• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "4. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

4.1. Proses Produksi

Alur pfoses produksi untuk pembuatan botol plastik dapat dilihat pada peta proses operasi (lampiran 1) dan penjelasatmya adalah sebagai berikut:

Proses pada hopper

Dalam material preparing dan coloring, bahan baku berupa bijih plastik dipersiapkan untuk dibawa ke mesin blow dan jika diperlukan, bijih plastik tersebut akan dicampur dengan pigmen wama. Bijih plastik yang telah dicampur tersebut akan dikeringkan dan setelah itu, dimasukkan ke dalam hopper yang kemudian disalurkan ke mesin blow.

- Proses pada mesin blow

Proses terjadinya badan botol adalah sebagai berikut:

Pada mesin blow, material (bijih plastik) akan mengalami gesekan dan panas yang ditimbulkan oleh heater band, sehingga bahan plastik itu menjadi lembek dan selanjutnya, material akan didorong oleh screw yang berputar ke arah muka / ujung extruder dan menghasilkan slang parison. Slang parison ini akan ditangkap oleh mould dan dibawa ke calibrating station setelah slang tersebut dipotong. Di calibrating station, slang panas tadi ditiup dengan udara oleh blowpin, dengan tekanan ± 7 bar, sehingga slang mengembang membentuk botol sesuai dengan cetakannya dan karena mould tersebut dingin, maka botol yang telah ditiup dan berbentuk itu juga akan menjadi dingin. Setelah itu, mould membuka dan botol yang telah jadi tadi jatuh ke bawah (conveyor) dan akan diterima oleh packer. Pada botol tersebut masih terdapat afval, baik pada leher maupun dasarnya. Packer akan menginspeksi botol itu apakah layak untuk mengalami proses selanjutnya atau harus di- reject, dan kemudian packer akan membuang afval yang ada pada botol.

Setelah botol itu bersih dari afval, packer akan memasukan botol ke dalam kardus dan selanjutnya, botol akan diinspeksi oleh Quality Assurance.

Demikianlah proses ini akan terjadi secara teras-menerus.

21

(2)

22

4.2. Pengukuran Produktivitas

Pada pengukuran produktivitas, baik parsial maupun total, yang menjadi nilai output adalah jumlah produk jadi yang dihasilkan pada periode pengukuran dikalikan dengan harga jual per unit yang berlaku. Pengukuran faktor output dan input dinyatakan dalam satuan mata uang yang berlaku, yaitu rupiah. Perincian nilai output yang dihasilkan pada tiap bulan (April sampai September 2002) dapat dilihat pada lampiran 2. Yang dimaksud dengan produk jadi dalam hal ini adalah produk jadi yang sudah lolos inspeksi atau dengan kata lain sudah layak untuk dijual ke pelanggan.

Perusahaan beroperasi selama 24 jam dengan 3 shift, dimana setiap shift bekerja selama 8 jam (termasuk di dalamnya 1 jam istirahat). Jumlah hari kerja dalam satu bulan disesuaikan dengan jumlah hari kerja efektif perusahaan.

4.2.1. Pengukuran Produktivitas Parsial

Faktor input pada produktivitas parsial meliputi tenaga kerja (langsung dati tak langsung), material, modal dan energi yang digunakan. Perhitungan produktivitas parsial dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Produktivitas tenaga kerja

Yang menjadi input dalam produktivitas tenaga kerja adalah biaya atau upah tenaga kerja, baik tenaga kerja langsung maupun tak langsung. Tenaga kerja langsung merupakan tenaga kerja yang terlibat langsung dalam proses produksi, meliputi:

Tenaga kerja tak langsung meliputi:

- kepala divisi -> 1 orang

(3)

= 30,80

Total biaya tenaga kerja bulan Mei sampai Oktober 2002 sama dengan total biaya tenaga kerja bulan April, karena selama periode waktu tersebut tidak terjadi penambahan maupun pengurangan tenaga kerja pada divisi BM 2.

Hasil pengukuran produktivitas tenaga kerja bulan April sampai September 2002 dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Bulan

April Mei Juni

Produktivitas Tenaga Kerja

30,80 29,80

51,42 '

Bulan Juli Agustus September

Produktivitas Tenaga Kerja

57,16 32,36 46,10 2. Produktivitas material

Istilah material dalam hal ini meliputi bahan baku bijih platik murni serta pigmen wama yang digunakan dalam proses produksi. Elemen input dalam produktivitas tnaterial adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh semua material dan pigmen wama yang digunakan pada satu periode. Biaya untuk tiap jenis material dan pigmen wama diperoleh dengan cara mengalikan

(4)

24

banyaknya material atau pigmen warna yang dikonsumsi dalam satu bulan (kilogram) dengan harga beli material atau pigmen warna yang bersangkutan (per kilogram). Biaya total semua material dan pigmen wama inilah yang menjadi elemen input yang dimaksud.

Perincian jumlah material yang dikonsumsi tiap bulan beserta dengan harga beli dan total biaya material dapat dilihat pada lampiran 3.

Produktivitas material bulan April dapat dihitung sebagai berikut:

Hasil pengukuran produktivitas material bulan April sampai September 2002 dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Produktivitas Material Bulan

April Mei Juni

Biaya Material (Rp.) 662.882.075,75 626.109.000,81 721.884.166,44

Produktivitas Material

3,58 3,67 5,49

Bulan Juli Agustus September

Biaya Material (Rp.) 762.088.260,55 479.482.979,55 688.629.076,90

Produktivitas Material

5,78 5,20 5,16 3. Produktivitas modal

Pada pengukuran produktivitas modal, terdapat tiga elemen input yaitu:

- Depresiasi bangunan, mesin serta peralatan lain yang digunakan pada divisi BM 2. Depresiasi tersebut dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (straight line). Pada perusahaan, khusus untuk mesin dan peralatan yang sudah habis depresiasinya, diasumsikan depresiasinya masih ada satu tahun.

Harga perolehan bangunan PT. X adalah sebesar Rp. 13.533.642.942,70,- dan luas area divisi BM 2 adalah 1/8 dari luas keseluruhan bangunan, sehingga harga perolehan area BM 2 adalah sebesar Rp. 1.691.705.367,84,- Perincian harga perolehan, umur ekonomis serta depresiasi bangunan,

(5)

mesin dan peralatan lain yang digunakan pada divisi BM 2 dapat dilihat pada lampiran 4.

Biaya yang dikeluarkan untuk perawatan mesin, yang meliputi penggantian spare part mesin yang rusak, misalnya: penggantian baut, relay, timer, heater, valve, thermocontrol dan selang hidrolik, serta penambahan oli (jika terjadi kebocoran pada oli mesin). Total biaya yang dikeluarkan untuk merawat kesepuluh mesin yang ada di BM 2 dari April sampai September 2002 dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Biaya Perawatan Mesin Bulan

April Mei Juni

Biaya Perawatan (Rp.) 10.236.345,00 55.919.963,75 61.534.098,50

Bulan Juli Agustus September

Biaya Perawatan (Rp.) 8.948.819,25 18.293.353,75 10.903.275,25 Persediaan produk jadi yang ada pada avval tiap periode pengukuran. Biaya persediaan tiap satu unit produk jadi adalah sebesar 2% dari harga jualnya, sehingga total biaya persediaan produk jadi diperoleh dengan mengalikan jumlah persediaan produk jadi dengan biaya persediaan per unit. Perincian persediaan produk jadi dan material yang ada tiap bulan beserta dengan total biayanya dapat dilihat pada lampiran 5.

Produktivitas modal bulan April dapat dihitung sebagai berikut:

= 20,39

Hasil pengukuran produktivitas modal bulan April sampai September 2002 dapat dilihat pada tabel 4.4.

(6)

26

Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Produktivitas Modal Bulan

April Mei Juni

Modal (Rp.) 116.351.711,75 156.324.632,79 166.915.870,43

Produktivitas Modal

20,39 14,69 23,74

Bulan Juli Agustus

Modal (Rp.)

114.300.211,39 j 129.573.057,081 Septemberj 126.365.414,94

Produktivitas Modal

38,53 19,24 28,11 4. Produktivitas energi

Elemen input pada produktivitas energi adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemakaian listrik dan oli dalam proses produksi selama periode pengukuran. Untuk menghitung biaya tersebut, diperlukan data jam efektif mesin serta peralatan lain yang menggunakan listrik untuk pengoperasiannya, meliputi conveyor, granulator, lampu atas, lampu meja dan lampu merkuri, dalam satu bulan.

Biaya pemakaian listrik untuk tiap mesin / peralatan diperoleh dengan menggunakan rumus berikut:

Biaya listrik = daya mesin / peralatan (kw) x jam efektif x tarif Hstrik per kwh, dimana tarif listrik per kwh = Rp. 588,-. Perincian daya dan jam efektif tiap mesin / peralatan beserta dengan biaya totalnya dapat dilihat pada lampiran 6.

Dalam hal pemakaian oli, diasumsikan penggantian oli dilakukan setiap 18 bulan sekali dan selama periode pengamatan, tidak terjadi penggantian oli.

Biaya pemakaian oli selama 18 bulan dapat dihitung dengan mengalikan jumlah pemakaian oli (liter) selama 18 bulan dengan harga beli oli per liter, sehingga pada akhirnya dapat dihitung biaya pemakaian oli tiap bulannya.

Perincian jumlah pemakaian oli serta biayanya dapat dilihat pada lampiran 7.

Produktivitas energi bulan April dapat dihitung sebagai berikut:

(7)

Tabel 4.5. Hasil Pengukuran Produktivitas Energi Bulan

April Mei Juni

Biaya Energi (Rp.) 90.560.060,92 86.903.121,46 104.481.735,90

Produktivitas Energi

26,20 26,42 37,92

Bulan Juli Agustus September

Biaya Energi (Rp.) 105.330.887,82

65.616.570,01 101.052.954,26

Produktivitas Energi

41,82 37,99 35,15 4.2.2. Pengukuran Produktivitas Total

Elemen input pada produktivitas total divisi BM 2 meliputi biaya tenaga kerja, material, modal serta biaya energi yang teiah digunakan untuk mendukung proses produksi yang dilakukan selama periode pengukuran. Nilai total input-nya.

adalah jumlah dari seluruh elemen input tersebut.

Produktivitas total bulan April dapat dihitung sebagai berikut:

= 2,51

Hasil pengukuran produktivitas total bulan April sampai September 2002 dapat dilihat pada tabel 4.6. dan berdasarkan hasil tersebut, indeks produktivitas dapat dihitung dengan membandingkan tingkat produktivitas total bulan terhitung dengan produktivitas total bulan sebelumnya. Indeks produktivitas total bulan Mei dihitung dengan cara sebagai berikut:

Perhitungan indeks produktivitas selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.7.

(8)

Tabel 4.6. Hasil Pengukuran Produktivitas Total

Output Input:

Material Tenaga Kerja Modal

Energi Total input

Produktivitas total

APRIL 2.372.946.916,00

662.882.075,75 77.049.000,00 116.351.711,75 90.560.060,92 946.842.848,42

2,51

MEI 2.296.151.102,88

626.109.000,81 77.049.000,00 156.324.632,79 86.903.121,46 946.385.755,06

2,43

JUNI 3.961.873.248,52

721.884.166,44 77.049.000,00 166.915.870,43 104.481.735,90 1.070.330.772,77

3,70

JULI 4.404.426.579,00

762.088.260,55 77.049.000,00 114.300.211,39 105.330.877,82 1.058.768.349,76

4,16

AGUSTUS 2.493.091.499,88

479.482.979,55 77.049.000,00 129.573.057,08 65.616.570,01 751.721.606,64

3,32

SEPTEMBER 3.551.743.356,12

688.629.076,90 77.049.000,00 126.365.414,94 101.052.954,26 993.096.446,10

3,58

Tabel 4.7. Hasil Perhitungan Indeks Produktivitas Bulan

April Mei Juni Juli Agustus September

Produktivitas Total 2,51

2,43 3,70 4,16 3,32 3,58

Indeks Produktivitas 0,97

1,52 1,12 0,80 1,08

0 0

(9)

Nilai indeks produktivitas yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa tingkat produktivitas bulan yang bersangkutan sudah lebih baik daripada bulan sebelumnya. Jika indeks produktivitas bernilai sama dengan satu, hal ini berarti tingkat produktivitas bulan yang bersangkutan sama dengan bulan sebelumnya, dan sebaliknya jika indeks produktivitas bernilai kurang dari satu, hal ini menunjukkan bahwa tingkat produktivitas bulan yang bersangkutan lebih jelek daripada bulan sebelumnya. Hasil indeks produktivitas tersebut juga dapat menunjukkan terjadinya kenaikan maupun penurunan produktivitas.

4.3. Evaluasi Produktivitas

Faktor penyebab terjadinya penurunan produktivitas meliputi modal, manusia / tenaga keija, mesin dan material. Faktor-faktor tersebut dapat dilihat

secara lengkap pada gambar 4.1 dan dapat dijeiaskan sebagai berikut:

1. Modal

Adanya peningkatan pada jumlah persediaan produk jadi akan menyebabkan terjadinya peningkatan nilai mput, khususnya input modal. Di sisi lain, nilai output mengalami penurunan, sehingga hal ini mengakibatkan produktivitas menurun. Jumlah persediaan produk jadi dapat meningkat atau menumpuk dikarenakan dua hal, yaitu:

- Kurang adanya kontrol terhadap pelaksanaan dari rencana produksi yang telah disusun. Berdasarkan waktu siklus yang standar, pihak logistik melakukan perencanaan atau penjadwalan produksi sesuai dengan permintaan pelanggan maupun perkiraan / peramalan terhadap permintaan yang akan datang. Di sisi lain, waktu siklus aktual mesin lebih kecil dari waktu siklus standar yang telah ditetapkan perusahaan. Hal ini mengakibatkan produk yang dihasilkan melebihi jumlah yang direncanakan oleh pihak logistik, sehingga persediaan produk jadi juga bertambah.

Perbedaan antara rata-rata waktu siklus aktual dan waktu siklus standar beberapa jenis produk dapat dilihat pada tabel 4.8.

(10)

Gambar 4.1. Faktor Penyebab Terjadinya Penurunan Produktivitas

o

(11)

Tabel 4.8. Perbandingan antara Waktu Siklus Aktual dengan Waktu Siklus Standar

Mesin Ml M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 MIO

Jenis Produk

A B C D C F F K D D

Waktu Siklus Aktual (detik)

13,2 15,6 25,8 24,8 25,2 40,5 40,3 22,8 26,8 27,0

Waktu Siklus Standar (detik)

14,0 16,0 27,0 26,5 27,0 44,5 42,0 23,0 28,0 28,0

Adanya kesalahan dalam memprediksi jumlah permintaan pada periode mendatang, baik oleh pihak marketing maupun pihak logistik. Misalnya:

pada bulan depan, diprediksi adanya permintaan terhadap produk X sebesar 10000 unit dan kenyataannya pada bulan tersebut tidak ada permintaan terhadap produk X sama sekali. Selain itu kesalahan yang terjadi juga bisa berupa kesalahan dalam memprediksi jumlah pesanannya, hal ini berarti pada bulan tersebut memang ada permintaan terhadap produk X tetapi jumlahnya lebih kecil dari 10000 unit atau lebih kecil dari yang

diperkirakan.

2. Manusi a / tenaga kerj a

Dari segi manusia, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas, antara lain:

a. Jumlah packer yang berlebihan pada tiap mesin.

Jumlah packer yang berlebihan menyebabkan aktivitas tiap packer tersebut kurang produktif, misalnya:

- packer- packer tersebut bekerj a secara bergantian,

- packer-packer tersebut bekerja bersamaan tetapi sambil ngobrol,

(12)

32

- packer yang satu tetap bekerja pada mesin dimana ia ditempatkan, sedangkan packer yang lain bekerja di mesin yang lain atau membantu packer di mesin lain.

Hal tersebut di atas terjadi karena waktu siklus kerja mereka lebih kecil daripada waktu siklus mesin, sehingga mereka cenderung menunggu output dari mesin yang bersangkutan.

b. Terjadinya penurunan output yang dikarenakan banyaknya jumlah produk yang cacat.

Berikut ini adalah empat jenis kecacatan produk beserta dengan tingkat persentasenya, yaitu:

- Wama (2%), artinya warna botol yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar.

- Dimensi (1%), artinya dimensi botol yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar, misalnya: tinggi botol atau diameter leher botol yang dihasilkan, tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan.

- Appearance I penampakan fisik botol (5%), misalnya: bintik hitam, garis, amandel (ada material yang menutupi atau menyumbat leher botol), collapse (yaitu kondisi dimana sisi botol yang satu menjadi dingin terlebih dahulu sehingga tidak dapat mengembang dan kelihatan lebih tebal daripada sisi yang lain).

- Fungsional (1%), artinya botol yang dihasilkan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya: bocor, volume tidak sesuai standar.

Kecacatan produk dapat disebabkan oleh:

- Operator material mempersiapkan material tidak sesuai dengan komposisi standar yang telah ditetapkan. Hal ini dapat mempengaruhi kepekatan wama botol yang dihasilkan. Jika material murninya terlalu banyak, maka botol yang dihasilkan akan terlihat lebih bening dan sebaliknya jika material ajval-nya lebih banyak, maka botol yang dihasilkan akan lebih pekat.

- Penanganan produk jadi yang kurang tepat oleh packer, misalnya: botol yang jatuh ke lantai, langsung di-recycle tanpa dibersihkan terlebih

(13)

dahulu, Hal ini mengakibatkan kotoran yang ada di lantai melekat pada botol, dan akhirnya botol seianjutnya yang dihasilkan dari material afval (hasil recycle) botol tersebut akan mengandung bintik hitam.

Packer bekerja tidak sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan, yaitu tidak membuang (mencongkel) bintik hitam yang ada pada produk jadi.

Produk jadi (botol) yang mengandung bintik hitam akan di-reject dan di- recycle dengan menggunakan granulator. Jika bintik hitam tersebut tidak dibuang maka hasil recycle yang nantinya akan diolah menjadi botol, akan menimbulkan bintik hitam kembali. Kegiatan tersebut termasuk kegiatan yang kurang produktif, karena membuang waktu yang lebih banyak untuk mengolah material menjadi produk jadi daripada membuang bintik hitam yang ada, selain itu juga akan mempengaruhi kinerja mesin yang bersangkutan.

Pengaturan waktu siklus mesin yang kurang tepat dapat menyebabkan kualitas produk yang dihasilkan menjadi kurang baik, misalnya:

Jika blowpin tidak cepat meniup botol, maka slang parison tidak dapat mengembang dengan baik atau dengan kata lain, bentuk botol menjadi tidak beraturan. Selain itu, untuk botol jenis tertentu, hal tersebut dapat mengakibatkan appearance (permukaan botol) yang dibentuk menjadi kasar.

Saat slangparison menyentuh sisi cetakan (mould) yang satu tidak bersamaan dengan sisi yang lain. Hal ini mengakibatkan terjadinya collapse.

Pengaturan temperatur pada mesin yang kurang tepat dapat menimbulkan bintik hitam pada produk jadi. Jika temperatur diatur terlalu tinggi, maka material dapat terbakar dan menimbulkan kerak pada mesin, lalu selanjutnya kerak tersebut melekat pada material yang bersangkutan. Hal inilah yang menimbulkan bintik hitam pada produk jadi.

(14)

34

3. Mesin

Banyaknya jam tidak produktif mesin (mesin dihentikan / tidak dijalankan) dapat mengakibatkan terjadinya penurunan output. Beberapa hal yang dapat menyebabkan mesin dihentikan atau tidak dijalankan, yaitu:

Tidak ada pesanan produk yang dapat diproduksi pada mesin yang bersangkutan.

- Operator material lupa untuk mengontrol persediaan material siap pakai pada tiap mesin, sehingga terjadi kehabisan material dan akibatnya raesin dihentikan untuk beberapa saat lamanya guna menunggu suplai material kembali. Waktu tersebut merupakan waktu yang tidak produktif, karena mesin yang bersangkutan sebenarnya bisa digunakan untuk memproduksi botol, tetapi karena operator yang tidak disiplin, mesin itu tidak menghasilkan apa-apa.

- Mesin mengalami masalah atau rusak. Jika mesin mengalami masalah, maka dapat mengakibatkan botol yang dihasilkan tidak terbentuk dengan sempurna atau berbentuk tidak beraturan, sedangkan jika mesin mengalami kerusakan, maka mesin harus dimatikan, guna diperbaiki.

Malasah atau kerusakan pada mesin dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu:

Umur mesin yang sudah tua.

- Kegiatan preventive maintenance yang tidak dilakukan secara teratur / rutin dan menyeluruh atau dengan kata lain tidak mencakup semua komponen mesin.

4. Material

Material juga dapat menyebabkan terjadinya kecacatan produk. Material mumi maupun afval yang tercampur dengan debu atau kotoran, dapat menyebabkan timbulnya kecacatan pada produk jadi, misalnya menimbulkan bintik hitam pada botol jadi. Jenis atau sifat dari material tertentu juga dapat menyebabkan kecacatan pada botol yang dihasilkan, misalnya: material PVC, yang mempunyai sifat mudah terbakar. Jika terjadi salah pengaturan mesin sedikit saja, maka material bisa terbakar sebelum menjadi produk jadi, selain

(15)

itu botol yang dihasilkan juga tidak mengembang dengan baik atau berbentuk tidak sempuma.

4.4. Perencanaan Peningkatan Produktivitas

Beberapa rencana atau kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas divisi BM 2, antara lain:

1. Menentukan jumlah packer yang optimal pada tiap tnesin. Langkah pertama yang perlu ditakukan adalah menghitung waktu baku packer pada tiap mesin

untuk tiap jenis produk yang dihasilkan.

Pada saat pengamatan, mesin Ml menghasilkan produk A; mesin M2 dan M9 menghasilkan produk D; mesin M3 menghasilkan produk E; mesin M4 menghasilkan produk U; mesin M8 menghasilkan produk S; mesin M5 menghasilkan produk C; mesin M6, M7 dan MIO menghasilkan produk F.

Untuk mengerjakan produk A, D, dan Cpacker melakukan dua aktivitas yaitu aktivitas treatment (membuang afval) yang diikuti dengan memasukkan produk jadi ke dalam kardus dan aktivitas packing, yaitu aktivitas dimana packer akan mengepak kardus, jika kardus sudah terisi penuh produk jadi sesuai dengan jumlah yang sudah ditetapkan. Dalam menangani produk E, U, dan S, packer melakukan tiga aktivitas yaitu aktivitas treatment (membuang afvaT) dan aktivitas yang kedua adalah memasukkan atau menata produk jadi dalam kardus yang telah disiapkan serta aktivitas packing, yaitu aktivitas dimana packer akan mengepak kardus, jika kardus sudah terisi penuh produk jadi sesuai dengan jumlah yang sudah ditetapkan. Untuk produk F, packer melakukan tiga aktivitas yaitu aktivitas menata kantong plastik, melakukan treatment (membuang ajvaf) dan mengepak produk jadi dalam kantong plastik.

Tabel 4.9. Data Waktu Aktivitas Treatment Produk A Data

Ke- 1 2 3 4

Waktu (detik/3 unit)

11,27 11,22 12,11 12,48

Data Ke-

11 12 13 14

Waktu (detik/3 unit)

15,19 11,36 9,44 12,21

Data ke-

21 22 23 24

Waktu (detik/3 unit)

12,52 10,07 10,38 7,19

Data ke-

31 32 33 34

Waktu (detik/3 unit)

12,67 17,25 15,08 12,12

(16)

36

Tabel 4.9. Data Waktu Aktivitas Treatment Produk A (sambungan) Data

Ke- 5 6 7 8 9 10

Waktu (detik/3 unit)

8,82 10,02 10,82 11,79 18,05 11,38

Data Ke-

15 16 17 18 19 20

Waktu (detik/3 unit)

15,22 13,24 12,54 9,84 9,74 13,70

Data ke-

25 26 27 28 29 30

Waktu (detik/3 unit)

10,46 10,87 9,28 13,54 13,46 11,60

Data ke-

35 36 37 38 39 40

Waktu (detik/3 unit)

17,82 8,33 11,46 14,73 10,80 11,62

Data waktu pengamatan untuk aktivitas treatment produk A dapat dilihat pada tabel 4.9. dan untuk menghitung waktu bakunya, langkah pertama yang dilakukan adalah menguji kenormalan data waktu yang telah diperoleh tersebut. Uji kenormalan data dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smimov dan dengan bantuan software SPSS. Hipotesa yang digunakan adalah:

Hasil uji kenormalan untuk data waktu aktivitas treatment produk A dapat dilihat pada tabel 4.10, dan berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa p-value yang diperoleh adalah sebesar 0,12 (> a), sehingga terjadi gagal tolak Ho. Hal ini berarti data waktu tersebut berdistribusi normal.

Langkah kedua dalam menghitung waktu baku adalah menguji keseragaman data waktu yang ada dengan menggunakan software Microsoft

Excel. Hasil pengujian data untuk aktivitas treatment produk A adalah:

(17)

sehingga diperoleh: BKA = 12,04 + (1,96 x 2,46) = 16,86 BKB = 12,04 - (1,96 x 2,46) = 7,23

Data waktu untuk aktivitas treatment produk A di atas menunjukkan adanya tiga data yang berada di luar batas kendali atas (BKA), yaitu data ke 9, 32 dan 35 serta terdapat satu data di luar batas kendali bawah (BKB), yaitu data ke 24, oleh sebab itu keempat data tersebut dibuang dan diperoleh data waktu yang baru seperti terlihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11. Data Waktu Aktivitas Treatment Produk A yang Baru Data

ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Waktu (detik/3 unit)

11,27 11,22 12,11 12,48 8,82 10,02 10,82 11,79 11,38

Data ke-

10 11 12 13 14 15 16 17 18

Waktu (detik/3 unit)

15,19 11,36 9,44 12,21 15,22 13,24 12,54 9,84 9,74

Data ke-

19 20 21 22 23 24 25 26 27

Waktu (detik/3 utiit)

13,70 12,52 10,07 10,38 10,46 10,87 9,28 13,54 13,46

Data ke-

28 29 30 31 32 33 34 35 36

Waktu (detik/3 unit)

11,60 12,67 15,08 12,12 8,33 11,46 14,73 10,80 11,62

Pengujian kenormalan data dilakukan kembali untuk data waktu yang baru tersebut dan hipotesa yang digunakan adalah:

Hasil uji kenormalan untuk data waktu aktivitas treatment produk A yang baru dapat dilihat pada tabel 4.12, dimana hasil tersebut menunjukkan bahwa

(18)

38

p-value yang diperoleh adalah sebesar 0,12 (> a), sehingga terjadi gagal tolak Ho. Hal ini berarti data waktu tersebut berdistribusi normal.

Setelah diketahui bahwa data waktu tersebut berdistribusi normal, maka dilakukan pengujian keseragaman data kembali dan hasilnya adalah sebagai berikut:

sehingga diperoleh: BKA = 11,71 + (1,96 x 1,78) =15,20 BKB = 11,71 - (1,96 x 1,78) = 8,21

Karena semua data waktu yang ada sudah berada dalam batas kendali atas dan bawah, maka data waktu aktivitas treatment untuk produk A tersebut dapat dikatakan seragam.

Langkah selanjutnya adalah menguji kecukupan data waktu tersebut.

Dengan menggunakan tingkat ketelitian sebesar 5%, diperoleh hasil pengujian untuk data waktu aktivitas treatment produk A sebagai berikut:

Karena data waktu yang ada (N) berjumlah 36, atau dengan kata lain N lebih besar daripada N* maka hal ini berarti data yang ada telah mencukupi (tidak diperlukan pengambilan data lagi). Data waktu pengamatan tiap aktivitas packer untuk tiap jenis produk beserta dengan hasil uji kenormalan, uji keseragarnan dan uji kecukupan datanya dapat dilihat pada latnpiran 9.

Setelah diketahui bahwa data yang ada sudah mencukupi, maka langkah selanjutnya adalah menghitung waktu siklus untuk aktivitas treatment produk A dan hasilnya adalah:

(19)

Sebelum melakukan perhitungan waktu normal dan waktu baku, harus ditentukan terlebih dahulu performance rating dan allowance dari packer yang melakukan treatment pada produk A.

Perhitungan performance rating dilakukan dengan menggunakan metode Westinghouse dan hasilnya adalah:

- Skill - 0,00. Hal ini dikarenakan cara kerja packer secara keseluruhan sudah cukup baik atau dengan kata \sdn,packer tersebut cukup cakap dalam menyelesaikan pekerjaannya.

- Effort = 0,00. Hal ini dikarenakan packer bekerja dengan kecepatan yang wajar (tidak terlalu cepat atau terlalu lambat jika dibandingkan dengan packer yang lain).

- Condition = 0,00 karena lingkungan kerja dalam pabrik cukup baik.

- Consistency = 0,01. Hal ini ditunjukkan oleh waktu pengerjaan packer yang cukup konstan sepanjang hari.

- Performance rating = 1 + 0,00 + 0,00 + 0,00 + 0,01 = 1,01

Perhitungan waktu normal untuk aktivitas treatment produk A adalah sebagai berikut:

Wn = Ws x Performance rating

= 11,71x1,01

= 11,83 detik/3 unit produk

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan, maka diperoleh allowance yang dibutuhkan oleh packer pada tiap mesin adalah sebagai berikut:

Personal allowance = 7%

Fatique allowance = 4%

Delay allowance — 4%

Total allowance = 15%

(20)

40

Perhitungan waktu siklus, performance rating, waktu normal, waktu baku dan outpul baku tiap packer untuk tiap jenis produk dapat dilihat pada

lampiran 10.

Setelah melakukan perhitungan waktu baku, maka selanjutnya dapat ditentukan jumlah packer yang optimal pada tiap mesin. Perhitungan jumlah packer (N) dilakukan dengan mempertimbangkan faktor jumlah produk yang harus dihasilkan (target) oleh masing-masing mesin dalam satu bulan (P), jam kerja mesin yang tersedia dalam satu bulan (D), efisiensi mesin (E), serta waktu baku pengerjaan yang telah ditentukan (T). Jumlah packer yang dibutuhkan untuk menangani produk A dengan kondisi seperti mesin Ml, dapat dihitung sebagai berikut:

(21)

Hasil perhitungan jumlah packer yang dibutuhkan pada tiap mesin dapat dilihat pada tabel 4,13.

Tabel 4.13. Jumlah Packer yang Optimal untuk Tiap Mesin Mesin

Ml M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 MIO

Jenis Produk

A D E U

c

F F S D F

Waktu Standar (detik/unit)

4,71 10,61 7,22 18,81 6,08 29,59 29,59 6,52 10,61 29,59

Target (unit/bulan)

665.738 160.215 338.748 45.032 112.781 38.413 93.935 237.024 27.138 31.008

Output Aktual (unit) 333.970 170.640 161.850 9.293 56.160 47.668 98.855 206.640 28.890 25.364

Output Standar

(unit) 458.550 203.550 231.304 10.717 132.608 59.353 69.083 238.518

75.992 41.839

Efisiensi Packer

0,73 0,84 0,70 0,87 0,42 0,80 1,43 0,87 0,38 0,61

Jumlah Packer

2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, dapat terlihat bahwapacker yang dibutuhkan untuk menangani produk-produk yang dihasilkan, berjumlah 12 orang. Jumlah packer yang ada sekarang berjumlah 15 orang. Hal ini berarti terjadi pengurangan packer sejumlah 3 orang dan dengan asumsi bahwa upah packer yang standar adalah sebesar Rp. 485.000,00,-/orang, maka terjadi penurunan input tenaga kerja sebesar Rp. 1.455.000,00,-.

2. Merevisi daftar kegiatan yang harus dilakukan dalam preventive maintenance sesuai dengan kondisi mesin yang sekarang, sehingga nantinya akan dapat mengurangi masalah-masalah yang timbul pada mesin atau dengan kata lain dapat memperkecil jam mesin yang tidak produktif, yaitu keadaan dimana mesin harus dimatikan karena adanya masalah / kerusakan pada mesin yang bersangkutan. Pada bulan Oktober, jumlah jam yang tidak produktif untuk

masing-masing mesin adalah sebagai berikut:

- MesinMl : 0,70jam - MesinM2 : 0,18jam - MesinM3 : 1,29 jam

(22)

42

- Mesm - Mesin - Mesin - Mesin - Mesin - Mesin - Mesin

M4 M5 M6 M7 M8 M9 MIO

0,00 jam 6,00 jam 0,00 jam 16,10jam 1,00 jam 8,00 jam 4.50 iam

Berdasarkan pengalaman dalam menangani masalah pada mesin selama ini, maka pihak maintenance dapat menambahkan kegiatan-kegiatan yang seharusnya dilakukan, tetapi tidak terdapat dalam daftar kegiatan preventive mainlenance saat ini, misalnya pemeriksaan valve dan limit switch. Jika preventive maintenance dilakukan secara total (menyeluruh), maka dapat mencegah timbulnya masalah pada mesin sebesar 80% dan akhimya jam tidak produktif mesin dapat diperkecil sebesar 80% serta dapat meningkatkan jumlah output yang dihasilkan oleh masing-masing mesin.

Mesin Ml seharusnya mempunyai waktu produktif tambahan sebesar 0,56 jam (80% dari 0,70 jam). Untuk menghasilkan produk A, mesin Ml

mempunyai waktu siklus standar sebesar 14 detik per unit, dengan 4 cavity (artinya: dalam satu siklus proses, mesin Ml dapat menghasilkan 4 unit produk A sekaligus), sehingga jumlah output yang dapat dihasilkan selama 0,56 jam dapat dihitung sebagai berikut;

0,56 x 3600 detik . Uulput = x 4 cavily

14detik/unit Output = 576 unit

Jika jumlah output produk A (576 unit) dikalikan dengan harga jualnya (Rp.

1491,00,-/unit), maka diperoleh nilai outpul tersebut, yaitu sebesar Rp.

858.816,00,-. Hasil perhitungan waktu produktif tambahan (80% dari waktu tidak produktif di atas), jumlah dan nilai outpul yang bisa dihasilkan oleh masing-masing mesin selama waktu tersebut dapat dilihat pada tabel 4.14.

(23)
(24)

44

Di sisi lain, penambahan waktu produktif pada tiap mesin dapat meningkatkan nilai beberapa elemen input, antara lain:

- Jumlah material yang dikonsumsi. Jumlah material yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit produk diasumsikan sama dengan berat standar per unit produk tersebut.

Berat standar satu produk A yang dihasilkan oleh mesin Ml adalah 11 gratn. Material yang diperlukan untuk menghasilkan produk A adalah RA dan RO, dengan perbandingan jumlah sebesar 1:0,05 kg. Jika produk A yang dihasilkan berjumlah 576 unit, maka dibutuhkan RA dan RO sebanyak:

Dengan demikian, nilai input materialnya bertambah sebesar Rp.

69.169,11,-, dimana nilai ini diperoleh dari mengalikan jumlah material yang dibutuhkan dengan harga jual masing-masing material per kg. Dengan cara yang sama seperti di atas, nilai material yang dikonsumsi oleh tiap mesin dalam menghasilkan output selama waktu produktif tambahan tersebut, dapat dihitung, dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.15.

(25)

Tabel 4.15. Perhitungan Nilai Material Selama Waktu Produktif Tambahan (sambungan)

Mesin

M6 M7 M8 M9 MIO

Jenis Prodiik

F F S D F

Output (unit)

- 2.208 328 869 341

Berat Standar

(gr) 214,00 214,00 15,00 37,50 214,00

Jenis Material

RB RB RA RJ RA RB

Kom- posisi

1 1 1 0,03

1 1

Konsumsi Material

(kg) - 472,51 4,78 0,14 32,59 72,97 Total

Nilai Material

(Rp.) - 4.109.824,32

47.727,82 4.764,76 325.607,78 634.714,72 6.165.843,97 - Biaya energi listrik, dapat dihitung dengan mengalikan jam produktif

tersebut dengan daya masing-masing mesin (termasuk conveyor) dan biaya listrik per kwh (Rp. 588,-). Biaya energi listrik yang harus dikeluarkan selama waktu produktif tambahan tersebut untuk tiap mesin dapat dilihat padatabel4.14.

- Biaya perawatan mesin diasumsikan tidak terjadi penambahan selama waktu produktif tambahan. Hal ini dikarenakan waktu dan jenis kerusakan mesin yang akan terjadi, tidak dapat diprediksi.

3. Perencanaan peningkatan produktivitas dari segi material tidak dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan masalah material yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas, berhubungan dengan implementasi atau aplikasi secara langsung pada lantai produksi dan di lain pihak, implementasi tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan selama penyusunan Tugas Akhir ini.

4. Perencanaan peningkatan produktivitas dari segi persediaan produk jadi juga tidak dapat dilakukan karena perasahaan bersifat job order, sehingga tidak dapat dilakukan peramalan untuk memperkirakan jumlah order pada masa mendatang.

(26)

46

4.5. Pengukuran Produktivitas Bulan Oktober

Untuk mengetahui dampak dari rencana peningkatan produktivitas seperti yang telah disusun di atas, maka harus dilakukan perbandingan antara tingkat produktivitas yang diperoleh pada saat rencana peningkatan tersebut belum dilakukan dengan tingkat produktivitas yang dapat dicapai jika rencana tersebut dilakukan.

Pengukuran produktivitas total bulan Oktober masih menggunakan elemen-elemen input yang sama dengan bulan-bulan sebelumnya, yaitu tenaga kerja, material, modal (meliputi depresiasi bangunan, mesin dan peralatan penunjang lainnya, persediaan produk jadi, persediaan material serta biaya perawatan mesin), dan energi. Sebelum melakukan rencana peningkatan tersebut, pengukuran produktivitas total bulan Oktober menghasilkan tingkat produktivitas sebesar 3,41, dan perhitungannya dapat dilihat pada tabel 4.16. Perincian output dan persediaan produk jadi dapat dilihat pada lampiran 10 dan 11, perincian nilai konsumsi dan persediaan material terdapat pada lampiran 12 serta perincian biaya listrik terdapat pada lampiran 13.

Tabel 4.16. Produktivitas Total Bulan Oktober Sebelum Perbaikan Output

Input:

Material Tenaga Kerja Modal

Energi Total input

Produktivitas total

Rp. 3.726.026.029,22 Rp. 763.229.368,48 Rp. 77.049.000,00 Rp. 151.060.197,64 Rp. 98.623.090,77 Rp. 1.089.961.656,89

3,41

Berdasarkan uraian pada sub bab sebelumnya, jika rencana perbaikan produktivitas tersebut dilaksanakan, maka nilai output akan mengalami peningkatan sebesar Rp. 20.592.532,59,-, selain itu juga terjadi kenaikan nilai input material sebesar Rp. 6.165.843,97,- dan biaya listrik sebesar Rp.

648.831,89,- serta penurunan nilai input tenaga keija sebesar Rp. 1.455.000,00,-.

Karena peningkatan oulput dan penurunan input tenaga kerja lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan input material dan biaya listrik, maka produktivitas divisi BM 2 bulan Oktober akan mengalami peningkatan. Perkiraan

(27)

hasil pengukuran produktivitas total bulan Oktober, jika rencana perbaikan telah dilakukan, dapat dilihat pada tabel 4.17.

Tabel 4.17. Produktivitas Total Bulan Oktober Setelah Usulan Perbaikan Output

Input:

Material Tenaga Kerja Modal

Energi Total input

Produktivitas total

Rp.

Rp.

Rp.

Rp.

Rp.

Rp.

3.746.618.561,81 769.395.212,45 75.594.000,00 151.060.197,64 99.271.922,66 1.095.321.332,75

3,42

Dengan membandingkan nilai produktivitas total bulan Oktober pada saat sebelum dan setelah adanya rencana / usulan perbaikan, dapat dilihat adanya kenaikan produktivitas dari 3,41 menjadi 3,42.

Gambar

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Bulan April Mei Juni Produktivitas Tenaga Kerja30,8029,80 51,42 ' BulanJuli Agustus September Produktivitas Tenaga Kerja57,1632,3646,10 2
Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Produktivitas Material Bulan April Mei Juni Biaya Material(Rp.)662.882.075,75626.109.000,81721.884.166,44 ProduktivitasMaterial3,583,675,49 BulanJuli Agustus September Biaya Material(Rp.)762.088.260,55479.482.979,55688.629.076,9
Tabel 4.3. Biaya Perawatan Mesin Bulan April Mei Juni Biaya Perawatan(Rp.)10.236.345,0055.919.963,7561.534.098,50 BulanJuli Agustus September Biaya Perawatan(Rp.) 8.948.819,2518.293.353,7510.903.275,25 Persediaan produk jadi yang ada pada avval tiap period
Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Produktivitas Modal Bulan April Mei Juni Modal(Rp.) 116.351.711,75 156.324.632,79166.915.870,43 ProduktivitasModal20,3914,6923,74 BulanJuli Agustus Modal(Rp.) 114.300.211,39 j129.573.057,081Septemberj 126.365.414,94 Produktivita
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masa pemerintahan : Portugis datang ke Maluku dan berhasil mendirikan Benteng Sao Paulo di Ternate, sedangkan Spanyol menjalin kerjasama dengan Kerajaan

Retno Budi Lestari adalah dosen tetap dan Ketua Program Studi Manajemen pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Multi Data Palembang (STIE MDP) sejak tahun 2009 hingga sekarang..

Gambar 5.4 Grafik Temperatur Propylene Glycol Terhadap Waktu Pendinginan ketika Sistem OFF

Asumsi dasar dalam konsep ini menyebut bahwa; Dalam pelayanan kesehatan, aspek kuratif yang mengandalkan pendekatan pada pelayanan kesehatan perorangan haruslah digabungkan dengan

PENGARUH PERTUMBUHAN PENJUALAN, PERPUTARAN KAS, PERPUTARAN TOTAL ASET DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PROFITABILITAS Studi Kasus Pada Perusahaan Properti, Real Estate dan

Yang berarti setiap entitas pada himpunan entitas A dapat berhubungan dengan banyak entitas pada himpunan entitas B, tetapi tidak sebaliknya, dimana setiap

Activity Diagram dari Penerapan Data Mining Menggunakan Algoritma Decission Tree Untuk Memprediksi Hasil Penjualan pada PT.. Activity Diagram

Undang-undang Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan