1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka, sehingga penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut. Gigi merupakan salah satu organ pengunyah, yang terdiri dari gigi- gigi pada rahang atas dan rahang bawah, lidah, serta saluran- saluran penghasil air ludah ( Tarigan, 2004).
Penyakit gigi yang sering diderita oleh hampir semua penduduk Indonesia adalah karies gigi. Karies gigi merupakan penyakit yang sering ditemukan pada setiap strata sosial masyarakat Indonesia baik pada kaum laki-laki maupun kaum perempuan serta anak-anak dan dewasa. Hasil Riskesdas (2007) melaporkan bahwa prevalensi karies gigi di Indonesia adalah sebesar 46,5 dengan penjabaran prevalensi karies untuk kelompok usia 12 tahun sebesar 36,1% dengan Desay, Missing, Filling Tooth (DMF-T) 0,91, kelompok usia 35-44 tahun prevalensi karies gigi mencapai 80,5 dengan DMF-T 4,46 sedangkan usia diatas 65 tahun dengan prevalensi karies sebesar 94,4% dan DMF- T 18,33.
Data tersebut menunjukkan bahwa prevalensi karies cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya umur yang berarti adanya kecenderungan penurunan status kesehatan gigi dengan meningkatnya umur. Maka perlu dilakukan tindakan pencegahan dan perawatan sedini mungkin (Sriyono,2009).
Dari data Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang pada tahun 2010 juga menunjukan pada usia 5-14 tahun proporsi anak yang
terserang karies gigi mencapai 23,97%. Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak dipermukaan gigi, sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi (Suryawati, 2010).
Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan avitasi yang makroskopis dapat dilihat.
Pada karies dentin yang baru mulai yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan lima (Suryawati, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Sari, et al (2012) tentang pengaruh pendidikan kesehatan gosok gigi dengan metode permainan simulasi ular tangga terhadap perubahan pengetahuan, sikap, dan aplikasi tindakan gosok gigi anak usia sekolah di SD wilayah Paron Ngawi menunjukan pengetahuan responden tentang gosok gigi meningkat setelah diberikan intervensi berupa pendidikan kesehatan gosok gigi dengan metode permainan simulasi ular tangga.Mayoritas responden mengalami peningkatan nilai sikap, dan sebagian besar responden memiliki sikap positif setelah diberikan pendidikan kesehatan dengan
metode permainan simulasi ular tangga yang dimodifikasi. Dan hasil penelitian Nurhidayati, et al (2012) tentang perbandingan media power point dengan flip chart dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut menunjukan ada perbedaan peningkatan pengetahuan antara pengunakan filp chart dan media power point.
Pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa sekolah dasar tentang pencegahan penyakit gigi dan mulut pada umumnya masih kurang.
Menurut pengertian dasar, perilaku masyarakat bisa dijelaskan merupakan suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan.
Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice) (Notoatmodjo, 2007). Data DKK Semarang bahwa masih
tinggi angka kejadian karies gigi terutama anak sekolah dasar (SD) dari data DKK Semarang pada tahun 2012 pada siswa SD kelas 1 paling banyak yang terkena karies gigi adalah daerah Kedungmundu yaitu 1216 siswa. Dan di SD Sendangmulyo 03 terdapat 118 siswa.
Dari hasil data awal dari 15 siswa kelas I semua melakukan gosok gigi dengan kurang tepat.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Adakah pengaruh metode simulasi cara mengosok gigi yang benar terhadap peningkatan pengetahuan siswa SD Sendangmulyo 03
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh simulasi cara mengosok gigi yang benar terhadap pengetahuan siswa untuk mengosok gigi yang benar di SD Sendangmulyo 03
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengetahuan sebelum simulasi tentang cara menggosok gigi siswa di SD Sendangmulyo 03
b. Mendeskripsikan pengetahuan sesudah simulasi tentang cara menggosok gigi siswa di SD Sendangmulyo 03
c. Menganalisis pengaruh metode simulasi cara menggosok gigi yang benar terhadap pengetahuan cara mengosok gigi yang benar.
D. Manfaat
Adapun manfaat dari teori penelitian ini : 1. Bagi responden
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai cara menggosok gigi yang benar pada anak-anak, khususnya pada anak sekolah dasar.
2. Bagi institusi sekolah
Penelitian ini dapat menjadi acuan untuk program UKGS dalam memberikan pendidikan kesehatan gigi dan mulut pada anak SD.
3. Bagi ilmu keperawatan
Dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan pada anak tentang perawatan gigi dan sebagai bahan dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam mengembangkan profesi keperawatan dimasa mendatang.
4. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi untuk penelitian sejenis di masa yang akan datang dengan variabel, jumlah responden dan lokasi yang lain sehingga diperoleh gambaran yang utuh tentang cara menggosok gigi yang benar pada anak SD.
E. Bidang Ilmu
Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu keperawatan yang difokuskan dalam bidang ilmu keperawatan anak .
F. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1. Keaslian Penelitian
No Peneliti tahun Judul penelitian
Jenis penelitian hasil 1 Silvia
Anitasari
2004 Hubungan frekuensi menyikat gigi dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa sekolah dasar negeri di Kecamatan Palaran Kotamadya Samarinda Kalimantan Timur
Jenis penelitian ini mengunakan observasi pada 1650 siswa sekolah dasar negeri kelas 1-6 kecamatan Palaran Samarinda
Ada hubungan antara frekuensi menyikat gigi dengan tinggat kebersihan gigi.
2. Ernita Kurnia Sari, Elida Ulfiana, Praba Dian
2012 Pengaruh pendidikan kesehatan gosok gigi dengan metode permainan simulasi ular tangga
terhadap perubahan pengetahuan, sikap, dan aplikasi tindakan gosok gigi anak usia sekolah di sd wilayah paron ngawi
Desain
penelitian yang digunakan adalah Quasy- Experimental dengan rancangan penelitian pre- post test control group design.
Sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas 2 SDN Dawu 2 Ngawi
dan SDN
Gelung 3
Ngawi. Sampel diambil sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan, dengan jumlah sampel
sebanyak 38 anak
terdapat perbedaan pengetahuan, sikap, dan aplikasi tindakan gosok gigi anak pada kelompok perlakuan yang diberikan pendidikan kesehatan dengan metode permainan simulasi ular tangga dan kelompok kontrol yang tidak diberikan pendidikan kesehatan dengan metode permainan simulasi ular tangga.
3 Sekar Arum Novita Sari, Ferry Efendi, Praba Dian
2012 Pengaruh pendidikan kesehatan metode simulasi menggosok gigi teknik modifikasi bass dengan ketrampilan dan kebersihan gigi mulut pada anak mi at- taufiq kelas v
Penelitian menggunakan desain .Pemilihan sampel dilakukan dengan purposive sampling.
Penelitian ini dilakukan pada anak sekolah (usia 10-12 tahun) di MI AT-Taufiq Lakarsantri Surabaya sebanyak 29 anak. Kriteria eksklusi yang digunakan meliputi anak yang tidak masuk sekolah saat intervensi, anak yang mengalami nyeri karena infeksi sakit gigi, dan anak yang tidak kooperatif.
Berdasarkan hasil tersebut didapatkan perbedaan yang signifikan pada responden antara sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan simulasi