KARAKTERISTIK DAN KELAYAKAN EKONOMI EKOSISTEM GAMBUT UNTUK MENDUKUNG FUNGSI BUDIDAYA DAN LINDUNG
Almasdi Syahza
Guru Besar Ekonomi Pedesaan http://almasdi.staff.unri.ac.id
LPPM Universitas Riau
Lahan Gambut Indonesia
Indonesia memiliki Lahan Gambut terluas (14,9 juta ha) ke 4 di dunia setelah Kanada, Rusia, dan Amerika Serikat
Lahan gambut tropika terluas di dunia
Indonesia menyimpan cadangan Karbon Gambut mencapai 46 giga ton,
atau sekitar 8-14% dari Karbon yang terdapat
dalam gambut dunia
MANFAAT EKOSISTEM GAMBUT
Kehutanan
Pengendali Banjir dan suplai air
Potensi wisata
Mata pencaharian Masyarakat lokal (perikanan, pertanian, perkebunan)
Stabilisasi iklim
Keanekaragaman hayati
Pendidikan dan penelitian
Ekonomi-Sosial
PERLU PEMAHAMAN RASIONAL DALAM MEMANDANG FUNGSI GAMBUT
Tahun 1945: Produksi tanaman pangan lahan basah di Provinsi Riau dimulai oleh pendatang Suku Banjar.
Drainase rawa pasang surut dengan pembuatan saluran primer dan sekunder.
Tahun 1950: Orang Bugis dari Sulawesi Selatan menanam tanaman utama padi dan kelapa
Tahun 1980: Reklamasi lahan basah untuk tanaman padi meningkat setelah dibangunnya pemukiman transmigrasi.
Pengembangan industri perkebunan kelapa dan pabriknya dari kelompok Pulau Sambu.
Program PIR kelapa di tanah gambut menjadi tanaman utama.
GAMBUT DI PROVINSI RIAU
Hutan Tanaman Industri (Sektor kehutanan):
Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis Tanaman Padi (Sektor Pertanian Tanaman Pangan)
Kawasan Pertanian Tanaman pangan Pasang Surut di Kabupaten Indragiri Hilir
Tanaman Kelapa Rakyat (Sektor Perkebunan)
Terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir dengan sistem Trio Tata Air untuk menjaga kestabilan air.
Trio Tata Air: pembangunan kanal, pembuatan tanggul, dan pemasangan pintu air.
GAMBUT (lanjutan...)
Kelapa Sawit
Luas areal yang dikonversi menjadi kelapa sawit sejak tahun 1988 naik 230 % dibanding perkebunan kelapa 150 %
Konversi rawa gambut menjadi kelapa sawit semakin meningkat dan produksinya sama dengan perkebunan pada tanah mineral
GAMBUT (lanjutan...)
Sumberdaya Mineral
Gambut dapat dipergunakan sebagai sumber bahan bakar alternatif.
Kegiatan eksplorasi sumberdaya mineral telah menghasilkan gambut sebagai sumber energi 7.634 milyar m
3 Terdapat 4 perusahaan yang memegang izin pemanfaatan gambut untuk energi:
PT. Arara Abadi
PT. Multi Gambut Industri
PT. Kolos Utama
PT. Riau Lestari Utama
GAMBUT (lanjutan...)
PETA SEBARAN KESATUAN HIDROLOGIS GAMBUT
(KHG) PROVINSI RIAU
DATA LUAS SEBARAN INDIKATIF EKOSISTEM GAMBUT DI PROVINSI RIAU
PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT DI PROVINSI RIAU
Penduduk asli yang menempati wilayah sekitar gambut pada umumnya memiliki teknik khusus yang sejauh ini cukup berhasil dalam penanganan lahan gambut, yang dikenal sebagai kearifan lokal.
Berbagai pihak, baik swasta dan pemerintah, harus memperhatikan kearifan lokal ini juga terbukti dapat berproduksi dengan baik dan berkesinambungan.
Hendaknya menjadi acuan dalam pengembangan lahan gambut di masa mendatang.
PENGELOLAAN (lanjutan...)
Kerusakan ekosistem gambut menyebabkan hilangnya keragaman hayati, serta fungsi ekologis lahan gambut
masyarakat lokal yang kehilangan mata pencahariannya dari lahan gambut, seperti mencari ikan, mencari hasil hutan nonkayu, dan kegiatan pertanian lainnya
Pengelolaan lahan yang masih ada haruslah dilakukan dengan cermat
PERMASALAHAN TUTUPAN LAHAN PADA KHG FUNGSI LINDUNG
KHG fungsi lindung terdapat aktivitas masyarakat maupun perusahaan berupa perkebunan dan hutan tanaman industri.
KHG dengan fungsi lindung terdapat aktivitas masyarakat dengan
memanfaatakan lahan gambut sebagai lahan sawah, lahan pertanian, dan tambak.
Belum optimalnya dukungan sistem perencanaan, sistem informasi, inventarisasi, dan pengolahan data yang menyebabkan ketidaktahuan masyarakat terhadap sistem pengelolaan lahan gambut.
Tingginya pemanfaatan lahan gambut pada areal lindung gambut menandakan belum optimalnya dukungan regulasi dalam pemantapan kawasan hutan, dan menjadi salah satu penyebab sering terjadinya sengketa agrarian.
Luas hutan pada kawasan lindung gambut baik hutan primer maupun sekunder hanya 1,11 % dari luas kawasan lindung gambut menunjukan tingkat kerusakan dan degradasi hutan dan lahan yang masih cukup tinggi.
Prinsip pembangunan berkelanjatuan yang berorientasi jangka panjang perlu diterapkan!
PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT
Kebutuhan akan lahan yang merupakan faktor produksi utama meningkat. Lahan sub- optimal pun dimanfaatkan
untuk aktivitas manusia.
Kemajuan IPTEK, lahan sub- optimal maupun marginal dapat dikonversi menjadi lahan yang layak untuk diusahakan
Pemanfaatan lahan gambut berlebihan dan berorientasi jangka pendek, menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
Upaya perbaikan terhadap kesalahan masa lalu dalam pengelolaan ekosistem gambut sebaiknya tidak dilakukan secara sporadis
Dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan waktu yang ideal
KEBIJAKAN MENGENAI GAMBUT
Peraturan perundangan yang ditetapkan Pemerintah memiliki maksud dan tujuan yang
baik, terutama dari aspek kelestarian
lingkungan
Penerapan peraturan juga akan berdampak
negatif terhadap aspek sosial dan
ekonomi
Penerapan peraturan tersebut akan berdampak terhadap
pengurangan lahan gambut sebagai fungsi
budidaya
Disamping itu, para pemangku kepentingan diwajibkan untuk melakukan pemulihan
KEBIJAKAN MENGENAI GAMBUT
Diterapkannya PP Nomor 57 Tahun 2016 dan PP Nomor 71 Tahun 2014 beserta turunannya akan berdampak terhadap aktivitas sosial ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat Riau di wilayah pesisir:
Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Pelalawan, dan
Kabupaten Indragiri Hilir
Sebagian masyarakat Riau sudah sejak lama bermukim dan melaksanakan aktivitas ekonomi pada lahan gambut dengan kedalaman >3 meter
KEBIJAKAN (LANJUTAN...)
Menurut APHI Riau (2017) penerapan peraturan tersebut akan menimbulkan kerugian atas investasi tanaman diperkirakan akan mencapai Rp. 6,6 Trilyun, dan biaya pemulihan ekosistem gambut yang wajib dikenakan kepada para pemegang izin dapat
mencapai Rp 15,9 Triliun
Potensi PHK tidak dapat dihindari, di sektor hutan tanaman dapat mencapai 20.790 orang, terdiri atas karyawan langsung 3.471 orang dan karyawan tidak langsung 17.319 orang
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
DARI SISI MASYARAKAT SIPIL (CIVIL SOCIETY)
Melakukan rekayasa sosial pada masyarakat di areal lahan gambut dengan fungsi budidaya (perkebunan dan HTI)
Pemberdayaan
masyarakat di areal lahan dengan fungsi budidaya Menjaga nilai kearifan lokal masyarakat setempat
Mendefinisikan secara jelas dan tegas tentang
masyarakat yang memanfaatkan lahan gambut untuk budidaya
Arah Kebijakan
Melakukan alih teknologi pertanian yang adaptif dengan karakteristik ekosistem gambut Membangun sistem kelembagaan petani yang kuat dengan pola pendampingan; Membangun akses yang kuat pada sistem permodalan petani lokal
Pengembangan sistem budidaya dengan mengoptimalkan kearifan local yang dimiliki oleh masyarakat lokal
Masyarakat diklasifikasikan antara lain: 1) lokal/tempatan; 2) pendatang;; 3) pemodal (rent seeker); 4) pembeking (free rider) Strategi
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI SISI PERUSAHAAN (CORPORATE)
Penciptaan kepastian usaha dan iklim usaha yang kondusif
Pembahasan bersama antara pelaku usaha dan para pengambil kebijakan sehubungan dengan peralihan
pemanfaatan dan pemulihan
ekosistem gambut di areal yang telah
diberikan ijin
Terbentuknya Kemiskinan di Pedesaan
5/2/2017 19
Kemiskinan Pengetahuani
Rendah
Kinerja Rendah Keahlian
Rendah
Pendapatan Rendah
Informasi Rendah
Keterampilan Rendah
Miskin Ide
Produksi Rendah Pendidikan
Rendah
Investasi Rendah Daya saing
Rendah
Tabungan Rendah
Produktivitas Rendah
20
Pembangunan Pedesaan Berbasis Perkebunan
Komoditas unggulan: Kelapa Sawit, Karet, Kelapa
Pendapatan petani sawit tahun 2015 berkisar UD$4.600,-UD$5.500,- per tahun
23:19
DAMPAK PEMBANGUNAN PERKEBUNAN
Dampak Ekonomi dan
Kesejahteraan Masyarakat (Riau)
Keterangan Tahun
1995 1998 2003 2006 2009 2012 2014 Indek Kesejahteraan 0.49 -1.09 1.72 0.18 0.12 0,43 0,27 Multiplier Effect
Ekonomi (Sawit) - - 4,23 2,48 3,03 3,28 3,43 Multiplier Effect
Ekonomi (Karet) - - - - 1,83 - 0.65
TERHADAP KOMPONEN EKONOMI
PEDESAAN DAN BUDAYA MASYARAKAT
Kegiatan pembangunan sumberdaya masyarakat desa
Pembangunan sarana prasarana yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, terutama sarana jalan darat
Penyerapan tenaga kerja lokal
Penyuluhan pertanian, kesehatan dan pendidikan
Pembayaran kewajiban perusahaan terhadap negara (pajak-pajak dan biaya kompensasi lain)
DAMPAK SOSIAL DAN BUDAYA
Rataan pemilikan lahan di pedesaan di wilayah pengembangan perkebunan (kelapa sawit, karet, kelapa) berkisar 2,47 ha per KK.
Tingginya ketergantungan penduduk pedesaan terhadap lahan pertanian.
Kepemilikan lahan di luar usahatani perkebunan
hanya sebesar 0,36 ha
Dampak Sosial dan Budaya (lanjutan...)
Perkembangan pembangunan perkebunan telah membawa dampak terhadap perubahan sosial budaya masyarakat di pedesaan, terlihat dari gaya hidup dan pola pertanian yang diterapkan
Berkembangnya Sumberdaya manusia di pedesaan
Tersedia sarana pendidikan mulai dari tingkat
sekolah dasar sampai tingkat sekolah lanjutan atas
Khusus untuk SLTP dan SLTA sudah tersedia di ibukota kecamatan.
Dampak Sosial dan Budaya (lanjutan...)
Perkebunan (Kelapa sawit) merupakan tulang
punggung kehidupan masyarakat pedesaan, adanya kemajuan ekonominya di pedesaan
Tersedianya kelembagaan ekonomi dipedesaan, antara lain: pasar-pasar desa, koperasi, lembaga keuangan bank maupun nonbank.
Dibeberapa wilayah pengembangan telah terjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di ibukota kecamatan, munculnya agropolitan-agropolitan
Dampak Terhadap Pembangunan dan Ketimpangan Wilayah
Indeks Williamson dan Tekanan Penduduk di Daerah Riau Periode 2006-2014
Tahun
Indek Williamson Tekanan Penduduk Tanpa
Perkebun
Termasuk Perkebunan
Termasuk Perkebunan
Tanpa Perkebunan 2006 0.4211 0.2802 0.14 09.84 2007 0.4661 0.2527 0.16 10.39 2008 0.4117 0.2156 0.92 11.04 2009 0.4402 0.2607 0.98 13.23 2010 0.4332 0.2462 1.54 13.78 2011 0.4223 0.2383 1.89 14.02 2012 0.4290 0.2244 2.44 14.26 2013 0.4353 0.2213 2.51 14.53 2014 0.4382 0.2210 2.65 14.76
Pengaruh Perkebunan terhadap Ekonomi Masyarakat
1. Kegiatan Perkebunan dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian regional daerah Riau, karena mempunyai efek ganda terhadap sektor ekonomi lainnya;
2. Perkembangan Perkebunan akan memberikan sumbangan terbesar di samping sektor migas;
3. Produktivitas sektor Perkebunan mempunyai peluang besar untuk terus ditingkatkan. Hal ini dapat dilihat pada perkembangan yang terjadi diseluruh sub sektor yang ada;
4. Di samping memberikan hasil yang jelas bagi petani dan telah menimbulkan perubahan pola pikir dalam
pengelolaan usahatani;
5. Perkembangan Perkebunan akan meningkatkan laju pertumbuhan di sektor pertanian, di samping dapat menunjang pertumbuhan di sektor lainnya;
6. Majunya perkembangan sektor Perkebunan akan mengurangi ketimpangan pendapatan
masyarakat antara sektor pertanian dan non pertanian
7. Perkebunan yang memiliki basis di pedesaan akan mengurangi kecenderungan perpindahan tenaga kerja yang berlebihan dari desa ke kota
Pengaruh Perkebunan (lanjutan…)
Sasaran Pengembangan Perkebunan
Menarik pembangunan sektor pertanian;
Menciptakan nilai tambah;
Menciptakan lapangan pekerjaan;
Meningkatkan penerimaan devisa negara;
Memperbaiki pembagian pendapatan;
Meningkatkan pengetahuan petani melalui usahatani
Tujuan Pembangunan Perkebunan Berbasis Agribisnis
Meningkatkan pendapatan petani melalui
diversifikasi pertanian dengan upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pertanian yang berwawasan lingkungan dan peningkatan nilai tambah hasil
pertanian yang berdaya saing tinggi;
Meningkatkan kualitas konsumsi gizi masyarakat melalui diversifikasi konsumsi dan diversifikasi penyediaan pangan dan gizi;
Mendorong dan meningkatkan penciptaan
kesempatan kerja dan kesempatan berusaha di pedesaan melalui pemanfaatan keterkaitan ekonomi sektoral dan sistem agribisnis;
Mendorong peningkatan pertumbuhan industri dan penerimaan devisa melalui penyediaan bahan baku yang cukup dan peningkatan nilai ekspor hasil pertanian