• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang alamiah dan aman, dengan kata lain masyarakat telah kembali ke obat tradisional atau herbal. Ini dikarenakan obat kimia mudah terakumulasi dan skurang efektif untuk penyakit tertentu (Syukur dan Hernani, 2001).

Di Indonesia nama rosella sudah dikenal sejak tahun 1922, dimana rosella telah tumbuh subur secara liar disepanjang lintasan kereta api Indramayu, Jawa Barat, terutama di musim hujan terlihat hamparan kelopak bunga kuning dan merah rosella yang bermekaran. Tanaman ini memiliki dua varietas dengan budidaya dan manfaat yang berbeda, yaitu : (i) Hibiscus sabdariffa var. Altisima, rosela berkelopak bunga kuning yang sudah lama dikembangkan untuk diambil serat batangnya sebagai bahan baku pulp dan karung goni; dan (ii) Hibiscus sabdariffa var. Sabdariffa, rosela berkelopak bunga merah yang kini mulai

diminati petani dan dikembangkan untuk diambil kelopak bunga, yang digunakan sebagai tanaman herbal (Wiguna, 2007).

Hampir seluruh bagian, terutama kelopak bunga, biji, daun dan akar tanaman rosella bermanfaat sebagai obat dan perawatan kesehatan tubuh.

Kandungan Vitamin C yang tinggi dibandingkan buah-buahan seperti jeruk, apel, papaya, dan jambu biji. Kelopak bunga rosella mampu meningkatkan daya tahan

(2)

Tanaman rosella dapat tumbuh secara optimal pada ketinggian 0-900 m dpl, tetapi rosella tumbuh baik di dataran rendah dengan ketinggian

0-500 m dpl baik itu pada tanah regosol, aluvial, dan latosol dengan tekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan pH 6-7. Pertumbuhan Rosella dapat optimal di kisaran 20-34 derajat celcius, dengan lahan terbuka yang memiliki curah hujan cukup dan dengan kelembaban 60-75%. Kebutuhan air pada tanaman muda cukup tinggi, sedangkan pada tanaman dewasa yang berbunga, relatif sedikit (Sinar Tani, 2009).

Hujan atau kelembaban dan pengairan yang tinggi selama masa panen dapat menurunkan kualitas kelopak bunga dan menurunkan produksi. Selain itu, tanaman menjadi mudah rebah karena keberatan buah, karena itu tanaman perlu disangga dengan bambu atau kayu. Tingginya juga mencapai 3-5 m rosella yang memiliki irigasi mengahasilkan jumlah kelopak yang lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak diberi air irigasi (Mardiah dkk, 2009).

Umumnya bunga rosella ditanam secara monokultur. Populasi per hektarnya mencapai 4,445 hingga 8,334 pohon. Benih yang diperlukan untuk lahan 1 hektar berkisar kira-kira 400 gr. Satu pohon dapat menghasilkan 2 sampai 4 kg kelopak bunga rosella basah (Yeni, 2007).

Pemupukan bunga rosella dilakukan ketika tanaman berumur 3, 7, dan 8 bulan. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kompos atau pupuk kandang dan kemudian diikuti dengan pupuk buatan. Dinas Pertanian Jawa Timur (2005) merekomendasikan dosis pemupukan 300 kg urea per ha, 150 kg NPK per ha, 150 kg KCL per ha, dan pupuk kandang dengan dosis 10-20 ton/ha. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara biopestisida (organik), misalnya untuk

(3)

mengatasi kutu daun dan serangan belalang disemprotkan cairan tembakau dan bawang putih (Maryani dan Kristiana, 2005).

Produksi rosella sekitar 2-3 ton/ha kelopak segar tanpa biji atau 200-375 kg/hektar kelopak rosella kering, dan biji kering 2-3 kali bobot kelopak. Harga kelopak bunga rosella juga cukup tinggi, untuk kelopak basah dijual dengan harga Rp 4.500-6.000/kg, sedangkan kelopak bunga rosella kering dijual dengan harga Rp 175.00-200.000/kg. Di negara Jepang, khususnya wilayah Okinawa sudah dimulai dibuat produk diversifikasi berbahan baku rosella untuk makanan dan

minuman kesehatan seperti mie instan, teh, jus, dan sari buah rosella (Maryani dan Kristiana, 2005).

Landasan Teori

Ilmu usaha tani merupakan proses menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi pertanian untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan yang maksimal (Suratiyah, 2006).

Di dalam proses produksi usahatani untuk menghasilkan suatu produk dapat dipengaruhi oleh satu atau beberapa faktor. Adapun faktor-faktor produksi yang digunakan, seperti modal, tanah, tenaga kerja, bibit, dan pupuk. Faktor-

faktor ini dapat mempengaruhi biaya dan pendapatan petani (Prawirokusumo, 1990).

Faktor produksi modal sangat diperlukan. Tanpa modal sudah pasti usaha tidak bisa dilakukan, paling tidak modal dibutuhkan untuk pengadaan bibit dan upah tenaga kerja. Dengan kata lain, keberadaan modal sangat menentukan tingkat atau macam teknologi yang diterapkan. Kekurangan modal menyebabkan

(4)

kurang masukan yang diberikan sehingga menimbulkan resiko kegagalan atau rendahnya hasil yang akan diterima (Daniel, 2002).

Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang tahan lama dan dapat dipakai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Luas lahan yang diusahakan petani akan mempengaruhi pendapatan, dimana semakin luas lahan yang diusahakan maka hasil produksi akan semakin besar. Tingkat hasil produksi yang

diperoleh adalah salah satu faktor dari pendapatan (Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja, 1993).

Curahan tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja manusia yang digunakan dalam setiap tahap kegiatan usahatani yang dihitung dalam satuan HKP (Hari Kerja Pria) baik yang berasal dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja untuk mengolah usahatani tidak konstan tetapi tergantung pada berbagai faktor seperti jenis tanah, cara pengairan dan jenis tanaman (Rahim dan Hastuti, 2007).

Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani umumnya diukur dengan jumlah

“hari”. Mengenai lamanya bekerja dalam satu hari tersebut terdapat variasi antara daerah satu dengan yang lainnya, kerena adanya perbedaan kebiasaan dan kondisi setempat. Walaupun dalam kenyataan kita mempunyai tiga jenis tenaga kerja namun dalam analisa usahatani berbagai jenis kerja tersebut biasanya dinyatakan dalam satu jenis tenaga kerja, yaitu tenaga kerja pria. Konversi tenaga kerja yang sering dipakai adalah satu tenaga wanita dewasa setara dengan 0,8 tenaga kerja pria dewasa, dan satu tenaga kerja anak-anak setara dengan 0,5 tenaga pria dewasa (Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja, 1993).

(5)

Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, dan peternak) untuk memperoleh faktor-faktor produksi, yang akan digunakan dalam mengelolah usahanya dalam mendapatkan hasil maksimal (Rahim dan Hastuti, 2007).

Biaya diklasifikasikan kedalam beberapa golongan sesuai dengan tujuan spesifik dari analisis yang dikerjakan, yaitu: (a) Biaya tetap; (b) Biaya tidak tetap.

Biaya tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit.

Biaya tetap tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh.

Sedangkan biaya tidak tetap merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 1995).

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga produksi. Pendapatan usahatani adalah selisih antara

penerimaan dan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam sekali periode (Suratiyah, 2006).

Menurut Suratiyah (2006) pendapatan dan biaya usahatani ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal terdiri dari umur petani, pendidikan, pengetahuan, pengalaman, keterampilan, jumlah tenaga kerja, luas lahan dan modal. Faktor eksternal berupa harga dan ketersedian sarana produksi.

Ketersedian sarana produksi dan harga tidak dapat dikuasai oleh petani sebagai individu meskipun dana tersedia. Bila salah satu sarana produksi tidak tersedia maka petani akan mengurangi penggunaan faktor produksi tersebut, demikian juga dengan harga sarana produksi misalnya harga pupuk sangat tinggi bahkan tidak terjangkau akan mempengaruhi biaya dan pendapatan.

(6)

Untuk menganalisa imbangan penerimaan dan biaya, metode yang digunakan adalah Return Cost Ratio (R/C), R/C bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan dari suatu kegiatan cabang usahatani berdasarkan perhitungan finansial. Analisa ini akan menguji seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dipakai dalam kegiatan cabang usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah penerimaan (Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja, 1993).

Jika R/C Ratio > 1, maka usahatani yang dijalankan mengalami keuntungan atau layak untuk dikembangkan. Jika R/C Ratio < 1, maka usahatani tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan, sedangkan bila R/C Ratio = 1, maka cabang usahatani ini tidak rugi dan juga tidak untung (Soekartawi, 1995).

Kerangka Pemikiran

Petani merupakan individu yang melakukan suatu kegiatan usahatani, dalam hal ini adalah usahatani bunga rosella. Usahatani bunga rosella adalah usahatani yang memproduksi kelopak bunga rosella sebagai komoditas utama didalam usaha. Dalam mengusahakan bunga rosella ini petani menggunakan faktor produksi. Ketersediaan faktor produksi akan berpengaruh pada proses produksi dan hasil produksi. Adapun faktor produksi yang digunakan dalam usahatani bunga rosella ini berupa lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk, obat-obatan.

Produksi bunga rosella dinyatakan dalam satuan kg atau ton.

Penerimaan usahatani dipengaruhi harga jual produk di pasar, dimana penerimaan yang diterima oleh petani dari usahatani bunga rosella adalah perkalian antara produksi fisik yang berupa kelopak bunga rosella dengan harga

(7)

jual. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani dengan seluruh total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi mulai dari penanaman hingga kegiatan panen dalam satu periode kegiatan produksi.

Pendapatan ini akan digunakan petani untuk kelanjutan usahataninya sebagian lagi digunakan petani untuk usaha lainnya.

Dalam menjalankan usahatani ini, petani bunga rosella perlu mengetahui layak atau tidaknya usahatani ini diusahakan dan dikembangkan maka dilakukan analisis kelayakan usahatani. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam kerangka pemikiran sebagai berikut:

(8)

Keterangan :

= Menyatakan Hubungan

= Mempengaruhi

Gambar 1.1 Skema Kerangka Pemikiran

Faktor Produksi:

1. Lahan 2. Tenaga Kerja 3. Bibit

4. Pupuk 5. Obat-obatan

Proses Produksi

Penerimaan Usahatani Biaya Produksi

Produksi

Pendapatan Bersih Usahatani Bunga Rosella

R/C

Harga Jual Usahatani Bunga Rosella

Faktor Yang Mempengaruhi 1.Luas Lahan

2.Jumlah Tenaga kerja 3.Harga Pupuk

(9)

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini adalah:

1) Pendapatan usahatani bunga rosella di daerah penelitian tinggi.

2) a. Ada pengaruh positif dari luas lahan terhadap pendapatan usahatani bunga rosella di daerah penelitian.

b. Ada pengaruh positif dari jumlah tenaga kerja terhadap pendapatan usahatani bunga rosella di daerah penelitian.

c. Ada pengaruh negatif dari harga pupuk terhadap pendapatan usahatani bunga rosella di daerah penelitian.

3) Usahatani bunga rosella di daerah penelitian layak untuk dikembangkan.

Gambar

Gambar 1.1 Skema Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Bimbingan klasikal merupakan layanan dalam bimbingan dan konseling sebagai salah satu cara untuk membentuk karakter anak melui lagu dolanan anak yang nantinya akan

Modul ini berfungsi untuk memasukkan data login pengguna kedalam sistem, tugas dari seorang login pengguna adalah melakuan input data sesuai dengan hak aksesnya

Untuk memperoleh data melalui observasi partisipasi ini peneliti terjun langsung mengikuti beberapa kegiatan pendidikan di MI Negeri Paju Ponorogo dan MI Terpadu

10Base5, which is part of the IEEE 802.3 baseband physical layer specification, has a distance limit of 1640 feet - 500 meters - per

un musim tanam yang akan datang berjalan dengan baik; (2) Superstruktur yang terdiri atas bagian pendahuluan yang disebut wacana ti’i ka berupa ritual pemberian

Cakupan JPPPF meliputi: penelitian eksperimen, penelitian tindakan, penelitian kualitatif, penelitian kuantitatif, dan penelitian pengembangan (model, media, dan

Perspektif semacam ini dilakukan oleh beberapa cendikiawan semacam Bassam Tibi ketika membahas fenomena radikalisme Islam di kawasan Timur Tengah dan kawasan negara lain, dengan

Hasil lain memperlihatkan ada hubungan dukungan atasan dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di instansi kesehatan (p-value = 0,006; OR 3,87, 95% CI: 1,54 – 9,67)