• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI PEDAGANG MAKANAN TENTANG SERTIFIKASI HALAL PADA MAKANAN. Nur Hidayah Sanawiah ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERSEPSI PEDAGANG MAKANAN TENTANG SERTIFIKASI HALAL PADA MAKANAN. Nur Hidayah Sanawiah ABSTRAK"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI PEDAGANG MAKANAN TENTANG SERTIFIKASI HALAL PADA MAKANAN

Nur Hidayah Sanawiah

ABSTRAK

Sertifikasi halal pada makanan adalah suatu kegiatan pengujian secara sistematik untuk mengetahui apakah suatu barang yang diproduksi suatu perusahaan telah memenuhi ketentuan halal. Sertifikasi halal masih belum dilaksanakan engan baik oleh para pedagang dilingkungan Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 Kelurahan Panarung Palangka Raya.

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pedagang makanan yang ada di lingkungan Jalan Pilau tentang sertifiksi halal pada makanan yang dijualnya. Kemudian faktor-faktor yang melatarbelakangi persepsi tersebut.

Hasil dari penulisan ini menunjukkan bahwa persepsi para pedagang makanan dilingkungan Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 Kelurahan Panarung Palangka Raya tentang sertifikasi halal pada makanan yang dijualnya adalah dari kurangnya sosialisasi dari pengampu kewenangan yang menangani sertifikasi halal tersebut. Serta masih belum adanya aturan atau fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palangka Raya mengenai sertifikasi halal untuk lingkup Kota Palangka Raya khususnya bagi para pedagang makanan dilingkungan Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 Kelurahan Panarung Palangka Raya.

Kata kunci: Persepsi, pedagang makanan, sertifikasi halal

Latar Belakang Masalah

Makanan adalah salah satu kebutuhan pokok bagi manusia. Tubuh manusia terbentuk dari apa yang dimakannya. Dari makanan pula dihasilkan tenaga atau energi yang diperlukan untuk menjalani kehidupan dan menjalankan seluruh aktivitasnya. Tien Chudrin Tirtawinata dalam bukunya mengatakan:

Guru MIS NU Palangka Raya

Dosen pada program studi AHS Fakultas Pendidikan Agama Islam UM Palangkaraya

(2)

Selain untuk mempertahankan hidup dan menghasilkan energi, makanan merupakan bagian dari kehidupan sosial budaya. Kegembiraan, rasa kasih sayang, rasa syukur, semuanya itu biasanya diungkapkan dengan selamatan yang menghidangkan berbagai makanan yang lezat-lezat.1

Indonesia merupakan Negara yang memiliki penduduk mayoritas beragama Islam, meskipun bukan Negara Islam, Indonesia sangat memperhatikan dan menghormati penduduknya dan memberikan keleluasaan dalam hal beribadah.

Sebagaimana yang telah diatur dalam Al-Quran dan Hadis, banyak aturan yang memberikan petunjuk kepada umat Islam agar hidupnya memilki arah dan selalu dalam koridor kebenaran.

Salah satu aturan qaț’i yang ada dalam ajaran Islam ialah umatnya di wajibkan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman halal. Secara otomatis sebagai umat yang memiliki rasa keimanan yang tinggi akan selalu berusaha untuk menjalankan syariat Islam yang telah ada dalam petunjuk Al-Quran dan Al-Hadits.

Seperti petunjuk dari ayat Al-Quran Surah A’basa (80) ayat 24 berikut ini:









Artinya:

Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.2

Dalam hal ini manusia diberikan petunjuk berupa ayat yang memerintahkan manusia agar memperhatikan makanannya نﺎﺴﻧﻻا ﺮﻈﻨﯿﻠﻓ (maka hendaklah manusia itu memperhatikan) dengan memasang akalnya – ﮫﻣﺎﻌط ﻰﻟا (kepada makanannya) bagaimanakah makanan itu di ciptakan dan diatur untuknya?3 Pendapat lain diungkapkan M. Quraish Shihab sebagai berikut:

1 Tirtawinata, Tien Chudrin, Makanan Dalam persfektif Al-Quran dan Ilmu Gizi, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006, h. 1

2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta:1971, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Quran, h. 1025

3 Imam Jalaluddin Al-Mahli, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzulnya, Cet. Ke 3, Bandung: 2005, Sinar Baru Algesindo. h. 1268

(3)

Kata (ﺮﻈﻨﯾ) yanzhur dapat berarti melihat dengan mata kepala bisa juga melihat dengan mata hati yakni merenung/berpikir. Thahir Ibn Asyur memahaminya di sini dalam arti melihat dengan mata kepala karena ada kata (ﻰﻟإ) ila/ ke yang mengiringi kata tersebut. Tentu saja melihat dengan pandangan mata harus dibarengi dengan upaya berpikir, dan inilah yang dimaksud oleh ayat diatas.4

Pedagang makanan yang ada di lingkungan Jalan Pilau RT 02 RW 03 Kelurahan Panarung Palangka Raya menjual beragam makanan, mulai dari makanan cepat saji, kue kering, kue basah hingga makanan pokok sehari-sehari. Dalam berdagang, kebanyakan pedagang makanan dilingkungan Jalan Pilau RT 02 RW 03 Kelurahan Panarung Kota Palangka Raya, masih belum memperhatikan objek pendukung yang sangat penting pada produk yang dijual yaitu sertifikasi halal pada produk yang dijualnya.

Sertifikasi halal merupakan salah satu hal yang menunjang untuk memberikan rasa aman kepada para pelanggan terhadap makanan yang dijual oleh para pedagang khususnya pedagang makanan dilingkungan Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 Kelurahan Panarung Palangka Raya. Sebab dengan adanya setifikasi halal yang dimiliki oleh para pedagang makanan Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 Kelurahan Panarung Palangtka Raya, setidaknya akan membuat para pelanggan bertambah yakin dan tak akan ragu lagi dalam mengkonsumsi makanan yang akan dibeli.

Begitu sangat pentingnya mengkonsumsi makanan yang halal bagi umat Islam, karena memang demikian perintah syari’at agama Islam. Allah berfirman dalam Al-Quran surah Al-Baqarah (2) ayat 172:

















……..

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu…….5

4 Shihab, M.Quraish, Tafsir Al-Misbah, cet. ke X, Ciputat:2007, Lentera Hati, h. 71

5 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 42

(4)

Jika memahami tentang beberapa ayat tersebut, pasti akan muncul pertanyaan dalam pikiran umat Islam, mengenai bagaimana makanan yang dianggap halal dan țayyib? Kenapa ada beberapa makanan yang di haramkan?

Pertanyaan-pertanyaan di atas tentu akan menghampiri pikiran umat Islam yang benar-benar memerlukan jawaban atas keingintahuan mereka mengenai kejelasan hal tersebut. Oleh karena itu, setiap permasalahan yang baru bermunculan tersebut akan di tanyakan kepada Majelis UIlama Indonesia (MUI) khususnya MUI Kota Palangka Raya terutama tentang kehalalan suatu makanan, agar didapat suatu jawaban atas ketidakjelasan yang muncul dari fenomena-fenomena yang membuat pertanyaan mengenai makanan yang halal dan țayyib tersebut. Sebagaimana fungsinya, MUI adalah lembaga yang memberikan jawaban atas segala masalah- masalah hukum Islam terbaru yang bermunculan tersebut. Jawaban atas permasalahan yang berkembang di masyarakat ini di kemas dalam bentuk fatwa. M. Atho Mudzar dalam bukunya mengatakan: “Fungsi MUI adalah memberikan fatwa dan nasihat mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan umat Islam umumnya, sebagai amar ma’ruf nahi munkar.”6

Sertifikasihalal pada makanan merupakan upaya yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar umat Islam dapat selalu menjaga diri agar tidak terjerumus pada hal-hal yang merugikan, upaya Majelis Ulama Indonesia ini tercantum dalam Fatwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, dalam rapat Komisi bersama LPPOM MUI, pada hari Rabu, tanggal 13 Muharram 1431 H/30 Desember 2009 M. Dalam fatwanya, MUI berpegang teguh pada nash-nash dalam Al-Quran maupun Al-Hadis yang berkenaan tentang petunjuk kepada umat Islam yang beriman agar menjaga kahalalan dan kebaikan makanan yang dikonsumsinya.

Oleh sebab itu, dengan adanya kemajuan perkembangan industri pangan di Indonesia semakin hari kian meningkat, terutama beragam dagangan yang dijual oleh

6 M. Atho Mudzar, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Persfektif Hukum dan Perundang- Undangan, Jakarta, Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2012, cetakan ke II, h. 4

(5)

para pedagang makanan dilingkungan Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 Kelurahan Panarung Palangka Raya. Hal ini membuat banyaknya ragam makanan yang sekarang beredar seperti snack hingga makanan pokok yang dikemas sedemikian rupa dan dapat menarik selera masyarakat untuk mengkonsumsinya. Sehingga hal tersebut menjadi kekhawatiran sebagian masyarakat, khususnya masyarakat muslim yang cenderung sangat memperhatikan tentang kehalalan produk makanan tersebut.

1. Pengertian Persepsi

Sebagaimana tujuan untuk mengetahui tentang persepsi para pedagang makanan di lingkungan Jalan Pilau RT. 02 RW 03 Kelurahan Panarung Palangka Raya, akan penulis paparkan secara singkat pengertian dari persepsi terlebih dahulu.

Persepsi adalah proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti.7 Menurut kamus besar bahasa Indonesia persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari suatu serapan8. Dengan kata lain, persepsi tidak hanya bergantung pada stimulus fisik, tapi juga bergantung pada stimulus terhadap lingkungan dan kondisi disekitar kita.

2. Pengertian Pedagang Makanan

Pedagang berasal dari kata dagang yang berarti pekerjaan yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan.9 Sedangkan kata pedagang berarti orang yang mencari nafkah dengan berdagang.10

3. Pengertian Makanan Yang Halal

Makan adalah kebutuhan jasmani yang harus dipenuhi.11Makanan menurut bahasa adalah terjemahan dari kata ța’ ām bentuk tunggal dari kata țā’imah.12 Dalam

7 Muthia Rahma Dianti, Pengaruh Faktor Psikologis Subbudaya Agama Terhadap Keputusan Pembelian Produk Halal di Kota Padang (Studi Kasus Pada Kosmetik Wardah), 2012, h. 3

8 Debdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. Ke 3, Jakarta: 1990, Balai Pustaka, h. 675

9 Ibid, h. 179

10 Ibid, h. 180

(6)

bahasa Indonesia makanan berarti segala yang boleh dimakan seperti panganan, lauk pauk dan kue-kue.

Dalam hal makanan, umat Islam diwajibkan memperhatikan makanannnya agar terhindar dari dosa akibat mengkonsumsi makanan yang haram. Dalam buku Pedoman Fatwa Produk Halal Departemen Agama RI:

Pangan halal adalah pangan yang jika dikonsumsi tidak mengakibatkan mendapat siksa (dosa), dan pangan haram adalah pangan yang jika dikonsumsi akan berakibat mendapat dosa dan siksa (azab) dari Allah SWT.13

Dengan demikian, ketika pelaku usaha ingin menyatakan bahwa produknya halal, baik produsen maupun importer harus bersedia untuk dievaluasi, di periksa dan diawasi proses produksinya untuk memastikan tidak adanya bahan yang dilarang oleh syariat Islam masuk ke dalam seluruh mata rantai produksi dan distribusinya.14

4. Pengertian Sertifikasi

Sertifikasi halal dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengujian secara sistematik untuk mengetahui apakah suatu barang yang di produksi suatu perusahaan telah memenuhi ketentuan halal.15

Sertifikasi halal pada makanan merupakan hal yang penting, mengingat di Indonesia umat muslim merupakan mayoritas, sudah semestinya permasalahan sertifikasi halal pada produk makanan merupakan suatu kebutuhan vital yang sangat berpengaruh pada proses kehidupan sehari-hari. Untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen dan meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian,

11 Mohammad Jauhar, Makanan Halal menurut Islam, cet. Ke 1, Jakarta: 2009, PT. Prestasi Pustakarya, h. 97

12 Kementrian Agama RI, Kesehatan Dalam Perspektif Al-Quran, Jakarta: 2012, PT. Sinergi Pustaka Indonesia h. 221

13 Agama, Departemen, Pedoman Fatwa Produk Halal, Jakarta: Proyek Pembinaan Pangan Halal Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama RI, 2003, h. 3

14 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelengaraan Haji, Pedoman Labelisasi, hal, h. 4

15 Siti Muslimah, “Label Hal Pada Produk Pangan Kemasan Dalam Perspektif Perlindungan Konsumen Muslim”, Jurnal Yustisia, Edisi 83, Mei-Agustus 2011, h. 21

(7)

kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab, pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen.16

Sertifikat halal mempunyai perspektif ekonomi yang luas di mana kalau ditinjau dari sisi produsen sertifikat halal mempunyai peran antara lain:17

a. Sebagai pertanggung jawaban produsen kepada konsumen muslim,mengingat masalah halal merupakan bagian dari prinsip hidup muslim,

b. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumen, c. Meningkatkan citra dan daya saing perusahaan, dan d. Sebagai alat pemasaran serta memperluas area pemasaran.

Pada dasarnya tidak ada paksaan bagi pelaku usaha untuk menggunakan tanda halal atau tidak. Tetapi apabila pelaku usaha telah memutuskan untuk menggunakan tanda halal, maka baginya terkena kewajiban untuk memutuskan beberapa ketentuan sistem jaminan produk halal, yaitu menerapkan sistem produksi halal, lolos audit halal, mendapat fatwa halal yang diregistrasi di Departeman Agama dan menggunakan tanda halal resmi.18 Berikut proses sertifikasi halal:19

16 Ibid, h. 6

17 Siti Muslimah, “Label Halal Pada Produk Pangan, h. 21

18 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelengaraan Haji, Pedoman Labelisasi... h.

68

19 Ibid, h. 69

(8)

Sertifikasi Halal dan Pencantuman Tanda Halal Permohonan Pemeriksaan Ke MUI

Dokumen-dokumen:

a. Data Perusahaan & Rencana Sistem Jaminan Produksi Halal (RSJPH) b. Data produk yang akan di audit. Daftar bahan baku/tambahan/penolong

disertai dengan spesifikasi dan sertifikasi yang mendukung kehalalannya, bagan alir produksi.

c. Surat pernyataan kesediaan untuk dilakukan pemeriksaan.

Pemeriksaan ke lokasi oleh Tim Auditor Halal

Dokumen yang mendukung kehalalan sudah

Lengkap laporan audit

Komisi Fatwa MUI Keputusan Komisi Fatwa MUI

Produk dinyatakan halal

Sertifikat halal/Registrasi ke Depag

Izin pencantuman tanda halal Dokumen Lengkap Tidak

Lengkapi Dokumen

Melengkapi dokumen/usulan perbaikan proses

Ditolak

Perlu perbaikan proses produksi

(9)

5. Persepsi Pedagang Makanan Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 Tentang Sertifikasi Halal Pada Makanan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, persepsi pedagang makanan di Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 Kelurahan Panarung Palangka Raya cukup beragam.

Keberagaman persepsi itu terbukti dari pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh para subjek penelitian. Pernyataan para subjek penelitian mengenai konteks makanan yang halal hampir seluruhnya memiliki persepsi yang sama.

a. Pendapat Para Subjek Penelitian Tentang Makanan Yang Halal.

Pendapat para subjek penelitian hampir seluruhnya sama mengenai makanan yang halal. Dimana para subjek menganggap makanan yang halal itu adalah makanan yang tidak dilarang oleh agama Islam, makanan yang halal adalah makanan yang tidak dilarang dalam Al-Quran, makanan halal itu haruslah bersih dan tentunya makanan yang halal harus menyehatkan. Semua pernyataan mengenai makanan yang halal tersebut tentunya sebagaimana petunjuk Allah dalam Al-Quran Surah Al- Maidah (5) ayat 88:

























Artinya:

Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.20

Dalam ayat Al-Quran di atas jelas menyatakan bahwa makanan yang halal adalah makanan yang tidak hanya sekedar halal namun juga bermanfaat bagi manusia. Sebagaimana pernyataan yang di sampaikan oleh Subjek IV dan Subjek V yang menyatakan makanan yang halal adalah makanan yang tidak hanya boleh di makan melainkan juga makanan yang bersih dan menyehatkan serta bahannya tidak

20 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (1971), h. 158

(10)

membahayakan tubuh. Makanan yang di konsumsi dan tidak membahayakan tubuh seperti yang dinyatakan dalam Al-Quran surah Al-Baqarah (2) ayat 195:



















……..

Artinya:

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan……..21 Sehingga dari berbagai pendapat Para Subjek di atas dapat diambil kesimpulan bahwa makanan halal memiliki ciri sebagai berikut:

b. Suci, bukan najis atau yang terkena najis, seperti yang disampaikan oleh surah Al-Baqarah (2) ayat 173:

























Artinya:

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.22 c. Aman, tidak bermudharat baik yang langsung maupun yang tidak langsung,

Allah sampaikan dalam Al-Quran surah Al-Baqarah (2) ayat 195 :



















Artinya:

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan.23

d. Pengetahuan Para Subjek Mengenai Sertifikasi Halal Pada Makanan Yang Di Jual.

Kemudian peneliti menanyakan mengenai pengetahuan para pedagang makanan di Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 Kelurahan Panarung Palangka Raya tentang sertifikasi halal juga beragam. Subjek I menyatakan bahwa belum pernah mengetahui

21 Ibid, h. 47

22 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 42

23 Ibid, h. 47

(11)

tentang sertifikasi halal, Subjek II menyatakan pernah mendengar dan cukup mengetahui mengenai sertifikasi halal,sebab menurut Subjek II sertifikasi halal itu cukup sukar di terapkan karena kurang adanya sosialisasi mengenai hal tersebut.

Untuk mengurusnya pun menurut Subjek II sukar dilakukan karena harus melalui Balai POM dan Kementerian Agama. Belum lagi jika ingin mendaftarnya harus dikenakan biaya. Meski demikian Subjek II menganggap sertifikasi halal ini adalah hal yang penting untuk daganganya namun karena hal itu sukar untuk diurus sehingga Subjek II masih belum ingin melakukan sertifikasi halal pada dagangannya. Kecuali jika biaya untuk pendaftarannya dapat di gratiskan atau minimal biayanya lebih diringankan maka tidak menutup kemungkinan Subjek II akan mendaftarkan dagangannya untuk memiliki sertifikasi halal.

e. Pendapat Para Subjek Penelitian Mengenai Manfaat Serifikasi Halal.

Selanjutnya peneliti menanyakan pendapat para subjek mengenai manfaat yang dapat dirasakan jika para Subjek Penelitian memiliki sertifikasi halal pada makanan yang dijualnya adalah beragam. Subjek I, II dan III menyatakan sertifikasi halal dapat menunjang pendapatan dikarenakan para pembeli akan semakin yakin bahwa makanan yang dijual berbahan halal. Sehingga para pembeli tidak akan ragu lagi dalam membeli dagangannya.

Berbeda halnya dengan Subjek IV dan Subjek V, menurut Subjek IV sertifikasi halal pada dagangannya tidak terlalu berpengaruh pada dagangannya.

Subjek IV menganggap bahwa meski tidak memiliki sertifikasi halal dagangnnya akan tetap ramai dan laku di beli oleh para pelanggannya. Kemudian bagi Subjek V sertifikasi halal juga belum menjamin bertambah laku atau tidak pada dagangannya.

Sebab, meskipun sertifikasi halal baginya adalah hal yang penting, namun akan lebih penting lagi jika Subjek V bisa selalu mempertahankan cita rasa dan kebersihan pada dagangannya.

Dari berbagai pendapat yang diutarakan oleh para subjek penelitian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sertifikasi halal masih menjadi hal yang asing dalam

(12)

proses aktivitas dagang mereka sehari-hari. Sehingga membuat berbagai macam persepsi yang muncul pun berbeda-beda. Sebab sertifikasi halal masih belum tersosialisai dengan baik. Sehingga hanya ada segelintir pedagang di lingkungan Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 Kelurahan Panarung Palangka Raya yang mengetahuinya.

f. Sikap MUI Kota Palangka Raya Dalam Mengelola Para Pedagang Makanan Jalan Pilau RT.02 RW.03 Kelurahan Panarung Palangka Raya Dalam Hal Sertifikasi Halal Pada Makanan Yang Dijual.

Dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palangka Raya memberikan pernyataan dan informasi mengenai fenomena yang terjadi pada para Pedagang Makanan Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 Kelurahan Panarung Palangka Raya. Peneliti mendatangi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palangka Raya untuk melakukan triangulasi data terkait hasil penelitian yang dilakukan mengenai Persepsi Pedagang Makanan Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 Kelurahan Panarung Palangka Raya. Informan I dan Informan II memberikan keterangan yang tidak jauh berbeda mengenai makanan yang halal dalam Agama Islam, yakni makanan yang halal itu adalah makanan yang dapat membawa kepada kepribadian yang baik, membuat yang mengkonsumsinya menjadi cerdas dan selalu mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

Namun, ketika peneliti meminta keterangan mengenai fenomena yang terjadi pada Pedagang Makanan Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 Kelurahan Panarung Palangka Raya tentang kurangnya pengetahuan mereka mengenai sertifikasi halal, kedua Informan sama-sama menyatakan bahwa sertifikasi halal tersebut belum pernah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palangka Raya. Dalam hal sertifikasi halal, bagi kedua Informan selama ini hanya dilakukan di Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalimantan Tengah saja. Meskipun pernah ada pedagang yang ingin mengajukan sertifikasi halal, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palangka Raya akan menginstruksikan pembuatannya ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalimantan Tengah.

(13)

Bagi Informan I, hal tersebut di karenakan ketidak beranian dalam menetapkan sertifikasi halal tersebut dan disebabkan karena proses yang dilakukan cukup panjang. Prosesnya harus melewati musyawarah dan koordinasi agar selanjutnya dapat ditetapkan halal atau tidaknya makanan tersebut. Oleh sebab itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palangka Raya belum pernah mengeluarkan sertifikasi halal, khususnya pada makanan yang dijual para pedagang yang ada di Kota Palangka Raya, terutama dagangan para Pedagang Makanan Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 Kelurahan Panarung Palangka Raya.

Menurut Informan I dan Informan II, kriteria dagangan yang dapat mengajukan sertifikasi halal pun masih belum di fatwakan. Sehingga jika para pedagang makanan khususnya yang berada di lingkungan Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 dapat mengajukannya terlebih dahulu. Namun, untuk prosesnya bagi Informan I tetap akan di serahkan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalimantan Tengah. Kemudian sikap yang dapat diterapkan dalam penginstruksian sertifikasi halal pada makanan ini bagi Informan I hanyalah sebagai anjuran dan himbauan saja.

Namun bagi Informan II untuk memassifkan anjuran dan himbauan mengenai sertifikasi halal ini dapat dilakukan dengan cara menyelipkan materi sertifikasi halal pada pengajian-pengajian atau majelis-majelis ta’lim yang ada di Kota Palangka Raya.

Kemudian dalam hal sosialisasi terkait fatwa-fatwa yang salah satunya terhadap cara untuk memassifkan sertifikasi halal pada makanan kepada para pedagang makanan khususnya pedagang makanan Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 Kelurahan Panarung Palangka Raya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palangka Raya menyatakan pernah melakukan sekali dan waktunya pun sudah tidak ingat lagi dan sasaran pesertanya sebagian terdiri dari marbot Masjid dan ulama-ulama. Pihak informan tidak menyebutkan adanya segelintir pedagang yang terlibat dalam sosialisasi tersebut. Hal ini semakin mendukung bahwa kurangnya pengetahuan para pedagang makanan khususnya dilingkungan Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 Kelurahan

(14)

Panarung Palangka Raya bahwa sosialisasi mengenai sertifikasi halal masih kurang didapatkan.

(15)

g. Kesimpulan

1. Para subjek penelitian menganggap makanan yang halal sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian bagi sebagaian subjek penelitian sertifikasi halal pada makanan pada makanan yang dujualnya adalah hal yang penting dan akan memberikan manfaat yang baik bagi makanan yang dijualnya. Namun, bagi sebagian subjek penelitian yang lainnya sertifikasi halal tidaklah terlalu penting.

Sebab, selain sukar dalam mengurusnya, bagi sebagian subjek penelitian menyatakan sertifikasi halal tersebut tidak akan berdampak manfaat bagi makanan yang dijualnya.

2. Sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palangka Raya terhadap fenomena yang terjadi pada pedagang makanan dilingkungan Jalan Pilau RT. 02 RW. 03 Kelurahan Panarung Palangka Raya diantaranya adalah dengan menghimbau atau mengajurkan untuk memiliki sertifikasi halal pada dagangan yang dijual.

Meskipun Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palangka Raya masih belum pernah mengeluarkan sertifikasi halal hingga saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Afiffudin, Saebani, dan Beni Ahmad, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:

Pustaka Setia, 2009

Ary, Donald, PengantarPenelitian Dalam Pendidikan, terjemahan Drs. Arief Furchan, Usaha Nasional

Al-Mahli, Imam Jalaluddin, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzulnya, cet. ke-3, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Quran, 1971

Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Pedoman Penulisan Skripsi, 2010

(16)

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Buku Pedoman Penulisan Skripsi, 2012

Indra, Hasbi, Halal Haram Dalam Makanan, Jakarta: Penamadani, 2004

Jauhar, Muhammad, Makanan Halal Menurut Islam, cet. ke-1, Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2009

Kementerian Agama RI, Kesehatan Dalam Perspektif Al-Quran, Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012

Kementerian Agama RI, Pedoman Labelisasi Halal, Proyek Pembinaan Pangan Halal Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2003

Kholiq, Muhammad, Studi Analisis Terhadap Produk Makanan dan Minuman Olahan Yang Belum Bersertifikasi Halal (Studi Kasus Pada IKM di Kota Semarang), Skripsi, Semarang; Institut Agama Islam Negeri, 2010

Kitab 9 Imam Hadits, Lidwa Pustaka i-software

Kota Palangka Raya, Badan Pusat Statistik, Katalog BPS, Palangka Raya: Badan Pusat Statistik Kota Palangka Raya, 2013

Mudzar, M. Atho Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Persfektif Hukum dan Perundang-Undangan, cet. ke-2, Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2012 Muthia Rahma Dianti, Pengaruh Faktor Psikologis Subbudaya Agama Terhadap

Keputusan Pembelian Produk Halal di Kota Padang (Studi Kasus Pada Kosmetik Wardah), 2012

Muslimah, Siti, Label Halal Pada Produk Pangan Kemasan Dalam Perspektif Perlindungan Konsumen Muslim, Jurnal Yustisia, Edisi 83, Mei-Agustus 2011

Pasha, Mustafa Kamal, dkk, Fikih Islam, cet. ke-3, Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003

Qardhawi, Yusuf, Al Halalu wa al Haramu fil Islam (Halal dan Haram dalam Islam), Karya Utama: Surabaya

Saebani, Beni Ahmad, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Pustaka Setia, 2009

(17)

Suyanto, Bagong, dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Prenada Media, 2005

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Pedoman Penulisan Skripsi, 2013 Tirtawinata binti Masduki Sp.,G K., Dr. Hj. Tien Chudrin, Makanan Dalam Persfektif

Al-Quran dan Ilmu Gizi, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006

Utsman, Sabian, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, cet ke-2, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 2 menunjukan perbandingan rata-rata perubahan kadar air sampel dari beberapa sampel yang di campur dengan nanomaterial dan beberapa sampel yang di campur dengan semen

E-audit adalah sebuah pemeriksaan yang menggunakan sistem komputer berjaringan.E-audit diterapkan dengan menggunakan pemanfaatan teknologi informasi yang telah menjadi

dikatakan telah memasuki kondisi tidak sadarkan diri. Pacing bertujuan membangun kedekatan guru dengan siswa. Leading berarti memimpin atau mengarahkan setelah

Alat pengujian yang digunakan memiliki ketelitian yang kurang dikarenakan pembacaan alat belum menggunakan sistem komputer sehingga faktor kesalahan pembacaan hasil

Penyidikan terhadap pelaku tindak pidana penyelundupan manusia yang dilakukan Kepolisian Resor Kota Pekanbaru dalam hal kasus tertangkap tangan yaitu supiono ini

Faktor – faktor yang mempengaruhi konflik keluarga – pekerjaan terhadap kepuasan kerja yaitu (1) Jenis Pekerjaan karena pekerjaan sebagai dosen awalnya bukan merupakan

Akibat hukum pernyataan tersebut ternyata merugikan hak atas tanah yang dipunyai rakyat sebagai perseorangan serta hak ulayat yang dipunyai oleh masyarakat hukum

Pertumbuhan Kredit Bank Umum Konvensional dan pembiayaan Bank Umum Syariah yang juga terus tumbuh membaik setiap tahunnya diharapkan dapat mendorong keberhasilan