96
Permohonan Kasasi Penuntut Umum Karena Judex Facti Salah Dalam Menerapkan Hukum Pembuktian Dan Pertimbangan Judex Juris Memutus Perkara NarkotikaPERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM KARENA JUDEX FACTI SALAH DALAM MENERAPKAN HUKUM PEMBUKTIAN DAN PERTIMBANGAN JUDEX JURIS MEMUTUS PERKARA NARKOTIKA
(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2415K/Pid.Sus/2015) Muhammad Imam Damara & Bambang S.
Abstrak
Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan penerapan hukum pembuktian oleh judex facti sebagai alasan kasasi penuntut umum Kejaksaan Negeri Metro dalam perkara narkotika dalam pemenuhan ketentuan pasal 253 ayat (1) KUHAP dan kesesuaian alasan hukum judex juris dalam memeriksa dan memutus kasasi Penuntut Umum dalam Putusan Mahkamah Agung No. 2415K/Pid.Sus/2015.
Jenis penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif dan terapan. Pendekatan penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus. Jenis dan sumber bahan hukum dalam penelitian ini yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan atau studi dokumen. Teknik yang penulis gunakan yaitu teknik analisis deduksi silogisme.
Hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh yaitu Penuntut Umum dapat membuktikan kesesuian alasan-alasan kasasi yang diajukannya dengan alasan-alasan kasasi yang terdapat pada pasal 253 ayat (1) KUHAP dalam hal apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya. Penuntut Umum dalam hal ini mengajukan keberatan kasasi yang bersifat umum,tanpa merinci dimana letak kekeliruan putusan pengadilan. Kesesuaian pertimbangan judex juris dalam memutus kasasi Penuntut Umum dalam Putusan Mahkamah Agung No. 2415K/Pid.Sus/2015 telah sesuai dengan ketentuan Pasal 256 jo Pasal 193 ayat (1) KUHAP apabila mahkamah agung mengabulkan kasasi Penuntut Umum maka terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan, Mahkamah Agung Harus menjatuhkan pidana.
Kata Kunci: narkotika, Penuntut Umum, kasasi Abstract
This law aims to determine the misapplication of the rules of evidence by Judex facti as the reason cassation prosecutor State Attorney Metro in the case of narcotics in compliance with the provisions of Article 253 paragraph (1) Criminal Procedure Code and conformity to legal reasons judex juris in examining and deciding the appeal the Public Prosecutor in the Decision Supreme Court No.
2415K / Pid.Sus / 2015.
This law research is a normative legal research prescriptive and applied.
The research approach I use in this study is a case-based approach. Types and
97
Jurnal Verstek Vol. 6 No. 3
Bagian Hukum Acara Universitas Sebelas Maret
sources of legal materials in this study are primary legal materials and secondary law. Mechanical collection of legal materials in this research is the study of literature or studies document. Techniques that authors use the syllogism deduction analysis techniques.
The results of research and discussion obtained by the Prosecution to prove the suitability reasons he is filing an appeal with the reasons for the appeal contained in Article 253 paragraph (1) Criminal Procedure Code in terms of whether a rule of law is not applied or not applied properly. Prosecution in this case the objection filed an appeal of a general nature, without specifying where the fallacy lies court decision. Suitability consideration judex juris in deciding the appealPublic Prosecutor in the Supreme Court Decision No. 2415K / Pid.Sus / 2015 has been in accordance with the provisions of Article 256 in conjunction with Article 193 paragraph (1) Criminal Code if the Supreme Court granted the Prosecution appeal the defendant guilty of the accused, the Supreme Court Should convict.
Keywords: narcotics, Public Prosecutor, appeals
A. PENDAHULUAN
Tindak pidana merupakan suatu kejahatan yang semuanya telah diatur dalam undang-undang khusus dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), saat ini salah satu tindak pidana yang sering terjadi dan meresahkan masyarakat salah satunya adalah tindak pidana narkotika. Peraturan yang mengatur mengenai tindak pidana narkotika diatur khusus dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pada pasal 1 ayat (1) Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menjelaskan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam beberapa golongan.
Narkotika sebenarnya adalah merupakan bahan-bahan yang digunakan untuk pengobatan. Untuk mengetahui dan memahami memahami tentang penyalah gunaan narkotika, seseorang harus sedikit memahami terlebih dahulu tentang dasar-dasar pengetahuan tentang obat. Dengan demikian kita mengetahui secara tepat tentang obat dan pengaruhnya terhadap tubuh manusia (Hari sasangka, 2003: 13).
Narkoba merupakan salah satu kejahatan yang tergolong sebagai extra ordinary crime yang menjadi musuh bersama. Sebagaimana diketahui bahwa kasus peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Indonesia semakin marak, mulai dari peredaran gelap yang masuk melalui “pelabuhan-pelabuhan tikus”
di seluruh nusantara dan menyebar dikalangan masyarakat, bahkan ada pula
aparat penegak hukum (rechts affaraat) yang “bermain-main” dengan narkoba
baik mengkonsumsinya maupun mengedarkannya, hingga pada akhirnya
narkoba menjerumuskan masyarakat khususnya para pemuda-pemudi bangsa
Indonesia termasuk pelajar dan mahasiswa (Endri, jurnal, 2016: 108).
98
Permohonan Kasasi Penuntut Umum Karena Judex Facti Salah Dalam Menerapkan Hukum Pembuktian Dan Pertimbangan Judex Juris Memutus Perkara NarkotikaPemakaian narkotika secara illegal menimbulkan kelainan yang berakibat pada terhambanya aktivitas lingkungan sosial pecandu. Pelaku penyalahguna narkotika di Indonesia terdiri dari berbagai kalangan masyarakat dan melibatkan berbagai golongan dari masyarakat kelas atas sampai kelas bawah. Banyaknya kasus-kasus narkotika yang terjadi belakangan ini, menandakan bahwa ada perbuatan-perbuatan yang tidak sejalan degan pertaturan- peraturan, dengan kata lain banyak warga masyarakat yang tidak patuh terhadap hukum narkotika (Gatot Supramono, 2007: 6).
Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN), situasi peredaran shabu (methamphetamine) selama 5 (lima) tahun terakhir (2007-2011) terus mengalami peningkatan, hal tersebut dapat digambarkan dengan bertambahnya jumlah kasus dan tersangka jenis shabu dengan peningkatan rata-rata sebesar 21,23% yaitu dari 5.456 kasus pada tahun 2007 menjadi 11.764 kasus pada tahun 2011, sedangkan tersangka mengalami peningkatan rata-rata sebesar 16,47% yaitu dari 8.651 tersangka pada tahun 2007 menjadi 15.683 tersangka pada tahun 2011 (Tim Ahli Badan Narkotika Nasional RI, 2014, h. 3). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penyalahgunaan narkotika terus meningkat secara fantastis. Bahkan apabila dihitung sejak tahun 1970-an hingga tahun 2012 atau selama 43 tahun sejak narkotika mulai menjadi candu di Indonesia, jumlah penggunanya telah meningkat sebanyak 200 kali lipat atau 20.000 persen (Yonna Beatrix Salamor dan Erwin Ubwarin, jurnal, 2017:
59) .
Hukum yang berfungsi sebagai social control harus menujukkan peranannya dalam mengontrol perilaku masyarakat terhadap ketentuan tentang narkotika dan dijalankan untuk mencapai fungsinya menegakkan serta menertibkan perihal penggunaan narkotika. Undang-undang yang mengatur mengenai narkoba sebagai dasar hukum yang wajib ditaati, karena dibentuk atas kerjasama antara wakil-wakil rakyat dengan pemerintah. Ini artinya telah ada kesepakatan antara rakyat dengan pemerintah tentang peraturan narkotika, yang sama-sama harus ditaati oleh semuanya. Adapun tujuannya, agar hukum dapat diberlakukan dengan lancar sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Gatot Supramono, 2007: 6-7).
Setiap orang yang melakukan tindak kejahatan atau pelanggaran hukum, khususnya di bidang hukum pidana dapat diproses melalui Hukum Acara Pidana. Hukum acara pidana dalam pengertian formil merupakan serangkaian hukum yang mengatur prosedur penyelesaian perkara pidana. Proses penyelesaianya terdiri dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan pengadilan, putusan hakim, hingga eksekusi. Pemeriksaan di pengadilan, menurut hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materiil dari suatu tindak pidana yang terjadi, atau yang disebut sebagai proses pembuktian, tentunya proses ini juga berlaku dalam penegakan tindak pidana peyalahguna narkotika.
Pembuktian merupakan hal penting, pada perkara narkotika
pembuktian sangat berpengaruh terhadap putusan pengadilan, seperti halnya
perkara narkotika yang terjadi di kota Metro provinsi Lampung dengan
99
Jurnal Verstek Vol. 6 No. 3
Bagian Hukum Acara Universitas Sebelas Maret
terdakwa Aditya Permana alias Kumel bin Syahroni yang dilakukan pada bulan Januari 2015. Sesuai dengan isi dakwaan Penuntut Umum, dimana dalam dakwaanya dibuat dalam bentuk subsider yang didalam terdakwa didakwa dengan pasal 114 atau pasal 111 UU. No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Penuntut Umum pada tuntutanya terdakwa di tuntut dengan pasal 111 yang berbunyi “(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). (2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). ”
Perkara tersebut telah diputus oleh Pengadilan Tinggi Tanjung Karang No. 41/Pid./2015/PT TJK yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Metro No.43/Pid.Sus/2015/PN.Met dan akhirnya diputus dalam putusan Mahkamah Agung No. 2415 K/Pid.Sus/2015. Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dijelaskan bahwa, “ terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”.
Kasasi merupakan hak terdakwa atau penuntut umum tidak menerima putusan pengadilan pada tingkat akhir dengan cara mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung guna membatalkan putusan pengadilan tersebut dengan alasan bahwa putusan yang dimintakan, penerapan hukumnya tidak semestinya, cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang- undang dan pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, dikaitkan dengan pasal 253 ayat (1) KUHAP (Harun M. Husein, 1992: 47-48).
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menyusunnya dalam bentuk penulisan hukum dengan judul “Permohonan Kasasi Penuntut Umum Karena Judex Facti Menyatakan Dakwaan Terbukti Tetapi Keliru Kualifikasinya dan Pertimbangan Judex Juris Memutus Perkara Narkotika (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2415k/Pid.Sus/2015)”
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang kesesuaian
alasan pengajuan kasasi oleh Penuntut Umum serta judex juris dalam
memutus kasasi dengan ketentuan Undang-undag Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika. Jenis penelitian yang penulis gunakan untuk menyusun
100
Permohonan Kasasi Penuntut Umum Karena Judex Facti Salah Dalam Menerapkan Hukum Pembuktian Dan Pertimbangan Judex Juris Memutus Perkara Narkotikapenulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum (library based). Penelitian hukum normatif memiliki definisi yang sama dengan penelitian doktrinal yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Bahan-bahan hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Pada penulisan hukum ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatf karena ingin mengkaji masalah mengenai kesalahan penerapan hukum oleh pengadilan tinggi Tanjung Karang sebagai alasan kasasi Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Metro dalam perkara narkotika (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2415K/Pid.Sus/2015). Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan.
Sifat preskriptif keilmuan hukum ini merupakan sesuatu yang substansial di dalam ilmu hukum. Hal ini tidak mungkin dapat dipelajari oleh disiplin lain yang objeknya juga hukum. Satu langkah awal dari substansi ilmu hukum ini adalah perbincagan hukum mengenai makna hukum didalam hidup masyarakat (Peter Mahmud Marzuki, 2011:22).
Sumber bahan hukum yang penulis gunakan yaitu bahan hukum primer berupa Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Putusan Mahkamah Agung No. 2415K/Pid.Sus/2015. Sementara bahan hukum sekunder berupa buku-buku, pendapat para ahli, jurnal baik internasional maupun nasional, buku-buku, literatur, tulisan-tulisan, komentar atas putusan pengadilan, berita-berita dan hasil penelitian ilmiah lainnya yang berkaitan dengan materi penelitian yang penulis teliti guna menambah referensi dalam menyusun penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam memperoleh bahan penelitian yaitu dengan menggunakan pendekatan kasus (case approach). Maka apabila menggunakan pendekatan kasus, harus megumpulkan putusan- putusan pengadilan mengenai isu hukum yang dihadapi. Putusan pengadilan tersebut sebaiknya kalau merupakan putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (Peter Mahmud Marzuki, 2011:
194-195).
C. HASIL PEMBAHASAN 1. Kasus Posisi
Pada hari Rabu tanggal 28 Januari 2015 sekira jam 18.30 Aditya
Permana alias Kumel bin Syahroni di hubungi Romli Fernando untuk
bermain bersama dan bertemu disuatu tempat untuk minum Tuak di STO
Kelurahan Mulyojati, Kecamatan Metro Barat. Setelah itu Aditya Permana
ke Warnet Sonic bersama dengan Saudara Romli Fernando dan pada saat
berada di Warnet Saudara Romli Fernando meminta Aditya Permana
untuk mencarikan galek (ganja).
101
Jurnal Verstek Vol. 6 No. 3
Bagian Hukum Acara Universitas Sebelas Maret
Pada hari Kamis tanggal 29 Januari 2015 sekitar pukul 14.00 WIB di lapangan 16 c, Kelurahan Mulyojati, Kecamatan Metro Barat Saudara Romli Fernando menghubungi Terdakwa yang intinya menanyakan ganja yang dipesan dan memberikan uang sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) kepada Aditya Permana untuk membeli ganja.
Selanjutnya pada saat berada di rumah Aditya Permana, dia menghubungi Pamannya yang bernama Salman alias Saman bin Azwar untuk menanyakan apakah ada ganja atau tidak. Ternyarta pamanya juga sedang tidak punya dan akan dicarikan.
Pada hari Jum’at tanggal 30 Januari 2015 sekitar pukul 11.00 WIB Salman alias Saman bin Azwar meminta tolong Aditya Permana untuk melinting ganja, yang nantinya dibagi 2 (dua). Kemudian ganja tersebut dilinting menjadi 8 (delapan) lintingan lalu Terdakwa membagi menjadi 2 (dua) bagian dan 4 (empat) buah lintingan ganja tiap bagian. Pada sekitar pukul 14.00 WIB Aditya Permana menuju ke lapangan 22 Metro dengan ganja yang dibungkus di dalam kotak rokok U-mild untuk diberikan kepada Saudara Romli Fernando, kemudian Saudara Romli Fernando menjawab “Nanti aja” lalu Aditya Permana dan Saudara Romli Fernando menuju rumah Aditya Permana alias Kumel bin Syahroni dan Saudara Romli Fernando menunggu di balai desa dan kemudian Aditya Permana kembali menemui Saudara Romli Fernando di balai desa lalu Aditya Permana memberikan Narkotika jenis ganja tersebut namun Saudara Romli Fernando hanya mengambil 1 (satu) lintingan saja.
Saudara Romli Fernando dan Aditya Permana pergi ke Warnet Sonic yang beralamat di 15 a, Kelurahan Iringmulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. Kemudian 3 linting ganja sisanya hendak di berikan kepada Romli Fernando akan tetapi Romli Fernando hendak pergi menjemput temanya dan menitipkan ganja terlebih dahulu kepada Aditya Permana. Tidak lama kemudian anggota Sat Res Narkoba Polres Metro datang di Warnet Sonic langsung melakukan penangkapan dan penggeledahan terhadap Aditya Permana dan ditemukan berupa 1 (satu) buah kotak rokok warna putih merk U-Mild yang di dalamnya terdapat 3 (tiga) buah lintingan ganja.
2. Kesesuaian Kesalahan Penerapan Hukum Pembuktian Oleh Judex Facti Sebagai Alasan Kasasi Penuntut Umum dalam Tindak Pidana Narkotika Dengan Ketentuan Pasal 253 Ayat (1) KUHAP.
Mahkamah Agung Sebagai Pengadilan Tertinggi, merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar. Berdasarkan Pasal 20 UU no 48 tahun 2009 ayat 2 tentang Kekuasaan KeHakiman Mahkamah Agung berwenang:
a. Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada
tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang
102
Permohonan Kasasi Penuntut Umum Karena Judex Facti Salah Dalam Menerapkan Hukum Pembuktian Dan Pertimbangan Judex Juris Memutus Perkara Narkotikaberada di bawah Mahkamah Agung, kecuali undang-undang menentukan lain;
b. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan
c. Kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.
Berbeda dengan Judex facti yang memeriksa fakta-fakta hukum di persidangan yang menjadi penilaian serta pertimbangan Hakim untuk memberikan putusan atas Tindak Pidana yang di dakwakan, judex juris memeriksa penerapan hukumnya .
Untuk dapat mengetahui apakah alasan kasasi penuntut umum dalam Putusan Mahkamah Agung No. 2415K/Pid.Sus/2015 yang menyatakan terdakwa secara sah bersalah melakukan tindak pidana narkotika Golongan 1 telah sesuai dengan dengan ketentuan pasal 253 ayat (1) KUHAP, penulisa akan menguraikan terlebih dahulu mengenai tindak pidana narkotika dan proses perdidangan.
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika menyatakan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam UndangUndang ini.
Penuntut Umum dalam surat tuntutan No. Reg. Perk: PDM- 21/Metro/04/2015 yang diajukan di Pengadilan Negeri Metro pada tanggal 13 April 2015 menyatakan, Terdakwa Aditya Permana alias Kumel bin Syahroni bersalah melakukan tindak pidana Tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan Narkotika Golongan 1 (satu) dalam bentuk tanaman Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun.
Narkotika dalam Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membagi dalam 3 (tiga) jenis golongan, yang dalam Pasal 6 angka 1 disebutkan bahwa Narkotika digolongkan menjadi:
a. Narkotika Golongan I ; b. Narkotika Golongan II ; dan c. Narkotika Golongan III.
Tanaman ganja adalah damar yang diambil dari semua tanaman genus
cannabis, termasuk biji dan buahnya. Damar ganja adalah damar
yang diambil dari tanaman ganja, termasuk hasil pengolahannya yang
menggunakan damar sebagai bahan dasar. Daunnya berbentuk seperti
tapak tangan bergerigi dan selalu ganjil. Ganja berisi zat kimia yang
disebut delta-9 hidro kanabinol (THG) yang mempengaruhi cara melihat
dan mendenga sesuatu, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika termasuk kedalam jenis Narkotika
golongan I.
103
Jurnal Verstek Vol. 6 No. 3
Bagian Hukum Acara Universitas Sebelas Maret
Menurut Moh. Taufik Makaro, bentuk tindak pidana narkotika yang umum dikenal antara lain, yaitu (Blagar Fathony dkk, jurnal, 2016:51):
a. Penyalahgunaan/melebihi dosis;
b. Pengedaran narkotika; dan c. Jual beli narkotika.
Melihat uraian tuntutan Penuntut Umum, penulis berpendapat bahwa uraian surat tuntutan Penuntut Umum tertanggal 03 Juni 2015, bahwa Terdakwa Aditya Permana Alias Kumel Bin Syahroni secara nyata telah melakukan penyalahgunaan narkotika golongan 1 berupa ganja, sebagaimana diatur dalam pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).”
Pengajuan kasasi merupakan salah satu upaya hukum yang diberikan kepada terdakwa dan jaksa penuntut umum bila berkeberatan terhadap putusan pengadilan yang dijatuhkan kepadanya. Dapat dikatakan bahwa kasasi adalah hak yang diberikan kepada terdakwa dan penuntut umum untuk meminta kepada Mahkamah Agung agar dilakukan pemeriksaan terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada pengadilan tingkat bawahannya. Kasasi merupakan hak, oleh karena itu tergantung kepada mereka mempergunakan hak tersebut. Sekiranya terdakwa atau penuntut umum menerima putusan yang dijatuhkan, mereka dapat mengesampingkan hak itu. Akan tetapi, apabila mereka merasa keberatan akan putusan yang dijatuhkan pengadilan tinggi, mereka dapat mempergunakan hak untuk mengajukan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan pengadilan tersebut, dengan alasan (secara alternatif/kumulatif) bahwa dalam putusan yang dimintakan kasasi tersebut, peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, pengadilan telah melampaui batas wewenangnya (Harun M. Husein 1992: 47-48)
Alasan kasasi sudah ditentukan secara ”limitatif” dalam pasal 253 ayat 1 (satu). Disebutkan dalam Pasal 253 ayat 1 (satu), yang harus diutarakan dalam memori kasasi ialah keberatan atas putusan yang dijatuhkan pengadilan kepadanya, karena isi putusan itu mengandung kekeliruan atau kesalahan yang tidak dibenarkan oleh Pasal 253 ayat 1 (satu). Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menentukan:
a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau
diterapkan tidak sebagaimana mestinya ;
104
Permohonan Kasasi Penuntut Umum Karena Judex Facti Salah Dalam Menerapkan Hukum Pembuktian Dan Pertimbangan Judex Juris Memutus Perkara Narkotikab. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang ; dan
c. apakab benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
Ketiga hal ini keberatan kasasi yang dibenarkan undang-undang sebagai alasan kasasi. Di luar ketiga alasan ini, keberatan kasasi ditolak karena tidak dibenarkan undang-undang. Penentuan alasan kasasi yang limitatif dengan sendirinya serta sekaligus ”membatasi” wewenang Mahkamah Agung memasuki pemeriksaan perkara dalam tingkat kasasi, terbatas hanya meliputi kekeliruan pengadilan atas ketiga hal tersebut. Di luar ketiga hal itu, undang-undang tidak membenarkan Mahkamah Agung menilai dan memeriksanya, untuk mengajukan permohonan kasasi, harus benar-benar memperhatikan keberatan kasasi yang disampaikan dalam memori kasasi, agar dapat sesuai dengan yang ditentukan dalam Pasal 253 ayat 1 (satu). Pemohon kasasi dalam memori kasasinya sedapat mungkin memperlihatkan bahwa putusan pengadilan yang dikasasi mengandung:
a. Kesalahan penerapan hukum ;
b. Pengadilan dalam mengadili dan memutus perkara tidak melaksanakan cara mengadili menurut ketentuan undang-undang ; dan
c. Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, baik hal itu mengenaiwewenang absolut maupun relatif atau pelampauan wewenang dengan cara memasukkan hal-hal yang nonyuridis dalam pertimbangannya.
Pemohon dalam mengajukan permohonan kasasi dibolehkan mengajukan keberatan kasasi yang bersifat umum,tanpa merinci dimana letak kekeliruan putusan pengadilan tadi, dan hanya mengemukakan secara umum bahwa putusan pengadilan yang dikasasi mengandung kesalahan penerapan hukum. (M.Yahya Harahap, 2012: 565) Penulis dalam menganalisa alasan pengajuan alasan kasasi oleh Penuntut Umum berpendapat bahwa Penuntut Umum telah memenuhi ketentuan untuk mengajukan kasasi, dimana judex facti Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor: 41/Pid/ 2015/PT TJK tanggal 18 Agustus 2015 telah salah dalam menerapkan hukum, sehingga pengajuan kasasi yang diajukan oleh Penuntut Umum telah sesuai dengan poin a yang ada dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Salah satu alasan dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP pada poin a mengatakan bahwa “apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya”. Judex facti dalam hal ini salah menerapakan pasal pada putusan Pengadilan Tinggi Tanjung karang. Pasal yang dijadikan dasar memutus tidak didakwakan oleh Penuntut Umum, dalam dakwaan penuntut umum yang didakwakan pasal 114 ayat (1) atau pasal 111 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Judex facti juga mengesampingkan bukti- bukti yang ada dalam persidangan dan hanya berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Balai Laboratorium Narkoba Badan Narkotika Nasional No. 32B/II/2015 Balai Lab Narkoba tanggal 04 Februari 2015.
Bahwa alasan kasasi Penuntut Umum dapat dibenarkan karena judex facti
105
Jurnal Verstek Vol. 6 No. 3
Bagian Hukum Acara Universitas Sebelas Maret
sependapat dengan Penuntut Umum mengenai pasal yang terbukti yaitu Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, akan tetapi di dalam amar putusan Judex Facti (Pengadilan Negeri), Terdakwa dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana
“Penyalahgunaan Narkotika Golongan I”, yang merupakan kualifikasi Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, yang tidak didakwakan oleh Penuntut Umum.
3. Kesesuaian Pertimbangan Judex Juris Dalam Memutus Alasan Kasasi Penuntut Umum dalam Tindak Pidana Narkotika Dengan Ketentuan Pasal 256 Jo Pasal 193 Ayat (1) KUHAP
Mahkamah Agung atau Judex Juris dalam memutus putusan kasasi harus memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar. Alasan atau dasar hukum sebagai pertimbangan hakim Mahkamah Agung diatur dalam Pasal 14 Undang- Undang No. 48 Tahun 2009 Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi :
1) Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia;
2) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan;
3) Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan; dan
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sidang permusyawaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung.
Melihat pertimbangan dari Hakim Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2415 K/Pid.Sus/2015 ini, Hakim Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Penuntut Umum dengan dasar pertimbangan sebagai berikut :
1) Bahwa alasan kasasi Penuntut Umum dapat dibenarkan karena Judex Facti sependapat dengan Penuntut Umum mengenai pasal yang terbukti yaitu Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, akan tetapi di dalam amar putusan Judex Facti (Pengadilan Negeri), Terdakwa dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana “Penyalahgunaan Narkotika Golongan I”, yang merupakan kualifikasi Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, yang tidak didakwakan oleh Penuntut Umum ; dan
2) Bahwa menurut Pasal 182 ayat (3), ayat (4) KUHAP, Hakim
dalam memeriksa dan memutus perkara harus berdasarkan surat
dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di
sidang, dan sesuai fakta yang terungkap di persidangan ketika
Terdakwa ditangkap, pada diri Terdakwa ditemukan 3 (tiga)
buah linting ganja di dalam kantong celana yang dikenakan
Terdakwa, sehingga perbuatan Terdakwa tersebut telah
106
Permohonan Kasasi Penuntut Umum Karena Judex Facti Salah Dalam Menerapkan Hukum Pembuktian Dan Pertimbangan Judex Juris Memutus Perkara Narkotikamemenuhi unsur Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas Mahkamah Agung berpendapat Terdakwa tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum dalam dakwaan kedua, oleh karena itu kepada Terdakwa tersebut haruslah dijatuhi pidana.
Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2415 K/Pid.Sus/2015 dalam pertimbangannya Hakim Mahkamah Agung menyatakan bahwa isi putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor: 41/Pid./2015/PT TJ yang memperkuat putusan Pengadilan Negeri Metro Nomor:
43/Pid.Sus/2015/PN.Met mengenai kualifikasi tindak pidana dan mengurangi pidana yang dijatukan kepada Terdakwa dinyatakan terbukti menyalah gunakan narkotika golongan 1 bersalah melakukan tindak pidana menyalahgunakan Narkotikan Golongan 1 jenis tanaman, oleh sebab itu oleh Pengadilan Negeri Metro yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi tanjung karang dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun. Hal tersebut berdasarkan pada pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dibuat berdasarkan pertimbangan yang salah.
Judex Facti salah dalam menyipulkan perbuatan tindak pidana terdakwa. Bahwa judex facti menilai berdasarkan hasil tes urine yang telah dilakukan terdakwa mengandung THC (Tetrahydrocannabinol) dan terdaftar dalam golongan I Nomor Urut 8 dan 9 Lampiran Undang-Undang Nomor: 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Judex facti tidak cermat melihat kronologi tindak pidana narkotika yang dilakukan terdakwa didalamnya terdapat rangkaian jual beli ganja (narkotika golongan 1) antara terdakwa dengan saksi Salman alias Saman Bin Azwar dan antara terdakwa dengan saksi Romli Fernando. Maka seharusnya terdakwa dinyatakan dengan tanpa hak memiliki Narkotika Golongan 1 dalam bentuk tanaman.
Putusan Mahkamah Agung dalam tindak pidana yang dilakukan Aditiya Permana Alias Kumel bin Syahroni menyatakan bahwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “TANPA HAK MEMILIKI NARKOTIKA GOLONGAN I DALAM BENTUK TANAMAN” dengan memperhatikan Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
Hakim Mahkamah Agung dalam Hal ini dapat diartikan mengabulkan
permohonan kasasi yang diajukan oleh Penuntut Umum. Pasal 256
KUHAP menyatakan bahwa Jika Mahkamah Agung mengabulkan
107
Jurnal Verstek Vol. 6 No. 3
Bagian Hukum Acara Universitas Sebelas Maret
permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254, Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang dimintakan kasasi dan dalam hal itu berlaku ketentuan Pasal 255. Pasal 255 ayat (1) mengatakan bahwa dalam hal suatu putusan dibatalkan karena peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara tersebut. Berdasarkan Pasal 255 ayat (1) maka Mahkamah Agung dapat mengadili sendiri tindak pidana narkotika yang dilakukan Terdakwa, karena judex juris dalam menilai putusan yang telah diputus oleh judex facti telah salah menerapkan hukum yang tidak semestinya.
Judex juris dalam hal ini menyatakan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana narkotika dengan tanpa hak memiliki narkotika golongan 1 dalam jenis tanaman. Maka berdasarkan pasal 193 ayat (1) KUHAP jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana. Putusan Mahkamah Agung Nomor 2415 K/Pid.Sus/2015 Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.
Judex juris dalam putusan Mahkamah Agung Nomor: 2415 K/Pid.Sus/2015 telah memutus dengan pertimbangan yang sesuai dengan ketentuan dalam pasal Pasal 256 Jo Pasal 193 Ayat (1) KUHAP. Peristiwa tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh Terdakwa telah dipus oleh judex facti Pengadilan Tinggi Tanjung Karang yang memperkuat putusan Pengadilan Negri Metro yang amar putusannya menyatakan Terdakwa Aditya Permana aliyas Kumel bin Syahroni telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menyalahgunakan Narkotika Golongan 1”. Sehingga hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa adalah pidana penjara 2 (dua) tahun, dibuat berdasarkan pertimbangan hukum yang salah.
Putusn judex facti meskipun sependapat dengan Penuntut Umum mengenai pasal yang terbukti yaitu pasal 111 Ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika tetapi dalam amar putusan judex facti (Pengadilan Negeri) terdakwa dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana “Penyalahgunaan Narkotika Golongan 1” yang merupakan kualifikasi dari pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang tidak didakwa oleh Penuntut Umum.
Karena pada dasarnya dalam pasal 182 ayat (4) KUHAP mengatakan
“musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang”.
Musyawarah hakim dalam memutus sebuah putusan harus berdasarkan
pada surat dakwaan beserta bukti bukti dalam persidangan yang nantinya
membuat hakim memiliki keyakinan untuk memutus berdasarkan hukum
yang tepat.
108
Permohonan Kasasi Penuntut Umum Karena Judex Facti Salah Dalam Menerapkan Hukum Pembuktian Dan Pertimbangan Judex Juris Memutus Perkara NarkotikaJudex facti dalam hal ini telah salah dalam menyimpulkan perbuatan terdakwa. Bahwa perbuatan tindak pidana narkotika yang dilakukan terdakwa adalah menyalah gunakan narkotika golongan 1 dalam bentk tanaman. Padahal dapat dicermati dari kronologi kejadian bahwa Terdakwa Aditya Permana Alias Kumel Bin Syahroni menyediakan ganja untuk Romli Fernando dengan cara membeli ganja kepada saksi Salman Alias Salman Bin Azhar dengan uang Rp. 50.000.000,00 yang pada mulanya mendapatkan 8 (delapan) linting ganja. Pada akhirnya ganja tersebut diserahkan kepada Romli Fernando 4 batang dalam bungkus rokok Umild yang hanya diambil 1 batang oleh saudara Romli Fernando kemudian sisanya di jadikan barang bukti beserta celana pendek warna putih motif garis-garis berstuliskan Volcom. Terdakwa dalam hal ini seharusnya dinyatakan melakaukan tindak pidana narkotika Tanpa hak memiliki Narkotika Golongan 1 dalam bentuk tanaman.
Penulis menilai bahwa pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 2415 K/Pid.Sus/2015 sudah sesuai ketentuan yang ada dalam KUHAP beserta ketentuan dalam Pasal 256 Jo Pasal 193 Ayat (1) KUHAP. Pasal 256 KUHAP menyatakan jika mahkamah agung mengabulkan permohonan kasasi seperti yang dimaksud dalam pasal 254 KUHAP, Mahkamah Agung dapat membatalkan putusan pengadilan yang dimintakan kasasi, dalam hal ini Mahkamah Agung Mengabulkan kasasi Penuntut Umum. Pasal 193 ayat (1) KUHAP apabila mahkamah agung mengabulkan kasasi Penuntut Umum, maka terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan, Mahkamah Agung Harus menjatuhkan pidana berupa pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan, menyatakan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan Menetapkan Terdakwa tetap ditahan.
D. KESIMPULAN SARAN 1. Kesimpulan
Alasan Penuntut Umum dalam mengajukan kasasi dalam tindak
pidana narkotika telah sesuai dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1)
KUHAP. Bahwa putusan judex facti Pengadilan Tinggi Tanjungkarang
yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Metro telah salah
menerapan hukum, yaitu dalam kualifikasi serta hukum yang di
jatuhkan kepada Terdakwa. Putusan judex facti yang dalam hal ini
menyalahgunakan narkotika golongan 1 yang diatur dalam pasal 127
ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 yang tidak
didakwakan oleh Penuntut Umum. Meskipun Penuntut Umum dalam
menguraikan alasan kasasi tidak poin perpoin Berdasarkan Pasal 253
ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana akan tetapi
maksud dan tujuannya telah sesuai. Sehingga putusan dari judex facti
Pengadilan Tinggi Tanjungkarang telah menyimpang dari ketentuan
109
Jurnal Verstek Vol. 6 No. 3
Bagian Hukum Acara Universitas Sebelas Maret