• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai. Journal homepage

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai. Journal homepage"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

How to cite Istikomah, Widayati, W. & Anggraeni, S. (2021). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif pada Ibu Bekerja di Instansi Kesehatan. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai. 14(1). 48-57.

http://dx.doi.org/10.26630/jkm.v13i1.2654

Published by Politeknik Kesehatan Tanjung Karang, Indonesia. Open Acess

The Published Article is Licensed Under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License

Bagaimanakah Efek Dukungan Pimpinan dan Ketersediaan Pojok ASI dengan

Keberhasilan ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja ?

How Effects the Leadership Support and the Availability of Breastfeeding Rooms on the Successfully Of Exclusive Breastfeeding for Working Mothers ?

Istikomah1, Wahyu Widayati1, Sumi Anggraeni1 1Universitas Muhammadiyah Pringsewu, Indonesia

Corespondding: iis.pringsewu@gmail.com Alamat: Jl.KH Ahmad Dahlan No 112 Pringsewu, Kode pos 35373

Articlel Information Received Mey 2021 Revised June 2021 Accepted June 2021 Keyword: Exclusive breastfeeding; Health services; Working Mother; leadership support Abstracts

Background: Working breastfeeding mothers generally have obstacles in achieving the

success of exclusive breastfeeding. This becomes a challenge for working mothers, especially if health workers are to exclusively breastfeed their children for up to 6 months. Purpose: This study aims to determine the Faktors associated with exclusive breastfeeding for working mothers in health agencies in Pringsewu District, Lampung Province. Methods: This study used an observational analytic method with a cross-sectional study design. The research subjects were working mothers with a total of 93 people in the Pringsewu District Health Agency. Data analysis was carried out in univariate stages using a frequency distribution, for bivariate analysis using the chi-square test. Multivariate analysis using multiple logistic regression. Results: The results showed that the factors related to the success of exclusive breastfeeding in working mothers in health institutions were the availability of a lactation corner (p-value = 0.04; OR 0.38: 95% CI: 0.16-0.9) and leadership support. (p-value = 0.006; OR 3.87), Meanwhile, there is no relationship between the availability of breastfeeding counselors. The most dominant factor related to exclusive breastfeeding for working mothers is leadership support (p-value=0.003; ORa=4.46). Conclusion: This study shows that the work environment, both leadership support and the availability of breastfeeding corners are significantly related to the success of exclusive breastfeeding in mothers working in the office. Agency leaders should provide policies that support mothers to exclusively breastfeed their babies.

Kata kunci:

Faktor; ASI eksklusif; instansi kesehatan; ibu bekerja; dukungan atasan

Abstrak

Latar Belakang: Ibu menyusui bekerja umumnya memiliki hambatan dalam mencapai

keberhasilan pemberian air susu ibu secara eksklusif. Ini menjadi menjadi tantangan bagi ibu bekerja terutama bila tenaga kesehatan untuk menyusui anaknya sampai 6 bulan secara ekskluasif. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu secara eksklusif pada ibu bekerja di Instansi kesehatan sekabupaten Pringsewu Provinsi Lampung. Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik observasioanl dengan rancangan studi cross cetional. Subjek penelitian adalah ibu bekerja dengan jumlah 93 orang di Instansi Kesehatan Kabupatan Pringsewu. Analisis data dilakukan secara bertahap univariat menggunakan distribusi frekuensi, untuk analisis bivariate menggunakan uji chi square. Analisis multivariate menggunakan uji regresi logistik ganda. Hasil: Hasil penelitian diperoleh bahwa faktor yang berhubungan dengan keberhasilan ASI eksklusif pada ibu bekerja di instansi Kesehatan adalah ketersedian pojok latasi (p-value=0,04; OR 0,38: 95% CI: 0,16-0,9) dan dukungan atasan (p-value=0,006; OR 3,87), Sedangkan, variabel ketersedian konselor menyusui tidak ada hubungan. Faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja adalah atasan langsung (p-value=0,003; ORa=4,46). Simpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan kerja, baik dukungan pimpinan maupun tersedia pojok pemberian air susu ibu berhubungan signifikan dengan keberhasilan ASI eksklusif pada Ibu bekerja di kantor. Para pimpinan Instansi hendaknya memberikan kebijakan yang menunjang Ibu memberikan air susu ibu secara eksklusif kepada bayinya..

Copyright Holder © Istikomah, Widayati, W. & Anggraeni, S. (2021). First Publication Righ: Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai.

(2)

49 Pendahuluan

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang ideal untuk bayi. ASI aman, bersih, ramah lingkungan dan mengandung antibodi yang membantu melindungi terhadap banyak penyakit umum yang terjadi pada anak. Anak yang diberi ASI secara optimal menunjukkan tes kecerdasan yang lebih baik, cenderung tidak mengalami kelebihan berat badan atau obesitas dan tidak rentan terhadap penyakit diabetes di kemudian hari. Wanita yang menyusui juga memiliki risiko yang lebih rendah terkena kanker payudara dan ovarium (WHO, 2017). ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat, vitamin, dan mineral) (Kemenkes, 2016).

Sejak tahun 2001 World Health Organization (WHO) sudah merekomendasikan untuk pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan tanpa memberikan makanan pendamping dan dilanjutkan sampai 2 tahun disertai dengan makanan pendamping karena selain mengandung zat nutrisi yang dibutuhkan, ASI juga meningkatkan daya tahan dan mengandung anti bakteri dan anti virus yang melindungi bayi terhadap infeksi termasuk diare dan infeksi saluran pernapasan. Dalam laporan WHO disebutkan bahwa hampir 90% kematian balita terjadi di negara berkembang dan lebih dari 40% kematian disebabkan diare dan infeksi saluran pernapasan akut, yang dapat dicegah dengan ASI eksklusif (Horta & Victora, 2013).

Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) tahun 2016 menyatakan bahwa beban dari tidak menyusui di Indonesia diantaranya yaitu bertambahnya kerentanan terhadap penyakit (baik anak maupun ibu), biaya kesehatan untuk pengobatan, kerugian kognitif – hilangnya pendapatan bagi individual, dan biaya untuk membeli susu formula (Syarif, Yuliarti, Lestari, Sidiartha, & Maria, 2015). Persentase ASI eksklusif menurun terus setelah dua bulan pertama. Lebih dari 7 diantara 10 anak umur 4-5 bulan menerima makanan tambahan (44 %), air putih (8 %), susu atau cairan tambahan lainnya (8 %) sebagai tambahan dari ASI atau sepenuhnya sudah disapih (13 %) (Kemenkes RI, 2017). Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan seluruh provinsi tahun 2015 yaitu pada Provinsi Bengkulu sebesar 76,1%, DKI Jakarta sebesar 67,1% dan Provinsi Lampung sebesar 54,9%. Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Provinsi Lampung tahun 2015 sebesar 54,9%, dimana angka ini masih di bawah target yang diharapkan yaitu 80%. (Kemenkes RI, 2017) Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung yaitu, Kabupaten Lampung Tengah sebesar 71,8%, Kabupaten Lampung Barat sebesar 69,4%, Kabupaten Pringsewu sebesar 53,9%, Kabupaten Tanggamus sebesar 53,3% dan Kabupaten Lampung Timur sebesar 50,4% (Lampung, 2016)

Penurunan pemberian ASI secara eksklusif dipengaruhi oleh berbagai faktor, selain usia, pengetahuan dan dukungan suami, ada beberapa faktor lain yang juga sangat berpengaruh pada pemberian ASI eksklusif yaitu faktor kejiwaan ibu, misalnya ibu takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita karena dengan menyusui akan membuat bentuk payudara menjadi kurang menarik, ibu sering merasa kurang percaya diri bahwa bayinya tidak akan tumbuh dengan baik jika hanya diberi ASI, faktor lingkungan, misalnya ibu bekerja atau meniru teman yang juga memberikan susu formula kepada anaknya (Roesli, 2013).

Tingkat Partisispasi angkatan kerja perempuan meningkat dari tahun ke tahun disebabkan dorongan untuk menambah penghasilan keluarga. Pada ibu yang bekerja, sewaktu masa cuti hamil atau melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI Eksklusif berakhir sudah harus kembali bekerja, hal ini mengganggu upaya pemberian ASI Eksklusif (ILO, 2013).

(3)

50

Prevalensi ibu menyusui pada kalangan pekerja di Indonesia masih bervariasi, padahal pemerintah sangat mendukung pemberian ASI Eksklusif pada ibu bekerja yaitu dengan pelaksanaan ASI perah (ASIP). Temuan di salah satu perusahaan swasta di Jakarta menunjukkan hanya 56,7% ibu bekerja yang berhasil menyusui eksklusif. Demikian pula dengan hasil penelitian pada Instansi Pemerintah DKI Jakarta yang menemukan hanya 28% ibu bekerja yang berhasil memberikan ASI Eksklusif. Penelitian serupa juga pernah dilakukan di Bukit Tinggi pada tahun 2013 terhadap ibu bekerja yang sedang menyusui, bahwa dari 30 responden hanya 23,33% ibu yang melaksanakan ASI Perah, dari jumlah yang melaksanakan ASI Perah tersebut, 42,86% melakukan dengan tekhik yang baik dan 57,14% melaksanakan dengan tekhnik yang salah. Sebagian besar kegagalan pelaksanaan ASI Perah tersebut diakibatkan oleh sikap, pengetahuan ibu terhadap pemberian ASI, dan peraturan di tempat kerja (Rizkianti, Prasodjo, & Novianti, 2014)

Salah satu penyebab rendahnya pemberian ASI pada ibu yang bekerja adalah kurangnya pengetahuan ibu hamil, keluarga dan masyarakat akan pentingnya ASI. Masalah ini diperparah dengan gencarnya promosi susu formula dan kurangnya dukungan dari masyarakat, termasuk institusi yang mempekerjakan perempuan yang belum memberikan tempat dan kesempatan bagi ibu menyusui di tempat kerja (Indriani et al., 2016)

Upaya-upaya Pemerintah untuk Ibu Menyusui yang bekerja seiring dengan ditetapkannya PP Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif pada tanggal 1 Maret 2012. Peraturan ini dibuat dalam rangka melindungi, mendukung dan mempromosikan pemberian ASI Ekslusif sehingga perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan dukungan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Tenaga Kesehatan, masyarakat serta Keluarga agar ibu dapat memberikan ASI ekslusif kepada bayi. (Pemerintah Indonesia, 2013) Melalui PP ini pemerintah mengharuskan pengurus tempat kerja (perusahaan, perkantoran milik pemerintah, Pemda dan swasta) serta penyelenggaraan tempat sarana umum untuk mendukung program ASI ekslusif, menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan atau memerah ASI sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan, membuat peraturan internal yang mendukung keberhasilan program pemberian ASI ekslusif. Pengurus tempat kerja wajib memberikan kesempatan kepada ibu yang bekerja untuk memberikan ASI Ekslusif kepada bayi atau memerah ASI selama waktu kerja di tempat kerja.

Tenaga kesehatan perempuan merupakan bagian dari ibu bekerja yang secara fitrahnya akan menikah dan memiliki anak. Menyusui menjadi satu bagian tak terpisahkan dari proses tersebut. Keberhasilan seorang ibu dalam menyusui dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu, faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat (Notoatmodjo, 2015). Faktor predisposisi yang meliputi umur, pendidikan, pengetahuan, sikap, keterpaparan terhadap informasi. Faktor pemungkin meliputi kebijakan instansi, ketersediaan fasilitas. Sedangkan faktor penguatnya adalah adanya dukungan suami, dukungan keluarga dan yang tidak kalah pentingnya adalah dukungan dari tenaga kesehatan.. Fenomena yang ironis bila tenaga kesehatan kesehatan sendiri cakupan ASI eksklusif masih rendah. Dalam penelitian yang dilakukan di Ethiopia terhadap 178 tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) didapatkan hasil hanya 35,9% yang memberikan ASI eksklusif atau sebanyak 66 tenaga kesehatan (Dachew & Bifftu, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Nigeria terhadap 626 dokter hanya 11% yang memberikan ASI eksklusif (Sadoh, Sadoh, & Oniyelu, 2011).

Menurut penelitian yang dilakukan di Lampung tentang faktor yang berhubungan dengan ASI eksklusif pada ibu yang bekerja sebagai tenaga kesehatan didapatkan ada korelasi antara dukungan atasan dan dukungan teman kerja (Septiani, Budi, & Karbito, 2017) Hal ini terjadi karena pelaksanaan

(4)

51

manajemen laktasi ini membutuhkan kerjasama yang baik dari berbagai pihak.Tanpa adanya integritasi dan kerjasama yang baik maka hal ini sulit dilaksanakan karena masalah laktasi merupakan masalah yang kompleks.

Cakupan bayi mendapatkan ASI Ekslusif di Provinsi Lampung tahun 2015 sebesar 57,70%, dimana angka ini masih di bawah target yang diharapkan yaitu 80%.Kabupaten Pringsewu merupakan Kabupaten baru di Provinsi Lampung (Dinkes Provinsi Lampung, 2016) Cakupan ASI eksklusif di Kabupaten Pringsewu adalah 53,9 %. Terdapat 18 Instansi Kesehatan di wilayah kerja Kabupaten Pringsewu yang terdiri dari Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas, dan Instansi Pendidikan Kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif pada ibu bekerja di instansi kesehatan.

Metode

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif menggunakan survei analitik dengan rancangan cross

sectional. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja kabupaten Pringsewu pada tahun 2019. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang bekerja di Instansi kesehatan wilayah Kabupaten Pringsewu yang memiliki bayi usia 7-12 bulan yang berjumlah 120 responden.

Besar sampel menggunakan rumus survei analitik, sehingga didapatkan sampel minimal berjumlah 93 responden. Penarikan sampel menggunakan cluster random sampling dari 21 Instansi Kesehatan di wilayah Kabupaten Pringsewu. Kriteria inklusi adalah ibu yang memiliki bayi usia 7–12 bulan, bekerja di bawah intansi kesehatan wilayah kerja Kabupaten Pringsewu, bersedia menjadi responden. Sedangkan, kriteria eksklusi pada penelitain ini adalah tidak menyusui karena adanya penyakit dalam diri ibu atau kelainan pada payudara.

Pengumpulan data pada variabel dependen dan independen menggunakan lembar checklist. Hasil ukur untuk variable pojok ASI meliputi “tersedia” dan “tidak tersedia”, untuk variable konselor ASI meliputi “ada” atau “tidak ada” konselor menyusui yang telah terlatih, dan untuk dukungan atasan terdiri dari 6 pertanyaan dengan hasil ukur “mendukung” (jawaban kearah dukungan ≥ mean), dan tidak mendukung (jawaban kearah dukungan < mean). Sedangkan untuk variabel keberhasilan ASI eksklusif terdiri dari 3 pertanyaan dengan hasil ukur “Eksklusif” (apabila seluruh jawaban kearah jawaban positif), dan “tidak eksklusif (apabila salah satu jawaban atau lebih kearah negative). Instrumen yang digunakan berdasarkan hasil kajian teori yang telah di ujivaliditas dan reliabilitas peneliti sebelumnya.

Penerapan etik selama dalam pengumpulan data dilakukan dengan adanya izin penelitian dan

informed consent. Analisis data univariat menggunakan distribusi frekuensi, untuk analisis bivariate

menggunakan uji chi square. Analisis multivariate menggunakan uji regresi logistik ganda. Hasil

Gambaran responden

Gambaran responden pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif sebanyak 38 (40,9 %) responden, sedangkan yang tidak memberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak 55 (59,1%) responden. Berdasarkan variabel ketersedian pojok laktasi diperoleh hasil tersedia 52 (55,9%) responden sedangkan yang tidak tersedia yaitu 41 (44,1%) responden.Variabel konselor menyusui diperoleh hasil katagori ada berjumlah 57 (61,3%) responden, sedangkan katagori tidak ada terdapat 36 (38,7%) responden. Variabel dukungan atasan diperoleh hasil dukungan atasan dengan katagori mendukung yaitu 54 (58,1%) responden sedangkan katagori tidak mendukung 39 (41,9%)

(5)

52

Hasil analisis Bivariat

Hasil analisis bivariat dengan uji statistik chi square didapatkan nilai p-value = 0,04 < α = 0,05 dengan OR 0,38 95% CI ( 0,16-0,9) dapat disimpulkan bahwa ada hubungan ketersediaan fasilitas pojok laktasi dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja dan responden yang tidak memiliki ketersedian pojok laktasi berpeluang 0,38 kali untuk tidak memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan responden yang memiliki ketersedian pojok laktasi. Tidak ada hubungan ketersediaan konselor menyusui dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja (p-value 0,730). Hasil lain memperlihatkan ada hubungan dukungan atasan dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di instansi kesehatan (p-value = 0,006; OR 3,87, 95% CI: 1,54 – 9,67) dan responden yang tidak memiliki dukungan atasan berpeluang 3,87 kali untuk tidak memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan responden yang memiliki dukungan atasan (Tabel 2)

Tabel 1.

Distribusi Frekuensi Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja di Instansi Kesehatan (n=93)

Variabel n %

Pemberian ASI eksklusif ASI eksklusif

ASI tidak eksklusif

38 55 40,9 59,1 Pojok Laktasi Tersedia Tidak tersedia 52 41 55,9 44,1 Konselor Menyusui Ada Tidak Ada 57 36 61,3 38,7 Dukungan atasan Mendukung Tidak mendukung 54 39 58,1 41,9 Total 93 100 Tabel 2.

Hubungan Ketersediaan Fasilitas Pojok Laktasi dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja di Instansi Kesehatan (n=93)

Variabel

Pemberian ASI Eksklusif

P-value OR CI 95%

ASI eksklusif Tidak ASI eksklusif Total

n % n % N % Pokok laktasi Tersedia 16 30,8 36 69,2 52 100 0,04 0,38 (0,16-0,9) Tidak tersedia 22 53,7 19 46,3 41 100 Konselor menyusui Ada 22 38,6 35 61,4 57 100 0,73 - Tidak ada 16 44,4 20 55,6 36 100 Dukungan atasan Mendukung 29 53,7 25 46,3 54 100 0,006 3,87 (1,54-9,67) Tidak mendukung 9 23,1 30 76,9 39 100

(6)

53 Analisis Multivariat

Pada tahap multivariabel, semua variabel yang sudah lolos tahap seleksi bivariat dilakukan analisis secara bersama – sama dalam model dengan hasil pemodelan pada tabel 3.

Tabel 3.

Langkah pertama pemodelan regresi logistik

Variabel p-value OR 95%CI

Ketersedian pojok laktasi 0,03 0,31 0,11- 0,91

Ketersedian konselor menyusui 0,89 1,08 0,35- 3,28

Dukungan atasan 0,003 4,39 1,64-11,81

Setelah diperoleh variabel independent yang memenuhi syarat (p< 0,25), maka dilanjutkan dengan melakukan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda. Dalam pelitian ini terdapat variabel confounding, sehingga peneliti melihat perubahan ORadjusted (ORa) variabel kandidat lainnya setelah salah satu kandidat dikeluarkan dari model jika terjadi perubahan Odd rasio lebih dari 10% maka variabel yang dikeluarkan dari model hasrus masuk kembali kedalam model tetapi jika terjadi perubahan odd ratio kurang dari 10% maka variabel tersebut keluar secara mutlak. maka variabel yang dikeluarkan secara berurutan dimulai dari variabel yang memiliki p-value tertinggi adalah variabel ketersedian konselor menyusui p-value 0,89 dengan hasil pemodelan akhir pada tabel 4. Hasil perhitungan perubahan nilai OR, ternyata tidak ada variabel yang mengalami perubahan > 10%. Dengan demikian variabel ketersedian konselor menyusui keluar dari model. Variabel yang paling dominan yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di instansi kesehatan variabel dukungan atasan dengan nilai ORa 4,46 (95% CI: 1,69-11,73) (Tabel 4).

Tabel 4.

Model kedua pemodelan regresi logistik

Variabel P-value ORa 95% CI

Ketersedian pojok laktasi 0,02 0,32 0,13- 0,81

Dukungan atasan 0,00 4,46 1,69-11,73

Pembahasan

Ketersediaan fasilitas pojok laktasi dan pemberian ASI eksklusif

Ketersedian fasilitas pojok laksisi menjadi salah satu faktor yang mendukung keberhasilan pemberian ASI ekskluasif. Responden pada penelitian ini terdapat 38 (40,9%) responden yang memberikan ASI eksklusif 16 (30,8%) didukung oleh ketersediaan fasilitas pojok laktasi di tempat bekerja. Sedangkan, diantara responden yang memberikan ASI eksklusif ada 22 (53,7%) responden di tempat bekerja tidak memiliki ketersedian pojok laktasi. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan ketersediaan fasilitas pojok laktasi di tempat bekerja dengan pemberian ASI eksklusif pada Ibu bekerja dii instansi kesehatan. Responden yang tidak memiliki ketersedian pojok laktasi di tempat bekerja berpeluang 0,38 kali untuk tidak memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan responden yang memiliki ketersedian pojok laktasi.

Air susu ibu adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan bagi bayi. Komposisi ASI tidak sama dan waktu ke waktu, hal ini berdasarkan stadium laktasi (WHO, 2017). Peraturan tentang penyediaan ruang laktasi di tempat kerja telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) nomor 33 Tahun 2012. Ketersediaan fasilitas terdiri dari dua komponen yaitu

(7)

54

fasilitas ditempat kerja meliputi pojok ASI beserta peralatan untuk memerah dan menyimpan ASI, dan fasilitas yang dimiliki atau dibawa ibu selama proses menyusui eksklusif di tempat kerja

(Abdullah & Ayubi, 2013).

Ketersediaan ruangan pribadi untuk menyimpan ASI membantu ibu merasa lebih percaya diri untuk melanjutkan pemberian ASI setelah kembali bekerja. Beberapa ibu menyusui yang bekerja merasa kesulitan saat harus memerah ASI untuk mencari ruangan yang tidak terlihat oleh rekan kerjanya. Sebagian dari mereka terpaksa memerah ASI pada toilet, mushola, dan ruangan lain yang tersembunyi (Ismail, Sulaiman, Jalil, Muda, & Man, 2012).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Sutrisno & Utami (2015) yang menunjukkan ada pengaruh ketersedian ruang menyusui terhadap pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja

(p-value 0,00). Salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Tidak tersedianya ruang

menyusui di tempat kerja membuat ibu mengalami kesulitan dalam menemukan tempat yang nyaman untuk memerah ASI, maka perlu menjadi perhatian bagi pihak tempat kerja untuk memberikan ruang pojok ASI di tempat kerja agar ibu tetap dapat memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah ( PP ) nomor 33/ 2012 pasal 30 yaitu ketentuan mengenai dukungan program ASI eksklusif di tempat kerja dimana terdapat fasilitas khusus untuk menyusui dan memarah ASI sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan, dengan adanya ruang privasi ibu untuk memrah ASI nya saat bekerja sehingga ibu merasa lebih nyaman dan produksi ASI akan semakin banyak. Selain hal tersebut ruang laktasi/pojok ASI bukan hanya sekedar ruang untuk memerah ASI namun, lebih dari itu fungsi pojok ASI merupakan tempat di mana para ibu menyusui berkumpul dan saling bertukar pengalaman. Hal ini tentu akan memperkaya pengetahuan mengenai ASI dan laktasi. Perlu dukungan atasan dalam penyediaan pojok ASI di kantor-kantor atau tempat kerja untuk ruang memberikan ASI bagi Ibu yang menyusui. Namun demikian, Ibu yang bekerja tetap bisa memberikan ASI eksklusif bila di kantor tidak menyediakan ruang pojok ASI atau tidak memungkinkan bila bayi dibawa bekerja dengan menyediakan ASI yang diperas di rumah.

Ketersediaan konselor menyusui dan pemberian ASI eksklusif

Penelitian ini memperoleh hasil dari 38 (40,9%) responden yang memberikan ASI eksklusif 22 (38,6%) responden memiliki ketersediaan konselor menyusui sedangkan dantara responden yang memberikan ASI eksklusif ada 16 (44,4%) responden yang tidak memiliki ketersedian konselor menyusui. Tidak ada hubungan ketersediaan konselor menyusui dengan pemberian ASI eksklusif pada Ibu bekerja ((p-value = 0,73).

Konselor Laktasi adalah seseorang (baik dari kalangan medis maupun non-medis) yang telah mengikuti pelatihan konselor laktasi berdasarkan modul 40 jam (Handayani, Soepomo, & Janturan

2013). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian oleh Evitasari (2018) yangmenunjukan ada

hubungan ketersediaan konselor laktasi dengan cakupan ASI eksklusif (p-value 0,0001).

Keberadaan konselor tidak mempunyai pengaruh dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif kemungkinan karena variabiltas responden yang kurang karena jumlah sampel tidak mencukupi atau kurang banyak/ Selain itu, terdapat 20 (55,6%) responden yang tidak memiliki ketersedian konselor menyusui yang tidak ASI eksklusif. Ini karena kurangnya pengetahuan responden tentang pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja. Responden merasa membutuhkan banyak biaya peralatan dan waktu panjang saat istirahat kerja untuk memerah ASI bagi bayi, karena walaupun responden adalah tenaga kesehatan sebagian besar responden belum mengikuti pelatihan manajemen laktasi.

(8)

55 Dukungan atasan dan pemberian ASI eksklusif

Hasil penelitian ini diperoleh dari 38 (40,9%) responden yang memberikan ASI eksklusif 29 (53,7%) responden dengan katagori mendapat dukungan atasan sedangkan dantara responden yang memberikan ASI eksklusif ada 9 (23,1%) responden yang tidak memiliki dukungan atasan. Ada hubungan dukungan atasan dengan pemberian ASI eksklusif pada Ibu bekerja di Instansi kesehatan (p-value = 0,006; OR 3,87 95% CI ( 1,54 – 9,67). Responden yang tidak memiliki dukungan atasan berpeluang 3,87 kali untuk tidak memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan responden yang memiliki dukungan atasan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Septiani, Budi, & Karbito, (2017) yang berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif Oleh Ibu Menyusui yang Bekerja Sebagai Tenaga Kesehatan. Hasil penelitian menunjukan Variabel yang berhubungan dengan pemberian ASI ekslusif pada (faktor penguat) dukungan keluarga sebesar 75,7%, dukungan atasan 65, 9% dan dukungan teman kerja sebesar 68, 8%. Tidak terdapat korelasi antara ketersediaan fasilitas dan pelatihan manajemen laktasi (faktor pendorong) terhadap pemberian ASI. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif adalah pengetahuan. Ibu dengan pengetahuan yang baik memiliki peluang untuk bisa memberikan ASI eksklusif sebesar 13 kali lebih besar dibandingkan ibu yang memiliki pengetahuan kurang. Kar (1988), menyatakan bahwa perilaku kesehatan seseorang salah satunya ditentukan oleh ada tidaknya dukungan dari masyarakat sekitarnya (Notoatmodjo, 2015)

Ibu yang bekerja memiliki risiko untuk berhenti menyusui, hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah kebijakan instansi tempat ibu bekerja termasuk didalamnya kebijakan atasan yang tidak atau kurang mendukung ibu untuk tetap memberikan ASI. Keberhasilan ibubekerja memberikan ASI eksklusif dipengaruhi oleh faktor internal yaitu niat atau komitmen ibu serta faktor ekskternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri ibu seperti kebijakan instansi, dukungan atasan. Dukungan atasan yang baik tidak serta merta akan membuat ibu berhasil memberikan ASI eksklusif karena ada faktor yang lebih kuat yaitu bagaimana komitmen atau niat ibu, tetapi dukungan dan kebijakan instansi yang tidak mendukung pemberian ASI bisa dipastikan akan lebih besar ibu bekerja yang tidak berhasil memberikan ASI.

Peran Besar Atasan dalam Pemberian ASI eksklusif pada Ibu Bekerja

Hasil penelitian menunjukan variabel yang paling dominan atau berpengaruh dalam pemberian ASI eksklusif pada Ibu bekerja di Instansi kesehatan adalah dukungan atasan. Dukungan atasan berkontribusi 4x bagi pemberian ASI eksklusif (ORa 4,46). Penelitian ini sejalan dengan penelitian di Yogyakarta yang menunjukkan ada hubungan antara dukungan tempat kerja dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di wilayah kerja Puskesmas Sewon II tahun 2017 (p-value 0,011).

Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI diantaranya adalah pendidikan ibu, informasi cara menyusui, dan dukungan masyarakat. Untuk meningkatkan keberhasilan pemberian ASI Eksklusif sebaiknya dilakukan penyuluhan dimulai dari kunjungan antenatal ibu hamil yang bertujuan untuk memberikan informasi persiapan pemberian ASI, dan penyuluhan akan dilanjutkan selama pemberian ASI yang bertujuan untuk memantau pemberian ASI Eksklusif hingga 6 bulan dan meningkatkan partisipasi ibu hamil. orang tua dalam kelompok pendukung pemberian ASI eksklusif (Rahayu & Yunarsih, 2017).

Dukungan atasan merupakan faktor yang paling dominan hal ini disebabkan karena setiap ibu menyusui membutuhkan dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya. Dukungan sosial merupakan

(9)

56

faktor penguat dalam diri setiap individu yang dapat menentukan perilaku kesehatan seseorang. Faktor penguat yang dimaksud yaitu faktor yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan perilaku kesehatan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2015) bahwa sikap dan perilaku tokoh agama, petugas kesehatan dan tokoh masyarakat lingkungan sekitar yang termasuk dalam faktor penguat (reinforcing factor) ikut menentukan perilaku kesehatan individu tersebut. Dalam hal ini perilaku kesehatan yang dimaksud yaitu pemberian ASI eksklusif. ASI eksklusif termasuk dalam perilaku kesehatan karena merupakan hal yang berpengaruh positif dan memberikan manfaat baik bagi kesehatan ibu maupun bagi bayi.

Dukungan sosial itu sendiri memiliki banyak manfaat bagi ibu menyusui yang bekerja. Dukungan sosial dapat meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan kesejahteraan psikologis dan penyesuaian diri dengan memberikan rasa memiliki, menambah harga diri, meningkatkan dan memelihara kesehatan fisik serta pengelolaan terhadap stress dan tekanan. Sehingga, dengan adanya dukungan sosial dari tempat kerja, ibu lebih bisa meningkatkan kesehatan fisik maupun psikologis dan diharapakan ibu menyusui dapat dengan lancar memberikan ASI pada bayinya karena jika ibu mengalami stress yang berlebihan akan mengganggu produksi ASI-nya.

Simpulan

Faktor atasan bagi ibu bekerja di kantor berperan dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Faktor yang mempengaruhi keberhasil pemberian ASI Eksklusif pada ibu bekerja di instansi kesehatan atau di kantor adalah ketersedian pojok latasi dan dukungan atasan. Adapun faktor yang mempunyai pengaruh besar dalam pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di instansi kesehatan variabel dukungan atasan. Para pimpinan Instansi hendaknya memberikan kebijakan yang menunjang Ibu memberikan air susu ibu secara eksklusif kepada bayinya. Ketersedian Ruang pojok ASI perlu disupervisi diberbagai tempat kerja sebagai ruang aman dan nyaman bagi Ibu yang akan memberikan ASI bagi bayimya.

Ucapan terima kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Universitas Muhammadiyah Pringsewu dan Dinas Kesehatan Kabupaten Pringsewu yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

Referensi

Abdullah, G. I., & Ayubi, D. (2013). Determinan Perilaku Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif pada Ibu Pekerja. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National Public Health Journal), 7(7), 298-303. Retreived from http://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/view/27

Dachew, B. A., & Bifftu, B. B. (2014). Breastfeeding practice and associated Faktors among female nurses and midwives at North Gondar Zone, Northwest Ethiopia: a cross-sectional institution based study. International breastfeeding journal, 9(1), 1-7. Https://Doi.Org/10.1186/1746-4358-9-11

Dharma. (2017). Metode Penelitian Keperawatan (Panduan Melaksanakan & Menerapkan Hasil Penelitian). Cv Trans Info Media.

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. (2016). Profil Kesehatan Provinsi Lampung (Issue 44). Bandar Lampung: Dinas Kesehatan Provinsi Lampung

Evitasari, E., & Rahman, F. F. (2018). Hubungan Ketersediaan Konselor Laktasi dengan Cakupan ASI Eksklusif di

Puskesmas Kota Samarinda Tahun 2018. Retreived from

https://dspace.umkt.ac.id//handle/463.2017/653

(10)

57

Mothers Who Joined Mother Support Group Program. International Journal of Public Health, 2(3), 89-92. Horta, B. L., & Victora, C. G. (2013). Short-Term Effects Of Breastfeeding: A Systematic Review On The Benefits Of Breastfeeding On Diarrhoea And Pneumonia Mortality. World Health Organization, 1–54. Https://Doi.Org/Isbn 978 92 4 150612 0

KemenKes, R. I. (2016). Buku kesehatan ibu dan anak. Kementrian Kesehat RI dan JICA Jakarta. Nasu, B. V. (2013). Long Term Effect On Breastfeeding World Health Organization.

ILO. (2013). Tren Ketenagakerjaan Dan Sosial Di Indonesia. In International Labour Organization. Ilo.

Ismail, T. A. T., Sulaiman, Z., Jalil, R., Muda, W. M. W., & Man, N. N. N. (2012). Breast milk expression among formally employed women in urban and rural Malaysia: A qualitative study. International breastfeeding

journal, 7(1), 1-8. Retreived from

https://internationalbreastfeedingjournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/1746-4358-7-11

Nasution, S. I., Liputo, N. I., & Masri, M. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Tahun 2014. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(3). Https://Doi.Org/10.25077/Jka.V5i3.590

Notoatmodjo, S. (2015). Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.

Pemerintah Indonesia. (2013). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif.

Rahayu, D., & Yunarsih, Y. (2017). Faktor Predisposisi Yang Mempengaruhi Keberhasilan Pemberian Asi Eksklusif Berdasarkan Teori Maternal Role Attainment Ramona T Mercer. Jurnal Ilmu Kesehatan, 6(1), 48-55. Https://Doi.Org/10.32831/Jik.V6i1.154

Rizkianti, A., Prasodjo, R., & Novianti, N. (2014). Analisis faktor keberhasilan praktik pemberian ASI eksklusif di tempat kerja pada buruh industri tekstil di Jakarta. Buletin penelitian kesehatan, 42(4), 237-48. Retreived from https://www.academia.edu/download/57591680/8._Artikel_ASI.pdf

Roesli, U. (2013). Mengenal Asi Eksklusif. Trubus Agriwidya.

Sadoh, A. E., Sadoh, W. E., & Oniyelu, P. (2011). Breast feeding practice among medical women in Nigeria. Nigerian medical journal: journal of the Nigeria Medical Association, 52(1), 7. Retreived from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3180747/

Septiani, H. U., Budi, A., & Karbito, K. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif oleh ibu menyusui yang bekerja sebagai tenaga kesehatan. Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, 2(2), 217373. Https://Doi.Org/10.1161/Hypertensionaha.111.184192

Statistik, B. P. (2017). Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Kesehatan RI. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012.

Sutrisno, A. H., & Utami, F. S. (2015). Ketersediaan Ruang Menyusui terhadap Asi Eksklusif pada Ibu Bekerja di

Sleman Yogyakarta (Doctoral dissertation, STIKES'Aisyiyah Yogyakarta).

Https://Doi.Org/10.1145/3132847.3132886

Syarif, R. S., Yuliarti, K., Lestari, M. E. D., Sidiartha, I. G. L., & Maria, S. S. N. (2015). Rekomendasi Praktik Pemberian Makan Berbasis Bukti Pada Bayi Dan Batita Di Indonesia Untuk Mencegah Malnutrisi Unit. Idai. Retreived from http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Rekomendasi-Praktik-Pemberian-Makan-Berbasis-Bukti-pada-Bayi-dan-Batita-untuk-Mencegah-Malnutrisi.pdf

WHO. (2017a). Global Breastfeeding Scorecard, 2017 Tracking Progress For Breastfeeding Policies And Programmes. 42(35). Https://Doi.Org/10.1088/1751-8113/42/35/355001

WHO. (2017b). Protecting, Promoting And Supporting Breastfeeding In Facilities Providing Maternity And

Newborn Services. In World Health Organisation.

Referensi

Dokumen terkait

 Segala akibat hukum yang menyertai pelaksanaan Sewa BMN berupa sebagian tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan setelah diberikannya persetujuan oleh Pengelola

Dengan dilaksanakannya peran Kepala Desa sebagai komunikator dan motivator di Desa Totok seperti yang digambarkan diatas, sejauh ini walaupun pembangunan desa yang dilakukan belum

Setiap peserta wajib mengikuti Technical Meeting, peraturan dan teknis pertandingan masing-masing cabang olahraga dan seni yang tidak diatur dalam buku panduan ini akan

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, besarnya masukan energi pada proses pengolahan di setiap tahapan proses mulai dari pelayuan pucuk teh, penggilingan dan

Profil Kesehatan Bener Meriah Tahun 2013 35 dilakukan dengan mendeteksi bayi yang mendapat imunisasi DPT1-. HB1 tetapi tidak terdeteksi pada pemberian imunisasi campak

Beberapa penelitian di atas memberikan sebuah pemahaman bahwa manajemen pemasaran dalam konteks rumah sakit merupakan upaya yang dapat dilakukan agar

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai daya dukung lingkungan obyek wisata Aik Berik sehingga dapat digunakan untuk merencanakan/menentukan waktu

Downloader adalah sebuah memori untuk menyimpan program pada Bascom AVR, sebagai in-system programmer yang dapat dihubungkan ke komputer melalui port USB untuk