• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR 02 TAHUN 2014

TENTANG

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGGAMUS,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin penyelenggaraan pendidikan, peningkatan mutu pendidikan dan peningkatan sumber daya manusia guna mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan Warga Negara Indonesia untuk berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu berdaya saing dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah, maka diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Tanggamus;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a tersebut diatas perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2688);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);

4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Tulang Bawang dan Kabupaten Daerah Tingkat II Tanggamus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3667);

5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4132) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 115 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4430);

(2)

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

9. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 45);

10. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Tanggamus di Provinsi Lampung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 185 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4932);

11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 15 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4014);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan;

16. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 90 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4863);

(3)

17. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 91 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4864);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010;

20. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Indonesia;

21. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 29 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi;

22. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 10 Tahun 2009 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan;

23. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;

24. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya;

25. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota;

26. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka Kreditnya;

27. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah;

28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 39 Tahun 2012;

29. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);

30. Peraturan Daerah Kabupaten Tanggamus Nomor 03 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Tanggamus (Lembaran Daerah Kabupaten Tanggamus Tahun 2008 Nomor 29, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Tanggamus Nomor 13);

(4)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS dan

BUPATI TANGGAMUS, MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :

1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Tanggamus.

2. Daerah adalah Kabupaten Tanggamus.

3. Bupati adalah Bupati Tanggamus.

4. Pemerintahan Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah.

5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah DPRD Kabupaten Tanggamus.

6. Dinas Pendidikan Kabupaten Tanggamus adalah Perangkat Daerah yang menangani dan bertanggung jawab terhadap urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

7. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, yang diselenggarakan di Kabupaten Tanggamus.

8. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

9. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

10. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.

11. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

12. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

13. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah, yang diselenggarakan pada satuan pendidikan berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat.

(5)

14. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan atau bentuk lain yang sederajat.

15. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

16. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

17. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

18. Pendidikan Inklusi adalah pendidikan berkebutuhan khusus terintegerasi yang dapat diselenggarakan pada pendidikan formal.

19. Pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

20. Pendidikan layanan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang mengalami bencana alam, bencana sosial dan atau tidak mampu dari segi ekonomi.

21. Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menguasai, memahami, dan mengamalkan ajaran agama dan atau menjadi ahli ilmu agama.

22. Pendidikan berbasis keunggulan lokal adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi standar nasional pendidikan dan diperkaya dengan keunggulan kompetitif dan atau komparatif daerah dengan acuan kurikulum yang menunjang upaya pengembangan potensi, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat Tanggamus.

23. Taman Penitipan Anak yang selanjutnya disingkat TPA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program kesejahteraan sosial, program pengasuhan anak, dan program pendidikan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun.

24. Kelompok Bermain, yang selanjutnya disingkat KB adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan dan program kesejahteraan bagi anak berusia 2 (dua) tahun sampai dengan 4 (empat) tahun.

25. Taman Kanak-kanak, selanjutnya disingkat TK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.

26. Raudhatul Athfal, yang selanjutnya disingkat RA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan dengan kekhasan agama Islam bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.

27. Sekolah Dasar, yang selanjutnya disingkat SD adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.

28. Madrasah Ibtidaiyah yang selanjutnya disingkat MI adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang dikelola oleh masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar.

29. Sekolah Menengah Pertama, yang selanjutnya disingkat SMP adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD,dan MI atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SDN dan MIN.

(6)

30. Madrasah Tsanawiyah, yang selanjutnya disingkat MTs adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang dikelola oleh masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SDN dan MIN.

31. Sekolah Menengah Atas, yang selanjutnya disingkat SMA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP dan MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMPN dan MTsN.

32. Madrasah Aliyah, yang selanjutnya disingkat MA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang dikelola oleh masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP dan MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMPN dan MTsN.

33. Sekolah Menengah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat SMK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMPN dan MTsN.

34. Madrasah Aliyah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat MAK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang dikelola oleh masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMPN dan MTsN.

35. Sekolah Luar Biasa, selanjutnya disingkat SLB adalah pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan khusus, bersifat segregatif dan terdiri atas Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB).

36. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, yang selanjutnya disingkat PKBM adalah satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan berbagai kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat atas dasar prakarsa dari, oleh dan untuk masyarakat.

37. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

38. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidikan dan atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

39. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria atau standar yang telah ditetapkan.

40. Sistem Informasi Pendidikan adalah layanan informasi yang menyajikan data kependidikan meliputi lembaga pendidikan, kurikulum, peserta didik, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, dan kebijakan pemerintah, pemerintah daerah serta peran serta masyarakat yang dapat diakses oleh berbagai pihak yang memerlukan.

41. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

42. Standar pendidikan adalah kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan pendidikan, yang berlaku dan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan atau satuan pendidikan di daerah.

(7)

43. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan.

44. Penyelenggaraan Pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen sistem pendidikan pada satuan atau program pendidikan pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

45. Pengelola pendidikan adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal, Badan Hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal, satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal, dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.

46. Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan kewenangan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten atau Kota, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat dan satuan pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

47. Penataan guru PNS adalah proses menata ulang agar rasio, kualifikasi akademik,distribusi dan komposisi guru PNS sesuai dengan kebutuhan riil dimasing-masing satuan pendidikan.

48. Pemindahan guru PNS adalah proses penugasan guru antar satuan pendidikan anatar kabipaten, antar propinsi yang berdampak pada perubahan satuan administrasi pangkal yang berrsangkutan.

49. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,membimbing,mengarahkan,melatih,menilai dan mengevaluasi peserta didik pada anak usia dini jalur pendidikan formal,pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

50. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, konselor, pamong belajar, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan, yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan.

51. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan antara lain tenaga laboran,pustakawan,perencana pendidikan,peneliti pendidikan, pengelola satuan pendidikan,pengawas sekolah,teknisi sumber belajar,tenaga administrasi pendidikan.

52. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

53. Evaluasi adalah kegiatan pengendalian,penjaminan dan penetapan mutu pendidikan terhadap proses belajar,hasil belajar,kinerja tenaga kependidikan dan kelembagaan.

54. Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disingkat PNS adalah pegawai tetap yang diangkat sebagai pegawai negeri sipil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.

55. Pegawai Non-PNS yang selanjutnya disingkat Non-PNS adalah pegawai tidak tetap yang diangkat oleh satuan pendidikan atau badan hukum penyelenggara pendidikan atau Pemerintah atau Pemerintah Daerah berdasarkanPerjanjian Kerja.

56. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga masyarakat atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

57. Dewan Pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.

(8)

58. Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua atau wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.

59. Kepala Sekolah adalah guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin taman kanak-kanak atau raudhotul athfal (TK dan RA), taman kanak- kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah (SD dan MI), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama dan madrasah tsanawiyah (SMP dan MTs), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas dan madrasah aliyah (SMA dan MA), sekolah menengah kejuruan dan madrasah aliyah kejuruan (SMK dan MAK), dan sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) yang bukan sekolah bertaraf internasional (SBI) dan yang tidak dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI).

60. Masyarakat adalah penduduk Kabupaten Tanggamus, penduduk luar Kabupaten Tanggamus, dan warga negara asing yang tinggal di Kabupaten Tanggamus.

61. Budaya membaca adalah kebiasaan warga masyarakat yang menggunakan sebagian waktunya sehari-hari secara tepat guna untuk membaca buku atau bacaan lain yang bermanfaat bagi kehidupan.

62. Budaya belajar adalah kebiasaan warga masyarakat yang menggunakan sebagian waktunya sehari-hari secara tepat guna untuk belajar guna meningkatkan pengetahuan.

63. Budaya belajar diluar jam sekolah adalah kebiasaan warga belajar menggunakan sebagian waktunya sehari-hari pada hari efektif sekolah secara tepat guna untuk belajar diluar jam sekolah.

64. Sumbangan adalah dana yang berasal dari masyarakat,orang tua atau wali peserta didik dan atau pihak lainnya secara sukarela dan sama sekali tidak mengikat kepada satuan pendidikan.

65. Pungutan adalah iuran atau dana yang berasal dari orang tua didik atau peserta didik yang dipungut berdasarkan kesepakatan bersama antara pihak satuan pendidikan atau komite sekolah dengan orang tua atau wali peserta didik serta tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

66. Jabatan Fungsional Pengawas adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan managerial pada satuan pendidikan.

67. Pengawas Sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan.

68. Penilik adalah tenaga kependidikan dengan tugas utama melakukan kegiiatan pengendalian mutu dan evaluasi dampak program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pendidikan kesetaraan dan keaksaraan serta kursus pada pendidikan non formal dan informal (TNFI).

BAB II

FUNGSI DAN TUJUAN Pasal 2

Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

(9)

BAB III

PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Pasal 3

(1) Pendidikan diselenggarakan secara profesional, transparan dan akuntabel serta menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Peserta Didik.

(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multimakna.

(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu proses pembelajaran, pembudayaan dan pemberdayaan secara berkesinambungan serta berlangsung sepanjang hayat.

(4) Pendidikan diselenggarakan secara adil, demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya lokal dan kebhinekaan.

(5) Pendidikan diselenggarakan dalam suasana yang menyenangkan, menantang, mencerdaskan dan kompetitif dengan dilandasi keteladanan.

(6) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca dan belajar bagi segenap warga masyarakat.

(7) Jam belajar masyarakat mulai pukul 18.00 wib sampai dengan pukul 21.00 wib.

(8) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan seluruh komponen pemerintah daerah dan masyarakat serta memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan.

(9) Pemerintah Daerah memfasilitasi terselenggaranya satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi.

BAB IV

HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu

Masyarakat Pasal 4

(1) Setiap warga masyarakat berhak memperoleh pendidikan yang bermutu.

(2) Warga Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat.

(3) Warga Masyarakat yang memiliki kelainan fisik, mental, emosional, dan mengalami hambatan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

(4) Warga Masyarakat yang memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa berhak mendapatkan pendidikan khusus.

(5) Warga Masyarakat yang mengalami bencana alam dan atau bencana sosial berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.

(6) Warga Masyarakat berperan serta dalam penguasaan, pemanfaatan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk meningkatkan kesejahteraan pribadi, keluarga, bangsa dan umat manusia.

Pasal 5

(1) Warga masyarakat yang berusia 7 (tujuh) sampai 18 (delapan belas) tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan menengah sampai tamat.

(10)

(2) Masyarakat memberikan dukungan sumber daya pendidikan untuk kelangsungan penyelenggaraan pendidikan.

(3) Masyarakat berkewajiban menciptakan dan mendukung terlaksananya budaya membaca dan budaya belajar di lingkungannya.

Pasal 6

(1) Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.

(2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7

Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.

Bagian Kedua Orang Tua

Pasal 8

(1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.

(2) Orang tua berhak berperan dalam pengembangan pendidikan mulai dari perencanaan,pelaksanaan,pemanfaatan hasil dan evaluasinya.

Pasal 9

(1) Orang tua berkewajiban memberikan kesempatan yang seluas luasnya kepada anaknya untuk memperoleh pendidikan.

(2) Orang tua berkewajiban memberikan kesempatan kepada anaknya untuk berfikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya.

(3) Orang tua berkewajiban untuk mendidik anaknya sesuai kemampuan dan minatnya.

(4) Orang tua berkewajiban atas biaya untuk kelangsungan pendidikan anaknya sesuai kemampuan, kecuali bagi orang tua yang tidak mampu dibebaskan dari kewajiban tersebut dan menjadi tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Bagian Ketiga Peserta Didik

Pasal 10

(1) Setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.

(2) Setiap peserta didik berhak menggunakan pakaian sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

(3) Setiap peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus berhak mendapatkan kesempatan program inklusi.

(11)

(4) Setiap peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan dan pembelajaran dalam rangka pengembangan pribadi sesuai dengan bakat, minat, kecerdasan, dan kemampuannya.

(5) Peserta didik yang berprestasi dan atau yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikan berhak mendapatkan bea siswa dan atau bantuan biaya pendidikan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah dan atau Masyarakat.

(6) Setiap peserta didik berhak memperoleh penilaian hasil belajarnya.

(7) Setiap peserta didik berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

(8) Setiap peserta didik dapat pindah ke program pendidikan antar satuan pendidikan pada jenjang pendidikan yang sama dengan kategori akreditasi dan KKM yang sama atau dibawahnya.

Pasal 11

(1) Setiap peserta didik berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan.

(2) Setiap peserta didik berkewajiban memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban, dan keamanan pada satuan pendidikan yang bersangkutan.

(3) Setiap peserta didik berkewajiban mentaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Keempat

Pendidik dan Tenaga Kependidikan Paragraf 1

Pendidik Pasal 12

Pendidik terdiri dari guru, konselor, tutor, pamong belajar, instruktur, fasilitator atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.

Pasal 13

(1) Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dalam melaksanakan tugas berhak :

a. memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

c. memperoleh advokasi dan mediasi dalam pelaksanaan tugas profesinya dan hak atas kekayaan intelektual;

d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;

e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugasnya;

f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(12)

g. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi selama tidak mengganggu tugas dan kewajibannya;

h. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;

(2) Dalam melaksanakan tugas guru berkewajiban:

a. merencanakan,melaksanakan,mengevaluasi,menganalisis,melakukan perbaikan dan pengayaan pembelajaran serta membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakulikuler;

b. menciptkan suasana pendidikan yang bermakna,menyenangkan,kreatif, dinamis dan diaolgis;

c. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan;

d. menjalankan tugas yang diberikan pemerintah,pemerintah daerah;

e. memberikan teladan,bertindak obyektif dan tidak diskriminatif dalam menjalankan profesinya;

f. meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan;

g. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan,kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika;

h. menjalanakan prinsip pendidikan karakter dengan menumbuh kembangkan peserta didik untuk mempunyai pola sikap dan pola pikir yang komprehensif integral pada aspek kearifan budaya lokal dan budaya nasional;

i. melaksanakan tatap muka sesuai dengan aturan yang berlaku.

Pasal 14

(1) Konselor, tutor, pamong belajar, instruktur, fasilitator atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dalam melaksanakan tugas berhak:

a. memperoleh penghasilan dan jaminan sosial sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

b. memperoleh penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

c. memperoleh pembinaan, pendidikan dan pelatihan sebagai pendidik pendidikan nonformal dari pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga pendidikan nonformal;

d. memperoleh advokasi dan mediasi dalam pelaksanaan tugas dan profesi;

e. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi selama tidak mengganggu tugas dan kewajibannya.

(2) Dalam melaksanakan tugas konselor, tutor, pamong belajar, instruktur, fasilitator, atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya berkewajiban:

a. menyusun rencana pembelajaran;

b. melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan kurikulum, sarana belajar, media pembelajaran, bahan ajar, maupun metode pembelajaran yang sesuai;

c. mengevaluasi dan menganalisis hasil belajar peserta didik;

d. melaksanakan fungsi sebagai fasilitator dalam kegiatan pendidikan nonformal;

e. mengembangkan model pembelajaran pada pendidikan nonformal;

(13)

Paragraf 2

Tenaga Kependidikan Pasal 15

(1) Tenaga kependidikan meliputi pengelola satuan pendidik, penilik, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknis sumber belajar.

(2) Tenaga kependidikan berhak mendapatkan :

a. Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

b. penghargaan atas prestasi kerja sesuai dengan tugas profesinya;

c. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;

d. memperoleh advokasi dan mediasi dalam pelaksanaan tugas profesinya dan hak atas kekayaan intelektual;

e. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

(3) Tenaga kependidikan berkewajiban :

a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dialogis, inovatif, dan bermartabat;

b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan;

c. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya;

d. memberikan keteladan dan menciptakan budaya membaca dan budaya belajar;

e. mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

(1) Pendidik dan tenaga kependidikan yang melaksanakan tugas pada Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah pada desa terpencil dan atau desa tertinggal diberikan tunjangan operasional desa terpencil dan atau desa tertinggal.

(2) Pendidik dan tenaga kependidikan yang melaksanakan tugas pada RA, MI, MTs, MA, MAK, pada desa terpencil dan atau desa tertinggal diberikan tunjangan operasional sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

Bagian Kelima Pemerintah Daerah

Pasal 17

(1) Pemerintah Daerah berhak membina dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Dalam menyelenggarakan pendidikan Pemerintah Daerah wajib : a. Melaksanakan penuntasan wajib belajar 12 tahun;

(14)

b. Mengatur, menyelenggarakan, mengarahkan, membimbing dan mengawasi serta mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan jalur formal usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal;

c. Melaksanakan perencanaan kebutuhan guru dan melakukan optimalisasi guru yang ada;

d. Memberikan layanan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga kabupaten Tanggamus tanpa diskriminasi;

e. Memberi atau mencabut izin pendirian satuan pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

f. Menetapkan kerangka dasar dan stuktur kurikulum pendidikan;

g. Menyediakan dana sekurang-kurangnya 20% dari APBD guna menuntaskan wajib belajar 12 (dua belas) tahun;

h. Menyediakan dana untuk biaya operasional personal bagi peserta didik dari keluarga tidak mampu dan anak terlantar;

i. Pemberian beasiswa atas prestasi atau kecerdasan yang dimiliki peserta didik;

j. Memfasilitasi tersedianya pusat bacaan bagi masyarakat;

k. Memfasilitasi sarana dan prasarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mendukung pendidikan yang bermutu;

l. Memberikan dukungan pada perguruan tinggi dalam rangka kerjasama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

m. Menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitas, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penyelenggaraan pendidikan;

n. Mendorong dunia usaha atau dunia industri untuk partisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan.

BAB V

JALUR, JENIS, DAN JENJANG PENDIDIKAN Bagian Kesatu

Umum Pasal 18

(1) Jalur pendidikan terdiri dari atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

(2) Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

(3) Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus.

Pasal 19

Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 yang diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat, dapat diwujudkan dalam bentuk :

a. pendidikan anak usia dini;

b. pendidikan dasar;

c. pendidikan menengah;

(15)

d. pendidikan nonformal;

e. pendidikan informal;

f. pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah;

g. pendidikan khusus dan layanan khusus;

h. pendidikan keagamaan;

i. pendidikan keolahragaan.

Bagian Kedua

Pendidikan Anak Usia Dini Paragraf 1

Fungsi dan Tujuan Pasal 20

(1) Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahapan perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya.

(2) Pendidikan anak usia dini bertujuan :

a. membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga masyarakat yang demokratis dan bertanggungjawab;

b. mengembangan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan meyenangkan.

Paragraf 2

Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan Pasal 21

(1) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.

(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur formal, nonformal, dan informal.

(3) Bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal adalah TK, RA atau bentuk lain yang sederajat.

(4) Bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal meliputi KB, TPA atau bentuk lain yang sederajat.

(5) Bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

(6) Jenis pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa pendidikan umum.

(16)

Pasal 22

Penyelenggaraan pendidikan pada TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat memiliki program pembelajaran 1 (satu) tahun atau 2 (dua) tahun.

Paragraf 3 Peserta Didik

Pasal 23

(1) Peserta didik TPQ atau bentuk lain yang sederajat berusia sejak lahir sampai berusia 6 (enam) tahun.

(2) Peserta didik KB atau bentuk lain yang sederajat berusia 2 (dua) tahun sampai 4 (empat) tahun.

(3) Peserta didik TK dan RA atau bentuk lain yang sederajat berusia antara 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.

Pasal 24

Pengelompokan peserta didik untuk program pendidikan pada TPQ, KB atau bentuk lain yang sederajat disesuaikan dengan kebutuhan, usia dan atau perkembangan anak.

Pasal 25

Peserta didik pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal maupun nonformal dapat pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang sederajat.

Paragraf 4 Penyelenggaraan

Pasal 26

Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga Pendidikan Dasar

Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan

Pasal 27

(1) Pendidikan pada SD dan MI atau bentuk lain yang sederajat berfungsi:

a. menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur;

b. menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air;

c. memberikan dasar-dasar kemampuan intelektual dalam bentuk kemampuan dan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung;

d. memberikan pengenalan ilmu pengetahuan dan teknologi;

(17)

e. melatih dan merangsang kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni;

f. menumbuhkan minat pada olahraga, kesehatan, dan kebugaran jasmani; dan

g. mengembangkan kesiapan fisik dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke SMP dan MTs atau bentuk lain yang sederajat.

(2) Pendidikan pada SMP dan MTs atau bentuk lain yang sederajat berfungsi:

a. mengembangkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur yang telah dikenalinya;

b. mengembangkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air yang telah dikenalinya;

c. mempelajari dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. melatih dan mengembangkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni;

e. mengembangkan bakat dan kemampuan di bidang olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun prestasi; dan

f. mengembangkan kesiapan fisik dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan menengah dan atau untuk hidup mandiri di masyarakat.

(3) Pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang :

a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;

b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;

c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan

d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.

Paragraf 2

Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan Pasal 28

(1) Pendidikan Dasar diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal.

(2) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

(3) Bentuk satuan pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi SD dan MI atau bentuk lain yang sederajat serta SMP dan MTs atau bentuk lain yang sederajat.

(4) SD dan MI, atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas 6 (enam) tingkatan kelas, yaitu kelas 1 (satu), kelas 2 (dua), kelas 3 (tiga), kelas 4 (empat), kelas 5 (lima) dan kelas 6 (enam) kecuali program akselerasi.

(5) SMP dan MTs, atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kelas, yaitu kelas 7 (tujuh), kelas 8 (delapan), dan kelas 9 (sembilan).

(6) Jenis pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat berupa pendidikan umum dan khusus.

Paragraf 3 Peserta Didik

Pasal 29

(1) Peserta didik pada SD dan MI atau bentuk lain yang sederajat dapat berusia sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun.

(18)

(2) Bagi peserta didik yang berusia kurang dari 6 (enam) tahun sebagaimana dimaksud ayat (1), dapat diterima setelah memperoleh rekomendasi tertulis dari psikolog profesional.

(3) Dalam hal tidak ada psikolog profesional, rekomendasi dapat dilakukan oleh dewan guru satuan pendidikan yang bersangkutan, sampai dengan batas daya tampungnya.

(4) Peserta didik pada SMP dan MTs atau bentuk lain yang sederajat adalah lulusan SD dan MI atau bentuk lain yang sederajat.

(5) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD dan MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain.

(6) SD dan MI atau bentuk lain yang sederajat wajib menyediakan akses bagi peserta didik berkelainan.

(7) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD dan MI atau bentuk lain yang sederajat dan penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SMP dan MTS atau bentuk lain yang sederajat harus memperhatikan akses terhadap keluarga tidak mampu dengan menyediakan alokasi penerimaan peserta didik sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari daya tampung sekolah.

(8) Ketentuan dan mekanisme penerimaan anak didik tidak mampu sebagaimana dimaksud ayat (7) diatur dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 4 Penyelenggaraan

Pasal 30

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28 diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keempat Pendidikan Menengah

Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan

Pasal 31 (1) Pendidikan Menengah Umum berfungsi :

a. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur;

b. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air;

c. mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. meningkatkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni;

e. menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun prestasi; dan

f. meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi dan atau untuk hidup mandiri di masyarakat.

(2) Pendidikan Menengah Kejuruan berfungsi:

a. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur;

(19)

b. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air;

c. membekali peserta didik dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kecakapan kejuruan para profesi sesuai dengan kebutuhan masyarakat;

d. meningkatkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni;

e. menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun prestasi; dan

f. meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk hidup mandiri di masyarakat dan atau melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi.

Pasal 32

Pendidikan menengah bertujuan membentuk peserta didik menjadi insan yang:

a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;

b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;

c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan

d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.

Paragraf 2

Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan Pasal 33

(1) Pendidikan Menengah diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal.

(2) Pendidikan menengah berbentuk SMA, MA dan SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat.

(3) SMA dan MA dikelompokkan dalam program studi sesuai dengan kebutuhan untuk belajar lebih lanjut di Pendidikan Tinggi dan hidup di dalam masyarakat.

(4) SMA dan MA terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kelas, yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), dan kelas 12 (dua belas).

(5) SMK dan MAK dapat terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kelas, yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), dan kelas 12 (dua belas), atau terdiri atas 4 (empat) tingkatan kelas yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), kelas 12 (dua belas), dan kelas 13 (tiga belas) sesuai dengan tuntutan dunia kerja.

(6) Jenis pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pendidikan umum, kejuruan.

(7) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SMA, MA, dan SMK, MAK atau bentuk lain yang sederajat harus memperhatikan akses terhadap keluarga tidak mampu dengan menyediakan alokasi penerimaan peserta didik sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari daya tampung sekolah.

Pasal 34

(1) Penjurusan pada SMK dan MAK, atau bentuk lain yang sederajat berbentuk bidang studi keahlian.

(2) Setiap bidang studi keahlian terdiri atas 1 (satu) atau lebih program studi keahlian.

(20)

(3) Setiap program studi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri atas 1 (satu) atau lebih kompetensi keahlian.

(4) Bidang studi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a. bidang studi keahlian teknologi dan rekayasa;

b. bidang studi keahlian kesehatan;

c. bidang studi keahlian seni, kerajinan, dan pariwisata;

d. bidang studi keahlian teknologi informasi dan komunikasi;

e. bidang studi keahlian agribisnis dan agroteknologi;

f. bidang studi keahlian bisnis dan manajemen; dan

g. bidang studi keahlian lain yang diperlukan masyarakat.

(5). Penataan dan pengembangan spektrum program keahlian dilaksanakan Pemerintah Daerah setelah mendapatkan masukan dari pemangku kepentingan.

Paragraf 3 Peserta Didik

Pasal 35

Peserta didik pada SMA,MA dan SMK, MAK atau bentuk lain yang sederajat harus menyelesaikan pendidikannya pada SMP, MTs, Paket B, atau bentuk lain yang sederajat.

Pasal 36

(1). Peserta didik pada SMA, MA dan SMK, MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat pindah program keahlian pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara sesuai dengan persyaratan.

(2). Peserta didik yang belajar di negara lain pada jenjang Pendidikan Menengah berhak pindah ke SMA, MA, SMK, MAK atau bentuk lain yang sederajat.

Paragraf 4 Penyelenggaraan

Pasal 37

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34 dan Pasal 35 dan Pasal 36 diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima Pendidikan Nonformal

Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan

Pasal 38

(1) Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan untuk mengembangkan potensinya dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hidup.

(21)

(2) Pendidikan nonformal bertujuan membentuk manusia yang memiliki kecakapan hidup, keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian profesional, dan mengembangkan jiwa wirausaha yang mandiri, serta kompetensi untuk bekerja dalam bidang tertentu, dan atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

(3) Pendidikan nonformal diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat.

Paragraf 2

Bentuk dan Program Pendidikan Pasal 39

(1) Satuan pendidikan nonformal berbentuk : a. pondok pesantren;

b. taman pendidikan al qur’an c. lembaga kursus

d. lembaga pelatihan;

e. kelompok belajar;

f. pusat kegiatan belajar masyarakat;

g. majelis taklim;

h. satuan pendidikan yang sejenis.

(2) Lembaga kursus dan lembaga pelatihan serta bentuk lain yang sejenis menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat untuk :

a. memperoleh keterampilan kecakapan hidup;

b. mengembangkan sikap dan kepribadian profesional;

c. mempersiapkan diri untuk bekerja;

d. meningkatkan kompetensi vokasional;

e. mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri; dan atau f. melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.

(3) Kelompok belajar dan bentuk lain yang sejenis dapat menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat untuk:

a. memperoleh pengetahuan dan keterampilan dasar;

b. memperoleh keterampilan kecakapan hidup;

c. mengembangkan sikap dan kepribadian profesional;

d. mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri; dan atau e. melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.

(4) Pusat kegiatan belajar masyarakat serta bentuk lain yang sejenis dapat menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat untuk:

a. memperoleh pengetahuan dan keterampilan;

b. memperoleh keterampilan kecakapan hidup;

c. mengembangkan sikap dan kepribadian profesional;

d. mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri; dan atau e. melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.

Pasal 40 Program pendidikan nonformal meliputi :

a. pendidikan kecakapan hidup;

b. pendidikan anak usia dini;

c. pendidikan kepemudaan dan olah raga;

d. pendidikan pemberdayaan perempuan;

e. pendidikan keaksaraan;

(22)

f. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja;

g. pendidikan kesetaraan; serta

h. pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Pasal 41

(1) Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a merupakan pendidikan yang memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan estetis, kecakapan kinestetis, kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional yang diperlukan untuk bekerja, berusaha dan atau hidup mandiri.

(2) Pendidikan kecakapan hidup bertujuan meningkatkan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan estetis, kecakapan kinestetis, kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional untuk menyiapkan peserta didik agar mampu bekerja, berusaha, dan atau hidup mandiri di tengah masyarakat.

(3) Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan program-program pendidikan nonformal lainnya dan atau tersendiri.

Pasal 42

(1) Pendidikan kepemudaan dan olah raga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf c merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin bangsa.

(2) Program Pendidikan kepemudaan berfungsi mengembangkan potensi pemuda dengan penekanan pada :

a. penguatan nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

b. penguatan wawasan kebangsaan dan cinta tanah air;

c. penumbuhkembangan etika, kepribadian, dan estetika;

d. peningkatan wawasan dan kemampuan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan atau olahraga;

e. penumbuhan sikap kewirausahaan, kepemimpinan, keteladanan, dan kepeloporan; dan

f. peningkatan keterampilan vokasional.

(3) Program pendidikan kepemudaan memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat yang berusia antara 16 (enam belas) tahun sampai dengan 30 (tiga puluh) tahun;

(4) Pendidikan kepemudaan dapat berbentuk pelatihan dan bimbingan atau sejenisnya yang diselenggarakan oleh:

a. organisasi keagamaan;

b. organisasi pemuda;

c. organisasi kepanduan atau kepramukaan;

d. organisasi palang merah;

e. organisasi pecinta alam dan lingkungan hidup;

f. organisasi kewirausahaan;

g. organisasi masyarakat;

h. organisasi seni dan olahraga; dan i. organisasi lain yang sejenis.

Pasal 43

(1) Pendidikan pemberdayaan perempuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf d merupakan pendidikan untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan.

(23)

(2) Pendidikan pemberdayaan perempuan berfungsi untuk meningkatkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui:

a. peningkatan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

b. penguatan wawasan kebangsaan dan cinta tanah air;

c. penumbuhkembangan etika, kepribadian, dan estetika;

d. peningkatan wawasan dan kemampuan dibidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan atau olahraga;

e. penumbuhan sikap kewirausahaan, kepemimpinan, keteladanan, dan kepeloporan; dan

f. peningkatan keterampilan vokasional.

(3) Pendidikan pemberdayaan perempuan mencakup : a. peningkatan akses pendidikan bagi perempuan;

b. pencegahan terhadap pelanggaran hak-hak dasar perempuan;dan c. penyadaran terhadap harkat dan martabat perempuan.

Pasal 44

(1) Pendidikan keaksaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf e merupakan pendidikan bagi warga masyarakat yang buta aksara Latin agar mereka dapat membaca, menulis, berhitung, berbahasa Indonesia, dan berpengetahuan dasar untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

(2) Pendidikan keaksaraan berfungsi memberikan kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia serta pengetahuan dasar kepada peserta didik yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.

(3) Pendidikan keaksaraan dilaksanakan terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup.

Pasal 45

(1) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan fungsional yang sesuai kebutuhan dunia kerja atau kebutuhannya untuk menjadi manusia produktif.

(2) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja berfungsi untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional sesuai dengan kebutuhan dunia kerja atau kebutuhannya untuk menjadi manusia produktif.

Pasal 46

(1) Pendidikan kesetaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf g merupakan program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD dan MI, SMP dan MTs, SMA dan MA yang mencakup program Paket A, Paket B, dan Paket C serta pendidikan kejuruan setara SMK dan MAK yang berbentuk Paket C Kejuruan.

(2) Pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai pelayanan pendidikan nonformal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

(3) Peserta didik program Paket A adalah anggota masyarakat yang memenuhi ketentuan wajib belajar setara SD dan MI melalui jalur pendidikan nonformal.

(24)

(4) Peserta didik program Paket B adalah anggota masyarakat yang memenuhi ketentuan wajib belajar setara SMP dan MTs melalui jalur pendidikan nonformal.

(5) Program Paket B sebagaimana dimaksud pada ayat (4) membekali peserta didik dengan keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian profesional yang memfasilitasi proses adaptasi dengan lingkungan kerja.

(6) Persyaratan mengikuti program Paket B adalah lulus SD dan MI, program Paket A, atau yang sederajat.

(7) Peserta didik program Paket C adalah anggota masyarakat yang menempuh pendidikan menengah umum melalui jalur pendidikan.

(8) Peserta didik program Paket C Kejuruan adalah anggota masyarakat yang menempuh pendidikan menengah kejuruan melalui jalur pendidikan nonformal.

(9) Program Paket C sebagaimana dimaksud pada ayat (7) membekali peserta didik dengan kemampuan akademik dan keterampilan fungsional, serta sikap dan kepribadian profesional.

(10) Program Paket C Kejuruan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) membekali peserta didik dengan kemampuan akademik, keterampilan fungsional, dan kecakapan kejuruan paraprofesi, serta sikap dan kepribadian profesional.

(11) Persyaratan mengikuti program Paket C dan Paket C Kejuruan adalah lulus SMP dan MTs, Paket B, atau yang sederajat.

(12) Program pendidikan kesetaraan dapat dilaksanakan terintegrasi dengan:

a. program pendidikan kecakapan hidup;

b. program pendidikan pemberdayaan perempuan; dan atau c. program pendidikan kepemudaan.

Paragraf 3

Peserta Didik Formal Pasal 47

(1) Peserta didik pada lembaga pendidikan, lembaga kursus, dan lembaga pelatihan adalah warga masyarakat yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah dan atau melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.

(2) Peserta didik pada kelompok belajar dan pusat kegiatan belajar masyarakat adalah warga masyarakat yang ingin belajar untuk mengembangkan diri, bekerja, dan atau melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

(3) Peserta didik pada pendidikan kepemudaan adalah warga masyarakat pemuda.

(4) Peserta didik pada pendidikan keaksaraan adalah warga masyarakat usia 15 (lima belas) tahun ke atas yang belum dapat membaca, menulis, berhitung dan atau berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.

Paragraf 4 Penyelenggaraan

Pasal 48

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Nonformal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 46 diatur dengan Peraturan Bupati

(25)

Bagian Keenam Pendidikan Informal

Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan

Pasal 49

(1) Pendidikan Informal berfungsi sebagai upaya mengembangkan potensi warga masyarakat guna mendukung pendidikan sepanjang hidup.

(2) Pendidikan informal bertujuan untuk memberikan keyakinan agama, menanamkan nilai budaya, nilai moral, etika dan kepribadian, estetika, serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

Paragraf 2

Bentuk dan Program Pendidikan Pasal 50

(1) Pendidikan informal dilakukan keluarga dan atau lingkungan yang berbentuk kegiatan pembelajaran secara mandiri.

(2) Pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

pendidikan yang dilakukan melalui media massa, pendidikan masyarakat melalui berbagai kegiatan sosial dan budaya, serta interaksi dengan alam.

Paragraf 3

Peserta Didik Informal Pasal 51

Peserta didik pada pendidikan informal adalah setiap warga masyarakat.

Paragraf 4

Pengakuan Hasil Pendidikan Formal Pasal 52

(1) Hasil pendidikan informal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan nonformal dan formal setelah melalui uji kesetaraan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangan masing-masing, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketujuh Pendidikan Khusus

Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan

Pasal 53

(1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa.

(26)

(2) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang mengalami kendala fisik, emosional, mental dan sosial bertujuan untuk mengembangkan potensi pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian seoptimal mungkin menuju kemandirian hidup.

(3) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa bertujuan untuk mengembangkan kelebihan kualitas kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, dan bakat istimewa yang dimilikinya.

Paragraf 2

Jalur, Bentuk dan Jenis Pendidikan Pasal 54

(1) Pendidikan khusus diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal.

(2) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki kendala fisik, emosional, mental, sosial berbentuk Sekolah Luar Biasa (SLB) dan atau kelas inklusif sesuai dengan jenjang masing-masing.

(3) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan SD, SMP, SMA, SMK, atau bentuk lain yang sederajat.

(4) Bentuk penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dalam bentuk kelas khusus dan atau satuan pendidikan khusus.

(5) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa dapat berupa program percepatan, program pengayaan, atau gabungan program percepatan dan program pengayaan.

(6) Pendidikan khusus nonformal berbentuk lembaga kursus, kelompok belajar, lembaga pelatihan, serta satuan pendidikan lain yang sederajat.

(7) Pendidikan khusus informal berbentuk pendidikan keluarga dan lingkungan.

(8) Jenis pendidikan khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa pendidikan umum, kejuruan, dan khusus.

Paragraf 3 Peserta Didik

Pasal 55

Peserta didik pada pendidikan khusus adalah warga masyarakat yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51.

Paragraf 4 Penyelenggaraan

Pasal 56

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan Pasal 54 diatur dengan Peraturan Bupati.

(27)

Bagian Kedelapan Pendidikan Keagamaan

Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan

Pasal 57

(1) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi warga masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama.

(2) Pendidikan keagamaan bertujuan untuk membentuk peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan atau menjadi ahli agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.

Paragraf 2

Jalur dan Bentuk Pendidikan Pasal 58

Jalur dan bentuk pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3

Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pasal 59

(1) Penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan keagamaan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pemerintah Daerah dapat memberi bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan keagamaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 60

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dan Pasal 58 diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB VI

PENGELOLAAN PENDIDIKAN Bagian Kesatu

Umum Pasal 61 (1) Pengelolaan Pendidikan dilakukan oleh :

a. Pemerintah;

b. Pemerintah Daerah;

c. penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat;

d. kementerian agama kabupaten;

e. satuan atau program pendidikan.

(28)

(2) Pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menjamin:

a. akses masyarakat atas pelayanan pendidikan yang mencukupi, merata, dan terjangkau.

b. mutu dan daya saing pendidikan serta relevansinya dengan kebutuhan dan atau kondisi masyarakat; dan

c. efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan.

Pasal 62

(1) Pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 didasarkan pada program kerja dan anggaran tahunan yang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun oleh Pemerintah Daerah didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).

(3) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan atau badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal didasarkan pada rencana strategis masing-masing mengacu pada RPJMD dan RPJPD.

(4) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal didasarkan pada rencana strategis masing-masing yang mengacu pada RPJMD dan RPJPD.

Bagian Kedua

Pengelolaan oleh Pemerintah Daerah Pasal 63

(1) Bupati bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan di daerah dan merumuskan serta menetapkan kebijakan daerah di bidang pendidikan sesuai dengan kewenangan.

(2) Kebijakan daerah dibidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan sekurang-kurangnya dalam :

a. rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);

b. rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD);

c. peraturan Perundang-undangan daerah bidang pendidikan.

(3) Kebijakan daerah di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengikat :

a. semua Perangkat Daerah;

b. badan hukum penyelenggara satuan pendidikan;

c. satuan pendidikan yang belum berbadan hukum;

d. penyelenggara pendidikan formal, nonformal dan informal;

e. dewan Pendidikan Kabupaten;

f. pendidik dan tenaga kependidikan;

g. komite sekolah atau nama lain yang sejenis;

h. peserta didik;

i. orangtua atau wali peserta didik;

j. masyarakat;

k. pihak-pihak lain yang terkait dengan pendidikan.

Referensi

Dokumen terkait

1) Web course adalah pembelajaran secara penuh berbasis internet tanpa tatap muka. Anak didik dan guru/dosen sepenuhnya terpisah. Seluruh bahan ajar, diskusi dan

Pemenuhan perlindungan hak atas rasa aman tersebut diperlukan oleh jaksa dalam menjalankan fungsinya sebagai eksekutor pidana penjara karena rawan

Dalam hal ini, praktisi Public Relations bertindak sebagai komunikator atau mediator untuk membantu pihak manajemen dalam hal untuk mendengar apa yang diinginkan

Ismi Dwi Astuti N, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin untuk magang sebagai syarat

Piutang yg ditransfer kepada pihak lain untuk tujuan mendapatkan kas lebih cepat, diistilahkan sebagai anjak piutang atau factprong Melalui transaksi anjak piutang, pihak

islamic religiosity, halal knowledge dan halal lifestyle terhadap purchase intention kosmetik halal yang dimediasi attitude” adalah:. Bagi Akademisi, hasil penelitian ini dapat

Dari hasil penelitian menunjukkan upah/ imbalan yang diberikan oleh pemilik sawah kepada buruh tani tidak sesuai dengan prinsip dasar muamalah dalam konsep ujrah,

Wilayah negara meliputi juga dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di bawah wilayah perairan, berarti negara memiliki kedaulatan terhadap dasar laut dan