unit PPA Polres Bantul 2013, Badan Kesejahteraan Keluarga, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana 2012 dengan Pengolahan Data dari Peneliti April 2014. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 7 kasus kekerasan dalam rumah tangga dari 27.296 kartu keluarga (KK) di Banguntapan, kasus

(11)

11

kekerasan dalam rumah tangga dari 27.177 kartu keluarga (KK) di Kasihan dan 7 kasus kekerasan dalam rumah tangga dari 25.119 kartu keluarga di Sewon. Kecamatan Sewon adalah kecamatan yang paling sedikit jumlah kartu keluarganya (KK) dibandingkan dengan Kecamatan Banguntapan dan Kecamatan Kasihan, sedangkan di ketiga kecamatan tersebut sama-sama terjadi 7 kasus kekerasan dalam rumah tangga. Dapat disimpulkan bahwa kecamatan Sewon lebih berpotensi terjadi kekerasan dalam rumah tangga dibandingkan dengan Kecamatan Banguntapan dan Kecamatan Kasihan.

Kecamatan Sewon terdiri dari 4 desa, yaitu desa Pendowoharjo, Panggungharjo, Timbulharjo dan Bangunharjo. Dari data laporan 7 kasus kekerasan dalam rumah tangga di Kecamatan Sewon, 3 kasus kekerasan dalam rumah tangga terjadi di Desa Panggungharjo, 2 kasus kekerasan dalam rumah tangga terjadi di Desa Timbulharjo, dan 2 kasus terjadi di Desa Bangunharjo.

Desa Panggungharjo merupakan desa dimana di desa tersebut terdapat banyak pesantren, di antaranya pesantren Al Mubarok, Aji Mahasiswa Al Muhsin, Al Busyro, Al Kandiyas, Al Masyhuriyyah, Al unawir, Ali Maksum, Komplek Huffadz I, Komplek L, Komplek Q, Nurrusalam Putri, Hindun Anisah, Darul Muhaimin, Huffadh II, Al Satibi Komplek T (Forum Komunikasi Pondok Pesantren Bantul : 2009). Masyarakat sekitar Desa Panggungharjo dapat diasumsikan sebagai masyarakat yang agamis karena dipengaruhi oleh lingkungan sekitar pesantren, sehingga masyarakat mampu

(12)

12

bertindak sesuai dengan ajaran agama, dan menghindarkan diri dari perbuatan yang dilarang termasuk perbuatan kekerasan. Tujuan umum dari pondok pesantren menurut Abdul Rachman Saleh (Majalah Pendidikan : 2011) yaitu membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupannya serta menjadikan sebagian orang yang berguna bagi agama, masyarakat, dan negara.

Selain itu di Desa Panggungharjo, berdasarkan informasi dari beberapa ketua Rukun Tetangga (RT) di Desa Panggungharjo, yaitu RT 03 Dusun Geneng, RT 08 Perum Alam Citra Cabeyan, dan RT 09 Dusun Dongkelan, warga Desa Panggungharjo belum pernah mendapatkan sosialisasi tentang kekerasan dalam rumah tangga.

Lingkungan Desa Panggungharjo yang termasuk daerah sekitar pesantren ini akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mempersepsi suatu tindakan. Kehidupan individu tidak dapat lepas dari lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Individu secara langsung menerima stimulus dari luar dirinya, dan ini berkaitan dengan persepsi (BimoWalgito 2004 : 87). Selain itu, warga desa Panggungharjo yang belum pernah mendapatkan sosialisasi tentang Penghapusan Kekerasan dalam rumah tangga akan mempengaruhi kemampuan warga Desa Panggungharjo dalam mempersepsikan kekerasan dalam rumah tangga. Persepsi merupakan aktivitas yang terintegrated dalam diri individu, maka apa yang ada dalam diri

(13)

13

individu akan ikut aktif dalam persepsi. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam persepsi dapat dikemukakan karena perasaan, kemampuan berfikir, pengalaman-pengalaman individu tidak sama, maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi pasti akan berbeda antara individu satu dengan individu lain (Davidoff, 1981; Rogers, 1965 dalam Bimo Walgito 2004 : 89).

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan , dan proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari proses persepsi. Stimulus yang diindera itu kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterprestasikan, sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindera itu, dan proses ini disebut persepsi (Bimo Walgito 2004: 88). Dengan persepsi individu akan menyadari tentang keadaan di sekitarnya dan juga keadaan diri sendiri (Davidoff, 1981 dalam Bimo Walgito 2004: 88).

Daryl Bem menyatakan bahwa sebagian besar sikap kita hanya didasarkan pada persepsi kita tentang perilaku kita sendiri dan atau keadaan dimana perilaku itu terjadi (David O Sears, 1988: 166). Masyarakat yang memiliki persepsi yang baik tentang kekerasan dalam rumah tangga, akan menghindarkan diri dari perbuatan tersebut. Di Desa Panggungharjo masih

(14)

14

terjadi kekerasan dalam rumah tangga meskipun Desa Panggungharjo merupakan desa yang banyak terdapat pesantren. Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa warga Desa Panggungharjo memiliki persepsi tersendiri tentang kekerasan dalam rumah tangga dikarenakan warga Desa Panggungharjo merupakan lingkungan daerah sekitar pesantren, dan warga Desa Panggungharjo belum pernah mendapatkan sosialisasi tentang kekerasan dalam rumah tangga.

B. Identifikasi Masalah

1. Sudah ada upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga yaitu dengan diundangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, namun kenyataannya masih banyak terjadi kekerasan dalam rumah tangga.

2. Adanya persepsi dalam masyarakat bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah intern keluarga dan tidak perlu diekspose.

3. Adanya persepsi sosial bahwa kekerasan yang dilakukan oleh suami adalah wajar sebagai bentuk pendisiplinan suami terhadap istri.

4. Warga Desa Panggungharjo masih banyak terjadi kekerasan dalam rumah tangga meskipun Desa Panggungharjo merupakan lingkungan sekitar pesantren.

5. Warga Desa Panggungharjo belum pernah mendapatkan sosialisasi tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, sehingga warga

(15)

15

Desa Panggungharjo memiliki persepsi tersendiri tentang kekerasan dalam rumah tangga.

C. Batasan Masalah

Dari uraian identifikasi masalah mengenai kekerasan dalam rumah tangga, dalam hal ini peneliti membatasi pembahasan pada kecenderungan persepsi warga Desa Panggungharjo Sewon Bantul tentang kekerasan dalam rumah tangga karena warga Desa Panggungharjo masih banyak terjadi kekerasan dalam rumah tangga meskipun berada di lingkungan pesantren dan belum pernah mendapatkan sosialisasi tentang kekerasan dalam rumah tangga. D. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana kecenderungan persepsi warga Desa Panggungharjo Sewon Bantul tentang kekerasan dalam rumah tangga?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui kecenderungan persepsi warga Desa Panggungharjo Sewon Bantul tentang kekerasan dalam rumah tangga.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk keperluan pengembangan ilmu pengetahuan sosiologi hukum

(16)

16

khususnya yang mengkaji tentang persepsi warga Desa Panggungharjo Sewon Bantul tentang kekerasan dalam rumah tangga.

2. Manfaat Praktis

Bagi masyarakat memberikan informasi serta gambaran persepsi tentang kekerasan dalam rumah tangga serta membantu dalam pencegahan kekerasan dalam rumah tangga.

Gambar

Tabel 1.1 Data Laporan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga di       Kabupaten Bantul  No  Pela ku/  Korb an  Nama  Jns Klm  Umur (th)  Pend
Tabel 1.1 Data Laporan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga di       Kabupaten Bantul  No  Pela ku/  Korb an  Nama  Jns Klm  Umur (th)  Pend
Tabel 1.1 Data Laporan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga di       Kabupaten Bantul  No  Pela ku/  Korb an  Nama  Jns Klm  Umur (th)  Pend
Tabel 1.2 Perbandingan Data Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga       dengan Jumlah Kartu Keluarga setiap Kecamatan

Referensi

Dokumen terkait

Supervisions and practice teachers should be raised in the field of teaching practice and more comparative research of different models of field experience both within and

0,661, hal ini menunjukkan bahwa jika anggota Gapoktan Subur Mukti menggunakan berbagai media baik media cetak maupun media elektronik, mendapatkan informasi atau pengetahuan dan

Untuk mengantisipasi permasalahan ini, model pendidikan inklusif merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk

 enaga enaga kerja kerja adalah adalah seluruh seluruh jumlah jumlah penduduk penduduk "ang "ang dianggap dianggap dapat dapat $ekerja dan sanggup $ekerja

Aplikasi bakteri endofitik baik indigen maupun eksogen menghasilkan rerata kadar N total tanah lebih tinggi dengan kisaran 10–13% dibanding dengan kontrol (pupuk

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol rambut jagung ( Zea mays L.) memiliki efek untuk menurunkan kadar gula darah

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa aktivitas antioksidan pada sampel daun sirsak (Annona muricata L.) yang berasal dari daerah Makassar

E-commerce merupakan bentuk transaksi bisnis yang lebih praktis tanpa perlu kertas (paperless) serta dapat dilakukan melintasi batas negara, tidak bertemunya secara