• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I. 1 Data Kecelakaan Kereta Api

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Tabel I. 1 Data Kecelakaan Kereta Api"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sistem Transportasi nasional memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan nasional. Besarnya jumlah penduduk Indonesia menjadikan kebutuhan akan sistem transportasi menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena transportasi akan menjamin terselenggaranya mobilitas penduduk maupun barang. Salah satu sistem transportasi yang menjadi peranan penting dalam perpindahan penduduk maupun barang di Pulau Jawa adalah kereta api. Jumlah penumpang kereta api di Pulau Jawa hingga periode 2013 berdasarkan data BPS mencapai 20,9 juta penumpang. Tingginya jumlah penumpang kereta api hingga periode 2013 menuntut PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan sebagai indikator utama keberhasilan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dalam mempersiapkan sarana dan prasana perkeretaapian yang memadai.

Menurut data yang dimiliki Direktorat Jenderal Perkeretaapian yang merupakan bagian dari Kementrian Perhubungan Republik Indonesia, dalam kurun waktu 2009 – 2013 jumlah kecelakaan dan jumlah korban dapat dilihat di Tabel I.1 Tabel Kecelakaan Kereta Api 2009 – 2013.

Tabel I. 1 Data Kecelakaan Kereta Api 2009-2013

No Jenis Kecelakaan Tahun

Type of Accidents 2009 2010 2011 2012 2013 1

Tabrakan KA dengan

KA 5 3 1 2 -

Accidents Between Trains Againts Trains

2

Tabrakan KA dengan Kendaraan

21 26 22 - -

Accidents Between Trains Againts Vehicles

(2)

2

Tabel I. 2 Data Kecelakaan Kereta Api 2009 – 2013 (lanjutan)

No Jenis Kecelakaan Tahun

Type of Accidents 2009 2010 2011 2012 2013 3 Anjlokan

41 25 23 21 25

Derailment 4 Terguling

7 4 2 2 1

Rolling

5 Banjir / Longsor

8 6 1 4 7

Flood / Lanslide 6 Lain-lain

8 4 6 2 6

Others

Jumlah Kecelakaan / Total of Type of Accident

90 68 55 31 39

Tabel I. 3 Data Korban Kecelakaan Kereta Api 2009 – 2013

No

Uraian Korban

(Orang) Tahun

Descriptionof

Victim (Person) 2009 2010 2011 2012 2013 1 Meninggal Dunia

57 79 39 4 0

Dead 2 Luka Berat

122 93 45 8 0

Seriously Injured 3 Luka Ringan

76 104 28 37 0

Lihgtly Injured

Jumlah Korban /

Total of Victim 256 276 112 49 0

Sumber : Direktorat Jenderal Perkeretaapian 2014

Berdasarkan data di atas, tingginya tingkat kecelakaan dan korban kecelakaan yang terjadi dalam kurun waktu 2009 hingga 2013 bertolak belakang dengan Visi Direktorat Jenderal Perkeretaapian Indonesia yaitu “Mewujudkan eksistensi sebagai regulator dan penyelenggaranya pelayanan angkutan kereta api secara massal yang menjamin keselamatan, aman, nyaman, cepat, dan lancar, tertib dan teratur, efisien, terpadu dengan moda transportasi lain, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional.”

(3)

3

Gambar I. 1 Data Kecelakaan Perkeretaapian dari KNKT (2007-2013) Sumber : Database KNKT 27 Desember 2013

Berdasarkan data dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), dalam kurun waktu 7 tahun terakhir kecelakaan kereta api 26% disebabkan oleh faktor prasarana atau fasilitas yang kurang baik seperti jalan rel, jembatan, sinyal dan sebagainya. Berdasarkan data statistik dari Computerized Information Technology Ltd, dari data kecelakaan kereta api yang telah di analisis, ditemukan bahwa rel kereta api memiliki kontribusi dalam terjadinya failures yang berujung pada kecelakaan tersebut.

Salah satu bagian penting dalam prasarana perkeretaapian adalah jalan rel itu sendiri. Dimana jalan rel memiliki struktur komponen diantaranya adalah batangan rel, baut penambat, lapisan ballast, penambat rel, plat besi penyambung, bantalan baik dari kayu maupun beton, dan Rail Anchor. Batangan rel merupakan landasan di mana kereta api baik kereta api penumpang maupun barang dapat melintas dengan kecepatan dan beban tertentu.

(4)

4

Dewasa ini, perkembangan industri perkeretaapian terus meningkat dimana sudah banyak diaplikasikannya rel berjenis CWR (Continuous Welded Rail) dari pada rel konvensional yang panjang batangannya berkisar 20 - 25 meter. Rel berjenis CWR ini memiiliki panjang lebih dari 100 meter sampai 800 meter di mana rel ini disambungkan satu sama lain menggunakan metode pengelasan baik itu las listrik maupun las termit. Namun, pada rel tipe ini memiliki beberapa kelemahan yang tidak dimiliki oleh rel konvensional, seperti mengalami pembelokan rel akibat tidak adanya celah diantara rel saat terjadi pemuaian, retakan pada rel, hingga patahnya batangan rel. Oleh karena itu perlu dilakukan inspeksi secara berkala untuk mendeteksi terjadinya kegagalan pada rel tersebut.

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang selanjutnya disingkat sebagai PT. KAI (Persero) atau “Perseroan”, memiliki tugas untuk menyediakan, mengatur, dan mengurus jasa angkutan kereta api di Indonesia. PT. KAI (Persero) memiliki 9 daerah operasional yang ada di Pulau Jawa.

Gambar I. 2 Daerah Operasional PT. KAI (Persero) Area Pulau Jawa (Sumber : Website PT. Kereta Api Indonesia www.kereta-api.co.id)

(5)

5

9 daerah operasi yang disingkat DAOP ini diantaranya Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, Purwokerto, Yogyakarta, Madiun, Surabaya dan Jember. DAOP II adalah salah satu daerah operasi perekretaapian yang ada di bawah lingkungan PT. KAI (Persero) yang memiliki total panjang rel yang dapat di lihat di tabel I.4 Total Panjang Rel DAOP II Bandung berdasarkan jenis tipe relnya.

Tabel I. 4 Total Panjang Rel DAOP II Bandung

Lintas Jenis Rel (KM)

R.54 R.50 R.41/42 R.33 R.25 Jumlah Lintas Operasi 188.706 2.405 110.735 84.623 0

386.469 Jumlah Lintas Non-

Operasi

0 0 0 14 208.215

222.215 Total Panjang Rel

DAOP II Bandung 608.684

Sumber : Data Departemen Jalan Rel & Jembatan PT. KAI tahun 2014

Berdasarkan data di atas dan hasil wawancara dengan bagian unit kerja jalan rel &

jembatan PT. KAI (persero), terdapat 5 jenis rel yang digunakan di DAOP II yaitu R.54, R.50, R.41/42, R.33, dan R.25. Jenis rel R.33 dan R.25 sudah jarang dipakai karena jenis rel ini terlalu kecil terhadap beban kereta yang sering melintas di kawasan DAOP II saat ini, sehingga yang masih dipakai adalah R.41/42 dan R.54.

Penggunaan R.50 juga tidak terlalu besar jumlahnya dibandingkan dengan R.54 karena tipe R.50 dianggap tanggung apabila digunakan, sehingga lebih banyak langsung menggunakan R.54.

Batangan rel yang selalu digunakan setiap hari sebagai lintasan untuk menahan beban kereta , baik kereta penumpang maupun kereta barang dengan total axle load yang melintas berbeda-beda akan membuat batangan rel rentan akan kerusakan yang dapat membuat salah satu prasarana penting PT. KAI (persero) ini menjadi hal yang dapat menyebabkan kerugian, baik itu mengganggu operasional bahkan sampai menyebabkan kecelakaan. Kerusakan tidak hanya disebabkan oleh beban axle load yang melintas, tetapi juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor

(6)

6

seperti cuaca, frekuensi kereta dan lainnya. Terdapat beberapa jenis kerusakan pada rel kereta, seperti rel retak, rel patah, rel aus dan masih banyak lagi. Data kerusakan rel yang di dapatkan dari unit kerja Jalan Rel dan Jembatan PT. KAI (Persero) dapat dilihat pada gambar I.2 Grafik Data Rel Aus DAOP II tahun 2011- 2014.

Gambar I. 3 Grafik Data Rel Aus DAOP II tahun 2011-2014 Sumber : Data Infrastruktur Jalan Rel dan Jembatan PT. KAI (Persero)

Untuk meningkatkan keandalan kondisi jalan rel kereta api maka kegiatan perawatan perlu dilakukan secara tepat sehingga failure pada jalan rel dapat berkurang atau bahkan tidak terjadi. Perawatan yang dilakukan secara berkala bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan mengingat pada panjangnya rel kereta dan jumlahnya yang cukup banyak di setiap resort yang dinaungi DAOP II PT.

KAI (Persero), selain itu dibutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak untuk melakukannya. Sehingga semakin banyak tinggi intensitas inspeksi yang dilakukan, maka jumlah tenaga kerja dan biaya yang dikeluarkan akan semakin tinggi. Tetapi tindakan inspeksi tersebut dibutuhkan untuk menjaga reliabilitas rel dengan tidak adanya kerusakan yang dapat membahayakan kereta api yang melintas di atasnya.

Saat ini PT. KAI (Persero) sudah melakukan tindakan preventive maintenance dan corrective maintenance terhadap rel kereta api. Kebijakan preventive maintenance

0.00 5,000.00 10,000.00 15,000.00 20,000.00 25,000.00 30,000.00 35,000.00

Tipe Rel R.54 (m) Tipe Rel R.42 (m)

(7)

7

dilakukan berdasarkan waktu harian, bulanan dan tahunan. Kegiatan preventive maintenance yang dilakukan berupa pengencangan, pemeriksaan, pemecokan, penggerindaan, pengukuran dan sebagainya, namun kegiatan tersebut belum dilakukan berdasarkan interval waktu perawatan yang tepat. Sedangkan kebijakan corrective maintenance dilakukan apabila terjadi patahan yang berakibat fatal dan rel sudah tidak dapat melakukan fungsinya, kegiatannya adalah penggantian rel.

Meski telah dilakukan kegiatan perawatan, frekuensi terjadinya kerusakan masih tetap tinggi yang dapat mempengaruhi biaya untuk maintenance. Untuk dapat mengatasi permasalah di atas, maka diperlukan suatu perencanaan inspeksi yang efisien namun juga tetap efektif sehingga didapatkan inspeksi rel yang optimal dan tidak mengeluarkan biaya yang besar karena permasalahan yang muncul adalah interval pemeriksaan rel yang tidak tepat dan tidak efisien menyebabkan masih tingginya jumlah rel yang aus dan mengakibatkan biaya maintenance yang meningkat. Perencanaan inspeksi rel yang efektif dapat meningkatkan reliabilitas dari sistem rel tersebut, dan juga menjaga tingkat reliabilitas bahwa biaya yang dikeluarkan akibat kerusakan di kemudian hari tetap rendah (Takashi Kashima, 2004).

Risk Based Inspection (RBI) adalah suatu metode untuk menentukan penjadwalan inspeksi (peralatan mana dan kapan harus diinspeksi) berdasarkan lebel risiko kegagalannya. Dengan metode RBI dapat diperoleh keluaran reperti penentuan akhir umum peralatan dan juga program interval inspeksi peralatan yang lebih baik serta terarah sehingga dapat dilakukan tindakan preventif sebelum tercapainya akhir umum peralatan. Sedangkan Life Cycle Cost (LCC) adalah salah satu metode yang ditawarkan dalam rangka penghitungan biaya yang lebih akurat dan lebih mendukung dalam pengambilan keputusan serta dapat diaplikasikan baik pada perusahaan manufaktur ataupun perusahaan jasa.

I.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang penelitian yang telah di jelaskan, adapun perumusan masalah yang diangkat menjadi bahan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Berapa banyak jumlah gangguan yang ada pada batangan rel?

2. Berapa estimasi Remaining Life batangan rel?

(8)

8

3. Berapa lama program inspeksi yang tepat untuk batangan rel?

4. Berapa total Life Cycle Cost untuk batangan rel?

I.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka dapat ditentukan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui jumlah gangguan yang ada pada batangan rel 2. Menghitung Remaining Life batangan rel yang optimal 3. Menghitung waktu inspeksi yang tepat untuk batangan rel

4. Menentukan total Life Cycle Cost yang paling minimum pada batangan rel

I.4 Batasan Penelitian

Batasan penelitian dari tugas akhir ini adalah:

1. Objek penelitian dipilih berdasarkan rekomendasi dan hasil diskusi bersama tim dari bagian Jalan Rel dan Jembatan PT. Kereta Api Indonesia DAOP II yaitu batangan rel tipe R.42 dan R.54

2. Penelitian ini hanya sebatas usulan, tidak sampai tahap pengimplementasian dari usulan yang dibuat.

3. Jalan rel yang dijadikan objek penelitian adalah jalan rel yang berada di bawah naungan PT. Kereta Api Indonesia DAOP II.

4. Aspek non teknis yang mempengaruhi umur pakai dan failure batangan rel seperti faktor cuaca, kondisi masyarakat sekitar rel, dan sarana perkeretaapian seperti lokomotif tidak termasuk di dalam pembahasan.

I.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pendekatan manajemen perawatan yang lebih efektif dan efisien karena telah menggunakan pendekatan risiko

2. Mengatur risiko sehingga didapatkan profitabilitas bagi perusahaan 3. Merencanakan program inspeksi yang tepat dan lebih terarah 4. Mengetahui umur pakai yang optimal untuk batangan rel 5. Mengurangi biaya inspeksi

(9)

9 I.6 Sistematika Penulisan

Penelitian ini diuraikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I Pendahuluan

Pada bab ini berisi uraian mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini berisi literatur yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Tujuan dari bab ini untuk membahas hubungan antar konspe yang menjadi kajian penelitian dan uraian kontribusi penelitian. Teori yang menjadi acuan terkait dengan metode Risk Based Inspection (RBI) dan Life Cycle Cost (LCC)

BAB III Metodologi Penelitian

Pada bab ini dijelaskan langkah-langkah penelitian secara rinci meliputi pembuatan model konseptual dan sistematika pemecahan masalah.

BAB IV Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pada bab ini berisi pengolahan data secara kuantitatif maupun kualitatif yang telah dikumpulkan melalui wawancara maupun data historis dari dokumen perusahaan.

BAB V Analisis

Pada bab ini dilakukan analisis terhadap pengolahan data yang telah dilakukan dan usulan perbaikan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya. Pada bab ini juga akan dilakukan analisi perbandingan kondisi existing sebelum diberi usulan dan kondisi setelah diberikan usulan perbaikan.

BAB VI Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini berisi kesimpulan dari penelitian dan saran bagi perusahaan serta bagi penelitian selanjutnya yang akan melakukan penelitian di PT. Kereta Api Indonesia DAOP II, bagian Jalan Rel dan Jembatan.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan adanya Relokasi RPH di Kota Surakarta dan Perencanaan dan Perancangan tentang Rumah Pemotongan Hewan Kota Surakarta yang

Berdasarkan identifikasi di atas, maka analisis masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien menyebabkan

Maka dari itu diperlukan peramalan penjualan (forecasting) yang sangat akurat demi membuat strategi penjualan yang efektif dan juga efisien pada waktu yang tepat

Cara mengatasi masalah tersebut maka diperlukan suatu cara pengolahan data nilai siswa yang lebih efektif dan efisien, untuk dapat membantu dalam penyajian informasi nilai

Mengembangkan dan mengoptimalkan kinerja sistem drainase kota Penyediaan sistem drainase kota yang terpadu, efektif dan efisien Program pengembangan dan pengelolaan sistem drainase

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Disnakertrans TA. 2015 proporsional, efisien dan optimalisasi atas berbagai kebutuhan aktual pembangunan dan kebijakan efektif

Untuk mengatasi permasalah di atas dan untuk lebih meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran matematika pada sifat- sifat bangun datar sederhana di kelas III

Manajemen Logistik harus mampu menjawab proses perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian aliran yang efisien dan efektif dari barang atau jasa dan informasi terkait mulai dari titik