• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

II. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Masyarakat Karo

Masyarakat Karo menggunakan bahasa Karo untuk berkomunikasi dalam kehidupannya sehari-hari. Jadi, dapat dikatakan bahwa masyarakat etnis Karo adalah penutur asli bahasa Karo. Secara keseluruhan, masyarakat etnis Karo lebih banyak tinggal di luar kabupaten Karo, tetapi bila dilihat dalam satu daerah kabupaten maka di Kabupaten Karolah yang terdapat jumlahnya paling banyak. Sesuai dengan kenyataan, walau di mana pun mereka berdomisili bahwa mereka selalu meng- gunakan bahasa Karo untuk berkomunikasi antarsesama etnis Karo. Kesetiaan mereka untuk menggunakan bahasa Karo memang sangat tinggi.

Masyarakat Karo yang berdomisili di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat mayoritas adalah petani. Mereka menanam sawit, karet, dan palawija.

Mereka tidak ada yang mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan, walaupun mereka tinggal di tepi pantai. Di luar pekerjaan tersebut memang ada juga yang bekerja sebagai PNS, ABRI, dan berdagang.

Secara umum, masyarakat Karo yang berdomisili di Kabupaten Karo bertani dengan menanam padi basah dan padi kering, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Hal itu diakibatkan oleh keadaan alamnya yang menunjang, yaitu tanahnya subur dan udaranya sejuk disertai curah hujan yang cukup. Masyarakat Etnis Karo yang tinggal di Kabupaten Deli Serdang dan Langkat pada umumnya adalah petani karet dan sawit, walaupun ada juga yang menanam palawija.

(2)

Bila ditinjau dari sudut demokrasi ataupun gotong-royong dapat ditemukan bahwa pada masyarakat Karo yang tinggal di daerah Kabupaten Karo lebih tinggi jika dibandingkan dengan mereka yang tinggal di Kabupaten Deli Serdang dan Langkat karena di kedua kabupaten tersebut tidak ditemukan lagi Aron. Aron artinya

‘sekelompok orang yang mempunyai kepentingan bersama’, atau dengan kata lain

‘mempunyai kepentingan yang hampir bersamaan’. Aron ini mempunyai anggota dalam satu kelompok antara 10 orang hingga 25 orang. Anggota Aron tidak membedakan jenis kelamin. Cara mereka bekerja adalah dengan sistem bergilir.

Maksudnya, tanggal 1 pada bulan itu semua anggota akan bekerja bersama-sama di ladang si A selama 4 jam (4 x 60”) untuk satu periode (mulai dari pukul 08.00 pagi sampai dengan pukul 12.00 tengah hari). Selama satu hari mereka mempunyai waktu bekerja dua tahapan, yaitu pagi empat jam dan sore hari selama empat jam (pukul 13.00 sampai dengan pukul 17.00). Bila ladang si A dapat diselesaikan selama satu tahap maka tahap yang lain boleh berpindah ke tempat bekerja lainnya atau ke ladang anggota yang lain. Hal ini biasa dilihat dari situasi dan kondisi ladang para anggota kelompok kerja. Jadi, ketua kelompok beserta anggota kelompok dapat mengetahui keperluan setiap anggota. Perpindahan tempat bekerja untuk setiap tahap akan diatur oleh ketua kelompok.

Bila dilihat dari sudut pandang agama, masyarakat Karo ada yang beragama Protestan, Katolik, dan Islam. Jumlah penganut masing-masing agama belum pernah diteliti oleh para ahli ataupun ilmuwan. Akan tetapi, secara sepintas dapat diasumsikan bahwa masyarakat Karo yang berdomisili di daerah Kabupaten Deli

(3)

Serdang dan Langkat mayoritas adalah Islam, sedangkan di Kabupaten Karo penduduknya mayoritas beragama Kristen.

Masyarakat etnis Karo tidak membenarkan menikah dengan orang yang mempunyai nama keluarga Merga dan Beru yang sama, kecuali Sembiring Miala, Kembaren, Guru Kinayan, Pelawi, dan Pandia. Umpamanya si Azis Sembiring tidak diperbolehkan menikah dengan seorang wanita yang Beru Sembiring di luar yang terkecuali tersebut. Jadi, dapat dipilih wanita lain yang mempunyai nama keluarga yang berbeda, yaitu sebanyak empat lagi karena semua nama keluarga ada lima jenis.

Peraturan ini dibuat karena sistem kekerabatan yang dianut oleh masyarakat etnis Karo adalah paterliniage dan maderliniate sehingga bila ada orang yang mempunyai nama keluarga itu suatu pertanda bahwa mereka berasal dari satu nenek.

Untuk mengenal anggota masyarakat Karo kita harus mengetahui nama keluarga masyarakat Karo yang disebut Merga. Kata Merga di dalam bahasa Karo artinya Meherga (mahal). Merga akan dimiliki oleh setiap individu suku Karo.

Merga selalu diwariskan oleh ayahnya kepada setiap anaknya. Hal ini terjadi semenjak ada suku Karo lahir ke dunia ini. Merga ini berbeda istilah di antara anak laki-laki dan anak perempuan, untuk anak laki-laki disebut Merga dan untuk anak perempuan disebut Beru. Lebih rinci lagi dapat kita ketahui bahwa setiap individu suku Karo mempunyai empat ciri nama keluarga selain nama. Jadi, walaupun tidak dituliskan akan dipanggil setiap berkomunikasi, maka sebenarnya ada lima kata paling sedikit dimiliki oleh seseorang, misalnya Boy Sembiring Milala Bere-bere Perangin-angin Bangun. Boy adalah nama, Sembring adalah Merga, Milala adalah

(4)

sub-Merga Sembiring, Perangin-angin adalah Merga dan Bangun adalah sub- Perangin-angin.

Sembiring Milala diwariskan oleh nenek moyangnya ke generasinya secara turun-temurun. Bere-bere diwariskan oleh ibu kandungnya. Sejalan dengan perolehan nama keluarga bagi setiap anggota masyarakat Karo maka timbullah bahasa atau istilah kekerabatan yang dimiliki oleh masyarakat Karo dapat dilihat pada diagram kekerabatan pada halaman berikutnya. Akan tetapi, sebelum sampai pada diagram tersebut, ada baiknya jika diterakan terlebih dahulu semua Merga suku Karo beserta sub-Merga tersebut berikut desa yang mereka bangun pada masa tempo dulu. Adapun ciri khas anggota masyarakat Karo yang lima jenis secara umum dapat diuraikan berikut ini.

(5)

Tabel 1

Merga Sembiring dan Cabang-Cabangnya

No. Merga Sub-Merga Desa asal/ bangunannya 1. Sembiring Milala

Depari Busuk Bunuaji Brahmana Colia

Gurukinayan Keling Muham Pandia Pelawi Pandebayang Sinukapor Tekang Keloko Kembaren

Sinulaki Sinupayung

Sarinembah,Biaknampe, Munte Seberaya, Perbesi

Kidupen, Lau Peerimbon Kuta Tonggal, Beganding Kabanjahe, Limang, Perbesi Kubucolia, Seberaya

Gurukinayan Juhar, Raja Tengah Suka, Perbesi Seberaya, Payong Perbaji, Ajijahe

Buluh Naman, Gurusinga Pertumbuken, Sidikalang Kaban

Pergendangen

Sampe Raya, Kuta Mbelin, Kuta Mbaru

Suka, Belinun Juma Raja, Nageri

(6)

Tabel 2

Merga Perangin-angin dan Cabang-Cabangnya

No. Merga Sub-Merga Desa asal/ bangunannya 2. Perangin-angin Bangun

Benjerang Kacinambun Keliat Laksa Manu Namohaji Pencawan Penggarun Perbesi Pinem Sebayang

Batukarang Batukarang Kacinambun Mardingding Juhar

Pergendangen Kutabuluh Perbesi Susuk Perbesi Sarintolu Perbesi

(7)

Tabel 3

Merga Ginting dan Cabang-Cabangnya

No. Merga Sub-Merga Desa asal/ bangunannya 3. Ginting Jadibata

Sugihen Garamata Gurupatih

Suka

Babo Jawak

Pase

Ajartambun Beras Seragih Capah Tumangger Munte

Manik

Juhar

Sugihen, Juhar, Kuta Gugung Raja Tonggal, Tongging

Buluh Naman, Sarimunte, Naga,

Lau Kapor

Suka, Lingga Julu, Naman, Berastepu

Gurubenua, Kuta Great, Munte Cingkes

Tidak punya desa asal, karena generasi terputus yang disebabkan oleh tidak adda generaasinya laki-laki

Rajamerahe Lau Petundal Lingga Julu Bukit

Kidupen, Kemkem

Munte, Kuta Bangun, Dokan, Tongging, Bulanjahe

Ajinembah, Raja Tengah Lingga, Tongging

(8)

Tabel 4

Merga Tarigan dan Cabang-Cabangnya

No. Merga Sub-Merga Desa asal/ bangunannya

4. Tarigan Tua

Gerneng Girsang Gana-gana Jampang Pekan Purba Sibero

Silangit Tambak Tambun Tegur Bondong

Pergendangen Cingkes

Nagasaribu, Berastepu Batukarang

Pergendangen Sukanalu Simalungun

Juhar,Munte,Lingga, Kuta Raja, Tanjung Beringin

Gunung

Kebayakan, Sukanalu Rakut Besi, Binangara Suka

Lingga

(9)

Tabel 5

Merga Karo-Karo dan Cabang-Cabangnya

No. Merga Sub-Merga Desa asal/ bangunannya 5. Karo-karo Barus

Kaban

Sinuhaji Purba

Kacaribu Ketaren Sinuraya Sinulingga

Sekali Kemit Jung/ ujung Sinukaban Sinubulan Samura Sukapiring Sitepu

Barusjahe,Sipitu Kuta, Serdang, Pernampen, Siberteng, Kabung, Juma Padang, Buntu, Basam, Talimbaru

Kaban, Sumbul, Lau Lingga, Pernantin, Buluh Naman, Bintang Meriah

Ajijahe, Ajijulu, Ajibuhara, Ajimbelang

Kabanjahe, Berastagi, Kinepen, Jandi Meriah, Beganding, Kuta Suah

Kuta Gerat, Kerapat, Kacaribu Sibolangit, Ketaren

Bunuraya, Kandibata, Singgamanik

Lingga, Gunung Merlawan, Linggajulu, Kacaribu, Torong, Surbakti

Seberaya Kuta Male

Kuta Nangka, Batukarang, Perbesi

Pernantin, Kabantua Bulanjulu

Samura Seberaya

Naman, Sukanalu, Gamber, Sigarang-garang, Bakerah, Simacem, Kuta Tengah,

Ndeskati, Sukandebi, Sinaman, Rumamis, Semangat, Bulajahe, Sukajulu, Gunung Pinto

(10)

Masyarakat etnis Karo menggunakan istilah kekerabatan berikut ini dan istilah tersebut diperoleh sesuai dengan posisi seseorang yang tergambar pada skets yang dimuat pada halaman 19.

Istilah Kekerabatan

1 adalah Abi Sembiring perbulangen’ suami’ si 2 (Zuri beru Perangin-angin).

3, 4, dan 5 anak ‘anak’ si 1 dan 2.

3 adalah Aci Sembiring, 4 adalah Zari Beru Sembiring, dan 5 adalah Zai Beru Sembiring.

1 adalah bapa ‘ayah’ si 3, 4, dan 5.

3 adalah turang ‘abang ‘ si 4 dan 5.

4 dan 5 adalah turang ‘adik’ si 3.

6 adalah Rani Beru Ginting ndehara ‘istri’ si 3.

7 adalah Aji Tarigan perbulangen ‘suami’ si 4.

8 adalah Ali Karo-karo perbulangen ‘suami’ si 5.

3 adalah silih ‘abang ipar’ si 7 dan 8.

6 adalah eda ‘kakak ipar’ si 4 dan 5.

1 adalah jinta ‘mertua’ si 6.

2 adalah simetua ‘mertua’ si 6.

5 adalah peragin ‘adik ipar’ si 7.

4 adalah perkakaen ‘kakak ipar’ si 8.

7 dan 8 adalah sepeibanen ‘sepengambilan’.

1 adalah mama ‘mertua’ si 7.

(11)

8 dan 2 adalah mami ‘mertua’ si 7.

7 dan 8 adalah kela ‘menantu’ si 1 dan 2.

9, 10, dan 11 adalah anak ‘anak’ si 3 dan 6.

9 adalah Uli Sembiring, 10 adalah Ani Beru Sembiring, dan 11 adalah Ami Beru Sembiring.

12, 13, dan 14 adalah anak si 4.

7, 15, 16, dan 17 adalah anak si 5 dan 8.

12 adalah Juma Tarigan, 13 adalah Rudi Tarigan, 14 adalah Limah Beru Tarigan, 15 adalah Rebo Beru Karo-karo, 16 adalah Siah Beru Karo-karo, 17 adalah Mail Karo- karo.

9 sampai dengan 26 adalah kempu ‘cucu’ si 1 dan 2.

1 adalah bulang, laki, bayak, dan bolang ‘kakek’ si 9 sampai dengan 86.

2 adalah nangin, nondong, nini ‘nenek’ si 9 sampai dengan 53.

27 sampai dengan 53 adalah ente ‘cucu’ si 1 dan 2.

Pada suatu saat apabila ‘cucu’ ente [ənt] (27 sd 53) sudah menikah dan mempunyai anak maka semua anaknya adalah ‘cucu’ entah [əntah] 1 dan 2.

Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa nama keluarga setiap orang yang merupakan anggota keluarga masyarakat etnis Karo secara sepintas hanya dilihat satu saja, tetapi yang sebenarnya adalah terdiri dari empat komponen. Contoh, nomor 3 dalam skets adalah Aci Sembiring Milala Bere-bere Perangi-angin Bangun. Nomor 4 adalah Zari Beru Sembiring Milala Bere-bere Perangin-angin Bangun.

(12)

Sembiring Milala diwarisi dari ayahnya, nomor 1, dan Bere-bere Perangin- angin Bangun diwarisi dari ibunya, nomor 2. Hal ini menunjukkan bahwa nomor 1 adalah Abi Sembiring Milala, dan nomor 2 adalah Zuri Beru Perangin-angin Bangun.

Milala adalah salah satu cabang Sembiring dan Bangun adalah salah satu cabang Perangin-angin.

Nomor 12 dan 13 adalah senina sepemeren ‘sepupu’ 17. Hal ini menunjukkan bahwa mereka bersaudara karena Ibu mereka adalah bersaudara kandung. Nomor 14 adalah senina sepemeren ‘sepupu’ dengan 15 dan 16, karena Ibu kandung mereka bersaudara kandung. Nomor 33 adalah senina sembuyak bapa ‘ bersaudara’ dengan 27 dan 29, karena nomor 9 dan 11 adalah bersaudara kandung. Nomor 10 dan 28 adalah senina sembuyak bapa ‘ sepu’ karena ayah mereka bersaudara kandung.

Skema untuk kekerabatan suku Karo tersebut di atas secara garis keturunan dapat dilihat pada skema yang dituliskan pada halaman berikut.

(13)

Skema Kekerabatan Suku Karo

1♂ 2♀

3♂ 4♀ 5♀

3♂ 6♀ 4♀ 7♂ 5♀ 8♂

9♂ 10♀ 11♀ 12♂ 13♂ 14♀ 15♀ 16♀ 17♂

18♀ 19♂ 20♂ 21♀ 22♀ 23♂ 24♂ 25♂ 26♀

27♂ 30♀ 33♂ 36♀ 39♂ 42♂ 45♀ 48♂ 51♀

28♂ 31♂ 34♀ 37♂ 40♀ 43♂ 46♀ 49♂ 52♂

29♀ 32♂ 35♂ 38♀ 41♂ 44♂ 47♀ 50♀ 53♂

Keterangan:

♂ tanda laki-laki, ♀ tanda perempuan, tanda suami istri, dan tanda anak.

(14)

Menurut perundang-undangan masyarakat Karo bahwa orang yang Rebu tidak boleh menari bersama di atas satu panggung. Rebu terdapat di antara menantu dan mertua, kakak ipar dan adik ipar, serta berbesanan. Kakak ipar dan adik ipar ialah abang si istri dan juga istri dari abang istri tersebut. Berbesanan ialah ibu mertua oleh anak kita yang laki-laki. Jadi, di kalangan masyarakat Karo semua hubungan tersebut tergolong tabu, atau Rebu dalam istilah bahasa Karo.

Jumlah penduduk setiap Kabupaten adalah sebagai berikut.

- Kabupaten Karo 351.368 - Kabupaten Deli Serdang 1.686.366 - Kabupaten Langkat 1.027.414

Untuk melihat jumlah penduduk menurut suku bangsa dan agama di ketiga kabupaten daerah penelitian serta di setiap desa secara rinci dapat dilihat pada tabel 6 halaman 25 dan tabel 7 halaman 26 berikut ini.

(15)

Tabel 6

Jumlah Penduduk Menurut Suku Bangsa

Jumlah penduduk menurut suku bangsa

Kabupaten

Desa titik pengamatan

Karo Toba Simalungun Mandailing Jawa Melayu Lainnya Jumlah

Nageri 657 657

Kinangkong 1.297 15 4 1.316

Lau Buluh 1.085 8 4 1.097

Selandi 614 2 2 2 620

Seberaya 2.796 2.796

Karo

Dokan 1.166 10 13 1.189

Sikeben 717 717

Penen 1.100 12 2 19 1.133

Talun Kenas 2.321 23 300 2.644

Namo Rambe 1.799 51 64 102 70 2.086

Pasar 10 2.073 2 4 2.079

Deli Serdang

Gunung Tinggi 1.062 12 10 1.084

Telaga 1.865 12 5 4 8 2 1.896

Tj. Merahe 1.472 4 22 549 11 138 2.196

Garunggang 1.340 9 248 52 1.654

Kuta Gajah 1.273 36 12 5 1.032 3 45 2.401

Parangguam 1.370 10 5 439 2 1.826

Langkat

Lau Damak 1.060 10 19 701 95 8 1.893

(16)

Tabel 7

Jumlah Penduduk dan Agama di Daerah Penelitian.

Pemeluk Agama

Kabupaten

Desa titik

pengamatan Islam Protestan Katolik Lainnya Jumlah

Nageri 16 394 227 20 657

Kinangkong 29 658 599 30 1.316

Lau Buluh 53 746 277 21 1.097

Selandi 30 435 105 50 620

Seberaya 20 2097 662 17 2.796

Karo

Dokan 60 691 389 49 1.189

Sikeben 6 239 467 5 717

Penen 36 269 793 35 1.133

Talun Kenas 182 1.930 478 54 2.644

Namo Rambe 361 1.205 520 2.086

Pasar 10 405 1.272 297 123 2.079

Deli Serdang

Gunung Tinggi 23 978 65 20 1.084

Telaga 19 1.473 389 15 1.896

Tj. Merahe 1.823 286 14 73 2.196

Garunggang 579 1.075 1.654

Kuta Gajah 1.584 648 48 121 2.401

Parangguam 895 804 91 36 1.826

Langkat

Lau Damak 1.155 587 10 141 1.893

(17)

2.2 Kedudukan Bahasa Karo

Bahasa Karo adalah salah suatu bahasa daerah di Sumatera Utara yang penuturnya disebut masyarakat Karo. Bahasa Karo dipergunakan masyarakat Karo untuk berkomunikasi dalam kehidupannya sehari-hari. Untuk melakukan aktivitasnya, masyarakat Karo menggunakan bahasa Karo. Bahasa Karo memang sangat luas daerah pakainya bila dilihat dari segi geografis karena daerahnya tidak saja di Kabupaten Karo, tetapi sampai ke Kabupaten Dairi, Langkat, Deli Serdang, dan beberapa daerah lainnya.

Penutur asli bahasa Karo dapat dikatakan mempunyai kesetian yang sangat tinggi terhadap bahasa Karo karena walau di mana pun mereka berada, bila berkomunikasi dengan sesama sukunya, bahasa Karo selalu digunakan sebagai medianya. Umpamanya, pada saat mereka mengadakan upacara pun mereka tetap meggunakan bahasa Karo. Penutur asli bahasa Karo sering sekali melakukan alih kode pada saat mereka berinteraksi. Bila dalam grup komunikasi tersebut ada tambahan yang bukan etnis Karo maka mereka akan menggunakan bahasa Indonesia sebagai media. Akan tetapi, bila tidak ada tambahan anggota grup tersebut maka bahasa Karo akan tetap dipakai.

Sebagai tambahan, dapat diketahui bahwa, penutur asli bahasa Karo yang bertempat tinggal di kota-kota besar di Indonesia pun masih memper-gunakan bahasa Karo dalam kehidupan sehari-harinya, kecuali di luar kelompok Karo. Pernah peneliti memberikan tugas kepada mahasiswa untuk meneliti keberadaan bahasa Karo di

(18)

rumah tangga suku Karo di Kota Medan. Ternyata 99% dari 200 rumah tangga ditemukan menggunakan bahasa Karo di rumah sebagai media.

2.3 Daerah Objek Penelitian

Daerah ataupun lokasi penelitian ini terdapat di ketiga kabupaten yang berbeda, tetapi masih tetap berada di Provinsi Sumatera Utara. Ketiga Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat. Sebelum dijelaskan secara rinci setiap daerah titik pengamatan di masing-masing kabupaten, kerlebih dahulu diuraikan tentang latar belakang setiap kabupaten. Latar belakang yang dijelaskan meliputi sejarah, geografi, sosial, agama, dan kesehatan penduduk untuk setiap kabupaten. Selanjutnya, dijelaskan juga mengenai desa yang sudah ditetapkan sebagai daerah titik pengamatan untuk mewakili desa lainnya.

Sebagaimana telah dijelaskan pada halaman terdahulu bahwa penelitian ini adalah suatu penelitian lapangan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data penelitian diperoleh dari sejumlah informan suku Karo yang bertempat tinggal di desa daerah titik pengamatan. Daerah titik pengamatan ada sebanyak 18 desa. Untuk itu, berikut ini dijelaskan mengenai keadaan alam bagi masing-masing daerah penelitian.

Indonesia adalah Negara Republik yang merdeka dan berdaulat. Indonesia sangat luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau. Salah satu pulau itu adalah pulau Sumatera. Indonesia mempunyai berbagai daerah provinsi, dan di Sumatera ada terdapat lima provinsi yang berbeda, dan salah satu di antaranya adalah Sumatera Utara. Setiap daerah provinsi di Indonesia mempunyai beberapa daerah yang disebut

(19)

kabupaten, dan kota madya. Misalnya Provinsi Sumatera Utara mempunyai 19 daerah kabupaten dan 7 kota madya. Di antara 19 daerah kabupaten tersebut terdapat 3 daerah kabupaten yang dijadikan sebagai daerah penelitian, yaitu Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat.

2.4 Kabupaten Karo

Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 120–1600 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dan merupakan daerah mata air sungai. Kabupaten Karo mempunyai areal seluas 2.127,25 km2 atau dapat dikatakan 212.725 hektar. Dapat juga diketahui bahwa daerah Kabupaten Karo adalah 2,97% dari luas seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara.

Bila dilihat dari sudut pandang geografis, maka Kabupaten Karo terletak di antara 2o50́'– 3o19' lintang utara dan 97o55'– 98o38' bujur timur.

Di daerah Kabupaten Karo terdapat dua buah gunung berapi yang masih aktif, yaitu Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung. Bila dirinci daerah Kabupaten Karo menurut posisinya, maka diketahui bahwa:

(1) 28.606 hektar (13,45%) berada di antara 120–200 meter di atas permukaan laut, (2) 17.856 (8,39%) berada di antara 201–500 meter di atas permukaan laut,

(3) 84.892 hektar (39,91%) berada di antara 501–1.000 meter di atas permukaan laut, (4) 70.774 hektar (33,27%) berada di antara 1.001–1.400 meter di atas permukaan

laut, dan

(5) 10.597 hektar (4,98%) berada di antara 1.401–1.600 meter di atas permukaan laut.

(20)

Kabupaten Karo berbatasan dengan:

(1) Kabupaten Langkat dan Deli Serdang di sebelah Utara, (2) Kabupaten Dairi dan Toba Samosir di sebelah Selatan,

(3) Kabupaten Simalungun dan Deli Serdang di sebelah Timur, dan (4) Kabupaten Aceh Tenggara di sebelah Barat.

Kabupaten Karo mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau.

Suhu udara di Kabupaten Karo berkisar antara 13,8oC–25,8oC. Musim hujan dan kemarau belakangan ini ataupun semenjak banyaknya pohon kayu ditebang secara liar dan tidak terpadu yang mengakibtkan musim kemarau dan hujan tidak dapat diprediksi secara akurat.

Kabupaten Karo pada awal kemerdekaan atau setelah lepas dari cengkeraman Kolonial Belanda terbagi atas tiga daerah kewedanaan. Setelah beberapa tahun Indonesia merdeka maka daerah Kabupaten Karo dibagi lagi menjadi 10 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Kabanjahe, Tiga Panah, Barus Jahe, Simpang Empat, Payung, Kuta Buluh, Lau Baleng, Tiga Binanga, Juhar, dan Munte. Sekarang, setelah diadakan pemekaran maka yang 10 wilayah kecamatan tadi sudah menjadi 17 wilayah kecamatan. Adapun ketujuh wilayah kecamatan tambahan yang baru ialah Kecamatan Berastagi, Mardingding, Dolat Rakyat, Tiga Nderket, Merek, Merdeka, dan Teran.

Adapun wilayah kecamatan yang dijadikan sebagai daerah penelitian ialah:

(1) Kecamatan Juhar, (2) Kecamatan Lau Baleng,

(21)

(3) Kecamatan Kuta Buluh, (4) Kecamatan Tiga Panah, (5) Kecamatan Payung, dan (6) Kecamatan Merek.

Untuk mendapatkan suatu hasil penelitian yang baik, maka dipilih dan ditetapkan desa daerah titik pengamatan sebagai lokasi tempat pengumpulan data secara baik dan benar. Mahsun (1995:102–103) mengatakan bahwa ada dua pilihan yang dapat diterapkan untuk menetapkan daerah titik pengamatan, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Adapun kriteria untuk cara kualitatif adalah sebagai berikut:

(1) daerah titik pengamatan yang dipilih tidak boleh berdekatan ataupun bertetangga, serta tidak bertetangga dengan kota besar,

(2) masyarakat desa titik pengamatan tersebut tidak mengalami mobilitas yang tinggi, (3) jumlah penduduk di desa daerah titik pengamatan maksimal 6.000. jiwa, dan (4) desa titik pengamatan tersebut minimal sudah berusia 30 tahun.

Peneliti dalam hal melaksanakan penelitian ini sudah mengikuti petunjuk yang ditegaskan oleh Mahsun tersebut. Teori kuantitatif dimaksud ialah menetapkan daerah titik pengamatan dengan mengukur jarak antara desa satu dengan desa dua, desa tiga, desa empat, desa lima, desa enam, dan seterusnya kira-kira 20 km. Cara ini sebaiknya dilakukan terhadap suatu daerah yang penduduknya mempunyai isolek yang homogen, maka cara kuantitatif boleh tidak diindahkan. Setelah diamati semua desa daerah titik pengamatan yang telah ditetapkan bahwa daerah titik pengamatan untuk penelitian ini sudah memenuhi syarat kualitatif maupun kuantitatif.

(22)

Desa yang ditetapkan sebagai daerah titik pengamatan, satu desa di masing- masing wilayah kecamatan, yaitu Desa Nageri di wilayah Kecamatan Juhar, Desa Kinangkong di wilayah Kecamatan Lau Baleng, Desa Lau Buluh di wilayah Kecamatan Kuta Buluh, Desa Selandi di wilayah Kecamatan Payung, Desa Seberaya di wilayah Kecamatan Tiga Panah, dan Desa Dokan di wilayah Kecamatan Merek.

(1) Kecamatan Juhar

Kecamatan Juhar mempunyai wilayah seluas 218,56 km2. Kecamatan Juhar terletak di antara 710–800 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Juhar berbatasan dengan:

(1) Kecamatan Tiga Binanga dan Munte di bagian Utara, (2) Kabupaten Dairi di sebelah Selatan,

(3) Kabupaten Dairi dan Kecamatan Tiga Binanga di sebelah Barat, dan (4) Kecamatan Tiga Panah di sebelah Timur.

Kecamatan Juhar berpenduduk sebanyak 13.859 (6.572 orang laki-laki dan 7.287 orang perempuan) dengan jumlah rumah tangga sebanyak 4.423. Cuaca di wilayah Kecamatan Juhar berkisar antara 22o–29oC. Musim di Wilayah Kecamatan Juhar adalah musim penghujan dan musim kemarau. Kedua musim ini tidak dapat lagi diprediksi berhubung hutan sudah dirusak oleh masyarakat. Kecamatan Juhar mempunyai 24 desa dan salah satu di antaranya ditetapkan sebagai desa tempat titik pengamatan, yaitu Desa Nageri. Desa Nageri mempunyai penduduk sebanyak 657 orang (308 laki-laki dan 349 orang perempuan) yang terdiri dari 197 rumah tangga.

(23)

(2) Kecamatan Lau Baleng

Kecamatan Lau Baleng berada dalam ketinggian 600–700 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Lau Baleng mempunyai wilayah seluas 252,60 km2.

Adapun batas wilayah Kecamatan Lau Baleng adalah:

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mardingding, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi,

Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara, dan Sebelah Timur dengan Kecamatan Tiga binanga.

Wilayah Kecamatan Lau Baleng mempunyai 15 desa, salah satu di antaranya ialah Desa Kinangkong. Desa Kinangkong inilah yang dijadikan sebagai desa tempat titik pengamatan penelitian ini. Luas desa Kinangkong adalah 20,86 km2. Jumlah penduduknya adalah sebanyak 1.316 orang (643 orang laki-laki dan 673 orang perempuan). Jumlah rumah tangga di desa Kinangkong ada sebanyak 331.

Masyarakat Kinangkong menganut tiga agama yang berbeda, yaitu Islam, Katolik, dan Kristen lainnya. Pemeluk agama Islam ada sebanyak 314 orang, Katolik ada sebanyak 285 orang, dan Kristen lainnya ada sebanyak 717 orang.

(3) Kecamatan Kuta Buluh

Kecamatan Kuta Buluh mempunyai wilayah seluas 195,70 km2 yang terdiri atas 16 desa. Wilayah ini berada dalam ketinggian 900 meter di atas permukaan laut.

Adapun batas wilayah Kecamatan Kuta Buluh ialah:

Sebelah Utara dengan Kabupaten Langkat,

Sebelah Selatan dengan Kecamatan Tiga Binanga,

(24)

Sebelah Barat dengan Kecamatan Mardingding, dan Sebelah Timur dengan Kecamatan Payung.

Penduduk Kecamatan Kuta Buluh ada sebanyak 11.853 jiwa. Desa yang ditetapkan sebagai tempat titik pengamatan di Wilayah Kecamatan Kuta Buluh adalah desa Lau Buluh. Desa Lau Buluh mempunyai penduduk sebanyak 1.097 orang (539 laki-laki dan 558 orang perempuan) yang terdiri dari 192 rumah tangga. Di desa Lau Buluh ada terdapat 1 mesjid dan 6 gereja.

(4) Kecamatan Payung

Kata Payung dalam frasa Kecamatan Payung sebenarnya berasal dari kata Payong. Banyak anggota masyarakat Karo tidak mengerti sejarah kata Payung tersebut. Sebahagian orang menganggap bahwa makna kata Payung pada frasa Kecamatan Payung adalah Payong di dalam bahasa Karo yang memang artinya

‘payung’, tetapi yang sebenarnya adalah Payong [payoŋ] yang berasal dari dua kata

‘payo’ dan ‘nge’ [payo ŋě] yang berarti ‘benar’ atau ‘betul’. Desa Payung pada mulanya merupakan ladang seorang Merga Bangun. Merga Bangun tersebut adalah penduduk asli Desa Batu Karang. Merga Bangun tersebut meninggalkan Desa Batu Karang berhubung rumah tangganya yang selalu mendapatkan masalah. Akhirnya, dia pindah ke Desa Payung yang pada masa itu belum pernah dihuni dan merupakan hutan. Jadi alasannya ke sana ialah untuk menghindar dari masyarakat desa Batu Karang. Pada dasarnya penduduk desa Batu Karang tidak tahu entah ke mana dia pergi. Tetapi pada suatu hari ada sekelompok orang yang berburu babi hutan dan rusa. Tanpa disengaja mereka menemukan pondok keluarga Pak Bangun tersebut.

(25)

Sewaktu selesai perburuan, mereka memberitakan hal tersebut kepada penduduk Desa Batu Karang. Oleh karena sudah lebih sepuluh tahun masyarakat Desa Batu Karang tidak mengetahui keberadaan Merga Bangun tersebut maka setiap orang yang mendengar berita tersebut berkata payo nge [payo ŋ]. Frasa payo nge sebenarnya bersifat ambigu. Misalnya, seseorang ingin mengetahui kebenaran suatu kejadian, maka dia akan bertanya Payo nge ia i ĵadah? [payo ŋ ia i ĵadah] yang berarti ‘Benar atau betulkah dia di sana?’ Jawaban untuk pertanyaan tersebut adalah [payo ŋ].

Akhirnya terjadilah Desa Payung karena sudah banyak masyarakat dari desa lainnya membuka lahan pertanian di sekeliling ladang Pak Bangun tersebut. Desa Payung berada di lereng kaki Gunung Sinabung.

Kira-kira pada tahun 1901, sebelum Indonesia merdeka karena Kolonial Belanda dan Jepang masih menduduki Indonesia, wilayah Kecamatan Payung dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu:

wilayah Raja Urung Susuk yang berkedudukan di Tiga Nderket,

wilayah Raja Urung Batu Karang yang berkedudukan di Batu Karang, dan wilayah Raja Urung Guru Kinayan yang berkedudukan di Tiga Pancur.

Tiga Pancur termasuk ke wilayah Kecamatan Simpang Empat dan Tiga Nderket adalah wilayah Kecamatan Tiga Nderket. Ketiga wilayah Raja Urung tersebut berada di bawah kekuasaan atau kepeminpinan Pemerintah Sebayak Lingga.

Kemudian setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Bupati Kabupaten Karo yang ditunjuk ialah Rakutta Sembiring. Beliau mengadakan suatu rapat dengan

(26)

memutuskan agar daerah-daerah Raja Urung tersebut dijadikan menjadi satu wilayah kecamatan yang berkedudukan di Desa Payung dengan alasan lokasinya berada di tengah-tengah wilayah tersebut. Setelah lima bulan lamanya Asisten Wedana berkantor di desa Payung, maka dipindahkanlah kantor Asisten Wedana ke Desa Tiga Nderket dengan ketentuan bahwa nama tidak berubah yaitu masih tetap Payung.

Adapun alasan Bupati untuk memindahkan kantor Asisten Wedana ke Tiga Nderket, berhubung di Desa Payung sangat sedikit sekali penduduknya, sedangkan di Tiga Nderket sangat banyak penduduk.

Tiga Nderket adalah satu frasa dari dua kata Tiga dan Nderket [tiga] dan [ndƏrkƏt]. Tiga artinya ‘pasar’ atau ‘pekan’ dan Nderket adalah nama suatu pohon kayu. Berhubung pohon Nderket tersebut sangat tinggi dan rimbun sehingga di bawahnya sangat teduh, maka di sekitar pohon Nderket tersebutlah masyarakat jadikan pasar. Jadi, Tiga Nderket artinya ‘pasar’ atau ‘pekan’ di bawah pohon Nderket.

Pada tahun 2005, Pemerintah Indonesia sedang sibuk dengan terbitnya Peraturan Daerah nomor 4 tahun 2005, yaitu pemekaran daerah-daerah. Untuk Wilayah Kecamatan Payung dimekarkan menjadi dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Payung dan Kecamatan Tiga Nderket. Jadi, semenjak itu Kantor Kecamatan Payung yang tadinya berkedudukan di Tiga Nderket kembali ke desa Payung, dan Kecamatan Tiga Nderket berkedudukan di Tiga Nderket. Kecamatan Payung terletak di antara 205’ lintang Utara dan 97,55 bujur Timur. Keadaannya

(27)

berada pada 850–1.200 meter di atas permukaan laut. Luas Kecamatan Payung adalah 47,24 km2. Adapun batas-batas Kecamatan Payung adalah:

sebelah Utara dengan Kecamatan Tiga Nderket, sebelah Selatan dengan Kecamatan Munte,

sebelah Barat dengan Kecamatan Tiga Nderket, dan sebelah Timur dengan Kecamatan Simpang Empat.

Jarak Kecamatan Payung ke Ibukota Kabupaten Karo, Kabanjahe adalah 17 km dan dengan kota Medan 93 km.

Penduduk Kecamatan Payung sebanyak 10.818 orang (5.300 orang laki-laki dan 5.518 orang perempuan) yang terdiri dari 3.071 rumah tangga. Di wilayah Kecamatan Payung yang telah ditetapkan sebagai daerah tempat titik pengamatan adalah Desa Selandi yang jumlah penduduknya sebanyak 620 orang dan terdiri dari 205 rumah tangga. Masyarakat Desa Selandi mayoritas memeluk agama Kristen, Protestan sebanyak 214 orang, Katolik sebanyak 204 orang, Islam sebanyak 197, dan lainnya sebanyak 5 orang. Mata pencaharian masyarakat Desa Selandi adalah bertani, ada yang menanam tanaman keras dan ada juga yang menanam palawija.

(5) Kecamatan Tiga Panah

Kecamatan Tiga Panah terletak di atas permukaan laut setinggi 1.192 meter, dan luas wilayahnya 18.684 km2. Kecamatan Tiga Panah berpenduduk sebanyak 29.626 jiwa (14.753 orang laki-laki dan 14.873 orang perempuan) yang terdiri dari 7.700 rumah tangga. Di Kecamatan Tiga Panah masyarakat memeluk agama Kristen sebanyak 20.095 orang, Katolik sebanyak 7.122 orang, Islam sebanyak 2.292 orang,

(28)

dan lainnya 117 orang. Penduduk Kecamatan Tiga Panah pada umumnya petani.

Masyarakat pada umumnya menanam tanaman keras dan palawija.

Di daerah Kecamatan Tiga Panah telah ditetapkan desa Seberaya sebagai tempat titik pengamatan. Desa Seberaya mempunyai penduduk sebanyak 2.796 orang (1.429 orang laki-laki dan 1.369 orang perempuan). Penduduk Desa Seberaya 20 orang memeluk Agama Islam, 2.097 memeluk Agama Protestan, 662 orang memeluk Agama Katolik, dan 17 orang memeluk agama lainnya. Penduduk Desa Seberaya adalah petani dengan menanam tanaman keras dan palawija..

(6) Kecamatan Merek

Kecamatan Merek mempunyai areal seluas 125,51 km2 dan berada pada 1.192 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kecamatan Merek berbatasan dengan:

Tiga Panah di sebelah Utara,

Kabupaten Dairi di sebelah Selatan, Kecamatan Juhar di sebelah Barat, dan Kabupaten Simalungun di sebelah Timur.

Kecamatan Merek mempunyai 19 desa dan jumlah penduduknya sebanyak 15.652 jiwa (7.840 orang laki-laki dan 7.812 orang erempuan) yang terdiri dari 4.048 rumah tangga. Masyarakat Kecamatan Merek memeluk agama Kristen sebanyak 11.464 orang, Katolik sebanyak 3.258 orang, dan Islam sebanyak 930 orang. Untuk daerah Kecamatan Merek telah ditetapkan Desa Dokan sebagai daerah tempat titik pengamatan. Penduduk Desa Dokan ada sebanyak 461 rumah tangga (1.189 jiwa yang terdiri dari 577 orang laki-laki dan 612 orang perempuan). Masyarakat Desa

(29)

Dokan memeluk agama Kristen sebanyak 1.000 orang, Katolik sebanyak 180 orang, dan Islam sebanyak 9 orang. Mata pencaharian masyarakat Dokan adalah menanam palawija dan tanaman keras.

2. 5 Kabupaten Deli Serdang

Sebelum Perang Dunia Ke II, atau tegasnya sebelum Proklamasi Kemer- dekaan Republik Indonesia 17-08-1945, Indonesia masih diduduki oleh Kolonial Belanda, Kabupaten Deli Serdang merupakan wilayah kepemimpinan Kesultanan Deli dan Kesultanan Serdang. Kesultanan Deli berkedudukan di Medan dan Kesultanan Serdang berkedudukan di Perbaungan. Kedua wilayah tersebut dalam masa penjajahan Belanda merupakan Keresidenan Sumatera Timur, dan sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, kekuasaan kesultanan sudah berakhir dan struktur pemerintah disesuaikan dengan pemerintah Indonesia dan Kesultanan Deli dan kesultanan Serdang dijadikan sebagai daerah Kabupaten Deli Serdang.

Mulai tahun 1945, daerah Kabupaten Deli Serdang, secara berkesinambungan dipimpin oleh seorang Bupati. Daerah Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah yang cukup terkenal di kawasan nusantara, terutama karena devisa negara yang berasal dari hasil bumi. Kabupaten Deli Serdang berpotensi untuk meningkatkan perekonomian daerah, misalnya perkebunan karet, tembakau, dan kelapa sawit. Bila dilihat dari segi politik Kabupaten Deli Serdang cukup kritis. Daerah pariwisata, pentraktoran di Tanjung Morawa di masa Orde Lama telah mengakibatkan jatuhnya kabinet di zaman Orde Lama. Peranan daerah Kabupaten Deli Serdang dalam

(30)

pembangunan sangat menonjol. Melalui pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru dapat menumbuhkan ekonomi diberbagai sektor di Deli Serdang. Misalnya, di sektor pertanian dan perkebunan menjadi pemeran utama bagi penghuni Kabupaten Deli Serdang.

Sejalan dengan lajunya pembangunan di bidang politik berjalan cukup mantap, stabil, dan dinamis. Hal ini tercipta dengan adanya kerjasama yang harmonis di kawasan Deli Serdang. Keadaan tersebut merupakan modal yang tidak terhitung nilainya untuk mewujudkan demokrasi Pancasila. Azas persatuan dan kesatuan selalu menjiwai pemerintah Deli Serdang sehingga kesetabilan politik tetap mantap dan terkendali.

Kabupaten Deli Serdang terletak pada posisi 2o 57’’ Lintang Utara, 3o 16’’

Lintang Selatan, 98o 33’’-99o 27’’ Bujur Timur dengan Luas wilayah 2.497,72 Km2 Batas wilayah Kabupaten Deli Serdang adalah sebagai berikut:

sebelah utara dengan Kabupaten Langkat,

sebelah selatan denganKabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, sebelah timur dengan Kabupaten Serdang Bedagai, serta

sebelah barat dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat.

Dari permukaan laut ketinggian daerah Kabupaten Deli Serdang mengelilingi kota Medan yang terdiri atas 22 kecamatan dan 403 Desa/ Kelurahan. Kabupaten Deli Serdang memiliki iklim tropis. Pengamatan Stasiun Sampali menunjukkan rata- rata kelembapan udara per-bulan adalah sekitar 83%, curah hujan berkisar antara 51 sampai dengan 502 mm per-bulan dengan periodik tertinggi pada bulan September

(31)

dan Oktober, hujan per-bulan berkisar 9 -23 hari dengan periode hari hujan yang besar pada bulan September–Oktober. Rata-rata kecepatan udara berkisar 2,0 m/dt dengan tingkat penguapan sekitar 4,0 mm/hari. Temperatur udara perbulan minimum 23,9o C dan maksimum 32,4oC.

Pengamatan di Stasiun Gunung Pamela, dapat dilihat bahwa kelembapan udara rata-rata 83%, curah hujan bekisar antara 45 samapai dengan 287 mm perbulan.

Sementara rata-rata kecepatan, tingkat penguapan dan temperatur udara tidak dapat diamati.

Peningkatan partisipasi sekolah penduduk tentunya harus diimbangi dengan penyediaan sarana fisik pada pendidikan maupun pada tenaga guru yang memadai.

Pada tingkat pendidikan dasar jumlah sekolah ada sebanyak 758 unit yang terdiri dari 619 Sekolah Dasar Negeri/Inpres dan sebanyak 139 Sekolah Dasar Swasta. Jumlah SLTP Negeri sebanyak 40 unit, SLTP Swasta sebanyak 159 unit. Jumlah SMU Negeri sebanyak 10 unit dan SMU swasta sebanyak 74 Unit. Sekolah Menengah Kejuruan Negeri hanya 2 unit dan yang diselenggarakan oleh swasta sebanyak 73 unit.

Selain itu, sekolah pendidikan agama, baik tingkat dasar maupun menengah adalah sebagai berikut: jumlah Madrasyah Ibtidaiyah (MI) adalah 56 unit, Madrasyah Tsanawiyah (MTs) sebanyak 76 unit dan Madrasyah Aliyah (MA) sebanyak 32 unit termasuk yang diselenggarakan oleh swasta. Dari kenyataan di atas terlihat bahwa peran masyarakat(swasta) dalam meningkatkan kecerdasan bangsa cukup besar, hal

(32)

ini ditunjukkan dengan lebih banyak jumlah sekolah swasta bila dibandingkan dengan sekolah negeri, khusus di tingkat sekolah menengah.

Dengan fasilitas pendidikan yang demikian, maka jumlah murid yang dapat ditampung adalah sebanyak 194 064 siswa untuk SD, 54 412 siswa untuk tingkat SLTP, 23 885 siswa untuk tingkat SMU dan 21 843 siswa untuk sekolah STM, SMEA,SMKK dan SMK, sedangkan untuk sekolah agama ada terdapat sebayak 13 165 siswa untuk tingkat MI, sebanyak 16 390 siswa untuk tingkat MTs, dan sebanyak 3 092 siswa untuk tingkat MTs, dan sebanyak 3 092 siswa untuk tingkat MA. Bila kita lihat dari tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan dapat diketahui bahwa dari 1.147.865 penduduk di usia 19 tahun ke atas. Jadi + 330.992 orang atau sekurang-kurangnya telah menamatkan tingkat pendidikan dasar (SD atau sedeajat) atau sekitar 28,83% sudah tamat dan sekitar 23,33% belum tamat SD atau tidak/

belum pernah sekolah, sedangkan selebihnya, yaitu 47,84% telah menamatkan pendidikan pada tingkat SLTP ke atas.

Sesuai dengan falsafah negara, pelayanan kehidupan beragama senantiasa dikembangkan dan ditingkatkan untuk membina kehidupan masyarakat dalam upaya mengatasi berbagai masalah sosial budaya yang mungkin dapat menghambat kemajuan bangsa. Jumlah masjid dan langgar atau musholla masing-masing sebanyak 666 buah dan 788 buah. Jumlah gereja sebanyak 683 buah, kuil dan vihara sebanyak 13 buah. Untuk memberdayakan rumah ibadah tersebut khususnya untuk umat Islam di Kabupaten Deli Serdang terdapat 178 orang mubalihq yang secara aktif

(33)

memberikan pelajaran agama. Di Kabupaten Deli Serdang terdapat imam sebanyak 88 orang, khotib ada sebanyak 574 orang, dan ulama sebanyak 1010 orang.

Ketersediaan sarana kesehatan berupa rumah sakit di Kabupaten Deli Serdang ada sebanyak 11 unit, masing-masing berada di Kecamatan Tanjung Morawa (2 unit), Kecamatan Lubuk Pakam (3 unit), Kecamatan Deli Tua (2 unit), Kecamatan Labuhan Deli (1 unit). Kapasitas tempat tidur seluruhnya sebanyak 470 tempat tidur. Di setiap wilayah kecamatan sudah ada puskesmas dan puskesmas pembantu. Sarana penunjang kesehatan tersebut didukung oleh sebanyak 91 apotik dan depot obat yang tersebar di beberapa kecamatan lain.

Di Kabupaten Deli Serdang sudah ditetapkan enam desa sebagai daerah titik pengamatan. Keenam desa tersebut berada di dalam enam wilayah kecamatan yang berbeda. Adapun keenam kecamatan tersebut adalah:

(1) Kecamatan Sibolangit

Luas Kecamatan Sibolangit sekitar 174,92 Km2 dan tinggi dari permukaan laut antara 350 m s/d 700m serta terletak pada 20o – 59o Lintang Utara dan 50o – 98o Bujur Selatan

Keadaan daerah Kecamatan Sibolangit berbukit-bukit dan di antara bukit ada beberapa sungai besar, yakni Sungai Belawan, Sungai Petani, Sungai Betimus dll yang muaranya ke Kecamatan Pancurbatu dan Kecamatan Namo Rambe. Hal ini dapat membuat tanah di daerah ini subur. Iklim di Kecamatan ini pada umumnya berhawa sedang dan terdiri dari dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Musim hujan biasanya terjadi pada bulan September sampai dengan Maret dan

(34)

musim kemarau pada bulan April sampai deengan bulan Agustus pada setiap tahunnya.

Batas-Batas :

sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pancurbatu, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo,

sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kutalimbaru, dan

sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Namo Rambe, Kecamatan Biru-Biru.

(2) Kecamatan STM Hilir

Pada masa penjajahan Belanda, Kecamatan STM Hilir disebut VAN.N.

Senembah Tanjung Muda Hulu yang dipimpin oleh perbapaan bermarga Barus dan tunduk kepada Sultan Serdang di Perbaungan. Sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, VAN.N. Senembah Tanjung Muda Hulu disebut Sinembah Tanjung Muda Hulu, pusat pemerintahannya berkedudukan di Desa Tadukan Raga. Setelah penyerahan kedaulatan/penghapusan Negara Sumatera Timur sekitar tahun 1945/1949, Sinembah Tanjung Muda dibagi menjadi 2 wilayah Kecamatan yaitu Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hulu dan Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hilir yang berkedudukan di Desa Talun Kenas terdiri dari 38 Desa dan pada tahun 1991 diperkecil menjadi 15 Desa.

Kecamatan STM Hilir terdiri dari 15 Desa dan 80 Dusun. Sejak tahun 1990 karena adanya penciutan desa yang mana Kecamatan STM Hilir dikelilingi oleh Kecamatan Patumbak, bangun Purba, Biru-biru dan Kecamatan STM Hulu.

Kecamatan STM Hilir luasnya 190,50 Km2.

(35)

Kecamatan STM Hilir beriklim sedang. Di sebelah selatan kecamatan tersebut ditemukan beberapa bukit kecil. Letak kecamatan di atas permukaan laut tingginya berkisar 190 sampai dengan 500 m. Iklim di wilayah Kecamatan STM Hilir sangat bergantung kepada dua arah angin, yaitu angin dri arah laut dan angin dari arah pegunugan. Curah hujan yang menonjol pada bulan Januari sampai dengan Agustus. Musim kemarau terjadi pada bulan September sampai dengan Desember.

Batas-batas wilayah Kecamatan STM Hilir ialah:

Utara berbatasan dengan Kecamatan Patumbak, Selatan berbatasan dengan Kecamatan STM Hulu,

Timur berbatasan dengan Kecamatan Bangun Purba dan STM Hulu, dan Barat berbatasan dengan Kecamatan Biru-Biru.

(3) Kecamatan Biru-biru

Daerah Kecamatan Biru-biru luasnya 89,69 Km2 atau sekitar 8969 Hektar.

Kecamatan Biru-biru terdiri atas 17 desa dan 89 dusun. Ibukota kecamatannya adalah Biru-biru. Kecamatan Biru-biru pada umumnya mempunyai 2 (dua) iklim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Kedua iklim tersebut dipengaruhi oleh angin dari arah laut dan angin dari arah pegunungan. Angin laut biasanya membawa hujan, sedangkan angin dari arah gunung membawa udara panas dan lembab. Curah hujan pada umumnya pada bulan September sampai dengan Desember, sedangkan musim kemarau pada bulan Januari sampai dengan Agustus. Di Kecamatan Biru-Biru ada bermacam-macam suku bangsa dan mayoritas beragama Islam, Kristen Protestan, dan

(36)

Katolik yang satu sama lainnya hidup harmonis dan mampu memelihara adat istiadat masing-masing. Sumber mata pencarian penduduk umumnya bertani.

Adapun batas-batas Kecamatan Biru-Biru ialah:

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Deli Tua, Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Patumbak,

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Namo Rambe, dan Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kec. STM Hilir.

(4) Kecamatan Namo Rambe

Sebelum Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Kecamatan Namo Rambe berada di bawah Pemerintahan Sultan Deli yang berkedudukan di Medan dan termasuk Kewedanan Deli Hulu dan Pusat Kewedanan di Pancur Batu. Setelah proklamasi, kekuasaan Sultan Deli berakhir dan timbullah Pemerintahan Kecamatan yang pada waktu itu dikepalai oleh seorang Asisten Wedana (sekarang camat) yang sampai sekarang menjadi Kecamatan Namo Rambe. Kecamatan Namo Rambe adalah salah satu kecamatan dari 33 kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang, berjarak sekitar ± 20 Km dari Kodya Medan dan ± 34 Km Ibu Kota Kabupaten Deli Serdang di Lubuk Pakam. Kecamatan Namo Rambe terdiri dari 36 Desa dan Ibu Kota Kecamatannya adalah Desa Kuta Tengah. Kantor Camat terletak di Desa Kuta Tengah ± 1 Km dari ibu kota kecamatan, yang dibangun pada tahun 1983/1982.

Daerahnya landai dengan ketinggian 51 sampai dengan 499 meter di atas permukaan laut, secara umum dapat dirinci sebagai berikut:

(37)

Tanah usaha yang dapat dikelola untuk lahan pertanian Tanaman Pangan dan lainnya antara 51 sampai dengan 400 meter atau sekitar 92,24% dari luas wilayah Kecamatan.

Tanah usaha yang dapat dikelola untuk lahan perkebunan Rakyat/Tanaman Keras antara 401 sampai dengan 499 meter diatas permukaan laut yang luasnya 483 Ha atau sekitar 7,76% dari wilayah kecamatan.

(5) Keacamatan Kutalimbaru

Daerah ini pada masa penjajahan Belanda bernama Hofd Perbapaan Sebernaman yang sekarang dinamakan Kecamatan Kutalimbaru. Hofd Perbapaan Kutalimbaru tunduk ke daerah yang bernama Coetoeleur Van Boven yang sekarang Pancurbatu (Aremania). Hofd Perbapaan Sebernaman membawahi 6 Perbapaan dan dijabat oleh Tangkas Sinulingga dan ke penghuluan sebanyak 80 kepenghuluan. Pada zaman Pemerintahan Jepang, Pemerintah Kutalimbaru terbagi atas 80 Komico, yang tunduk ke Daerah Guntebu yang di jabat oleh Bunsisco. Pada zaman Pemerintahan Republik Indonesia (1945) daerah ini berstatus kecamatan yang membawahi 80 kepenghuluan dan organisatoris pemerintahan untuk ke Kabupaten sampai tahun 1946. Pada waktu itu Kecamatan Kutalimbaru tunduk ke Kewedaan Deli Hulu yang berkedudukan di Pancur Batu, yang berada dalam wilayah Kewedaan Deli Hulu terdiri dari beberapa wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Kutalimbaru, Kecamatan Sibolangit. Kecamatan Namo Rambe, dan Kecamatan Biru-Biru.

Pada masa Sumatera Timur (NST) 1948 daerah ini bernama Onder De Hofd (ODH) yang berada di bawah Pemerintahan Distrik Hofd di Pancur Batu yang dijabat oleh Negeri Purba, dan keadaan ini berlangsung sampai tanggal 29 Desember 1949.

(38)

Pada masa Negara Kesatuan (1950) status pemerintahan di daerah ini kembali ke Kecamatan Kutalimbaru yang dijabat oleh Kelang Sinulingga dan Kewedanan di Pancur Batu yang dijabat oleh Keras Surbakti (Kewedanaan Deli Hulu) terus berlangsung sampai penghapusan Wilayah Kewedanaan Deli Hulu pada tahun 1957.

Setelah penghapusan Kewedanaan, maka status pemerintah berubah menjadi Kecamatan Kutalimbaru dengan Ibu Kota Kecamatan yang Berdomisili di Desa Kutalimbaru.

(6) Kecamatan Pancur Batu

Kecamatan Pancur Batu mempunyai wilayah seluas 122,53 km2 (12.253 hektar).

Di Kecamatan Pancur Batu ada terdapat dua puluh lima desa dan seratus delapan dusun. Kecamatan Pancur Batu berbatasan dengan :

Kota Medan di sebelah Utara,

Kecamatan Sibolangit di sebelah Selatan, Kecamatan Namo Rambe di sebelah Timur, dan Kecamatan Kutalimbaru di sebelah Barat.

Jumlah penduduk Kecamatan Pancur Batu sebanyak 82.290 jiwa. BPS Kecamatan Pancur Batu belum pernah mencacah masyarakatnya menurut suku, tetapi mereka telah mencatat jumlah penduduk sesuai agama yang mereka anut. Jadi, sesuai hasil pencatatan BPS Kecamatan Pancur Batu bahwa di sana ditemukan 51.024 orang yang memeluk agama Islam, 23.048 orang yang memeluk agama Kristen Protestan, 3.450 orang Katolik, dan 4.768 orang memeluk agama lainnya. Desa daerah titik

(39)

pengamatan yang sudah ditetapkan di wilayah Kecamatan Pancur Batu adalah desa Gunung Tinggi. Desa penduduknya 1.804 jiwa (laki-laki 907 orang dan 897 orang perempuan) dengan 454 rumah tangga. Penduduk desa Gunung Tinggi memeluk agama Islam sebanyak 858 orang, Kristen 695 orang, Katolik 20, dan yang lainnya 231 orang.

2.6 Kabupaten Langkat

Pada saat Indonesia masih di bawah kekuasaan kolonial Belanda daerah Kabupaten Langkat masih berstatus kesultanan yang dipimpin oleh Morry Agesten.

Residen ini berkedudukan di Binjai. Jadi pada saat itu dibagi dua oleh kolonial Belanda. Urusan orang asing di bawah Morry Agesten dan orang pribumi diatur oleh sultan Langkat. Sistem ini berlangsung sejak 1865 hingga akhir penjajahan Belanda di Indonesia, yaitu 1942.

Kabupaten Langkat pada waktu itu secara administratif dibagi atas tiga daerah, setiap satu daerah dipimpin oleh seorang ‘Luhak’. Adapun ketiga daerah yang dimaksud adalah (1) Langkat Hulu yang berkedudukan di Binjai mempunyai wilayah Selesai, Bahorok, Sei Bingai, Kuala, dan Salapian; (2) Langkat Hilir yang daerahnya adalah Stabat, Bingei, Secanggang, Padang Tualang, Cempa, dan Pantai Cermin, daerah ini berkedudukan di Tanjung Pura; (3) Teluk Haru yang berkedudukan di Pangkalan Berandan mempunyai wilayah Besitang, Langkat Tamiang, Salahaji, Pulau Kampai, dan Sei Lepan.

(40)

Setelah Indonesia merdeka atau terlepas dari penjajahan kolonial Belanda, maka wilayah kesultanan ini tadi sudah berkembang menjadi dua wilayah yang dipimpin oleh seorang Bupati yang kemudian menjadi kota Madya yang dipimpin oleh seorang Wali Kota, dan selebihnya dijadikan menjadi satu daerah Kabupaten yang disebut Kabupaten Langkat dan dipimpin oleh seorang Bupati.

Bila ditinjau dari sudut pandang geografi, Kabupaten Langkat terletak pada 3”14’ dan 4”3’ lintang Utara, 93”51’ dan 98”45’ bujur timur. Kabupaten Langkat berbatasan dengan:

Selat Malaka dan D.I. Aceh di sebelah Utara, Kabupaten Karo di sebelah Selatan,

Kabupaten Deli Serdang di sebelah Timur, dan Aceh Tengah di sebelah Barat.

Kabupaten Langkat mempunyai areal seluas 6.263,29 km atau 626.329 hektar.

Di daerah Kabupaten Langkat telah ditetapkan enam desa sebagai daerah titik pengamatan. Keenam desa daerah titik pengamatan tersebut berada dalam enam wilayah Kecamatan yang berbeda. Adapun keenam Kecamatan tersebut ialah:

Kecamatan Sei Bingei, Selesai, Kuala, Kuta Mbaru, Salapian, dan Bahorok. Desa tempat titik pengamatan adalah Telaga, Tanjung Merahe, Garunggang, Kuta Gajah, Parangguam, dan Lau Damak.

(1) Kecamatan Sei Bingei

Kecamatan Sei Bingei terdiri atas 16 desa. Kecamatan Sei Bingei berbatasan dengan daerah:

(41)

Binjai di sebelah Utara,

Kabupaten Karo di sebelah Selatan,

Kecamatan Salapian dan Kuala di sebelah Barat, dan Kabupaten Deli Serdang di sebelah timur.

Kecamatan Sei Bingei mempunyai penduduk sebanyak 46.499 jiwa yang terdiri dari 41.849 orang suku Karo, 1.860 orang suku Melayu, 930 orang suku Jawa, 930 orang suku Mandailing, 465 orang suku Toba, 465 orang suku Simalungun, dan 10 orang suku lainnya. Pemeluk Agama Islam di Kecamatan Sei Bingei adda 28.203 orang, Kristen 17.973 orang, dan Katolik sebanyak 2.323 orang.

(2) Kecamatan Selesai

Kecamatan Selesai mempunyai wilayah seluas 15.208 hektar (152,08 km2).

Kecamatan Selesai mempunyai tigabelas desa. Jumlah penduduknya ada sebanyak 67.226 jiwa (14.867 rumah tangga). Kecamatan selesai berbatasan dengan Kecamatan:

Stabat di sebelah Utara,

Sei Bingei dan Kuala di sebelah Selatan, Wampu dan Bahorok di sebelah Barat, dan Kodya Binjai di sebelah Timur.

Di Kecamatan Selesai ditetapkanlah desa Tanjung Merahe sebagai desa titik pengamatan. Desa Tanjung Merahe penduduknya 1.472 orang suku Karo, 549 orang suku Jawa, Melayu 11 orang, Toba 4 orang, Mandailing 22 orang, dan 138 orang suku lainnya.

(42)

(3) Kecamatan Kuala

Wilayah Kecamatan Kuala ada seluas 19.476 hektar (194, 76 km2). Di Kecamatan Kuala ada terdapat delapanbelas desa. Jumlah penduduk di Kecamatan Kuala adalah 44.079 jiwa (10.557 rumah tangga). Kecamatan Kuala berbatasan dengan Kecamatan:

Selesai di sebelah Utara, Sei bingei di sebelah Selatan, Salapian di sebelah Barat, dan Sei Bingei di sebelah timur.

Desa titik pengamatan di Kecamatan Kuala yaitu desa Garunggang. Desa Garunggang penduduknya 1.340 orang suku Karo, 248 orang suku Jawa, Toba 9 orang, Mandailing 5 orang, dan 52 orang suku lainnya. Di desa Garunggang terdapat 392 rumah tangga dengan jumlah penduduk 1.654 orang. Pemeluk Agama Kristen ada sebanyak 1.075 orang dan 579 orang beragama Islam.

(4) Kecamatan Salapian

Kecamatan Salapian luasnya 51,112 hektar (511,12 km2). Kecamatan Salapian sebelumnya mempunyai 25 desa dengan jumlah penduduk 51.114 orang (12.378 rumah tangga). Semenjak pertengahan tahun 2008 Kecamatan Salapian dimekarkan menjadi tiga Kecamatan, yakni Kecamatan Salapian, Kuta Mbaru, dan Serapit Daerah penelitian di Salapian dan Kuta Mbaru. Kecamatan Salapian berbatasan dengan:

Selesai di sebelah Utara,

(43)

Kabupaten Karo di sebelah Selatan, Kecamatan Bahorok di sebelah Barat, dan Kecamatan Kuala di sebelah timur.

Desa yang ditetapkan sebagai daerah titik pengamatan di Kecamatan Salapian ialah desa Parangguam. Jumlah penduduk di Desa Parangguam 1.340 orang suku Karo, 248 orang suku Jawa, Toba 9 orang dan 2 orang suku lainnya. Sedangkan di Kecamatan Kuta Mbaru ditetapkan desa Kuta Gajah sebagai daerah titik pengamatan. Desa Kuta Gajah penduduknya 1.273 orang, suku Karo. 1.032 orang, suku Jawa, suku Melayu 3 orang, suku Toba 36 orang, suku Mandailing 12 orang, dan 45 orang suku lainnya. Penduduk Kuta Gajah yang memeluk agama Islam 1.584 orang, 648 orang memeluk agama Kristen Protestan, yang memeluk agama Katolik 48 orang , dan 121 orang memeluk agama lainnya.

(6) Kecamatan Bahorok

Kecamatan Bahorok seluas 955,10 km2 dengan jumlah desa 22. Kecamatan Bahorok penduduknya 45.547 jiwa dan 11.359 rumah tangga. Kecamatan Bahorok berbatasan dengan:

Kecamatan Batang Serangan di sebelah Utara, Kabupaten Karo di sebelah selatan,

Kabupaten Aceh Tenggara di sebelah Barat, dan Kecamatan Salapian di sebelah Timur.

Desa yang merupakan daerah titik pengamatan di Kecamatan Bahorok adalah desa Lau Damak. Desa ini penduduknya ada sebanyak 1.893 jiwa (977 laki-laki dan

(44)

916 perempuan) dan 509 rumah tangga. Penduduk desa Lau Damak memeluk agama Islam 1.155 orang, Katolik 10 orang, Kristen 587 orang, dan 141 orang lainnya.

Masyarakat suku Karo di desa Lau Damak 1.060 orang, suku Jawa 701 orang, suku Melayu 95 orang, suku Toba 10 orang, suku Mandailing 19 orang, dan 8 orang suku lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun alasan memilih desa-desa tersebut sebagai titik pengamatan, karena kelima desa di atas merupakan batas wilayah di Kecamatan Parungpanjang (batas-batas desa pasti

Dalam hal ini diupayakan untuk meningkatkan pengembangan dalam pemanfaatan polistirena dan kertas bekas untuk dijadikan produk yang bernilai ekonomis.

Keputusan Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Selaku Ketua Tim Teknis PROPER Nomor 26 tentang Penetapan Ca lon Kandidat Hijau Penilaian

Kamis, 10 Agustus 2017 1) Surat Undangan 2) Daftar Hadir 3) Notulen Rapat 4) Foto Kegiatan. 12. Seminar Kompetensi/Sosialisasi Sistem Pengelolaan ZI pada

Asiakkaita opastetaan ensi vaiheessa olemaan yhtey- dessä keskitettyyn puhelinnumeroon, jossa tehdään ensi vaiheen palvelutarpeen arviointi, ja jos siellä nähdään

Berdasarkan pada tabel 2 dapat diketahui setidaknya ada 9 bagian dari kultur madrasah yang dijadikan sarana dalam pengembangan nilai-nilai keberagaman, antara lain

untuk membuat sebuah website dinamis yang bisa diakses oleh masyarakat luas, dan menjadikan website Toko Millaneto Sports sebagai media penjualan yang berkaitan dengan

Evaluasi Kontaminasi Logam Di Sedimen Dari Waduk Saguling Dengan Menggunakan Konsep Triad: Sebuah Pendekatan Dalam Pengelolaan Waduk.. Dibimbing oleh ETTY RIANI dan