• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Pemekaran Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Terhadap Kesejahteraan Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dampak Pemekaran Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Terhadap Kesejahteraan Masyarakat"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

Ade Ahmad Faruk Syahputra 070501117

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

(2)

ABSTRAK

Urgensinya pemekaran wilayah pada hakekatnya adalah dalam upaya menciptakan pemerintahan yang lebih efektif dan efisien serta berdaya guna demi mewujudkan percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dari paparan tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh lagi persoalan pemekaran suatu daerah dikaitkan dengan kesejahteraan masyarakat tersebut dalam suatu penelitian. Salah satu daerah di Sumatera Utara yang baru dimekarkan adalah Kabupaten Serdang Bedagai.

Penelitian yang dilakukan ini menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, dan yang menjadi populasinya adalah seluruh daerah kecamatan (area sample) yang terdiri atas 17 kecamatan dan seluruh penduduk yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai yang terdiri dari 642.983 jiwa. Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara cluster random sampling dengan melihat kriteria tingkat kesejahteraannya. Oleh karena keterbatasan waktu dan biaya, maka area sampel penelitian dilakukan dengan cara mengambil 3 kecamatan saja dari 17 kecamatan yang ada yakni Kecamatan Perbaungan, Kecamatan Dolok Masihul,dan Kecamatan Bandar Khalifah. Dengan rumus di dapat besar sampel ketiga desa tersebut yakni 100 orang. Data yang telah terkumpul (dari hasil kuesioner) kemudian dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada kesejahteraan masyarakat sebelum dan sesudah pemekaran wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai yang dapat dilihat melalui Indeks Pembangunan Manusia. Dimana pada tahun 2007, IPM kabupaten Serdang Bedagai berkisar antara 71,9 , tahun 2008 berkisar 72,59 dan pada tahun 2009 menjadi 72,9.

(3)

ABSTRACT

The urgency of expanding a region or a district is truly based on the efforts of creating a more effective and efficient government, which will be very productive in creating a fast increasing welfare of the people or community. From the general description above, the writer is interested in doing a deeper investigation on expanding of a region/district which has a great link with the welfare of the community / people in a form of research. One of the regencies in North Sumatera that has just been expanded is Serdang Bedagai.

This research that is conducted, uses a descriptive analysis research method, and the population will be taken from all 17 sub-districts (area sample) and all population that covers the Serdang Bedagai regency that consists of 642.983households. The sample in this research will be a process of taking samples using cluster random sampling with welfare each sub-districs. Due to the limited time and budget, the area sample of the research are reduced to 3 districts from 17 sub-districts and they are Perbaungan, Dolok Masihul and Bandar Khalifah. Using formula, there are 100 households in these 3 sub districts. The data gathered (through questioner) is then analyzed quantitatively and qualitatively.

The result of the research shows that there is difference of welfare community in Serdang Bedagai after and before expanded that we know from Human Development Index. Where in year 2007, HDI of Serdang Bedagai Regency ranged from 71,9 , year 2008 ranged from 72,59 and in year 2009 became 72,9.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis haturkan kepada ALLAH SWT ,Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah melimpahkan rahmat, nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Serta salawat, salam dan keselamatan bagi Nabi Besar Muhammad SAW.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian meraih gelar sarjana (S-1) pada Fakultas Ekonomi, Departemen Ekonomi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Adapun judul skripsi ini adalah : “DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT”.

Selama menyelesaikan skripsi ini, Penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan baik dalam bentuk moril maupun materi. Maka pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak atas setiap dukungan yang telah diberikan.

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga,M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo,SE,M.Ec, sebagai Ketua Departemen Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan Bapak Syahrir Hakim Nasution sebagai Sekretaris Departemen Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

(5)

4. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, sebagai Dosen Pembimbing Penulis yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberi masukan, saran dan bimbingan, baik dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.

5. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si, sebagai Dosen Penguji I yang telah memberi saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

6. Bapak Drs. H.B Tarmizi,SU , sebagai Dosen Penguji II yang telah memberi saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

7. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si, dan Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si, atas saran dan bimbingannya selama perkuliahan Penulis.

8. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

9. Kedua Orang tua Penulis, Ayahanda KBP (P) H. Hamdan, SmIK dan Ibunda Hj. A. Zein Situmorang yang telah memberikan semangat, cinta kasih, serta dukungan moril, materi dan doa yang luar biasa kepada Penulis selama ini terlebih dalam penyelesaian skripsi ini. 10.Seluruh keluarga Penulis, Ardhani Syahputra SE, AKP D. A Syahputra, SH, SIk, Elvy

Trisna, SSos , serta abang sepupu Rusdi Leidonald, SP, MA, yang telah memberikan semangat serta dukungan moril dan materi kepada Penulis.

11.Sahabat terkasih, Isara, yang telah memberi tawa, semangat, doa dan kasih sayangnya kepada Penulis, dan sahabat Penulis Rizky, Brigadir Wahyu, Mufti, Dhasit, serta kawan-kawan baik Penulis, Sule’, Jeffri, Vido, Gea, Sherly, Azhar, terima kasih atas dukungannya.

12.Seluruh kawan-kawan alumni SMA Negeri 1 Medan angkatan 06 atas dukungannya. 13.Seluruh kawan-kawan panitia Epydemics 09 yang telah bekerja keras dan HMD’09 atas

(6)

14.Seluruh anak-anak Ekonomi Pembangunan 07, teman-teman seperjuangan Penulis selama menjalani perkuliahan.

15.Dan buat semua pihak yang tak bisa Penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna baik dari segi penulisan maupun kemampuan ilmiah, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tulisan ini di masa yang akan datang.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya Penulis dan mahasiswa Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

Medan,…………...Maret 2011 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………..………...i

ABSTRACT...ii

KATA PENGANTAR ……..……….…...iii

DAFTAR ISI ………..………...vi

DAFTAR TABEL……….………...viii

DAFTAR GAMBAR ………..………...x

DAFTAR LAMPIRAN………..………...xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……..………...1

1.2. Perumusan Masalah ………...….6

1.3. Hipotesis ………...7

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………...7

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Penelitian Terdahulu ...8

2.2. Pembangunan Ekonomi Daerah ………...9

2.3. Otonomi Daerah dan Pemekaran Wilayah ………...13

2.3.1. Konsep Dasar Otonomi Daerah………...13

2.3.2. Pemekaran Wilayah……....………...15

2.4. Kesejahteraan Masyarakat ………...21

2.5. Indeks Pembangunan Manusia ………...26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian ………...33

3.2. Ruang Lingkup Penelitian ………...35

3.3. Jenis dan Sumber Data ………...35

3.4. Populasi dan Sampel ………...……...35

3.5. Metode Pengumpulan Data ………...37

(8)

3.7. Defenisi Operasional ………...39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai………...40

4.1.1. Kondisi Geografis ………...40

4.1.2. Kondisi Topografi………...42

4.1.3. Kondisi Demografi ………...42

4.1.4. Kondisi Sosial ………...44

4.1.5. Potensi Wilayah ………...49

4.2. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Serdang Bedagai Sebelum dan Sesudah Pemekaran ...53

4.3. Karakteristik Responden ………….………...56

4.4. Analisis Dan Pembahasan………...59

4.4.1. Indikator Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Serdang Bedagai………...59

4.4.2. Hasil Analisis Data………...62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ………...68

5.2. Saran ………. ...69

(9)

DAFTAR TABEL

No Tabel Judul Halaman

2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Indikator Komponen IPM 30 3.1 Banyaknya Keluarga Pra Sejahtera, Sejahtera I, Sejahtera II, Sejahtera III,

dan Sejahtera III Plus Per Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai 33

3.2 Rincian Sampel 36

4.1 Nama, Luas Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Menurut

Kecamatan (2009) 41

4.2 Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk

Menurut Kecamatan (2009) 43

4.3 Rasio Jenis Kelamin Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai

(2006-2009) 44

4.4 Angka Partisipasi Sekolah Menurut Kelompok Umur

di Kabupaten Serdang Bedagai 45 4.5 Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Status Pendidikan

dan Jenis Kelamin (2009) 46 4.6 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin(2009) 47 4.7 Banyaknya Sarana Kesehatan Menurut Kecamatan (2009) 48 4.8 Sarana Kesehatan Pemerintah (unit) di Kabupaten

Serdang Bedagai (2009) 49

4.9 Luas Panen. Produksi dan Produktivitas Tanaman Padi dan

Palawija Menurut Jenis Tanaman (2009) 50 4.10 Jumlah Produksi Daging Ternak dan Unggas menurut

(10)

No Tabel Judul Halaman 4.11 Angka Melek Huruf dan Angka Harapan Hidup

Sebelum Pemekaran Di Kabupaten Deli Serdang 54 4.12 Angka Melek Huruf dan Angka Harapan Hidup

Sesudah Pemekaran Di Kabupaten Serdang Bedagai 54 4.13 Rata-rata Pengeluaran/kapita/bulan Sebelum dan Sesudah Pemekaran

Berdasar Tahun Di Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten

Serdang Bedagai 55

4.14 Karakteristik Responden Dalam Penelitian 58 4.15 Rata-rata Pengeluaran/Kapita/Bulan dan Persentase Rata-rata

Pengeluaran/Kapita/Bulan Menurut Jenis di Kabupaten

Serdang Bedagai (2009) 62

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Judul Halaman

(12)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Judul

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Lampiran 2. Data Hasil Pengukuran Skala Likerts Yang Digunakan Dalam Analisis Paired Sample t-test

(13)

ABSTRAK

Urgensinya pemekaran wilayah pada hakekatnya adalah dalam upaya menciptakan pemerintahan yang lebih efektif dan efisien serta berdaya guna demi mewujudkan percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dari paparan tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh lagi persoalan pemekaran suatu daerah dikaitkan dengan kesejahteraan masyarakat tersebut dalam suatu penelitian. Salah satu daerah di Sumatera Utara yang baru dimekarkan adalah Kabupaten Serdang Bedagai.

Penelitian yang dilakukan ini menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, dan yang menjadi populasinya adalah seluruh daerah kecamatan (area sample) yang terdiri atas 17 kecamatan dan seluruh penduduk yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai yang terdiri dari 642.983 jiwa. Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara cluster random sampling dengan melihat kriteria tingkat kesejahteraannya. Oleh karena keterbatasan waktu dan biaya, maka area sampel penelitian dilakukan dengan cara mengambil 3 kecamatan saja dari 17 kecamatan yang ada yakni Kecamatan Perbaungan, Kecamatan Dolok Masihul,dan Kecamatan Bandar Khalifah. Dengan rumus di dapat besar sampel ketiga desa tersebut yakni 100 orang. Data yang telah terkumpul (dari hasil kuesioner) kemudian dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada kesejahteraan masyarakat sebelum dan sesudah pemekaran wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai yang dapat dilihat melalui Indeks Pembangunan Manusia. Dimana pada tahun 2007, IPM kabupaten Serdang Bedagai berkisar antara 71,9 , tahun 2008 berkisar 72,59 dan pada tahun 2009 menjadi 72,9.

(14)

ABSTRACT

The urgency of expanding a region or a district is truly based on the efforts of creating a more effective and efficient government, which will be very productive in creating a fast increasing welfare of the people or community. From the general description above, the writer is interested in doing a deeper investigation on expanding of a region/district which has a great link with the welfare of the community / people in a form of research. One of the regencies in North Sumatera that has just been expanded is Serdang Bedagai.

This research that is conducted, uses a descriptive analysis research method, and the population will be taken from all 17 sub-districts (area sample) and all population that covers the Serdang Bedagai regency that consists of 642.983households. The sample in this research will be a process of taking samples using cluster random sampling with welfare each sub-districs. Due to the limited time and budget, the area sample of the research are reduced to 3 districts from 17 sub-districts and they are Perbaungan, Dolok Masihul and Bandar Khalifah. Using formula, there are 100 households in these 3 sub districts. The data gathered (through questioner) is then analyzed quantitatively and qualitatively.

The result of the research shows that there is difference of welfare community in Serdang Bedagai after and before expanded that we know from Human Development Index. Where in year 2007, HDI of Serdang Bedagai Regency ranged from 71,9 , year 2008 ranged from 72,59 and in year 2009 became 72,9.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sejarah perekonomian mencatat desentralisasi telah muncul ke permukaan sebagai paradigma baru dalam kebijakan dan administrasi pembangunan sejak dasawarsa 1970-an. Ide desentralisasi ini tidak hanya didorong untuk mengurangi kekuasaan sentralitas pusat, namun juga oleh adanya tuntutan dari daerah-daerah yang mempunyai variasi sifat, potensi, identitas, dan kelokalan yang berbeda-beda untuk memperoleh kewenangan yang lebih besar. Makna desentralisasi kekuasaan ini tidak hanya berkisar pada adanya kewenangan untuk melakukan pemerintahannya sendiri namun telah bergeser kepada dorongan untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dan baik dari Pemerintahan Pusat. Kenyataannya, di masa Orde Baru, pemerintah menerapkan sistem sentralisasi pemerintahan. Sehingga surplus produksi daerah yang kaya dan sumber alam ditarik dan dibagi-bagi untuk kepentingan pusat bukan diinvestasikan untuk pembangunan daerah tersebut. Daerah pusat menikmati kekayaan daerah sementara daerah sangat lamban berkembang. Akibatnya, terjadi ketimpangan pembangunan antara daerah dan pusat.

(16)

provinsi dan kabupaten baru, pemblokiran tempat-tempat strategis, mobilisasi massa atau penggalangan sentimen-sentimen kesukuan sampai ancaman pembunuhan (Pradjarta, 2004).

Gagasan otonomi daerah memiliki kaitan sangat erat dengan demokratisasi kehidupan politik dan pemerintahan di tingkat lokal. Pada dasarnya, agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang luas dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sebagai suatu sistem negara kesatuan. Wilayah negara yang terbagi ke provinsi, dan provinsi terbagi dalam kabupaten/kota, yang kemudian dibagi wilayah kecamatan adalah satu totalitas.

Selanjutnya, pemekaran wilayah pun direalisasikan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah oleh Presiden Republik Indonesia. Sejak saat itu pula keinginan masyarakat di daerah untuk melakukan pemekaran meningkat tajam. Dimana sejak tahun 1999 hingga Desember 2009 telah terbentuk sebanyak 215 daerah otonom baru yang terdiri dari 7 provinsi, 173 kabupaten dan 35 kota. Dengan demikian, total daerah otonom di Indonesia adalah 33 provinsi, 398 kabupaten dan 93 kota. Data pemekaran tersebut diklasifikasikan pada 3 (tiga) fase yaitu : - Fase berlakunya Undang-undang Nomor 5 tahun 1974, dimekarkan 11 (sebelas)

kabupaten/kota (masa 1974-1998).

- Fase berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 (1999-2003), telah dibentuk 149 (seratus empat puluh sembilan) daerah otonom baru, terdiri dari 7 (tujuh) provinsi baru, dan 142 kabupaten/kota baru.

- Fase berlakunya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, telah dibentuk 53 (lima puluh tiga) kabupaten/kota baru (hingga akhir desember 2009)

(17)

Upaya pemekaran wilayah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan publik bagi masyarakat. Pemekaran wilayah juga merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperpendek rentang kendali pemerintah sehingga meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan.

Bangsa Indonesia melakukan reformasi tata pemerintahan semenjak diberlakukannya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Sejak saat itu berbagai pemikiran inovatif dan uji coba terus dilakukan sebagai upaya untuk menyempurnakan otonomi daerah dan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelayanan publik dan penanggulangan kemiskinan secara efektif. Pemekaran wilayah merupakan implikasi berlakunya paket Undang-undang otonomi tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah.

Salah satu implikasi dari perubahan paradigma penyelenggaraan pembangunan tersebut, daerah yang merasa diperlakukan kurang “adil” yang tercermin dari distribusi pendapatan dan tingkat pengembalian kekayaan yang dimiliki ke wilayah daerahnya, berusaha untuk mengembangkan daerah baru dan memisahkan diri dari induknya. Sudah barang tentu, implikasi dari terjadinya pemekaran daerah tersebut dirasakan dalam semua dimensi kehidupan penyelenggaraan pembangunan, karena potensi yang dimiliki oleh kedua daerah hasil pemekaran tersebut tidak homogen. Adakalanya, pemekaran wilayah menyebabkan kegiatan pembangunan didaerah lama menurun drastis kegiatan ekonominya, karena sebagian besar potensi daerah kebetulan berada pada daerah pemekaran baru (www.geocities.com).

(18)

dan kewilayahan. Secara administratif antara lain adalah persetujuan dari DPRD, Bupati/Walikota dan Gubernur serta Rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Sementara syarat teknis antara lain ialah kemampuan ekonomi, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, dan keamanan. Sedangkan persyaratan kewilayahan antara lain ialah minimal 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kabupaten/kota, dan minimal 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi, serta didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana pemerintahan.

Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jika kesejahteraan masyarakat merupakan sasaran utama pembangunan daerah maka tekanan utama pembangunan akan lebih banyak diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam bentuk pengembangan pendidikan, peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, dan peningkatan penerapan teknologi tepat guna. Disamping itu, perhatian juga lebih diarahkan untuk meningkatkan kegiatan produksi masyarakat setempat dalam bentuk pengembangan kegiatan pertanian yang meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, serta kegiatan ekonomi kerakyatan lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut berbagai strategi dan kebijakan dilaksanakan (www.geocities.com).

(19)

yang dimekarkan dari kabupaten Toba Samosir bersamaan dengan kabupaten Serdang Bedagai yang dimekarkan dari kabupaten Deli Serdang. Selanjutnya, Kabupaten Serdang Bedagai, diatur sesuai dengan Undang-undang RI nomor 36 tahun 2003 pada tanggal 18 Desember 2003 pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri. Proses lahirnya undang-undang tentang pembentukan Serdang Bedagai sebagai kabupaten pemekaran merujuk pada usulan yang disampaikan melalui Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 18/K/2002 tanggal 21 Agustus 2002 tentang Persetujuan Pemekaran Kabupaten Deli Serdang. Kemudian Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 26/K/DPRD/2003 tanggal 10 Maret 2003 tentang Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Deli Serdang Atas Usul Rencana Pemekaran Kabupaten Deli Serdang menjadi dua kabupaten Kabupaten Deli Serdang (Induk), dan Kabupaten Serdang Bedagai. Kabupaten yang luasnya mencapai 1.900,22 kilometer persegi ini, terdiri atas 243 desa/kelurahan yang berada dalam 17 kecamatan. Dengan pemekaran ini, pemerintah kabupaten Serdang Bedagai harus menyesuaikan diri dan berlatih untuk mandiri dalam mengatur dan mengelola daerahnya sendiri dan untuk memajukan kesejahteraan masyarakatnya (www.bappeda.sumutprov.go.id).

Kesejahteraan masyarakat pada dasarnya adalah buah dari pelayanan publik yang dilakukan pemerintah. Dengan pelayanan publik yang baik maka kesejahteraan masyarakat juga berpeluang besar untuk membaik. Kesejahteraan masyarakat sendiri dapat dilihat dari berbagai indikator. Salah satu indikator yang dapat dipakai adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang dikembangkan sejak tahun 1990 oleh UNDP yang meliputi:

1. Tingkat harapan hidup

(20)

3. Tingkat pendapatan riil perkapita masyarakat berdasarkan daya beli masing-masing negara

Pada tahun 2007, IPM kabupaten Serdang Bedagai berkisar antara 71,9 , tahun 2008 berkisar 72,59 dan pada tahun 2009 menjadi 72,9. Dengan demikian dapat dilihat bahwa IPM kabupaten Serdang Bedagai mengalami peningkatan sebesar 0,69 dan 0,31 sejak terpisah dari kabupaten induk. Meningkatnya IPM tersebut akibat dari meningkatnya seluruh komponen pembentuk IPM seperti tingkat harapan hidup, melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pendapatan riil perkapita. Kondisi masing-masing indikator IPM kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2009 adalah harapan hidup 68,89 tahun, melek huruf 97,44%, rata-rata lama sekolah 8,63 tahun, dan daya beli 626,30 ribu (BPS Kabupaten Serdang Bedagai).

Pelaksanaan pemekaran wilayah telah berjalan beberapa tahun dan diharapkan dapat memperbaiki kualitas hidup rakyat sehingga tercapai kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Lantas apakah pemekaran wilayah ini membawa perbaikan kesejahteraan rakyat khususnya di wilayah kabupaten Serdang Bedagai? Untuk itu penulis tertarik untuk mengambil judul “Dampak Pemekaran Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Terhadap

Kesejahteraan Masyarakat”.

1.2Perumusan Masalah

(21)

perbedaan pada kesejahteraan masyarakat sebelum dan sesudah adanya pemekaran

wilayah khususnya di Kabupaten Serdang Bedagai?”

1.3Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut “Terdapat perbedaan yang nyata pada

kesejahteraan masyarakat sebelum dan sesudah adanya pemekaran wilayah di

Kabupaten Serdang Bedagai.”

1.4Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan nyata pada kesejahteraan masyarakat sebelum dan sesudah pemekaran wilayah.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan atau kajian untuk melakukan penelitian selanjutnya dan sebagai bahan perbandingan bagi pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang. 2. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahsiswa/i Fakultas

Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan.

(22)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1. Penelitian Terdahulu

T. Erry Nuraidi (2008) melakukan penelitian dengan judul “Manfaat Pemekaran terhadap Percepatan Pembangunan dan Peningkatan Kesejahteraan Mayarakat (Studi Kasus Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat pemekaran Kabupaten Serdang Bedagai terhadap percepatan pembangunan yang terdiri dari PDRB dan PDRB perkapita, serta untuk mengetahui manfaat pemekaran Kabupaten Serdang Bedagai terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dilihat dari pendapatan perkapita, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis pertumbuhan, uji beda rata-rata, dan analisis compare means uji t-statistik (Paired Sample t-test). Dari hasil penelitian diketahui bahwa pemekaran wilayah Kabupaten Serdang Bedagai berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan masyarakat.

(23)

2.2. Pembangunan Ekonomi Daerah

Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada dibawah satu administrasi tertentu seperti satu propinsi, kabupaten, kecamatan, dan sebagainya. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi sumberdaya-sumberdaya-sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah (Lincolin Arsyad, 2005).

(24)

kabupaten, dan pemerintah desa merupakan pelaksanaan asas desentralisasi dan tugas pembantuan (medebewind) (www.geocities.com).

Proses pembangunan daerah pada dasarnya bukanlah sekedar fenomena ekonomi semata. Pembangunan tidak sekedar ditujukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara, namun yang lebih luas dari itu pembangunan memiliki perspektif yang luas, terutama perubahan sosial. Dimensi sosial yang sering terabaikan dalam pendekatan pertumbuhan ekonomi, justru mendapat tempat strategis bagi proses pembangunan. Dalam proses pembangunan selain mempertimbangkan pertumbuhan dan pemerataan, juga dampak aktivitas ekonomi terhadap kehidupan sosial masyarakat. Lebih dari itu, dalam proses pembangunan dilakukan upaya yang bertujuan untuk mengubah struktur perekonomian kearah yang lebih baik (Kuncoro, 2003 dalam Safi’i 2007).

Perkembangan akhir-akhir ini, menunjukkan munculnya pemihakan baru terhadap peningkatan peran serta pemerintah regional dalam perumusan kebijakan pembangunan di daerahnya. Dalam konteks ini, kelompok pertama lebih menekankan kepada aspek efisiensi, sementara kelompok kedua selain aspek efisiensi juga aspek distribusi menjadi pertimbangan lain. Tumbuhnya pemikiran kedua ini, ditandai dengan perkembangan yang meyakinkan dalam konsepsi ekonomi regional, serta berkembangnya pemikiran baru mengenai integrasi kebijakan ekonomi dengan politik, dalam mengakomodasi perkembangan tuntutan masyarakat yang semakin meningkat terhadap pelayanan, kemandirian, serta partisipasi pembangunan. Dengan demikian, kajian mengenai desentralisasi dan otonomi daerah, tidak lagi hanya menjadi konsepsi politik, tetapi juga kajian ekonomi (Sobandi, 2004).

(25)

Pembangunan yang dilakukan di wilayah-wilayah pada dasarnya adalah juga pembangunan nasional. Atas dasar pemikiran itu, muncul pendekatan pembangunan atas dasar sektor-sektor kegiatan tanpa memperhatikan lokasinya. Namun, dalam perkembangannya pendekatan tersebut dirasakan kurang lengkap, karena kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua wilayah yang memiliki kondisi dan potensi yang sama, sehingga muncul permasalahan kesenjangan dan inefisiensi dalam pembangunan.

Masih dalam tataran konsep pembangunan nasional, muncul pendekatan yang lebih memperhatikan kondisi dan potensi setiap wilayah dalam suatu negara tertentu, yaitu pendekatan pembangunan regional, yang selanjutnya terus berkembang dan menjadi perhatian baik di kalangan praktisi maupun kalangan akademisi. Dalam perkembangannya, menuntut kualitas dan kuantitas pelayanan publik dari pemerintah serta tuntutan kemandirian dan partisipasi pembangunan bagi masyarakat secara luas. Dewasa ini, masalah kebijakan pembangunan regional, tidak lagi hanya dikaitkan dengan masalah efisiensi dan pemerataan saja, melainkan pula dikaitkan dengan masalah pelayanan kepada masyarakat dan perkembangan aspirasi masyarakat tersebut.

Kebijakan pembangunan, unit pemerintahan pada tingkat manapun yang mengimplementasikannya, secara ekonomis ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah meningkatnya pendapatan perkapita, distribusi pendapatan masyarakat, dan peran pemerintah. Kemudian, peningkatan pendapatan perkapita ini bisa dicapai bila terjadi pertumbuhan dalam bidang ekonomi.

(26)

Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis, pemerintah daerah bisa mengembangkan suatu usaha sendiri (BUMD). Aset-aset pemerintah daerah harus dapat dikelola dengan lebih baik sehingga lebih menguntungkan.

2. Koordinator

Pemerintah daerah dapat bertindak sebagai koordinator untuk menetapkan kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan di daerahnya. Perluasan dari peranan ini dalam pembangunan ekonomi bisa melibatkan kelompok-kelompok masyarakat dalam proses pengumpulan dan pengevaluasian informasi ekonomi, misalnya tingkat kesempatan kerja, angkatan kerja, pengangguran dan sebagainya. Dalam perannya sebagai koordinator, pemerintah daerah bisa juga melibatkan lembaga-lembaga pemerintah lainnya, dunia usaha, dan masyarakat dalam penyusunan sasaran-sasaran ekonomi, rencana-rencana, dan strategi-strategi. Pendekatan ini sangat potensial dalam menjaga konsistensi pembangunan daerah dengan nasional (pusat) dan menjamin bahwa perekonomian daerah akan mendapatkan manfaat yang maksimum.

3. Fasilitator

Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan

attitudinal (perilaku) atau budaya masyarakat di daerahnya. Hali ini akan

mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan serta pengaturan penetapan daerah yang lebih baik.

4. Stimulator

(27)

masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan yang telah ada tetap berada di daerah tersebut.

Salah satu faktor utama yang mengakibatkan daerah tidak berkembang adalah tidak diberikannya kesempatan yang memadai bagi daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini didorong oleh kuatnya sentralisasi kekuasaan di bidang politik dan ekonomi. Dalam rangka mendorong pembangunan daerah telah mulai dikembangkan otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggung jawab, serta peningkatan upaya pemberdayaan masyarakat. Arah kebijakan pembangunan daerah sesuai dengan GBHN 1999-2004 secara garis besar adalah mengembangkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab; melakukan pengkajian atas kebijakan tentang berlakunya otonomi daerah bagi propinsi, kabupaten/kota dan desa; mewujudkan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah secara adil dengan mengutamakan kepentingan daerah yang lebih luas melalui desentralisasi perizinan dan investasi serta pengelolaan sumberdaya; serta memberdayakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka melaksanakan fungsi dan perannya guna penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab (Propenas 2000-2004).

2.3. Otonomi Daerah dan Pemekaran Wilayah 2.3.1. Konsep dasar otonomi daerah

Pengertian otonomi menyangkut 2 hal pokok yaitu kewenangan untuk membuat hukum sendiri (own laws) dan kebebasan untuk mengatur pemerintahan sendiri (self

government). Berdasarkan pengertian tersebut, maka otonomi daerah pada hakekatnya

(28)

Kebijakan otonomi daerah berakar dari konsep tentang Desentralisasi, yakni pelimpahan sebagian wewenang yang dimiliki pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Konsep desentralisasi sendiri merupakan kebalikan dari sistem sentralisasi dimana seluruh kewenangan dikuasai oleh pemerintah pusat (Safi’i, 2007).

Kaho (2005) menyatakan bahwa desentralisasi adalah suatu sistem dimana bagian dari tugas-tugas negara diserahkan penyelenggaraannya kepada organ atau institusi yang mandiri. Institusi ini berkewajiban untuk melaksanakan wewenang sesuai dengan kehendak dan inisiatif programnya sendiri.

Menurut Hidayat Syarief (Sjafrizal, 2008) pada dasarnya ada 3 alasan pokok mengapa diperlukan otonomi daerah tersebut. Pertama adalah Political Equality, yaitu guna meningkatkan partisipasi politik masyarakat pada tingkat daerah. Hal ini penting artinya untuk meningkatkan demokratisasi dalam pengelolaan negara. Kedua adalah

Local Accountability yaitu meningkatkan kemampuan dan tanggung jawab pemerintah

daerah dalam mewujudkan hak dan aspirasi masyarakat didaerah. Hal ini sangat penting artinya dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial di masing-masing daerah. Ketiga adalah Local Responsiveness yaitu meningkatkan tanggung jawab pemerintah daerah terhadap masalah-masalah sosial ekonomi yang terjadi di daerahnya. Unsur ini sangat penting bagi peningkatan upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Menurut Kuncoro dalam Safi’i (2007) ada beberapa isu sentral yang mencuat kepermukaan dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, yaitu sebagai berikut :

(29)

2. Ada tendensi masing-masing daerah mementingkan daerahnya sendiri bahkan bersaing satu sama lain dalam berbagai hal, terutama mengumpulkan PAD (Pendapatan Asli Daerah).

3. Terkait dengan masalah timing dan political will. Saat ini ada tendensi kuat defisit APBD semakin membesar, yang pada gilirannya mengurangi kemampuan pembiayaan dana perimbangan kepada daerah.

4. Dalam tahap awal, masih terasa adanya grey-area kewenangan antara pusat, propinsi, kabupaten/kota. Ini terjadi karena belum tuntasnya penyerahan sarana/prasarana maupun pengalihan pegawai pusat ke daerah.

5. Tujuan dari otonomi daerah adalah meningkatkan pelayanan publik lebih efektif dan efisien.

6. Lemahnya koordinasi antar sektor dan antar daerah.

Paket program otonomi daerah dengan demikian memang diarahkan pada akselerasi pembangunan ekonomi daerah. Hal ini dapat dijadikan dasar motivasi bagaimana agar pemerintah daerah dapat merangsang kreatifitas masyarakat dan dirinya sendiri untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Otonomi daerah akan bermanfaat bagi pembangunan ekonomi daerah jika konsep desentralisasi didalamnya dimaknai sebagai pembuka ruang partisipasi dan emansipasi serta berorientasi pada paradigma pemberdayaan yang memang menempatkan masyarakat sebagai basis materialnya (Safi’i, 2007).

2.3.2. Pemekaran Wilayah

(30)

5/1974, isu otonomi daerah terus bergulir tidak saja isu lain seperti pemekaran wilayah, pemilihan kepala daerah serta pembagian keuangan antara pusat dan daerah. Dinamika otonomi daerah terus berlanjut pada gilirannya membutuhkan sebuah aturan yang mampu menampung berbagai tuntutan masyarakat tersebut. Oleh karena itu kemudian lahirlah UU No.32/2004 tentang pemerintahan daerah yang memuat berbagai hal mulai dari pembentukan daerah dan kawasan khusus, pembagian urusan pemerintahan, pemerintahan daerah, perangkat daerah, keuangan daerah, peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, kepegawaian daerah, pembinaan dan pengawasan desa serta masalah pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Rachmad, 2007).

Lahirnya UU No.22 tahun 1999 yang direvisi menjadi UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mendorong desentralisasi dan otonomi daerah telah menghadirkan pergeseran dan perubahan paradigma baru (New Paradigma Shifting) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Undang-undang ini juga telah memberikan peluang dalam pemekaran daerah baru sepanjang didasarkan pada pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial politik, sosial budaya, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lain yang memungkinkan untuk terselenggaranya otonomi daerah (pasal 5 ayat 1). Syarat-syarat teknis pembentukan daerah telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.

(31)

daerah yang semula (rural area) mulai berubah struktur perekonomiannya menjadi daerah perkotaan (urban area).

Ada berbagai alasan yang mendorong meningkatnya keinginan untuk melakukan pemekaran wilayah. Secara formal keinginan itu dipicu guna meningkatkan jangkauan pelayanan publik, terutama untuk daerah dengan luas cukup besar. Akan tetapi, tidak dapat pula dipungkiri bahwa keinginan untuk melakukan pemekaran daerah tersebut juga dipicu oleh aspek keuangan daerah dan politis. Aspek keuangan muncul sebagai akibat dari perubahan sistem alokasi keuangan negara untuk daerah diberlakukan seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah (Blane, 2001; Sjafrizal, 2008). Dalam hal ini masing-masing pemerintah daerah, termasuk daerah pemekaran baru berhak mendapatkan alokasi dana perimbangan, baik dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Sedangakan aspek politis yang sering muncul adalah dalam bentuk beberapa tokoh politik untuk mendapatkan jabatan baru, baik sebagai kepala dan wakil kepala daerah maupun anggota DPRD pada daerah pemekaran.

Pada tataran normatif, kebijakan pemekaran wilayah seharusnya ditujukan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dalam PP RI No.129 tahun 2000 pasal 2 disebutkan pembentukan daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melalui :

a.Peningkatan pelayanan terhadap masyarakat b.Percepatan pertumbuhan demokrasi

c.Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah d.Percepatan pengelolaan potensi daerah

e.Peningkatan keamanan dan ketertiban

(32)

Menurut Sjafrizal (2008) ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya pemekaran wilayah, antara lain :

1. Perbedaan agama

Kenyataan yang terjadi dalam masyarakat menunjukkan bahwa perbedaan agama merupakan salah satu unsur yang dapat menyebabkan timbulnya keinginan masyarakat untuk memisahkan diri dari suatu negara atau daerah yang telah ada menjadi suatu negara atau daerah baru.

2. Perbedaan etnis dan budaya

Sama halnya dengan perbedaan agama, perbedaan etnis (suku bangsa) dan budaya juga merupakan unsur penting lainnya yang dapat memicu terjadinya keinginan untuk melakukan pemekaran wilayah. Kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat merasa kurang nyaman bila hidup dalam suatu masyarakat dengan etnis, adat istiadat dan kebiasaan yang berbeda. Bila kesatuan budaya ini terganggu karena kehadiran warga masyarakat lain dengan budaya yang berbeda, maka seringkali terjadi ketegangan sosial dalam masyarakat. Dengan demikian terlihat bahwa adanya ketidaksamaan (heterogenitas) etnis dan sosial budaya merupakan unsur penting yang dapat memicu terjadinya pemekaran wilayah.

3. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah

(33)

pemekaran wilayah. Indikasi terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah dapat diketahui dengan menghitung Indeks Williamson menggunakan data PDRB perkapita dan jumlah penduduk sebagai indikator utama.

4. Luas daerah

Luas daerah dapat pula memicu timbulnya keinginan untuk melakukan pemekaran wilayah. Alasannya adalah karena wilayah yang besar akan cenderung menyebabkan pelayanan publik tidak dapat dilakukan secara efektif dan merata keseluruh pelosok daerah. Sementara tugas pokok pemerintah daerah adalah memberikan pelayanan publik kepada seluruh masyarakat didaerahnya. Dalam rangka memperbaiki pelayanan kepada masyarakat, maka salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan pemekaran daerah sehingga luas daerah menjadi lebih kecil dan jangkauan pelayanan publik menjadi lebih efektif.

Pemekaran daerah dapat dilakukan dengan kriteria sebagai berikut : 1. Kemampuan ekonomi

Kemampuan ekonomi merupakan cermin hasil kegiatan usaha perekonomian yang berlangsung di suatu daerah propinsi, kabupaten/kota, yang dapat diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan penerimaan daerah sendiri.

2. Potensi daerah

Potensi daerah merupakan cermin tersedianya sumber daya yang dapat dimanfaatkan dan kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dari lembaga keuangan, sarana ekonomi, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana transportasi dan komunikasi, sarana pariwisata dan ketenagakerjaan.

(34)

Sosial budaya merupakan cerminan yang berkaitan dengan strukur sosial dan pola budaya masyarakat, kondisi sosial masyarakat yang dapat diukur dari tempat peribadatan, tempat kegiatan institusi sosial dan budaya dan sarana olah raga.

4. Sosial politik

Sosial politik merupakan cerminan kondisi sosial politik masyarakat yang dapat diukur dari partisipasi masyarakat dalam politik dan organisasi kemasyarakatan.

5. Jumlah penduduk

Jumlah penduduk merupakan jumlah penduduk suatu daerah. 6. Luas daerah

Luas daerah merupakan luas tertentu suatu daerah. 7. Pertimbangan lain

Pertimbangan lain merupakan pertimbangan untuk terselenggaranya otonomi daerah yang dapat diukur dari keamanan dan ketertiban, ketersediaan sarana dan prasarana pemerintahan, rentang kendali, propinsi yang akan dibentuk minimal terdiri dari 3 kabupaten/kota, kabupaten/kota yang akan dibentuk minimal telah terdiri dari 3 kecamatan.

(35)

2. 4. Kesejahteraan Masyarakat

Tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik kesejahteraan yang bersifat absolut yang dinikmati oleh setiap individu dan kelompok masyarakat, maupun kesejahteraan yang bersifat relatif dalam arti pemerataan kesejahteraan atau keadilan. Secara teoritis, kesejahteraan absolut dapat dipercepat melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan pertumbuhan ekonomi dapat dicapai melalui efisiensi sebagaimana kaidah pareto-optimal. Sementara itu, kesejahteraan relatif atau keadilan dapat diakselerasi melalui pendistribusian pendapatan yang lebih merata.

Untuk mencapai tujuan tersebut, berbagai kebijakan dilakukan oleh pemerintah, sebagai akselerator proses pembangunan tersebut, baik kebijakan bersifat langsung dalam bidang ekonomi, maupun kebijakan yang bersifat tidak langsung dalam bidang lainnya seperti bidang pemerintahan dan politik. Salah satu upaya mempercepat proses pencapaian tujuan pembangunan tersebut dalam bidang pemerintahan dan politik adalah kebijakan pembagian kewenangan penyelenggaraan pembangunan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yang lazim disebut sebagai kebijakan sentralisasi dan atau desentralisasi. Kebijakan sentralisasi lebih menekankan pada peningkatan kesejahteraan absolut. Sedangkan kebijakan desentralisasi lebih memprioritaskan dimensi keadilan atau kesejahteraan relatif. (Sobandi, 2004).

Dalam konteks ini, kebijakan desentralisasi bertujuan agar semua potensi yang dimiliki oleh daerah dapat bergerak dan dimanfaatkan menjadi suatu sinergi yang dinamis dalam memberdayakan ekonomi masyarakat di daerah, sehingga tujuan peningkatan kesejahteraan absolut dan kesejahteraan relative dapat segera diwujudkan.

(36)

dilaksanakan dengan pertimbangan-pertimbangan tadi, atau rendahnya komitment serta kesiapan daerah dalam melaksanakan otonomi tersebut, bukannya akan menimbulkan efek positif dalam pemberdayaan ekonomi daerah, malah justru mengancam kondisi perekonomian secara keseluruhan.

Beberapa sumber kebocoran ekonomi tatkala otonomi daerah dilaksanakan tidak sungguh-sungguh atau kesiapan daerah dan pusat tidak memadai, dapat diidentifikasi antara lain dalam Prud’ Homme (1995) yaitu :

Pertama, makin tingginya disparitas antar daerah. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa potensi dan kemampuan setiap daerah berbeda-beda, terutama dalam pemilikan sumber daya. Sementara itu, desentralisasi berarti memberikan kewenangan luas kepada daerah dalam mengurusi aktivitasnya termasuk aktivitas ekonomi. Daerah bebas dalam mengelola sumber daya, menerapkan kebijakan fiskal (memungut pajak, retribusi, dan melakukan belanja), serta menentukan arah pembangunan ekonominya demi kesejahteraan rakyat dalam daerah yang bersangkutan. Akibatnya, karena potensi dan kemampuan daerah berbeda-beda, maka disparitas antar daerah semakin tinggi. Daerah yang kaya dan memiliki struktur yang lebih seimbang akan melaju cepat, sedangkan daerah yang miskin akan ketinggalan.

(37)

Sumber daya yang seharusnya dialokasikan untuk komoditas lain, karena motivasi kemandirian, akhirnya dialokasikan kepada komoditas tertentu yang kurang efisien.

Ketiga, instabilitas yang berpangkal dari luasnya kewenangan daerah dalam menetapkan kebijakan fiskal. Dengan keleluasaan pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan tersebut, maka efektivitas kebijakan fiskal yang digulirkan oleh pemerintah pusat akan berkurang. Dengan demikian, apabila terjadi suatu goncangan dalam perekonomian, sulit bagi pemerintahan nasional untuk meredamnya, dan efek dari kebijakan fiskal bagi setiap daerah akan berbeda-beda.

Pernyataan di atas, didukung oleh data-data Laporan Bank Dunia Tahun1997 yang menyebutkan : “Meskipun desentralisasi fiskal memberikan manfaat di beberapa negara

seperti Cina, India, negara-negara Amerika Latin, serta negara-negara lain di belahan

dunia ini, namun di sisi lain memunculkan 3 (tiga) permasalahan utama, yaitu :

meningkatnya kesenjangan, instabilitas makroekonomi, dan adanya resiko kewenangan

lokal yang dapat menyebabkan kesalahan dalam alokasi sumber daya” (World

Development Report : The State In a Changing World, 1997).

Meskipun kondisi Indonesia tidak sama dengan negara-negara sebagaimana diteliti oleh Bank Dunia, namun hal tersebut dapat dijadikan pelajaran untuk memacu kinerja kebijakan desentralisasi yang digulirkan Pemerintah Indonesia lebih baik. Artinya, hal-hal negatif yang mucul di beberapa negara dalam konteks desentralisasi ini, terutama ketidaksiapan Pusat dan Daerah, yang harus mampu dieliminasi.

(38)

terutama dalam kaitannya dengan implementasi kebijakan desentralisasi yang direspon oleh daerah dengan tuntutan pemekaran wilayah.

Pertama, dalam bidang ekonomi, ketercapaian tujuan pembangunan antara lain dapat dilihat dari pendapatan nasional perkapita, pengurangan jumlah penduduk miskin, dan tingkat pengangguran. Makin tinggi tingkat pendapatan perkapita menunjukkan makin berhasil pembangunan yang dicapai. Sementara itu, makin sedikit jumlah penduduk miskin maka makin berhasil pembangunan tersebut. Dalam praktek perhitungan pendapatan perkapita di suatu daerah sering direpresentasikan oleh Produk Domestik Regional Bruto perkapita. Pendapatan regional adalah seluruh pendapatan yang diperoleh oleh penduduk suatu daerah dalam satu tahun tertentu. Sedangkan pendapatan regional perkapita adalah pendapatan regional dibagi jumlah penduduk. Selanjutnya dapat dilihat pada tingkat pemerataan pendapatan, antara lain dengan gini ratio, luas daerah di bawah kurva lorenz, jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan dan lain-lain. Dalam kajian ini, jumlah penduduk miskin merupakan indikator paling representatif digunakan untuk melihat tingkat pemerataan ini. Makin banyak jumlah penduduk miskin berarti makin tidak berhasil pembangunan yang dilaksanakan, atau makin rendah kinerja pembangunan.

(39)

didapatkan. Indikator kesehatan paling utama adalah pemerataan kesehatan bagi masyarakat. Indikator ini dapat dilihat pada rasio tenaga kesehatan terhadap seluruh penduduk. Semakin tinggi rasio tenaga kesehatan terhadap penduduk maka makin besar peluang masyarakat secara umum untuk mendapatkan layanan kesehatan yang makin baik.

Ketiga, dalam bidang sarana dan prasarana dasar, keberhasilan pembangunan dapat diukur dari ketersediaan dan kecukupan serta kemampuan sarana dan prasarana yang mempunyai peranan penting terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Beberapa indikator yang secara empirik dan teoritik mempunyai peran penting ini antara lain adalah sarana dan prasarana perhubungan serta sarana dan prasarana penerangan. Keberhasilan pada sektor perhubungan antara lain dapat dilihat dari panjang jalan yang dimiliki, maka makin tinggi akses masyarakat kepada berbagai aktivitas kehidupan termasuk aktivitas perekonomian, sehingga mobilisasi penduduk antar wilayah atau antar kota atau antar desa juga semakin tinggi. Masih dalam kaitannya dengan indikator untuk mengukur kinerja pembangunan pada bidang sarana dan prasarana dasar, sektor listrik merupakan sektor penting untuk memberikan daya dongkrak yang besar terhadap aktivitas ekonomi masyarakat dan percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Atas dasar hal tersebut, rasio jumlah pelanggan listrik terhadap keseluruhan rumah tangga dijadikan salah satu indikator keberhasilan pembangunan.

(40)

Dengan kata lain, pemekaran wilayah berarti pembagian sumber PAD antar daerah induk dengan daerah-daerah yang baru.

2.5. Indeks Pembangunan Manusia

Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Dengan sumber daya manusia yang berkualitas, kinerja ekonomi akan mampu berjalan maksimal. Selanjutnya, bahwa antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi berhubungan erat, karena peningkatan pembangunan ekonomi merupakan prasyarat tercapainya pembangunan manusia yang akan mendukung peningkatan produktivitas melalui pengisian kesempatan kerja dengan usaha-usaha produktif sehingga tercapai peningkatan pendapatan. Oleh karena itu, dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan pembangunan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi daerah. Dengan kata lain, peningkatan kualitas modal manusia juga akan memberikan manfaat dalam mengurangi ketimpangan antar daerah. Kualitas sumber daya manusia tercermin dari teerciptanya lingkungan yang memungkinkan bagi manusia untuk menikmati hidup sehat, umur panjang, dan menjalankan kehidupan yang produktif.

Pembangunan manusia menyangkut dimensi yang sangat luas. Upaya membuat pengukuran pencapaian pembangunan manusia yang telah dilakukan di suatu wilayah harus dapat memberikan gambaran tentang dampak dari pembangunan manusia bagi penduduk dan sekaligus dapat memberikan gambaran tentang persentase pencapaian terhadap sasaran ideal.

United Nation Development Program (UNDP) mendefinisikan pembangunan

(41)

itu. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, empat hal pokok yang perlu diperhatikan adalah produktivitas, pemerataan, kesinambungan, pemberdayaan (UNDP, 1995 : 12). Secara ringkas empat hal pokok tersebut mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Produktivitas

Penduduk harus diberdayakan untuk meningkatkan produktivitas dan untuk berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan lapangan pekerjaan. Pembangunan ekonomi yang demikian merupakan himpunan bagian dari model pembangunan manusia.

2. Pemerataan

Penduduk harus memiliki kesempatan / peluang yang sama untuk mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial. Semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan kualitas hidup.

3. Kesinambungan

Akses terhadap sumberdaya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang akan datang. Semua sumberdaya fisik, manusia, dan lingkungan harus selalu diperbaharui (replenished).

4. Pemberdayaan

Penduduk harus selalu berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan (bentuk / arah) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mengambil manfaat dari proses pembangunan.

(42)

kearah perluasan pilihan dan sekaligus sebagai taraf yang dapat dicapai dari upaya tersebut. Pada saat yang sama, pembangunan manusia dapat pula dilihat sebagai pembangunan (formation) kemampuan manusia melalui perbaikan taraf kesehatan, pengetahuan, dan keterampilan, serta sekaligus sebagai pemanfaatan (utilization) kemampuan/keterampilan mereka (Urbanus, 2002).

Sebenarnya paradigma pembangunan manusia tidak berhenti sampai disana. Pilihan-pilihan tambahan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat luas seperti kebebasan politik, ekonomi dan sosial, sampai kesempatan untuk menjadi kreatif dan produktif, dan menikmati kehidupan yang sesuai dengan harkat pribadi dan jasmani hak-hak azasi manusia merupakan bagian dari paradima tersebut. Dengan demikian, paradigma pembangunan manusia memiliki dua sisi. Sisi pertama berupa formasi kapabilitas manusia seperti perbaikan taraf kesehatan, pendidikan dan keterampilan. Sisi lainnya adalah pemanfaatan kapabilitas mereka untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, kultural, sosial dan politik. Jika kedua sisi itu tidak seimbang maka hasilnya adalah frustasi masyarakat (UNDP 1996 : 11).

Hasil pembangunan manusia dapat dijelaskan dengan menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human

Development Index merupakan indikator komposit tunggal yang walaupun tidak dapat

mengukur semua dimensi dari pembangunan manusia, tetapi mengukur tiga dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar (basic

capabilities) penduduk. Ketiga kemampuan dasar itu adalah usia hidup (longetivity) yang

diukur dengan angka harapan hidup waktu lahir (life expectanc at birth), pengetahuan

(knowledge) yang diukur dengan dua indikator yaitu angka melek huruf (literacy rate)

dan rata-rata lama sekolah (mean-years of schooling), dan standar hidup layak (decent

(43)

(adjusted real per capita expenditure) (Indeks Pembangunan Manusia, BPS Kabupaten

Serdang Bedagai).

Saat ini penggunaan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human

Development Index (HDI) sebagai indikator kesejahteraan memperoleh penerimaan secara

luas di seluruh dunia, bahkan telah memperoleh penerimaan pada tingkat daerah. Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan indeks pembangunan manusia sebagai acuan untuk menentukan tingkat kesejahteraan dalam bentuk ranking kesejahteraan suatu negara atau daerah. Hal ini dianggap penting karena perencanaan pembangunan dewasa ini umumnya menggunakan pendekatan partisipatif.

Dalam penghitungan Indeks Pembangunan Manusia digunakan tahap-tahap sebagai berikut :

1. Tahapan pertama penghitungan IPM adalah menghitung indeks masing-masing komponen IPM (usia hidup, pengetahuan, dan standar hidup layak) dengan hubungan matematis sebagai berikut :

Indeks (Xi) = (Xi – Xmin) / (Xmaks – Xmin)

Xi = Indikator komponen IPM ke-i (i = 1,2,3) Xmin = Nilai minimum Xi

Xmaks = Nilai maksimum Xi

Persamaan diatas akan menghasilkan nilai 0 ≤ Xi ≤ 1, untuk mempermudah membaca skala dinyatakan dalam 100 persen sehingga interval nilai menjadi 0 ≤ Xi ≤ 100.

2. Tahapan kedua penghitungan IPM adalah menghitung rata-rata sederhana dari masing-masing indeks Xi dengan hubungan matematis :

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) = 1/3Xi

(44)

Dimana :

X(1) = Indeks Angka Harapan Hidup

X(2) = 2/3 (Indeks Melek Huruf) + 1/3 (Indeks Rata-rata Lama Sekolah)

X(3) = Indeks Konsumsi Perkapita yang disesuaikan

Untuk melihat perkembangan tingkatan status IPM di kabupaten/kota, dibedakan 4 kriteria dimana status menengah dipecah menjadi dua seperti dibawah ini :

1. Rendah dengan nilai IPM kurang dari 50

2. Menengah Bawah dengan nilai IPM berada diantara 50 sampai kurang dari 66 3. Menengah Atas dengan nilai IPM berada diantara 66 sampai kurang dari 80 4. Tinggi dengan nilai IPM lebih atau sama dengan 80.

Tabel 2.1

Nilai Maksimum dan Minimum Indikator Komponen IPM Indikator Nilai Nilai Catatan

(45)

manajemen pembangunan daerah, oleh karena pelaksanaan pembangunan secara luas yang meliputi unsur perencanaan, pengawasan dan evaluasi.

Selain IPM terdapat juga Indeks Pembangunan Daerah (IPD) sebagai suatu konsep ukuran pembangunan, yang terdiri dari (1) keberdayaan pemerintah; (2) perkembangan wilayah; dan (3) keberdayaan masyarakat. Setiap kriteria tersebut dapat dibagi-bagi lagi ke dalam beberapa aspek atau unsur. Misalnya, aspek-aspek yang tercakup dalam kriteria keberdayaan pemerintah adalah kemampuan dan kualitas aparat pemerintah itu sendiri; atau sarana dan prasarana yang digunakan aparat untuk melayani masyarakat. Definisi keberdayaan pemerintah adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan upaya atau hasil pemberdayaan pemerintah (reinventing government) di suatu daerah. Perkembangan wilayah didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kondisi ekonomi wilayah, penyediaan fasilitas publik, serta potensi fisik dan lingkungan suatu daerah. Kriteria yang terakhir yaitu keberdayaan masyarakat, didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan upaya dan hasil pemberdayaan masyarakat di suatu daerah.

(46)
(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah-langkah sistematik atau prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.1. Lokasi Penelitian

(48)

Tabel 3.1

Banyaknya Keluarga Pra Sejahtera, Sejahtera I, Sejahtera II, Sejahtera III, dan Sejahtera III Plus Per Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai

2009

(49)

3.2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada perbedaan pada kesejahteraan masyarakat sebelum dan sesudah pemekaran wilayah.

3.3. Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer

Data primer dalam penulisan skripsi ini adalah data-data yang diperoleh langsung dari masyarakat Kabupaten Serdang Bedagai dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Badan Pusat Statisik (BPS), buku literatur, internet serta bacaan lain yang berhubungan dengan penelitian dan data ini hanya digunakan sebagai data penunjang.

3.4. Populasi dan Sampel

(50)

Tabel 3.2

Sumber : BPS Kabupaten Serdang Bedagai 2010

Dimana dalam menentukan ukuran sampel populasi, penulis menggunakan rumus sebagai berikut : n = N

1 + Ne2 Keterangan :

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = nilai kritis (batas kesalahan) yang diinginkan

(51)

3.5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan yaitu : 1. Observasi

Observasi adalah dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti, dalam hal ini adalah masyarakat yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai. 2. Kuesioner

Kuesioner adalah salah satu teknik pengumpulan data dengan cara menyebar angket (daftar pertanyaan) kepada responden yang dijadikan sampel penelitian. Dalam hal ini yang menjadi responden adalah masyarakat yang mewakili Kabupaten Serdang Bedagai. Adapun karakteristik dalam kuesioner adalah indikator dari IPM tersebut. Bentuk kuesioner berupa lima tipe pilihan jawaban yaitu sangat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang dengan menggunakan metode Skala Likert.

3. Studi Kepustakaan

Teknik studi kepustakaan ini adalah mengumpulkan data dan informasi melalui telaahan berbagai literatur yang relevan atau berhubungan dengan permasalahan yang ada dalam penulisan skripsi ini, dapat diperoleh dari buku-buku, internet dan sebagainya.

3.6. Metode Analisis

(52)

Prosedur Paired Sample t-test digunakan untuk menguji bahwa tidak ada perbedaan antara dua variabel. Data boleh terdiri atas dua pengukuran dengan subjek yang sama atau satu pengukuran dengan beberapa subjek.

Prosedur uji ini akan menghasilkan :

- Statistik deskriptif untuk masing-masing menguji variabel

- Pearson korelasi antara masing-masing pasangan dan arti korelasinya

- Suatu interval kepercayaan untuk rata-rata perbedaan 95% atau suatu nilai tertentu yang ditetapkan.

Rizal dalam buku Pengolahan Data Penelitian menggunakan SPSS 17.0 , rumus untuk mencari t hitung (t*) adalah

t-hitung =

Sbi

b

bi

)

(

Keterangan :

bi = koefisien variabel independen ke-i

b = nilai hipotesis nol

Sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i

Kriteria Pengambilan Keputusan:

Ho : β = 0 Ho diterima (t* < t tabel), artinya tidak terdapat perbedaan nyata pada

tingkat kesejahteraan masyarakat sebelum dan sesudah pemekaran wilayah.

Ha : β ≠ 0 Ho ditolak (t* > t tabel), artinya terdapat perbedaan nyata pada tingkat

(53)

0

Gambar 3.1 Kurva Uji T-statistik

3.7. Definisi Operasional

1. Pendidikan masyarakat diukur dalam hal tingkat partisipasi sekolah, fasilitas pendidikan, kualitas tenaga pengajar di daerah, tingkat kelulusan sekolah dasar, dan angka buta huruf di Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Kesehatan masyarakat diukur dalam hal sarana kesehatan, keahlian tenaga kesehatan, tingkat konsumsi makanan bergizi, penyuluhan & program kesehatan, angka kematian bayi, dan jumlah penduduk menderita sakit.

3. Pengeluaran perkapita masyarakat dalam hal ini, diukur pada tingkat pengeluaran, tingkat kepemilikan rumah, pengeluaran masyarakat terhadap bukan makanan, ketersediaan lapangan kerja, dan tingkat partisipasi angkatan kerja di daerah.

Ho diterima

(54)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai 4.1.1 Kondisi Geografis

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu kabupaten yang berada dikawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Serdang Bedagai terletak pada posisi 20 57’’ - 30 16’’ Lintang Utara, 980 33’’ - 990 27’’ Bujur Timur. Kondisi fisik Kabupaten Serdang Bedagai berada pada ketinggian 0-500 meter diatas permukaan laut, dengan luas wilayah 1.900,22 Km2 yang terdiri dari 17 kecamatan dan 243 desa / kelurahan definitif.

Kabupaten Serdang Bedagai berbatasan langsung dengan : 1. Sebelah Utara dengan Selat Malaka

2. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Simalungun 3. Sebelah Timur dengan Kabupaten Deli Serdang

4. Sebelah Barat dengan KabupatenBatu Bara dan Kabupaten Simalungun

(55)

Tabel 4.1

Nama, Luas Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Menurut Kecamatan 2009

(56)

4.1.2 Kondisi Topografi

Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan lahan adalah kemiringan lahan (lereng). Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai mempunyai topografi yang bervariasi, yakni kondisi landai, datar, bergelombang, curam dan terjal. Pada sebagian wilayah utara (arah pesisir) memiliki kondisi kemiringan yang bervariatif diantaranya landai dan datar. Sedangkan untuk sebagian wilayah selatan memiliki kemiringan lereng yang juga bervariatif yakni datar, bergelombang, curam dan terjal.

4.1.3 Kondisi Demografi

Sasaran pokok yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan salah satunya adalah masalah kependudukan yang selalu mendapat perhatian lebih dari pemerintah pusat secara umum maupun pemerintah daerah secara khusus yang mencakup antara lain adalah mengenai jumlah, komposisi dan distribusi penduduk. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi modal pembangunan bila kualitasnya baik dan sebaliknya. Untuk itu, pembangunan kualitas penduduk perlu menjadi perhatian integral dalam rangka meningkatkan kesejahteraan penduduk dan pembangunan daerah.

(57)

Kepadatan penduduk Kabupaten Serdang Bedagai berada pada kisaran 338 jiwa/Km2. Dilihat menurut wilayah kecamatan, kepadatan penduduk antar kecamatan berada pada rentang 113 jiwa/Km2 hingga 923 jiwa/Km2, Kecamatan Perbaungan masih menduduki tempat pertama sebagai kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi yang mencapai 923 jiwa/Km2. Disusul oleh Kecamatan Teluk Mengkudu dengan 655 jiwa/Km2 dan Sei Bamban dengan 610 jiwa/Km2.

Tabel 4.2

Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan

Sumber : BPS Kabupaten Serdang Bedagai, 2010

(58)

Tabel 4.3

Rasio Jenis Kelamin Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai (2006 – 2009)

No. Tahun Laki-laki Perempuan Rasio Jenis (Jiwa) (Jiwa) Kelamin (%)

1. 2006 305.479 300.151 101,15

2. 2007 311.998 306.658 101,74

3. 2008 316.745 313.983 100,88

4. 2009 323.012 319.971 100.95

Sumber : Susenas 2009 Kabupaten Serdang Bedagai, 2010

4.1.4 Kondisi Sosial

Pendidikan

Berdasar salah satu amanat yang diemban pemerintah menurut UUD 1945 adalah upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembangunan sektor pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan merupakan aset utama yang sangat strategis dalam menggerakkan laju pembangunan.

(59)

Tabel 4.4

Angka Partisipasi Sekolah Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Serdang Bedagai (2006-2009)

No. Tahun Angka Partisipasi Sekolah

7 -12 13 – 15 16 – 18 19 -24

1. 2006 93,37 79,14 56,35 7,44

2. 2007 98,85 90,47 62,78 9,53

3. 2008 99,05 93,70 67,65 12,75

4. 2009 99,69 98,60 76,24 16,36

Sumber : Susenas 2009 Kabupaten Serdang Bedagai, 2010

Bila dilihat lebih rinci menurut kelompok umur sekolah, partisipasi sekolah penduduk usia 7-12 tahun di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2009 mencapai 99,69 %. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya partisipasi sekolah untuk usia 7-12 meningkat, dimana pada tahun 2008 sebesar 99,05%, pada tahun 2007 sebesar 98,85%, dan pada tahun 2006 sebesar 93, 37%. Pada jenjang pendidikan menengah pertama, partisipasi sekolah penduduk usia 13-15 tahun mencapai 98,60%, naik dibanding tahun 2008 yang sebesar 93,70%, tahun 2007 sebesar 90,47%, dan tahun 2006 sebesar 79,14%. Demikian juga untuk partisipasi sekolah penduduk usia 16-18 tahun, pada tahun 2006 sebesar 56,35%, tahun 2007 naik menjadi 62,78%, tahun 2008 naik menjadi 67,75% dan tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi 76,24% . Hal ini menunjukkan bahwa angka partisipasi sekolah di Kabupaten Serdang Bedagai mengalami peningkatan, dimana situasi ini kemungkinan besar diakibatkan oleh kondisi ekonomi yang membaik, kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan, dan ketersediaan sarana prasarana pendidikan yang memadai.

(60)

seseorang, kemungkinannya untuk memperoleh pekerjaan yang meningkatkan penghidupan layak dan kesejahteraannya.

Bila dilihat dari status pendidikan, secara total penduduk umur 10 tahun keatas didominasi oleh mereka yang sudah tidak bersekolah lagi dengan kontribusi yang mencapai 75,29%. Penduduk yang sedang menjalani pendidikan dasar (SD) mencapai 8,11%, disususul oleh penduduk yang sedang menjalani pendidikan menengah pertama (SMP) sebesar 8,39% dan penduduk yang sedang menjalani pendidikan menengah atas sebesar 5,14%.

Tabel 4.5

Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Status Pendidikan dan Jenis Kelamin

Tidak bersekolah lagi 79,75 76,99 78,36

Jumlah 100,00 100,00 100,00

(61)

Tabel 4.6

Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin

Ditinjau dari segi pendidikan yang ditamatkan, untuk tahun 2009 sebesar 76,065% penduduk berhasil menamatkan pendidikannya dari tingkat SD s/d DIV/S1, sedangkan sisanya sebesar 23,395% lagi adalah mereka yang belum/tidak pernah sekolah dan belum/tidak tamat SD.

Kesehatan

(62)

Pembangunan dibidang kesehatan selanjutnya bertujuan agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, murah dan merata. Bangsa yang memiliki tingkat derajat kesehatan yang tinggi akan lebih berhasil dalam melaksanakan pembangunan. Banyaknya sarana kesehatan dan perkembangan nya dapat dilihat pada tabel-tabel sebagai berikut :

Tabel 4.7

Banyaknya Sarana Kesehatan menurut Kecamatan

2009

No. Kecamatan Puskesmas Puskesmas Pembantu Rumah Bersalin

(unit) (unit) (unit)

1.

2.

Kotarih 1 1 0

Silinda 1 0 0

3. Bintang Bayu 1 4 0

4. Dolok Masihul 1 8 1

5. Serbajadi 1 3 0

6. Sipispis 1 6 0

7. Dolok Merawan 1 1 0

8. Tebing Tinggi 2 4 0

9. Tebing Syahbandar 1 4 0

10. Bandar Khalipah 1 7 0

11. Tanjung Beringin 1 5 0

12. Sei Rampah 2 5 0

13. Sei Bamban 1 5 0

14. Teluk Mengkudu 1 5 0

15. Perbaungan 2 7 5

16. Pegajahan 1 4 1

17. Pantai Cermin 1 6 0

Jumlah 20 74 7

2008 20 70 11

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2
Gambar 3.1  Kurva Uji T-statistik
Tabel 4.1 Nama, Luas Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Menurut Kecamatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Langkah diversifikasi  meningkatkan penganekaragaman penggunaan energi alternatif (batubara, gas, dan energi terbarukan)2. Langkah konservasi  meningkatkan efisiensi

bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tetang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler

Dengan demikian, dapat didefinisikan bahwa tegangan tembus adalah nilai tegangan yang menimbulkan kuat medan elektrik pada suatu bahan isolasi sama dengan atau

The plight of migrant workers, a challenging issue that began in the mid 1980s, continues to press the Indonesian government to provide a coherent and realistic overseas labor

Kontrak yang dibuat secara tertulis yang memang telah diperintahkan berdasarkan undang-undang dengan ancaman bahwa kontrak tersebut tidak mengikat jika tidak dibuat

Dari latar belakang masalah tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KEDISIPLINAN

Ponamon, Irene Fransisca, 2014, ” Pengaruh Pengawasan Internal, Pemahaman Sistem Akuntansi Keuangan, Dan Kapasitas Sumber Daya Manusia Terhadap Kualitas Informasi

Berdasarkan hasil pengamatan kemampuan mengenal huruf anak kelompok A Kober Darussalam Ibun melalui pembelajaran dengan menggunakan media kartu huruf dapat disimpulkan