• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Kristen Petra"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Representasi

Representasi sendiri dimaknai sebagai bagaimana dunia dikonstruksikan secara sosial dan disajikan kepada kita dan oleh kita di dalam pemaknaan tertentu (Barker, 2004,p.8). Menurut Stuart Hall (1997), ada dua proses representasi.

Pertama, representasi mental. Yaitu konsep tentang ‘sesuatu’ yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua, ‘bahasa’, yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam ‘bahasa’ lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.

Proses pertama memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan ‘peta konseptual’ dengan bahasa atau simbol yang berfungsi merepresentasikan konsep-konsep tentang sesuatu. Relasi antara ‘sesuatu’, ‘peta konseptual’, dan ‘bahasa/simbol’ adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama yang dinamakan representasi. Konsep representasi bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna sendiri juga tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam proses negoisasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru.

Intinya adalah: makna tidak inheren dalam sesuatu didunia ini, ia selalu di konstruksikan, diproduksi, lewat proses representasi. Ia adalah hasil dari penandaan. Praktek yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu (http://kunci.or.id/esai/nws/04/representasi.html).

2.1.2 Representasi dalam Film

Representasi merujuk kepada konstuksi segala bentuk media (terutama media massa) terhadap segala aspek realitas atau kenyataan, seperti masyarakat, objek, peristiwa, hingga identitas budaya. Representasi ini bisa berbentuk kata-

(2)

kata atau tulisan bahkan juga dapat dilihat dalam bentuk gambar bergerak atau film (http://www.aber.ac.uk/media/Modules/MC30820/represent.htm).

Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara: kata yang diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar) dan musik film. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu. (Sobur, 2004,p.128)

Stuart Hall (1997) juga mengatakan representasi adalah sistem pemaknaan melalui bagaimana kita mewakili dunia untuk diri kita sendiri dan orang lain. Proses pemaknaan akan terjadi dalam konteks tertentu dan dengan pemahaman tentang realitas yang dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat tertentu, sehingga kita akan memperoleh arti khusus dalam konteks yang diidentifikasi. Dalam proses pemaknaan akan melihat melaui beberapa tanda visual serta bahasa yang telah disepakati secara konvensional, sehingga kita dapat mengartikan hal tertentu sesuai dengan apa yang diwakilinya dalam budaya mereka. Film juga termasuk dalam sistem representasi (http://www.nmmu.ac.za/documents /theses/Elizabeth% 20Fourie.pdf).

Dalam mengkonstruksi realitas virtualnya, sebuah film harus didukung oleh sejumlah teknik shot kamera. Masing-masing teknik shot kamera ternyata memiliki arti sendiri. Ada sembilan teknik shot kamera, dimana setiap teknik memiliki fungsi dan makna yang berbeda, yaitu :

a. Long shoot/Wide Shot (LS/WS): Dengan teknik ini bisa diketahui siapa, dimana dan kapan berkaitan dengan subjek. Selain itu, juga bisa diketahui gendernya, kostum, gerakan subjek, dan ekspresi wajah.

b. Medium shots (MS): Dengan teknik ini bisa diketahui siapa, dimana dan kapan berkaitan dengan subjek. Selain itu, juga bisa diketahui gendernya, kostum, gerakan subjek, dan ekspresi wajah.

c. Close-up (CU): Disebut juga intimate shot. Untuk menghasilkan gambaran

(3)

informasi yang detail tentang objek, serta bisa menunjukkan ekspresi seseorang.

d. Extreme Long Shot (XLS): Digunakan untuk menunjukkan lingkungan urban, suburban, rural, pegunungan, gurun, laut, dan lain-lain. Juga digunakan untuk menunjukkan siang, malam,musim dingin, musim panas, dll.

e. Very Long Shot (VSL): Memperlihatkan lebih jelas lagi tentang siapa dan dimana subjek berada.

f. Medium Close Up (MCU: Memberi informasi tentang cara bicara, cara mendengarkan atau tindakan dari karakter Ekspresi wajah, arah pandang, emosi, warna rambut, make-up tampak jelas.

g. Big Close Up (BCU): Lebih untuk memperlihatkan bagian wajah, terutama hidung, mata dan mulut. Untuk memperlihatkan siapa subjek itu, dan bagaimana ekspresinya (marah, sedih, terharu, dll).

h. Extreme Close Up (ECU): Gambar ini biasanya digunakan untuk film dokumenter, berkaitan dengan medis atau ilmu alam, bisa juga digunakan untuk film naratif fiksi, atau film art (Thompson & Bowen, 2009, p.34)

Dalam teknik editing ada juga beberapa teknik pemotongan adegan- adegan dan disambung dengan adegan lain untuk membangun pesan yang ingin disampaikan.

Jeremy (dalam Thompson & Bowen, 2009, p.175) menggolongkan cutting menjadi beberapa bagian yaitu:

a. Jump Cut adalah pemotongan gambar yang dilakukan pada saat aksi sedang berlangsung dalam ruang yang sama sehingga timbul kesan melompat dalam waktu yang berbeda. Hal tersebut dilakukan untuk menimbulkan getaran psikologis pada penonton.

b. Match Cut adalah menyambung gambar dengan penuturan gambar dimana gambar berikutnya adalah kelanjutan dari aksi sebelumnya dalam sudut yang berbeda.

c. Subliminal Cut adalah pemotongan sesaat pada shot yang sedang berlangsung, dimana sesaat kemudian kembali lagi pada shot semula.

d. Cross Cut adalah penyambungan yang berlangsung dalam scene dengan waktu yang sama pada tempat yang berbeda, dimaksudkan untuk

(4)

menunjukkan keterkaitan antar shot dalam scene. Hal ini umumnya digunakan untuk membangun tension dan suspense.

e. Cut Away adalah penyambungan dari aksi ke shot obyek lainnya yang masih terdapat hubungan dengan scene utama. Cut away juga digunakan untuk menunjukkan obyek-obyek yang menjadi pusat perhatian atau menyembunyikan kesalahan perjalanan scene menjadi logis.

2.2 Remaja

WHO memberikan definisi tentang remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Jelasnya remaja adalah suatu periode dengan permulaan dan masa perlangsungan yang beragam, yang menandai berakhirnya masa anak dan merupakan masa diletakkannya dasar-dasar menuju taraf kematangan.

Perkembangan tersebut meliputi dimensi biologik, psikologik dan sosiologik yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Secara biologik ditandai dengan percepatan pertumbuhan tulang, secara psikologik ditandai dengan akhir perkembangan kognitif dan pemantapan perkembangan kepribadian. Secara sosiologik ditandai dengan intensifnya persiapan dalam menyongsong peranannya kelak sebagai seorang dewasa muda. Mengenahi umur masa remaja, ahli-ahli ilmu jiwa tidak mempunyai kata sepakat tentang batasan umur yang jelas dan dapat disetujui bersama sebab dalam kenyataannya konsep remaja ini baru mulai muncul pada abad ke-20 (Sarwono, 2001,p.9). Menurut Powel, masa remaja digolongkan menjadi pra remaja, antara umur 10 tahun hingga 12 tahun, kemudian remaja, antara 13 tahun sampai 16 tahun, dan remaja akhir, antara umur 17 tahun hingga 21 tahun. Sedangkan WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja (Sarwono, 2001,p.10)

(5)

2.3 Gaya hidup

Pada dasarnya gaya hidup tidak memiliki istilah yang pasti, banyak definisi para ahli yang bermunculan. Pada tahun 1929 Alfred Adler seorang psikolog mengatakan bahwa gaya hidup biasa digunakan untuk menunjukkan karakter dasar seseorang yang didirikan sejak awal masa kanak-kanak yang mengatur reaksi dan perilaku. Kemudian sebuah penelitian tentang gaya hidup didasari oleh pemikiran Robert (1978) yang mengatakan individu tidak begitu banyak terlibat dalam mengembangkan sistem gaya hidup yang lebih luas, gaya hidup terdiri dari sejumlah elemen saling tergantung. Pada tahun 2007 Philip Kotler seorang ahli marketing mengatakan bahwa gaya hidup menangkap atau menggambarkan sesuatu yang lebih dari kelas sosial atau kepribadian seseorang.

Gaya hidup merupakan profil dari pola seseorang dalam bertindak dan berinteraksi di dunia.

Karena penelitian ini akan melihat gambaran gaya hidup dalam film, dan film menggambarkan realitas sosial, sehingga dalam penelitian ini teori yang peneliti gunakan adalah gaya hidup dari pandangan ilmu sosial. Gaya hidup dalam ilmu sosial diartikan sebagai perilaku hidup yang terpola. Gaya hidup atau lifestyle adalah seperangkat praktik atau sikap yang masuk akal dalam konteks tertentu. Gaya hidup merupakan ciri sebuah dunia modern, atau biasa disebut juga dengan moderenitas. Maksudnya adalah siapapun yang hidup didalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain. Falk (1994) juga mengatakan dalam Chaney gaya hidup merupakan pengaturan simbolisme sekuler, maksudnya pada umumnya mereka tidak terlihat menampilkan makna-makna duniawi yang lain, tapi terikat nilai-nilai duniawi ini. Dengan kata lain gaya hidup dapat disebut sebagai sebuah organisasi simbol (Chaney,2003,p.92). Gaya hidup adalah pola- pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang yang lain (Chaney, 2003,p.40-41). Dari sejumlah definisi diatas peneliti menarik kesimpulan bahwa definisi gaya hidup adalah pola perilaku yang terdiri dari sejumlah elemen-elemen yang saling tergantung dan kemudian mencerminkan ekspresi, sikap, nilai, dan cara seseorang berinteraksi dengan lingkungannya.

(6)

Gaya hidup terdiri atas beberapa dimensi menurut Nas &Van Der Sande (1984). Dimensi dari sisi morfologis yang berhubungan dengan lingkungan dan geografis, gaya hidup melihat ruang gerak aktivitas individu, seperti lokasi rekreasi. Dimensi hubungan sosial meliputi hal yang berhubungan dengan pergaulan sosial dari individu. Dimensi ini terlihat jaringan lingkungan pergaulan, fungsi jaringan , dan anggota jaringan pergaulan dari individu. Dimensi domain melihat pola aktivitas individu serta peran yang dinilai berharga olehnya, makna dimensi ini melihat pemaknaan setiap kegiatan yang dilakukan oleh individu.

Dimensi gaya melihat simbol dan nilai simbolik yang diberikan oleh individu terhadap segala sesuatu yang berada di sekitarnya. (Brotoharsojo, 2005, p.170).

Melihat dari beberapa definisi diatas A.J. Veal (2000) dalam sebuah jurnal Leisure and Lifestyle menyimpulakan gaya hidup adalah pola individu dan karakteristik tingkah laku sosial dari individu atau kelompok. Veal mengatakan beberapa hal yang menjadi fokus dalam gaya hidup adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan atau Perilaku (Activies/Behavior)

Dalam bagian ini menggambarkan gaya hidup meliputi aktifitas, seperti pola konsumsi, kegiatan waktu senggang dan apa yang biasa disebut praktik domestik. Kegiatan yang termasuk dalam praktik domestik adalah gaya memasak atau makan, cara membesarkan anak, gaya dekorasi rumah, aktifitas yang dilakukan dalam hubungan personal dan kekerabatan. Aktifitas pekerjaan seseorang baik berbayar maupun tidak berbayar juga dapat menentukan seperti apa gaya hidup mereka.

b. Nilai dan sikap (Values and attitudes)

Dalam bagian ini menganggap adanya hubungan antara nilai dan sikap sebuah sikap dan perilaku. Dalam sebuah kajian yang terkenal “VALS”

(Values, Attitudes And Lifestyles) menganggap bahwa nilai-nilai dan sikap mempengaruhi perilaku pembelian atau konsumsi. Jika asumsi ini benar, maka kemungkinan bahwa kegiatan waktu senggang dan praktek domestik dipengaruhi oleh nilai-nilai dan sikap tersebut. Dengan demikian nilai-nilai dan sikap dapat dikatakan bisa mempengaruhi pola aktivitas. Jadi dapat

(7)

dikatakan sebuah kelompok dapat memiliki gaya hidup yang sama jika mereka memiliki kesamaan nilai-nilai yang dianut.

c. Group versus Individual

Sejumlah definisi menunjukkan bahwa gaya hidup adalah fenomena kelompok. Banyak gaya hidup timbul dan dikembangkan oleh proses kelompok dan beberapa orang mungkin mengadopsi gaya hidup sebagai hasil dari gabungan dengan, atau dalam rangka untuk bergabung dengan kelompok tertentu. Namun Adler (1929) mengatakan bahwa gaya hidup menunjukan karakter dasar seseorang sebagai bentukan dari masa lalu yang mengatur reaksi dan perilaku.

Pada tahun 1967 Ansbacher (1967) meninjau kembali penelitian Adler, dan menunjukkan bahwa gaya hidup dapat digunakan dalam tiga cara.

Pertama dapat digunakan dalam kaitannya dengan individu, seperti dalam karya Adler. Kedua hal itu dapat digunakan dalam kaitannya dengan kelompok, di mana gaya hidup dapat muncul melalui proses dinamika kelompok. Ketiga gaya hidup dapat digunakan sebagai 'istilah umum' yang mencakup Individu dan kelompok. Maksudnya gaya hidup sebuah individu dapat dikatakan sebagai sebuah upaya membangun ‘sistem’ gaya hidup dalam masyarakat tertentu

d. Group Interaction

Dalam bagian ini mengatakan bahwa seseorang tidak perlu mengalami kontak sosial secara langsung dalam membentuk gaya hidup mereka. Berinteraksi langsung dengan kelompok yang memiliki gaya hidup tertentu mungkin dapat memperkuat elemen gaya hidup yang ingin diadopsi, namun tidak menutup kemungkinan seseorang dari kejauhan juga dapat mengadopsi gaya hidup serupa tanpa adanya kontak pribadi dengan orang- orang dengan gaya hidup yang sama. Contohnya, seorang individu yang berada disebuah komunitas kecil yang terisolasi dapat mengadopsi sebuah gaya hidup berdasarkan apa yang mereka lihat dari televisi, koran atau majalah.

e. Coherence of activities/ lifestyle

(8)

Dalam bagian ini memfokuskan tentang gaya hidup individu dapat cocok dengan gaya hidup individu lain berdasarkan situasi-situasi tertentu.

Dalam hal ini kecocokan gaya hidup dapat terjadi ketika:

− Gaya hidup ini cocok jika memiliki prinsip moral yang serupa.

− Gaya hidup ini akan cocok jika memiliki situasi yang serupa. Contohnya memiliki kesamaan umur, pendapatan, situasi keluarga, dan letak geografis

− Gaya hidup akan cocok jika memiliki ketidakcocokan yang sama.

f. Recognisability

Bagian ini menggambarkan bahwa gaya hidup seseorang atau kelompok dapat dikenali sikap, aktivitas, pendapat, karakteristik sosio- demografi, perilaku pembelian tertentu. Weber berpendapat bahwa masyarakat dapat dilihat sebagai kelompok-kelompok status yang teroganisir, dibedakan oleh kehormatan dan prestise yang diberikan kepada mereka, dan gaya hidup yang adalah tanda lahiriah dari keanggotaan kelompok tersebut. Contohnya gaya hidup kaum hippies yang dapat kita kenali melalui gaya berpakaiannya yang berwarna-warni, ikat kepala, dan gaya hidup kembali ke alam, dan gaya hidup kaum punk, yang terlihat dari gaya rambut mohawk, dan gaya berpakaian.

g. Choice

Apakah orang memilih gaya hidup mereka? Ini adalah masalah yang paling kompleks untuk dibahas dalam bagian ini. Beberapa berpendapat bahwa ‘pilihan’ manusia berdasarkan pandangan manusia itu sendiri, namun pilihan dalam masyarakat kapitalis kontemporer adalah ilusi.

Sebuah pandangan yang diajukan oleh anggota Frankfurt School of sosiologi, termasuk Adorno, Horkheimer dan Marcuse (1985) mendefinisikan apa yang dimaksud dengan konsep industri budaya, ia mengatakan bahwa produk-produk yang dihasilkan untuk konsumsi massa pada suatu takaran besar menentukan sifat konsumsi itu, dan dibuat kurang lebih sesuai rencana.

Strukturnya mirip satu sama lain atau sekurang-kurangnya cocok satu sama lain, dengan menata dirinya sendiri ke dalam sebuah sistem nyaris tanpa ada

(9)

sadar maupun tak sadar jutaan orang yang dituju, massa tidak lagi bersifat primer tapi sekunder. Mereka adalah objek kalkulasi, bagian dari alat.

Konsumen bukanlah raja sebagaimana diyakinkan oleh industri budaya kepada kita, bukan subjek melainkan objek. Sehingga konsumen melihat pilihan yang mereka buat seperti kebutuhan nyata, kemudian mereka menderita kesadaran palsu dan bersedia untuk mengejar kebutuhan palsu (False Need) (Strinati, 2009, p.108-109) (Veal, 2000,p. 9-17).

Selain yang telah disebutkan diatas Bahasa juga dikategorikan sebagai gaya hidup. Bahasa adalah medium yang menjadi perantara dalam memaknai sesuatu, memproduksi dan mengubah makna. Bahasa mampu melakukan semua ini karena ia beroperasi sebagai sistem representasi. Lewat bahasa (simbol-simbol dan tanda tertulis, lisan atau gambar) ada proses pengungkapan pikiran, konsep, dan ide-ide tentang sesuatu. Fairclough mengemukakan bahwa bahasa bervariasi menurut identitas sosial orang-orang yang tengah berinteraksi, tujuan-tujuan mereka yang didefinisikan secara sosial, latar sosial, dan sebagainya (Strinati, 2009, p.153).

Ashadi Siregar mengatakan bahasa juga mencerminkan gaya hidup dalam kebudayaan populer ditunjukkan oleh penggunaan dialek Jakarta remaja gedongan. Tendensi dialek ini untuk menampilkan eksklusivitas kelas atas, sehingga orientasi ke atas dapat berlangsung melalui bahasa. Dialek yang semula dimaksud untuk menampilkan suasana remaja dalam cerita, dapat menjadi alat pula untuk menciptakan citra bahwa produk kebudayaan populer tersebut bagian dari gaya hidup tertentu (Ibrahim, 1997,p.244).

Yanti B. Sugarda dalam Survey dan Pendapat Tren Masyarakat Urban mengatakan bahwa ada beberapa tren yang menjadi perilaku masyarakat urban seperti, mayoritas masyarakat urban dewasa aktif berorganisasi atau berpartisipasi dalam kegiatan kelompok. Kemudian masyarakat urban masa kini adalah pecinta mall dan memiliki kebiasaan belanja. Selain tempat untuk berbelanja, Mall juga digunakan sebagai ajang tempat bertemu dengan orang-orang dari kelas yang sama, tempat berjalan-jalan bersama keluarga, bahkan untuk remaja Mall sering dijadikan untuk ngeceng, istilah popular untuk melihat-lihat lawan jenis. Banyak remaja yang juga mengatakan bahwa Mall adalah sebagai tempat untuk

(10)

menunjukan penampilan dan tren terbaru. Hal ini berlaku untuk remaja pria maupun remaja wanita. Terakhir Nilai keluarga, seks, dan peran gender juga berlaku dalam masyarakat urban. Masyarakat urban dewasa ini tetap percaya dengan pernikahan, dan kaum urban dewasa memilih kebahagiaan hidup berkeluarga daripada kekayaan materi. Dalam dunia kerja, 80 persen yang menempati posisi top management masihlah kaum pria. Namun, khusus di Jakarta terjadi pergeseran yang membuat kaum perempuan memiliki peluang yang sama dengan kaum pria (www.polling-center.com)

2.3.1 Gaya hidup remaja perkotaan di media massa

Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan- pesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, TV (Cangara, 2002,p.54).

Media massa adalah faktor lingkungan yang mengubah perilaku khalayak melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan atau proses imitasi (belajar sosial).

Dua fungsi dari media massa adalah media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi (Rakhmat, 2001,p.63).

Media massa sekarang ini berbeda dengan yang dahulu. Pada tahun 80-an sangat jarang ditemukan media massa yang menggambarkan gaya hidup. Film- film pada masa itu lebih banyak dipenuhi dengan film bergenre horror yang diperankan Suzanna, atau film komedi yang dimainkan oleh Warkop DKI. Namun Media masa saat ini sering menampilkan tentang gaya hidup. Terbukti dari banyaknya program televisi yang mengulas tentang gaya hidup, dan film-film Indonesia yang mengangkat tema gaya hidup, khususnya gaya hidup masyarakat perkotaan. Sejak tahun 2000an banyak film-film populer seperti Ada Apa Dengan Cinta, 30 Hari Mencari Cinta, Eifeel I’m in Love, Virgin, Barbie!, yang memotret kehidupan remaja perkotaan dengan kelas sosial menengah keatas.

Masa remaja adalah masa pencarian identitas. Remaja mulai mencari gaya hidup yang pas dan sesuai dengan selera. Remaja juga mulai mencari seorang idola atau tokoh identifikasi yang bisa dijadikan panutan, baik dalam

(11)

gaya bergaul. Kotler (1997) dalam William mendefinisikan gaya hidup itu sebagai pola hidup seseorang diduni yang diekspresikan dalam aktifitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya, dan akhirnya membentuk sebuah kebudayaan.

Budaya berarti pandangan hidup tertentu dari masyarakat , periode, atau kelompok tertentu (Williams, 1983,p.90).

John Storey dalam Cultural Theory and Popular Culture mengatakan bahwa budaya pop sama dengan Budaya Massa. Hal ini terlihat sebagai budaya komersial, diproduksi massal untuk konsumsi massa. Dari perspektif Eropa Barat, budaya pop dapat dianggap sebagai budaya Amerika. Atau, "budaya pop" dapat didefinisikan sebagai budaya "autentik" masyarakat. Namun, definisi ini bermasalah karena banyak cara untuk mendefinisikan "masyarakat". Ia juga mengatakan bahwa budaya pop sebagai tempat perjuangan antara 'resistansi' dari kelompok subordinat dalam masyarakat dan kekuatan 'persatuan' yang beroperasi dalam kepentingan kelompok-kelompok dominan dalam masyarakat." Suatu pendekatan postmodernism pada budaya populer "tidak lagi mengenali perbedaan antara budaya luhur dan budaya populer. Mereka menyatakan budaya pop adalah

”budaya massa” dengan tujuan menegaskan bahwa budaya massa secara komersial tidak bisa diharapkan. Ia diproduksi massa untuk konsumsi massa.

Audiaensnya adalah sosok- sosok konsumen yang tidak memilih. Budaya itu sendiri dianggap hanya sekedar rumusan, manipulatif (misalnya, politik kanan/kiri yang tergantung pada siapa yang meganalisisnya).

2.4 Teori Semiotika

Ferdinand de Saussure mengatakan bahwa semiotika adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk lambang-lambang yang ada atau digunakan masyarakat.

Saussure (Pawito, 2007,p.161). Saussure yakin bahwa semiotika dapat digunakan untuk menganalisis sejumlah besar sistem tanda, dan bahwa tidak ada alasan tidak bisa diterapkan pada bentuk media atau bentuk kultural apapun. Semiotika adalah sebentuk hermeneutika yaitu nama klasik untuk studi penafsiran sastra. Maka untuk mengkaji makna, khususnya media visual semiotika adalah pendekatan terbaik (Stokes, 2007,p.76).

(12)

Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan didunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.

Semiotika, atau dalam istilah Barthes(1988), semiology, pada dasarnya hendak mempelajari bagaiman kemanusiaan (humanity) memakai hal-hal (things).

Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to communicate). memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Sobur, 2004,p.15).

Jika diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata, kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (significant) dalam kaitannya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan (signifier) sesuai dengan konvensi dalam system bahasa yang bersangkutan. Sebagai contoh dalam sebuah teks, apakah itu surat cinta, makalah, iklan, cerpen, puisi, pidato presiden, poster politik, komik, kartun, dan semua hal yang mungkin menjadi “tanda” bias dilihat dalam aktivitas penanda: yakni, suatu proses signifikasi yang menggunkan tanda yang menghubungkan objek dan interpretasi (Sobur, 2004,p.17).

John Fiske mengemukakan dalam teori The Codes of Television (Fiske, 1987,p.4). Menyatakan bahwa peristiwa yang dinyatakan telah dienkode oleh kode-kode sosial adalah sebagai berikut:

a. Level Pertama adalah Reality (Realitas), kode sosialnya antara lain appearance (penampilan), dress (kostum), make-up (riasan), environment (lingkungan), behavior (kelakuan), speech (dialog), gesture (gerakan), expression (ekspresi), sound (suara)

b. Level Kedua adalah representation (Representasi), kode sosialnya antara lain camera (kamera), lighting (pencahayaan), editing (perevisian), music (musik), sound (suara)

c. Level Ketiga adalah Ideology (ideologi), kode sosialnya antara lain narrative (narasi), conflict (konflik), character (karakter), action (aksi), dialogue

(13)

Tanda-tanda dalam teks diwujudkan melalui paradigma dan sintagma dalam film tersebut. Paradigma adalah kumpulan tanda yang dari kumpulan itulah dilakukan pemilihan dan hanya satu unit dari kumpulan itulah yang dipilih.

Contohnya adalah huruf-huruf abjad. Seperti huruf A,B,C,D mereka merupakan paradigma karena memiliki kesamaan karakter yang membentuk mereka menjadi paradigma abjad.

Sintagma adalah perpaduan dari unit unit paradigma. Sintagma merupakan pesan yang dibangun dari paduan tanda-tanda yang dipilih. Sebagai contoh sintagma pakaian. Paradigmanya adalah baju, celana, topi, dasi dan seterusnya. Aspek penting sintagma adalah aturan atau konvensi yang menjadi dasar penyusunan paduan unit-unit itu (Fiske, 2004,p.81).

2.5 Nisbah Antar Konsep

Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Dalam film terdapat tanda- tanda yang dapat dibongkar untuk mengetahui makna atau pesan yang terdapat dalam tanda tersebut baik berupa pesan yang terlihat (manifest contents) maupun pesan yang tidak terlihat (latents contents). Sedikit banyak geliat perfilman terutama di Indonesia cenderung diisi oleh cerita-cerita yang menampilkan kisah-kisah bertemakan kehidupan remaja.

Bahkan beberapa diantara termasuk dalam jajaran film populer. Hingga saat ini tema tersebut masih sering diangkat kedalam film. Melihat beberapa asumsi yang mengatakan bahwa terjadi pergeseran gaya hidup remaja dulu dengan sekarang membuat peneliti ingin membandingkan film yang bertemakan kehidupan remaja perkotaan dari dua film yang muncul di era pembuatan yang berbeda, dan untuk mengetahui makna dibalik kedua film itu, peneliti menggunakan metode semiotika.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.

Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan didunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika digunakan untuk menemukan representasi gambaran gaya hidup remaja perkotaan.

(14)

2.6 Kerangka Pemikiran

Sumber: Olahan Penulis (2012)  

 

Reality (costume, tingkah laku, gesture,ekspresi)  

Representation (camera, lighting, music, sound)  

Ideology (character, dialog, conflict, action)  

Semiotika adalah studi tentang penandaan dan makna dari sistem tanda, ilmu tentang tanda, bagaimana makna dibangun dalam teks media representasi adalah bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apapun ditampilkan

dan digambarkan dalam teks.

Kode Semiotik John Fiske

Film adalah bagian dari kehidupan modern dan tersedia dalam berbagai wujud. Film bukan saja menyajikan pengalaman yang mengasyikan melainkan juga pengalaman hidup sehari-hari yang dikemas secara menarik

dan dengan memasukan beragam budaya ke dalam film tersebut.

Representasi gaya hidup remaja perkotaan dalam film Catatan Si Boy 1987 dan Catatan Harian Si Boy 2011

Film “Catatan Si Boy 1987” dan film “Catatan Harian Si Boy 2011” adalah film yang menggambarkan tentang realitas gaya hidup masyarakat perkotaan di kota Jakarta. Kedua film ini memiliki konsep cerita sama, namun diproduksi

pada era yang berbeda.

Referensi

Dokumen terkait

Jenis perniagaan yang dijalankan adalah program tadika dan pusat penjagaan kanak-kanak. Tadika ini bertindak sebagai pusat asuhan dan penjagaan kanak-kanak. Tadika ini terletak di

1) Hasil analisis penelitian ini menemukan bahwa persepsi nilai dan kepercayaan dapat meningkatkan keputusan pembelian pada produk hijau Herbalife. Bagi perusahaan hal

Sedarmayanti (2013) menyatakan: Pentingnya arti kinerja bagi keberlangsungan sebuah organisasi adalah untuk melakukan, menjalankan, melaksanakan serta melaksanakan atau

Tentu saja dalam komik motion cerita tokoh pewayangan juga mengandung filosofi dan pesan yang ingin disampaikan pada generasi muda Indonesia.. Dengan media komik

Sedangkan dalam proses menampilkan hasil pencarian, setelah data dalam tabel (baik data yang dicari ditemukan atau tidak), maka proses ini akan berjalan untuk menampilkan

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem informasi akuntansi adalah sekumpulan dari komponen yang saling berkaitan satu sama lain yang bertindak untuk

Putusan nomor 71/PID.B/2014/PN.Crp dengan terdakwa pertama bernama Dedi Bastian alias Dedi Jongoa Bin Komarudin, terdakwa kedua bernama Rhivend Reno Rivaldo alias Reno Bib