13 BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu
Dasar atau acuan dari penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat penting karena dapat membantu dalam pemecahan masalah yang ditemukan oleh peneliti sehingga dapat dijadikan sebagai data pendukung dalam penelitian. Adapun hasil penelitian yang dijadikan perbandingan tidak terlepas dari tema penelitian yaitu social entrepreneurship, antara lain: Pertama, Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dilakukan oleh Nur Firdaus, tahun 2014 yang berjudul “Pengentasan Kemiskinan Melalui Pendekatan Kewirausahaan Sosial”. Dari penelitian tersebut menggambarkan peran kewirausahaan sosial dalam membangun ekonomi masyarakat yang berimplikasi pada pengurangan kemiskinan dengan berfokus pada social business. Entitas social business dan yang menjadi studi kasus adalah Bina Swadaya dan Mitra Bali. Dari penelitian ini, kewirausahaan sosial menjalankan peran yang nyata dan penting dalam meyelesaikan masalah sosial. Penciptaan nilai sosial dan inovasi merupakan instrumen utama dalam kewirausahaan sosial. Bina Swadaya dan Mitra Bali telah berperan dalam mendorong perbaikan ekonomi masyarakat sebagai upaya untuk mengurangi kemiskinan. Tujuan sosial dengan dampak keberdayaan masyarakat menjadi nilai penting dalam praktik kewirausahaan sosial1.
7 Firdaus, Nur. 2014. “Pengentasan Kemiskinan Melalui Pendekatan Kewirausahaan Sosial” dalam Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. Vol. 22, No. 1, 2014.
14
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ikhwan Safa’at, Rizal Syarief, dan Ani Suryani, tahun 2014 yang berjudul “Strategi Pengembangan Kewirausahaan Sosial PT Bina Swadaya Konsultan”. Tujuan penelitian dilakukan untuk Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan yang berpengaruh terhadap pengembangan kewirausahaan sosial PT BSK, serta mendapatkan alternatif-alternatif strategi dalam pengembangan kewirausahaan sosial sesuai dengan tujuan dari pengembangan kewirausahaan sosial. Kemudian mendapatkan prioritas strategi pengembangan kewirausahaan yang sesuai dengan kondisi internal dan eksternal perusahaan2.
Ketiga, penelitian skripsi yang dilakukan oleh Langgeng Winarno dari Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang, tahun 2016 yang berjudul “Model Kewirausahaan Sosial Masyarakat Penyandang Tuna Grahita di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo”. Menunjukkan bahwa bagaimana masyarakat penyandang tuna grahita yang dianggap lemah dan tidak berdaya mampu untuk diberdayakan dengan diberi keterampilan sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Program kewirausahaan sosialnya adalah budidaya lele dan pembuatan keset3.
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya tentang kewirausahaan sosial atau social entrepreneurship. Penelitian terdahulu tersebut dijadikan rujukan untuk penelitian yang akan diteliti oleh peneliti.
8 Safa’at, Ikhwan. “Syarief, Rizal. Suryani, Ani.2014. “Strategi Pengembangan Kewirausahaan Sosial PT Bina Swadaya Konsultan” dalam Jurnal Impi. Vol. 9, No. 2. 2014.
9 Winarno, Langgeng. 2016. Model Kewirausahaan Sosial Masyarakat Penyandang Tuna Grahita di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo. Skripsi diterbitkan. Malang:
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Muhammadiyah Malang.
15
Penelitian yang diteliti oleh peneliti saat ini berbeda dengan penelitian terdahulu sebelumnya. Pada penelitian kali ini, peneliti fokus pada peningkatan kualitas hidup sehat melalui social entrepreneurship di Tirta Rona Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru Kota Malang serta apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat pelaksanaan peningkatan kualitas hidup sehat melalui social entrepreneurship di Tirta Rona Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru Kota Malang.
B. Social Entrepreneurship
1. Konsep Social Entrepreneurship
Definisi social entrepreneurship banyak dikembangkan di sejumlah bidang yang berbeda, mulai dari tidak untuk profit, untuk profit, sektor publik, dan kombinasi dari ketiganya4. Konsep kewirausahaan sosial atau social entrepreneurship pada dasarnya memiliki dua arah pemikiran berdasarkan dua negara maju yang menerapkan kewirausahaan sosial dalam pemerintahannya, Negara tersebut yaitu Amerika dan Inggris. Di Amerika Serikat, istilah kewirausahaan sosial diperkenalkan oleh lembaga-lembaga nirlaba yang mulai mencari cara untuk menghasilkan pendapatan dalam rangka mendanai program kerja yang telah mereka buat agar berkelanjutan. Sedangkan di Inggris berpendapat bahwa kewirausahaan sosial yang dimaksud adalah segala bentuk usaha sosial yang bertujuan untuk penyelesaian masalah-masalah sosial yang ada dimasyarakat5.
10 Paramita. S, Irma, 2015. “Konstruksi Model Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship) Sebagai Gagasan Inovasi Sosial Bagi Pembangunan Perekonomian” dalam Jurnal Universitas Pembangunan Jaya.
11 Winarno, Langgeng. Op. Cit. hal: 16
16
Bill Drayton (pendiri Ashoka Foundation) yang merupakan selaku penggagas kewirausahaan sosial menegaskan bahwa ada dua hal kunci dalam kewirausahaan sosial. Pertama, adanya inovasi sosial yang mampu mengubah sistem yang ada di masyarakat. Kedua, hadirnya individu bervisi, kreatif, berjiwa wirausaha (entrepreneurial), dan beretika di belakang gagasan inovatif tersebut6. Cara yang paling efektif untuk mempromosikan perubahan positif adalah melakukan investasi pada wirausaha sosial, karena wirausaha sosial dapat merumuskan inovatif yang berkelanjutan dan dapat ditiru baik nasional maupun global. Berikut adalah empat faktor yang membuat konsep kewirausahaan sosial berbeda dengan kewirausahaan secara umum7 :
a. Dorongan misi, segala bentuk kegiatan dan keputusan yang dilakukan berdasarkan misi melayani nilai sosial.
b. Melakukan tindakan kewirausahaan melalui kombinasi karakteristik yang membedakan mereka dengan pengusaha lainnya.
c. Tindakan dan kegiatan dalam organisasi berotoentasi kewirausahaan dengan melakukan inovasi dan keterbukaan.
d. Organisasi mandiri secara finansial. Memiliki strategi dan perencanaan untuk menghasilkan pendapatan.
12 Palesangi, Muliadi. 2012. “Pemuda Indonesia dan Kewirausahaan Sosial” (Online) http://www.journal.unipdu.ac.id/index.php/seminas/article/viewFile/198/145 (diakses 11 Januari 2017)
13 Winarno, Langgeng. 2016. “Model Kewirausahaan Sosial Masyarakat Penyandang Tuna Grahita di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo” dalam Dhewanto, Wawan dkk.
Inovasi dan Kewirausahaan Sosial (Panduan Dasar Menjadi Agen Perubahan). Bandung: Alfabeta.
Hal. 49.
17
2. Strategi Dalam Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship)
Dalam kewirausahaan sosial, dibutuhkan pola kerjasama yang saling terhubung dalam membangun interaksi, misalnya dibutuhkan adanya stakeholder yang merupakan orang yang penting atau yang terlibat dalam pergerakan perkembangan kegiatan serta program-progam pembangunan masyarakat.
Stakeholder dalam strategi kolaborasi pengembangan kewirausahaan adalah8 :
a. Masyarakat
Sekumpulan orang-orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah tertentu dan memiliki interaksi sosial yang lebih besar dibanding dengan penduduk diluar batas wilayahnya, serta merujuk suatu lokalitas yang jelas dan adanya sentiment (perasaan) se”masyarakat setempat” yang kuat.
b. Pemerintah
Lembaga-lembaga pemerintah baik di pusat maupun di daerah.
Fungsi tujuan mereka adalah memaksimumkan layanan agar interaksi setiap stakeholder berjalan dengan baik: melakukan regulasi, mengenai siapa, bagaimana bentuk pengelolaan dan pengusahaannya, bagaimana prosedur dan aturan mainnya dan bagaimana cara pengawasannya.
c. Swasta
14 Wibhawa, Budhi dkk. 2011. Social Entrepreneurship, Social Entreprise, Corporate Social Responsibility: Pemikiran Konseptual dan Praktik. Bandung: Widya Padjajaran. Hal. 164-165.
18
Badan usaha yang berorientasi pada bisnis atau profit oriented.
Fungsi tujuan swasta adalah memaksimumkan keuntungan ekonomi tetapi dengan tetap mampu melaksanakan social responsibility.
d. Lembaga Penyangga
Merupakan lembaga swadaya masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya yang memiliki kepedulian terhadap program yang dilaksanakan, meliputi: LSM, para akademis (secara individual), perguruan tinggi, dan lembaga-lembaga kemasyarakatan local. Fungsi objektif lembaga ini adalah memaksimumkan layanan akomodatif, korektif dan suportif agar interaksi ketiga stakeholder diatas berjalan baik.
e. Kawasan atau Lingkungan
Dipandang sebagai entitas hidup yang berhak memiliki anatomi, sifat, ciri dan status tertentu. Kawasan atau lingkungan tidak sekedar dipandang sebagai sumber daya yang boleh diekstrak aliran manfaatnya melainkan dipandang sebagai entitas hidup (subjek) yang memiliki hak-hak yang sederajat dengan stakeholder lainnya.
Adapun langkah-langkah strategi kolaborasi stakeholder dalam pengembangan kewirausahaan sosial sebagai berikut9 :
a. Identifikasi stakeholder yang relevan (pemerintah, perusahaan, masyarakat, lingkungan dan lembaga penyangga, NGO dan Pendidikan).
b. Identifikasi program-program dan bagian atau unit kerja yang relevan.
15 Ibid. Hal: 167
19
c. Analisis seberapa besar keterkaitan dan kepentingannya masing-masing stakeholder dengan program yang dikelolanya.
d. Buatkan rancangan metode yang paling efektif untuk mempertemukan masing-masing stakeholder.
e. Implementasi metode pertemuan stakeholder.
f. Membangun kesepakatan kerjasama masing-masing stakeholder.
g. Implementasi kesepakatan model kerjasama masing-masing stakeholder.
h. Monitoring implementasi model kerjasama.
i. Evaluasi model kerjasama.
Dibutuhkannya strategi dalam kewirausahaan sosial agar dapat menjalin kerjasama antara stakeholder dengan pihak-pihak terkait misalnya masyarakat, pemerintah, swasta, lembaga penyangga, kawasan atau lingkungan yang berhubungan langsung terhadap perubahan pembangunan. Serta strategi tersebut diharapkan tepat pada sasaran dan memberikan perubahan yang signifikan terhadap perencanaan pembangunan terhadap kesejahteraan masyarakat.
C. Pemberdayaan Masyarakat 1. Konsep Pemberdayaan
Secara konseptual, pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata
“power” (kekuasaan atau pemberdayaan). Karena ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan sering dikaitkan
20
dengan kemampuan untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka10.
Pemberdayaan merupakan suatu cara untuk merubah seseorang dari kemampuan yang kita miliki yang menunjuk pada suatu keadaan yang akan kita ubah terutama pada perubahan sosial yang memberi impact baik atas kuasa tersebut. Cara memberdayakan masyarakat atas kekuasaan dan pengetahuan yang dimiliki serta kemampuan yang akan mampu memberikan perubahan sosial baik secara fisik, ekonomi, sosial dan budaya. Pemberdayaan itu sendiri bertujuan untuk menghilangkan ikatan dengan kata “kemiskinan” dan
“keterbelakangan” yang bertujuan untuk memajukan masyarakat serta memperkuat posisi lapisan masyarakat karena saling berrkaitan antar satu dengan yang lainnya baik dibidang ekonomi, lingkungan maupun kekuasaan yang dimiliki.
Konsep pemberdayaan masyarakat muncul karena adanya kegagalan terhadap pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan secara berkelanjutan untuk meningkatkan harkat dan martabat di lapisan masyarakat dalam kondisi ketidakmampuannya untuk melepaskan diri dari kemiskinan serta keterbelakangan agar memandirikan masyarakat.
Kemiskinan dapat dilihat dari indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang belum tercukupi dan jauh dari kata layak. Pemberdayaan dapat diberikan apabila kita mengetahui indikator keberdayaan yang dapat mengartikan bahwa seseorang itu berdaya atau tidak. Agar program pemberdayaan yang diberikan tepat pada sasaran perubahan sosial secara optimal. Proses pemberdayaan
10 Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. Hal: 57
21
umumnya dilakukan secara kolektif dan menempatkan masyarakat sebagai aktor dalam penerapan program pemberdayaan tersebut.
Tabel 1.1 Indikator Keberdayaan Jenis
Hubungan Kekuasaan
Kemampuan Ekonomi
Kemampuan Mengakses
Manfaat Kesejahteraan
Kemampuan Kultural dan
Politis Kekuasaan
di dalam:
Meningkatkan kesadaran dan keinginan untuk berubah
• Evaluasi positif terhadap kontribusi ekonomi dirinya
• Keinginan memiliki kesempatan ekonomi yang setara
• Keinginan memiliki kesamaan hak terhadap sumber yang ada pada rumahtangga dan masyarakat
• Kepercayaan diri dan kebahagiaan
• Keinginan memiliki kesejahteraan yang setara
• Keinginan membuat keputusan
mengenai diri dan orang lain
• Keinginan untuk mengontrol jumlah anak
• Assertiveness dan otonomi
• Keinginan untuk menghadapi subordinasi gender termasuk tradisi budaya, diskriminasi hukum dan pengucilan politik
• Keinginan terlibat dalam proses-proses budaya, hukum dan politik
Kekuasaan untuk:
Meningkatkan kemampuan individu berubah;
Meningkatkan kesempatan untuk memperoleh akses
• Akses terhadap pelayanan keuangan mikro
• Akses terhadap pendapatan
• Akses terhadap akses-akses produktif
• Keterampilan, termasuk
kemelekan huruf
• Status kesehatan dan gizi
• Kesadaran mengenai dan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi
• Mobilitas dan akses terhadap dunia diluar rumah
• Pengetahuan mengenai proses hukum, politik dan kebudayaan
• Kemampuan menghilangkan hambatan
22 dan kepemilikan rumahtangga
• Akses terhadap pasar
• Penurunan beban dalam pekerjaan domestik, termasuk perawatan anak
• Ketersediaan pelayanan kesejahteraan publik
formal yang merintangi akses terhadap proses hukum, politik dan kebudayaan
Kekuasaan atas:
Perubahan pada hambatan- hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumahtangga, masyarakat dan makro;
kekuasaan atau tindakan individu untuk menghadapi hambatan- hambatan tersebut
• Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang
dihasilkanny
• a Kontrol atas pendapatan aktivitas produktif dan kepemilikan keluarga
• Tindakan individu menghadapi diskriminasi atas akses terhadap sumber dan pasar
• Kontrol atas ukuran konsumsi keluarga dan aspek bernilai lainnya dari pembuatan keputusan keluarga termasuk keputusan keluarga berencana.
• Aksi individu untuk
mempertahankan diri dari
kekerasan keluarga dan masyarakat
• Aksi individu dalam
menghadapi dan mengubah persepsi budaya kapasitas dan hak wanita pada tingkat keluarga dan masyarakat
• Keterlibatan individu dan pengambilan peran dalam proses budaya, hukum dan politik
Kekuasaan dengan:
Meningkatnya solidaritas atau tindakan bersama dengan orang lain untuk menghadapi hambatan-
• Bertindak sebagai model peranan bagi orang lain terutama dalam pekerjaan publik dan modern
• Penghargaan tinggi terhadap dan peningkatan pengeluaran untuk anggota keluarga
• Tindakan bersama untuk meningkatkan
• Peningkatan jaringan untuk memperoleh dukungan pada saat krisis
• Tindakan bersama untuk membela orang lain
menghadapi
23 hambatan
sumber dan kekuasaan pada tingkat rumahtangga, masyarakat dan makro
• Mampu memberi gaji terhadap orang lain
• Tindakan bersama menghadapi diskriminasi pada akses terhadap sumber (termasuk hak atas tanah), pasar dan diskriminasi gender pada konteks ekonomi makro
kesejahteraan
publik perlakuan salah
dalam keluarga dan masyarakat
• Partisipasi dalam gerakan- gerakan menghadapi subordinasi gender yang bersifat
kultural, politis hukum pada tingkat
masyarakat dan makro
Sumber: Suharto, 200511.
Adanya indikator tersebut dapat membantu untuk memecahkan permasalahan sosial. Ketika seseorang atau komunitas masyarakat sudah berdaya, maka tidak perlu melakukan pemberdayaan masyarakat tetapi hanya sebagai pengontrol terhadap pemberdayaannya yang sudah dilakukan. Indikator seseorang atau masyarakat dapat dikatakan sudah berdaya atau belum dilihat dari jenis hubungan kekuasaan, kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan serta kemampuan kultural dan politik.
2. Pemberdayaan Melalui Komunitas
Komunitas (community) adalah sebuah kelompok sosial yang terdiri dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama, komunitas dalam konteks manusia,
17 Ibid., Hal. 65.
24
individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumberdaya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa Latin communitas yang berarti
“kesamaan”, kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti “sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak”12.
Upaya pembangunan sosial merupakan suatu upaya pemberdayaan masyarakat baik pada tingkat individu, keluarga, kelompok maupun komunitas.
Upaya memberdayakan dari keadaan kurang berdaya hingga bertujuan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Pemberdayaan komunitas sejalan dengan konsep Community Development karena bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunitas, pembangunan berkelanjutan serta pengembangan kualitas hidup masyarakat. Dimana kelompok masyarakat secara bersama-sama dalam mengembangkan komunitas lokalnya, Arah pemberdayaan komunitas untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, baik dari segi kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, pengentas kemiskinan, serta meminimalkan kesenjangan sosial yang ada.
Pemberdayaan merupakan suatu proses yang pada hakikatnya bertujuan untuk terwujudnya “perubahan”. Oleh karena itu, mulai dari titik mana kita melihat bahwa individu tegerak ingin melakukan suatu sikap dan perilaku kemandirian, termotivasi, dan memiliki ketrampilan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan terhadap nilai dan norma yang didalamnya
18 Kusumastuti, Ambar. 2014. Peran Komunitas Dalam Interaksi Sosial Remaja Di Komunitas Angklung Yogyakarta. Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negri Yogyakarta.
25
memberikan rasa keadilan dan kedamaian dalam mencapai tujuan bersama untuk kesejahteraan.
Melalui komunitas, pemberdayaan dapat terlaksana untuk mencapai tujuan yang diharapkan agar terciptanya perubahaan. Didalamnya harus ditanami dulu pemahaman konsep tentang pemberdayaan yang kemudian disusul dengan kerjasama antar kelompok masyarakat untuk membangun perubahan tersebut.
3. Prinsip Pemberdayaan Masyarakat
Untuk suksesnya program pemberdayaan, terdapat empat prinsip yang sering digunakan yaitu prinsip kesetaraan, partisipasi, keswadayaan atau kemandirian, dan berkelanjutan13:
• Prinsip Kesetaraan
Prinsip utama yang harus dipegang dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah adanya kesetaraan atau kesejajaran kedudukan antara masyarakat dengan lembaga yang melakukan program- program pemberdayaan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. Dinamika yang dibangun adalah hubungan kesetaraan dengan mengembangkan mekanisme berbagai pengetahuan, pengalaman, serta keahlian satu sama lain. Masing-masing saling mengakui kelebihan dan kekurangan, sehingga terjadi proses saling belajar.
19 Sri Najiati, Agus Asmana, I Nyoman N Suryadiputra. 2005. Pemberdayaan Masyarakat di Lahan Gambut. Bogor: Wetlands International. Hal: 54.
26
• Partisipasi
Program pemberdayaan yang dapat menstimulasi kemandirian masyarakat adalah program yang sifatnya partisipastif, direncanakan, dilaksanakan, diawasi, dan dievaluasi oleh masyarakat. Namun, untuk sampai pada tingkat tersebut perlu waktu dan proses pendampingan yang melibatkan pendamping yang berkomitmen tinggi terhadap pemberdayaan masyarakat.
• Keswadayaan atau Kemandirian
Prinsip keswadayaan adalah menghargai dan mengedepankan kemampuan masyarakat daripada bantuan pihak lain. Konsep ini tidak memandang orang miskin sebagai objek yang tidak berkemampuan (the have not), melainkan sebagai subjek yang memiliki kemampuan sedikit (the have little). Mereka memiliki kemampuan untuk menabung, pengetahuan yang mendalam tentang kendala-kendala usahanya, mengetahui kondisi lingkungannya, memiliki tenaga kerja dan kemauan, serta memiliki norma-norma bermasyarakat yang sudah lama dipatuhi. Semua itu harus digali dan dijadikan modal dasar bagi proses pemberdayaan. Bantuan dari orang lain yang bersifat materiil harus dipandang sebagai penunjang, sehingga pemberian bantuan tidak justru melemahkan tingkat keswadayaannya. Prinsip “mulailah dari apa yang mereka punya”, menjadi panduan untuk mengembangkan keberdayaan
27
masyarakat. Sementara bantuan teknis harus secara terencana mengarah pada peningkatan kapasitas, sehingga pada akhirnya pengelolaannya dapat dialihkan kepada masyarakat sendiri yang telah mampu mengorganisir diri untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
• Berkelanjutan
Program pemberdayaan perlu dirancang untuk berkelanjutan, sekalipun pada awalnya peran pendamping lebih dominan dibanding masyarakat sendiri. Tapi secara perlahan dan pasti, peran pendamping akan makin berkurang, bahkan akhirnya dihapus, karena masyarakat sudah mampu mengelola kegiatannya sendiri.
D. Perilaku dan Hidup Sehat
1. Sikap dan Perilaku Masyarakat Terhadap Lingkungan
Persepsi merupakan suatu proses penginderaan, stimulus yang diterima oleh individu melalui alat indera yang kemudian diinterpretasikan sehingga individu dapat memahami dan mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut. Proses menginterpretasikan stimulus ini biasanya dipengaruhi pula oleh pengalaman dan proses belajar individu14. Persepsi merupakan pandangan orang untuk menilai objek yang akan dinilai. Umumnya persepsi akan dinilai baik jika pandangan awalnya mendeskripsikan sesuatu itu baik, akan tetapi
20 Saguni, Fatimah. 2012. “Persepsi Tentang Penempilan Fisik Wanita Pada Masa Remaja” dalam Jurnal Musawa Journal For Gender Studies. Vol. 4 No. 2 Desember 2012
28
malah sebaliknya jika yang akan dideskripsikan terlhat buruk, maka persepsi awal yang didapat akan jelek. Persepsi meliputi tentang pola perilaku, perubahan sosial maupun interaksi sosial seseorang.
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu 15:
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan, yaitu perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehata, yaitu perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan keluar negeri.
c. Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak memengaruhi kesehatannya.
Masyarakat daerah Tlogomas umumnya dipadati oleh pemukiman warga yang mayoritas adalah mahasiswa. Faktor yang menjadikan Kelurahan Tlogomas dipadati oleh mahasiswa karena daerah tersebut berdekatan dengan
21 Nurhajati, Nunun. “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Masyarakat Desa Samir Dalam Meningkatkan Kesehatan Masyarakat” (Online) file:///C:/Users/UMM/Downloads/43-78-1- SM.pdf (diakses 11 Januari 2017)
29
kampus Universitas Muhammadiyah Malang. Tak heran, jika kebanyakan warga bukan merupakan domisili daerah sana. Pemukiman yang sangat padat dan banyaknya gang-gang yang sangat sempit membuat pemukiman ini terlihat kumuh dan sumpek karena kecilnya akses untuk keluar masuk daerah tersebut.
Pemukiman padat memunculkan persepsi atau pandangan awal masyarakat terhadap lingkungannya. Bahwa lingkungan tersebut sangat sulit untuk dijadikan tempat yang bersih. Sikap serta tingkah laku masyarakatlah yang akan menjadikan pemukiman itu seperti apa. Mayoritas daerah tersebut adalah mahasiswa, yang mempunyai pandangan tidak ingin bersusah payah terhadap lingkungannya atau sering disebut terlalu cuek karena kepekaan terhadap lingkungan tempat tinggalnya sangat kurang. Oleh karena itu, semuanya harus didorong oleh warga yang memang merupakan warga asli daerah tersebut.
2. Konsep Kualitas Hidup Sehat
Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda dan semua itu ditentukan dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya dan lingkungan sosial. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya.
Gaya hidup sehat terbentuk dari adanya faktor dari individu itu sendiri yaitu pengetahuan dan sikap, serta dipengaruhi oleh faktor pendukung tersedianya sumber informasi yang mempengaruhi pengetahuan. Sikap yang dipengaruhi oleh faktor pendorong yaitu orangtua, teman. Hidup sehat
30
merupakan suatu hal yang seharusnya memang diterapkan oleh setiap orang, mengingat manfaat kesehatan yang sangat penting bagi setiap manusia.
Untuk mendapatkan kualitas hidup sehat serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Kementerian Kesehatan menerapkan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) melalui Pusat Promosi Kesehatan. PHBS itu sendiri merupakan segala bentuk perilaku yang dipraktikkan ke semua kalangan baik diri sendiri, keluarga, kelompok hingga masyarakat secara sadar sebagai hasil pembelajaran yang didapat atas pengetahuan dan nantinya dapat berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat terhadap lingkungannya.
Program PHBS tersebut juga digunakan sebagai upaya pencegahan terhadap masyarakat agar terhindar dari penyakit dan gangguan kesehatan. Untuk mencapai rumah tangga ber-PHBS, terdapat sepuluh upaya yang harus dilakukan, yaitu16:
a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan b. Memberi bayi ASI eksklusif
c. Menimbang balita setiap bulan d. Menggunakan air bersih
e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun f. Menggunakan jamban sehat
g. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu h. Makan sayur dan buah setiap hari
i. Melakukan aktivitas fisik setiap hari j. Tidak merokok di dalam rumah
22 Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. 2015. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
31
Dari sepuluh upaya diatas yang terlihat diantaranya adalah menggunakan air bersih serta menggunakan jamban sehat. Poin tersebut menekankan kepada fokus penelitian yang akan diteliti oleh peneliti terkait model peningkatan kualitas hidup sehat melalui MCK Terpadu, karena merupakan bagian dari pemenuhan kualitas hidup sehat.
Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Usaha-usaha Pengorganisasian masyarakat antara lain17:
a. Perbaikan sanitasi lingkungan
b. Pemberantasan penyakit-penyakit menular c. Pendidikan untuk kebersihan perorangan
d. Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan.
e. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya.
Usaha-usaha tersebut ditujukan kepada masyarakat dalam peningkatan kualitas hidup sehat agar terpenuhinya masyarakat yang sejahtera dan tidak mudah terkena penyakit. Pembangunan kesehatan masyarakat dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang tinggi memerlukan peranan masyarakat agar segera tercapai.
Banyak penyakit seperti diare atau cacingan disebabkan oleh bibit penyakit yang terdapat pada kotoran manusia. Bibit penyakit yang masuk ke
23 Nurhajati, Nunun. Op. Cit.Hal: 9
32
dalam tubuh melalui makanan dan air yang telah tercemar. Pencemaran itu dapat terjadi melalui tangan, peralatan makan atau peralatan memasak. Cara yang paling penting untuk mencegah penyebaran bibit penyakit adalah dengan membuang tinja ke dalam jamban. etiap rumah hendaknya mempunyai jamban yang memenuhi syarat kesehatan. Kotoran dan tinja binatang harus dibuang jauh dari rumah, jalanan, dan tempat anak-anak bermain. Jamban harus sering dibersihkan, lubangnya harus selalu ditutup untuk mencegah bau dan masuknya lalat (jika jambannya bukan jamban leher angsa), dan tersedia sabun untuk cuci tangan. Kamar mandi juga perlu diberi ventilasi. Jika tidak ada jamban, tinja harus dikubur. Pemerintah daerah setempat dan lembaga swadaya masyarakat dapat membantu masyarakat membangun jamban sehat dengan cara memberi petunjuk tentang desain dan konstruksi jamban murah. Juga memberi petunjuk untuk memelihara dan melindungi sarana penyediaan air bersih dari pencemaran.
3. Kesejahteraan Sosial Terkait Hidup Sehat
Kesejahteraaan sosial akan tercapai apabila dari segi aspek dapat terpenuhi. Baik lingkungan sosialnya yang terjalin secara komunikatif antar warga maupun lingkungan tempat tinggalnya yang baik dari segi aspek kesehatan. Penyakit dapat datang kapan saja ketika lingkungan sekitar tempat tinggal kotor, sehingga tak heran jika banyak warga yang terserang wabah penyakit ringan bahkan berat. Solusinya bagaimana caranya dapat merubah mindset masyrakat untuk menerapkan pola hidup sehat di lingkungan tempat tinggalnya agar kesejahteraan sosial dapat tercapai.
33
Sesuai dengan Undang-undang Tentang Kesejahteraan Sosial No. 11 Tahun 2009 Pasal 1 yang berbunyi18: “Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”.
Berdasarkan undang-undang tersebut dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan sosial pada intinya mencakup kondisi kehidupan yaitu terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang melibatkan profesi kemanusiaan untuk menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial serta kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai sejahtera dari segala aspek.
Mencegah datangnya penyakit juga merupakan upaya untuk terpenuhinya kesejahteraan sosial, karena ketika seseorang sehat dan tidak terkena penyakit, maka orang tersebut akan merasa bahagia sebab salah satu kategori untuk terpenuhinya kesejahteraan sosial sudah terlaksana yaitu terpenuhinya kebutuhan sosial. Cara yang paling baik untuk mencegah penyebaran penyakit adalah dengan membuang tinja ke dalam jamban.
Seharusnya setiap rumah hendaknya mempunyai jamban yang memenuhi syarat kesehatan. MCK Terpadu yang menjadi salah satu solusi terhadap terpenuhinya kebutuhan air bersih serta lingkungan yang bersih pula.
Lingkungan yang bersihlah yang akan mengangkat derajat kesehatan masyrakat serta dapat memperbaiki perekonomian setempat.
24 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. 2009.
Jakarta.