Keragaman Genetik Ikan Uceng (Nemacheilus) di Sungai Wilayah Banyumas Berdasar Sekuen Gen Cytochrome Oxidase Subunit I (COI)
ABSTRAK Ikan uceng (Nemacheilus) merupakan ikan endemik yang hidup di perairan sungai wilayah Banyumas.
Penangkapan berlebih serta perubahan kualitas lingkungan menyebabkan penurunan populasinya di alam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spesies Nemacheilus yang hidup di perairan sungai Banyumas serta melihat keragaman genetiknya. Cytochrome oxidase subunit I (COI) digunakan sebagai marka molekuler, dimana telah terbukti sebagai penanda (barcode) yang universal dan stabil. Ada bagian dari COI yang bersifat variabel sehingga bagus apabila digunakan melihat keragaman genetik. Hasil BLAST menyatakan bahwa sampel keempat stasiun memiliki nilai per indent 99,54-100% dengan spesies Neimacheilus chrysolaimos. Nilai keragaman haplotype (Hd) 0,679, dan nilai keragaman nukleotida 0,00117. Berdasarkan hal tersebut, keragaman haplotype ikan uceng dikategorikan pada tingkat sedang, sedangkan keragaman nukleotida pada tingkat rendah.
Kata kunci: Nemacheilus; COI; keragaman genetik
ABSTRACT Stone loaches (Nemacheilus) are one of the endemic fish in the river of the Banyumas Area. Overfishing and changing the quality of the environment lead to population decline. This study aims to identify Nemacheilus species that lived in the river of the Banyumas area and find out genetic diversity. Cytochrome oxidase subunit I (COI) was used as a molecular marker since it was proven to be stable and good as a universal barcode to study genetic diversity.
Based on BLAST, samples had 99.54-100% per indent with Nemacheilus chrysolaimos. On the other hand, calculation on haplotype diversity (Hd) and nucleotide diversity showed 0.079 and 0.00117 respectively. Based on that reference, haplotype diversity (Hd) of stone loaches were categorized as medium, while nucleotide diversity categorized as low.
Keywords: Neimacheilus; COI; genetic diversity
PENDAHULUAN
Ikan uceng (Nemacheilus), hidup di perairan tawar, sungai jernih dengan dasar berbatu. Persebaran Nemacheilus di Indonesia meliputi pulau Sumatra, Jawa (Fishbase, 2017) Kalimantan (Kottelat, 1993). Di Jawa tengah Nemacheilus banyak ditemuai di Temaggung, Yogyakarta dan Banyumas. Sungai Pelus, Sungai Mengaji, Sungai Banjaran, Sungai Kranji merupakan beberapa sungai di wilayah Banyumas yang menjadi habitat ikan Nemacheilus.
Keempat sungai tersebut memiliki kontur landai dengan dasar berbatu sehingga cocok sebagai habitat ikan uceng.
Oleh masyarakat sekitar, ikan ini biasa ditangkap untuk dijadikan bahan makanan maupun untuk komoditi ikan hias. Penangkapan yang tinggi menyebabkan penurunan populasi, sehingga perlu adanya upaya pelestarian untuk menjaga keberlangsungan hidup Nemacheilus dan memenuhi aspek ekonominya.
Informasi mengenai jenis spesies Nemacheilus di perairan sungai Banyumas belum diketahui, dan antar spesies memiliki ciri morfologi yang mirip, sehingga identifikasi dengan metode DNA Barcoding dinilai memiliki akurasi yang tinggi dan lebih efektif. Selain identifikasi, data keragaman genetik diperlukan sebagai langkah awal upaya pelestarian populasinya di alam. Keragaman genetik dapat digunakan
untuk menduga ukuran serta kemampuan populasi dalam beradaptasi. Semakin tinggi keragaman genetiknya maka ukuran populasi semakin besar, dan kemampuan adaptasi spesies dalam populasi tersebut semakin baik suatu populasi dengan genetik yang lebih beragam, lebih tahan terhadap gangguan seperti kondisi lingkungan ekstrim (Ketchum et al., 2016). Pada upaya konservasi dan selektive breeding, induk potensial adalah yang memiliki keragaman genetik tinggi (Ukenye et al., 2019). Salah satu marka molekuler yang sering digunakan untuk identifikasi spesies dan melihat nilai keragaman genetik adalah gen Cytochrome oxidase subunit I (COI). COI yang merupakan mtDNA adalah gen penyandi protein dan memiliki peran dalam respirasi sel. COI dianggap memenuhi persyaratan untuk digunakan dalam menentukan identitas spesies pada hampir semua binatang tingkat tinggi. (Hubert et al., 2003) menyatakan bahwa fragmen COI pada intraspesifik memiliki diversitas tidak lebih dari 2%, sedangkan diversitas akan meningkat dengan jauhnya genus maupun filum antar spesies. Berdasar pada hal tersebut COI digunakan sebagai marker untuk studi filogenetika serta identifikasi spesies, keunggulan lainnya adalah tidak adanya intron serta jumlah salinan yang tinggi (100-10000 salinan gen).
Identifikasi spesies menggunakan COI banyak dilakukan
Genetic Diversity of Stone loaches (Nemacheilus) in River of Banyumas Area based on Cytochrome Oxidase Subunit I (COI)
Rima Oktavia Kusuma*, Muhammad Sulaiman Dadiono, Baruna Kusuma & Hamdan Syakuri Program Studi Akualkultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Jendral Soedirman,
Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia
*Penulis korespondensi, email: [email protected]
Tanggal Submisi: 09 November 2020; Tanggal Revisi: 16 June 2021; Tanggal Penerimaan: 07 September 2021
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Terakreditasi Ristekdikti No: 158/E/KPT/2021 DOI 10.22146/jfs.61167
untuk mendukung ciri morfologi yang dimiliki, seperti pada ikan sardin di muara angke yang teridentifikasi sebagai Dussumieria elopsoides (Rahim & Madduppa, 2020).
Walaupun COI memiliki banyak bagian yang conserve namun secara umum jika dibandingkan dengan dua gen mitokondrial yang lain seperti 12S dan 16S, COI memiliki kemampuan mutasi yang lebih tinggi (Hebert et al., 2019). Hal ini yang menjadikan dasar bahwa COI juga bisa digunakan untuk studi genetika populasi. Penelitian serupa yang menggunakan gen COI adalah keragaman genetik pada Ikan Hemibagrus nemurus di sungai pulau Jawa (Nuryanto et al., 2019) dan Ikan Tor tambroides di sungai Batang Tarusan, Sumatra Barat (Wibowo & Kaban, 2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spesies dan melihat keragaman genetic dari Genus Nemacheilus yang hidup di sungai wilayah Banyumas, Jawa tengah melalui marka molekuler COI.
BAHAN DAN METODE Bahan
Genomic DNA Mini Kit Animal Tissue (GENE AID), Primer LCO1490 5”- ggtcaacaaatcataaagatattgg3” dan HCO2198 5”-taaacttcagggtgacca aaaaatca-3” (Folmer et al., 1994), Mytaq HS red mix BIO- 25047, 100bp DNA Ladder Geneaid, RedSafe Nucleaic Acid, agarose, TE Buffer.
Metode
Lokasi pengambilan sampel
Sampel ikan Nemacheilus diambil di empat titik sekitar aliran sungai, stasiun 1 Sungai Banjaran 7°23.447’ S, 109°13.530’E, stasiun 2 Sungai Mengaji 7°25.030’S 109°11.599”E, stasiun 3 Sungai Kranji 7°25.044’S 109°12.419’E dan stasiun 4 Sungai Pelus 7°23.249”S 109°14.733’E. Analisa laboratorium berupa ekstraksi DNA dilakukan di Laboratorium Pengajaran Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Jenderal Soedirman, Amplifikasi dengan PCR dilakukan di Laboratorium Genetika Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, sedangkan untuk sekuensing DNA dikirim ke 1st BASE DNA Sekuensing.
Gambar 1. Peta stasiun pengambilan sampel ikan, (1) sungai Banjaran, (2) sungai Mengaji, (3) sungai Kranji, (4) sungai Pelus.
Ekstraksi DNA dan amplifikasi
Sampel yang digunakan adalah ekor dari ikan Nemacheilus, isolasi DNA mitokondria dilakukan menggunakan Genomic DNA Mini Kit Animal Tissue (GENE AID) yang dilakukan sesuai petunjuk manufaktur. Gen COI diamplifikasi dengan sepasang primer LCO1490 5”- ggtcaacaaatcataaagatattgg3”
dan HCO2198 5”-taaacttcagggtgacca aaaaatca-3” (Folmer et al., 1994). Amplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase chain reaction) dengan komposisi ddH2O 18 µL, primer LCO1490 dan HCO2198 masing- masing 2,5 µl, Mytaq HS red mix BIO-25047 25µl dan template DNA 2 µL.
Semuanya dimasukkan dalam tube PCR untuk kemudian diamplifikasi menggunakan program predenaturasi pada suhu 94°C selama 4 menit, denaturasi pada suhu 94°C selama 30 detik, annealing pada suhu 50°C selama 30 detik dan elongasi pada suhu 72°C selama 30 detik.
Elektroforesis
Pengamatan hasil PCR secara kualitatif menggunakan elektroforesis gel agarose 1,2%. Running elektroforesis dengan memasukkan 4 µL produk PCR sebanyak 5 µl dan DNA marka ke dalam sumur gel. Setelah itu, katoda dan anoda dihubungkan pada tegangan 100 volt, 200 ampere selama 30 menit. Visualisasi dilakukan dengan melihat dengan lampu UV, pewarna Redsafe akan berpendar ketika terkena sinar UV.
Sekuensing DNA dan pengolahan data
Hasil PCR kemudian dikirim ke 1st BASE DNA untuk disekuensing. Identifikasi spesies dengan membandingkan urutan basa nitrogen pada sequen dengan data di Gen- bank menggunakan BLAST melalui situs NCBI. Kontruksi pohon filogenetik neighbour likehood menggunakan MEGA X 10, menghitung nilai similaritas menggunakan software Phydit, sedangkan untuk melihat keragaman genetik digunakan DNASP 6.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi gen COI
Proses amplifikasi gen COI berhasil mendapatkan fragmen
Gambar 1. Peta stasiun pengambilan sampel ikan, (1) Sungai Banjaran, (2) Sungai Mengaji, (3) Sungai Kranji, (4) Sungai Pelus.
apabila dibandingkan dengan A-T (Gu & Li, 1994).
Identifikasi ikan uceng (Nemacheilus sp.)
Sekuen hasil sepasang primer (primer forward dan reverse) disejajarkan terlebih dahulu dengan menggunakan ClustalX, kemudian diedit hingga terbentuk consensus baru.
Consensus tersebut dianalisis menggunakan BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) pada situs NCBI (National Centre for Biotechnology Information). Ikan uceng dari keempat stasiun teridentifikasi sebagai Nemacheilus chrysolaimos, dengan nilai Query Cover dan Per Indent ditunjukkan di Tabel 2. Query Cover merupakan jumlah prosentase dari sekuen yang memiliki kesamaan dengan pasangannya. Per Indent menunjukkan presentase kesamaan antar sekuen yang dimiliki dengan sekuen target. Nilai Per indent tertinggi adalah sampel BNC2 berasal dari Sungai Banjaran, KNC2 dari Sungai Kranji, MNC1 dan MNC 2 dari Sungai Mengaji serta PNC1 dari Sungai Pelus memiliki nilai per indent 100%. Dengan nilai per indent 100% dapat dinyatakan merupakan spesies yang identik.
Berdasarkan hasil identifikasi bahwa ikan uceng yang hidup di keempat stasiun merupakan spesies Nemacheilus crysolaimos. Spesies dari genus Nemacheilus yang hidup di perairan sungai Pulau Jawa adalah N. crysolaimos dan N. faschiatus (Hadiaty, 2014). Kemungkinan besar telah terjadi migrasi antar sungai, melihat lokasi dari keempat sungai saling berdekatan. Sehingga dapat diduga bahwa spesies N. chrysolaimos dari keempat sungai tersebut berasal dari nenek moyang yang sama.
Analisa lebih jauh dilakukan dengan mengkontruksi filogenetik, untuk mengetahui kedekatan satu spesies dengan spesies yang lainnya. Pohon filogenetik dikontruksi untuk mengetahui kedekatan genetik antara satu spesies dengan spesies lainnya (Nielsen & Yang, 1998). Kontruksi dilakukan menggunakan metode Neigbour likehood dengan bootstraps 1000 kali pengulangan pada program MEGAX 10. Sebagai pembanding diambil dari Genbank MK567488.1 Neimacheilus chrysolaimos, untuk outgrup memiliki korelasi yang dekat dengan sekuen sampel, tetapi juga memiliki perbedaan yang signifikan antara outgrup dengan sekuen sampel. Menurut (Dharmayanti & Indi, 2011) pemilihan sekuen outgrup yang terlalu jauh kemungkinan akan berperan dalam prediksi pohon menjadi salah akibat terdapat perbedaan secara random yang lebih banyak antara sekuen outgrup dengan sekuen yang lainya maka dari itu sekuen outgrup yang diambil adalah KT 960805 Rasbora argyrotaena, MN852376.1 Nemacheilus masyai, MF289074.1 Nemacheilus pallidus, dan MK567494.1 Nemacheilus fasciatus.
DNA yang secara kualitatif dapat dilihat dengan tingkat ketebalan pita dan warna pada saat elektroforesis, Hasil amplifikasi kedelapan sampel menunjukkan pita yang tebal dan berwarna terang. Hal ini menandakan bahwa DNA hasil PCR memiliki kualitas yang baik (Noor et al., 2014).
Gambar 2. Hasil Amplifikasi gen COI ikan Uceng (Neimacheilus) dari sungai di wilayah Banyumas yang dilihat dengan UV transluminator. Lane pertama adalah 100 bp DNA Ladder (Geneaid). lane no 1 adalah sampel kode BNC1; lane 2 : BNC2; lane 3: KNC1;
lane 4: KNC2; lane 5: MNC1; lane 6: MNC2; lane 7: PNC1; lane 8: PNC2.
Hasil Sekuen ekstraksi DNA sampel ditunjukkan dengan urutan basa nukleotida pada fragmen COI dengan panjang berkisar 674-698 Kb. Basa terbanyak yang terdapat dalam sekuen adalah Sitosin (C) dengan prosentase rata- rata 29,9%
dan prosentase basa paling sedikit adalah Guanin (G) dengan prosentase rata- rata 19,9%. Salah satu ciri khas gen pengkode COI memiliki komposisi guanin lebih rendah daripada komposisi sitosin (Astuti, 2011). Sedangkan untuk komposisi G+C 49,3% dan A+T 50,7%, komposisi G+C yang tinggi dapat melindungi DNA dari degradasi yang dikibatkan oleh panas, karena ikatan G-C merupakan ikatan yang kuat, Tabel 1. Komposisi basa nukleotida pada sekuen sampel.
Kode Sampel T(U) (%) C (%) A (%) G (%) Total Basa
BNC1 26,6 29,9 23,7 19,8 692
BNC2 26,7 29,8 23,4 20,0 691
KNC1 26,6 29,9 23,5 19,9 674
KNC2 26,6 29,9 23,7 19,8 698
MNC1 26,6 29,9 23,7 19,8 691
MNC2 26,5 30,1 23,7 19,8 684
PNC1 26,6 29,9 23,7 19,9 692
PNC2 26,6 29,9 23,6 19,9 684
Rata- Rata 26,6 29,9 23,6 19,9 672
Sampel Spesies Query cover (%) Per indent (%) Accession number
BNC1 Nemacheillus chrysolaimos 97% 100% MK567487.1
BNC2 Nemacheillus chrysolaimos 94% 99,54% MK567487.1
KNC1 Nemacheillus chrysolaimos 96% 99,85% MK567487.1
KNC2 Nemacheillus chrysolaimos 94% 100 % MK567487.1
MNC1 Nemacheillus chrysolaimos 94% 100 % MK567487.1
MNC2 Nemacheillus chrysolaimos 94% 100 % MK567487.1
PNC1 Nemacheillus chrysolaimos 94% 100 % MK567487.1
PNC2 Nemacheillus chrysolaimos 95% 99,85% MK567487.1
Tabel 2. Hasil Identifikasi Sampel menggunakan BLAST.
Hasil kontruksi pohon filogenetik (Gambar 3.) kedelapan sampel yaitu KNC2, PNC1, MNC1, BNC1, BNC2, KNC1, PNC2, MNC2 berada dalam satu clade dan membentuk monofiletik dengan sekuen pembanding dari gene bank MK 567488.1 Nemacheilus crysolaimos dengan nilai bootsrap 100. Kedelapan sampel memiliki kekerabatan yang dekat dengan MN852376.1 Nemacheilus masyai, dan MF289074.1 Nemacheilus pallidus dengan nilai bootsrap.
Nilai lebih dari 65 pada percabangan pohon filogenetik menunjukkan tingkat kepercayaan yang tinggi (Batubara et al., 2011).
Konstruksi pohon filogenetik didukung dengan data mengenai similaritas dimana kedelapan sampel memiliki nilai similaritas tinggi yaitu 99,69% - 100%, begitupun dengan data sekuen pembanding nilai similaritasnya 81,36% - 99,69%. Nilai similaritas terendah adalah antara sampel dengan KT960805.1 Rasbora argyrota yaitu 81,3% - 81,6%. Menurut Claverie (2003) nilai presentase similaritas berbanding lurus dengan tingkat homologi antara kedua sekuen. Dengan semakin tinggi nilai similaritas maka tingkat homologi antara kedua sekuen juga makin tinggi. Isolat dengan nilai similaritas mencapai >97% dapat dikatakan bahwa spesies tersebut identik dengan strain yang dibandingkan, nilai similaritas 93% - 97% menunjukkan bahwa isolate berada pada tingkatan genus yang sama, tetapi berbeda spesies.
Diversitas genetik
Keragaman haplotype dan keragaman nukleotida dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil perhitungan diversitas genetik.
Sekuen N G + C NHap Pi Hd
Sekuen
sampel 8 0,493 8 0,00117 0,679
Ket: N : jumlah sekuen; NHap: jumlah haplotype; Pi: frekuensi haplotipe ; Hd: haplotipe diversity.
Keragaman haplotype dan keragaman nukleotida dihitung menggunakan software DNA SP, dihasilkan nilai keragaman haplotype sebesar 0,679, nilai keragaman nukleotida 0,00117.
Nilai keragaman haplotype berkisar 0,8-1 masuk dalam kategori tinggi, sedangkan nilai kisaran 0,5-0,7 tergolong dalam kategori sedang dan 0,1-0,4 merupakan kategori rendah (Nei, 1987). Hobbs et al. (2013) mengkategorikan nilai keragaman haplotype antara 0-0,5 adalah rendah, sementara antara 0,5-1 termasuk dalam kategori tinggi.
Berdasarkan hal tersebut, nilai keragaman haplotype Nemacheilus chrysolaimos masuk dalam kategori tingkat sedang. Kombinasi keragaman haplotype tinggi sedangkan untuk keragaman nukleotida rendah, mengindikasikan bahwa perbedaan di antara haplotype sangat sedikit (De- Joung et al., 2011).
Tabel 3. Nilai similaritas antar sampel dan dengan sekuen pembanding yang ada pada Genbank.
Spesies KNC1 KNC2 BNC2 PNC2 MNC1 PNC1 BNC1 MNC2 N.Chrysola N.Masyai N.Pallidus N.Fachiatu R.Argyrota KNC1 --- 0/653 0/652 0/653 1/653 1/653 1/649 2/653 3/642 54/649 54/646 94/649 121/649 KNC2 *100 --- 0/662 0/669 1/668 1/668 1/654 2/668 3/645 54/651 54/648 94/652 121/652 BNC2 *100 *100 --- 0/662 1/662 1/662 1/653 2/662 3/644 54/650 54/647 94/651 121/651 PNC2 *100 *100 *100 --- 1/668 1/668 1/654 2/668 3/645 54/651 54/648 94/652 121/652 MNC1 99,85 99,85 99,85 99,85 --- 0/668 0/654 1/668 2/645 53/651 53/648 93/652 121/652 PNC1 99,85 99,85 99,85 99,85 100 --- 0/654 1/668 2/645 53/651 53/648 93/652 121/652 BNC1 99,85 99,85 99,85 99,85 100 100 --- 1/654 2/645 53/651 53/648 93/652 121/652 MNC2 99,69 99,7 99,7 99,7 99,85 99,85 99,85 --- 3/645 54/651 54/648 94/652 120/652 N.Chrysola 99,53 99,53 99,53 99,53 99,69 99,69 99,69 99,53 --- 51/644 52/644 91/645 120/645 N.Masyai 91,68 91,71 91,69 91,71 91,86 91,86 91,86 91,71 92,08 --- 3/648 92/651 116/651 N. Pallidus 91,64 91,67 91,65 91,67 91,82 91,82 91,82 91,67 91,93 99,54 --- 91/648 116/648 N.Fachiatu 85,52 85,58 85,56 85,58 85,74 85,74 85,74 85,58 85,89 85,87 85,96 --- 127/652 R. Argyrota 81,36 81,44 81,41 81,44 81,44 81,44 81,44 81,6 81,4 82,18 82,1 80,52 ---
Gambar 3. Pohon filogenetik neighbour joining Gen Cytochrome Oxsidase subunit I (COI) spesies Nemacheilus chrysolaimos dengan 1000 kali pengulangan kedelapan sampel
Penelitian yang sama pada spesies yang lain dilaksanakan untuk melihat keragaman genetik populasi ikan Neimacheilus faschiatus yang hidup di sungai- sungai daerah Blitar dan Pasuruan, Jawa Timur memiliki nilai keragaman haplotipe 0,9172 dan nilai keragaman nukleotida 0,5115. Berdasarkan pada nilai tersebut, keragaman genetik ikan N. fachiatus masuk dalam kategori tinggi (Riyandini et al., 2020).
Perbedaan nilai haplotype di spesies maupun di antar spesies merupakan hasil dari subtitusi, insersi maupun delesi. Secara umum, variasi genetik dapat terjadi dengan adanya mutasi, rekombinasi, seleksi natural, ukuran populasi yang besar, dan migrasi (Barton, 2010). Nilai keragaman haplotipe (Hd) semakin tinggi maka tingkat keragaman genetik suatu populasi akan semakin tinggi, begitupun sebaliknya, nilai kegaraman haplotipe yang rendah maka tingkat keragaman genetik populasi tersebut juga rendah (Akbar et al., 2014).
Nilai keragaman genetik akan memberikan pengaruh pada beberapa aspek diantaranya ketahanan terhadap penyakit, respon pada perubahan lingkungan, perilaku, dan produktifitas/
biomassa.
Variabel keragaman genetik juga bergantung pada populasi (Nuryanto et al., 2012). Populasi besar akan cenderung memiliki keragaman genetik yang lebih besar dibandingkan dengan populasi kecil, dengan adanya korelasi tersebut maka pendugaan ukuran populasi spesies dapat dilakukan. Nilai keragaman N. chrsoylaimos di sungai wilayah Banyumas masuk dalam kategori sedang, hal ini menunjukkan ukuran populasinya di sungai wilayah Banyumas mengalami penurunan. Penangkapan yang berlebihan dapat dinyatakan sebagai penyebab turunya populasi N. chrsolaimos. Dilihat kualitas air dari keempat stasiun (Tabel 4) habitat hidup atau lingkungan N. chrysolaimos masih berada di tingkat optimum.
Nilai pH 7- 8.5 merupakan nilai ideal bagi kehidupan organisme akuatik, ikan uceng dapat tumbuh optimal pada kisaran pH 8,1- 8,2 (Mahardini, 2019). Kandungan oksigen merupakan faktor pembatas bagi ikan, 7,41- 7,77 adalah kisaran optimum (Tatangindatu et al., 2013). Ikan uceng memberikan respon pertumbuhan yang baik di kisaran DO 5,2- 6,1 mg/l dan suhu 26- 31 ºC (Mahardini, 2019).
Tabel 5. Hasil pengukuran kualitas air di keempat stasiun.
Stasiun DO (mg/l) pH Suhu (°C) TDS (ppm)
1 6,9 7,53 29,4 0,84
2 8,3 8,48 28,4 0,47
3 7,6 7,62 28,1 0,84
4 7,5 8,29 27,8 0,60
Keterangan : (1) Sungai Banjaran, (2) Sungai Mengaji, (3) Sungai Kranji, (4) Sungai Pelus.
Hasil dari penelitian ini memberikan gambaran bahwa penangkapan berlebih (overfishing) terhadap N. chrysolaimos di sungai-sungai Banyumas haruslah segera dikendalikan.
Karena mulai merubah struktur populasi yang ada. Metode ini dapat dikembangkan sebagai alat untuk memantau ukuran populasi suatu spesies di alam.
KESIMPULAN Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa spesies Nemacheilus yang hidup di sungai wilayah Banyumas adalah
Nemacheilus chrysolaimos. Kekerabatan Nemacheilus dari ke empat sungai membentuk monofiletik artinya berasal dari satu nenek moyang. Nilai keragaman haplotipe (Hd) ikan N. crysolaimos populasi Banyumas pada tingkat sedang dengan nilai keragaman nukleotidanya rendah.
Saran
Data keragaman genetik ikan-ikan lokal sungai Banyumas dapat dikoleksi sebagai langkah awal upaya pelestariannya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian didanai oleh BLU Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Jendral Soedirman, melalui skema Riset Dosen Pemula tahun anggaran 2020.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, N., N.P. Zamani & H. Madduppa. 2014. Keragaman genetik ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) dari dua populasi di Laut Maluku, Indonesia. Depik. 31. 65- 73.
Astuti, D. 2011. Variasi gen mitokondria cytocrome B pada dua jenis burung kakatua putih (Cacatua alba dan C.
moluccensis). Jurnal Biologi Indonesia.
Barton, N.H. 2010. Mutation and The Evolution of Recombination. Phil. Trans. R. Soc. B 365, 1281-1294.
Batubara, A., R.R. Noor, A. Farajallah, B. Tiesnamurti & M.
Doloksaribu. 2011. Karakterisasi molekuler enam subpopulasi kambing lokal Indonesia berdasarkan analisis sekuen daerah D-LOOP DNA mitokondria.
Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 16 (1): 49-60.
Claverie, J.M and C. Noteredame. 2003. Bioinformatics for Dummies. Indianapolis (U.S.): Whey Publishing.
De-Joung., A. Maaike, N. Wahlberg, M. van Eijk, P.M. Brakefield
& B.J. Zwaan. 2011. Mitochondrial DNA Signature for the range-wide population of Bicylus anynana suggests a rapid expansion from recent refugia. PLoS ONE. (6):
e21385.
Dharmayanti, N.L.P & I. Indi. 2011. Filogenetika Molekuler:
Metode Taksonomi Organisme Berdasarkan Sejarah Evolusi.
Folmer, O., B. Michael, B. Michael & B.B. Hoeh. 1994.
DNA primer for the amplification of mitochondrial cytochrome C oxidase subunit I from diverse metazoan invertebrates. PubMed Molecular Marine Biology and Biotechnology. 3 (5): 294-9.
Gu, X & W.H. Li. 1994. A Model for the Correlation of Mutation Rate with G.C. Content and the Origin of G.C.- Rich Isochores, Journal of Molecular Evolution.
Springer. New York
Hadiaty, H., R. Kurnia & K. Yamahira. 2014. The loaches of genus Nemacheilus (Telestoi: Nemacheilidae) in Sunda Island, with an identification key. Jurnal Ikhtiologi Indonesia, 14 (2): 83-100.
Hebert, N., D. Lumbatobing, A. Sholihah, H. Dahruddin, E.
Delrieu-Trottin, F. Busson, S. Sauri, R. Hadiaty & P. Keith.
2019. Revisiting species boundaries and distribution ranges of Neimacheilus spp. (Cypriniformes: Cyprinidae) in Java, Bali, and Lombok through DNA barcodes:
Implication for conservation in biodiversity hot spot.
Conserv. Genet. 20 (3): 517- 529.
Hubert, P.D., N.S. Ratnasinghamand & J.R. deWaard. 2003.
Barcoding animal life: Cytochrome C Oxidase Subunit I Divergenses Among Closely Related Species. Proc. R.
Soc. Lond. B (Suppl) 270: S96-S99.
Hobbs, J.P.A., L. Herwerden, D.R. Jerry, G.P. Jones & P.L. Munday.
2013. High genetic diversity in geographically remote populations of endemic and widespread coral reef angelfishes (genus: Centropyge). Diversity 5: 39-50.
Ketchum, K., N. Remi, M.M. Dieng, G. O-Vaughan, J.A. Bur &
Y. Idaghdour. 2016. Levels of genetic diversity and taxonomic status of Epinephelus species in United Arab Emirates fish markets. Marine Pollution Bulletin.
Kottelat Maurice.1993. Freshwater fishes of western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions.
Mahardini, A.T. 2019. Penaruh Perbedaan Jenis Substrat Terhadap Kelulushidupan dan Pertumbuhan Ikan Uceng (Nemacheilus fasciatus). Skripsi. Universitas Brawijaya
Nei, M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics. New York.
Colombia University.Press. New York.512 pp.
Nielsen, R & Z. Yang. 1998. Likelihood Models folr Detecting Positively Selected Amino Acid Sites and Applications to the Hiv-1 envelope gene. Genetics. 148 (3): 929- 936.
Noor, S., H. Pramono & S. Aziz. 2014. Deteksi keragaman spesies bakteri metanogen rumen sapi menggunakan kloning gen 16S rRNA dan sekuensing. Scripta Biologica.
1 (4): 1-8.
Nuryanto, A., M. Bhagawati, M.N. Abulias & I. Indarmawan.
2012. Fish diversity at Cileuleuh River in District of Majenang, Cilacap Regency, Central Java. Jurnal Iktiologi Indonesia 12 (2): 147-153.
Nuryanto, A., N. Komalawati & S. Sugiharto. 2019. Genetic diversity assessment of Hemibagrus nemurus from Rivers in Java Island, Indonesia using COI gene. Biodiversitas.
20 (9).
Rahim, Z & H. Madduppa. 2020. Identifikasi ikan sardin komersial (Dussumieria elopsoides) yang didaratkan di Pasar Muara Angke, Jakarta menggunakan pengamatan morfologi, morfometrik dan DNA barcoding. Jurnal Kelautan. 13 (2).
Riyandini, A.Y., M.S. Widodo & M. Fadjar. 2020. Cytochrome C oxidase subunit 1 gene (COI) for Identification and genetic variation of loaches (Nemacheilus fasciatus).
Research Journal of Life Science. 7 (3): 142-154.
Tatangindatu, F., O. Kalesaran & R. Rompas. 2013. Studi parameter fisika kimia air pada areal budidaya ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan, Kabupaten Minahasa.
Jurnal Budidaya Perairan. 1 (2): 8-19.
Ukenye, E.A., I.A. Taiwo & P.E. Anyanwu. 2019. Morphological and genetic variation in tilapia guineensis in West African Coastal waters: A mini-review. Biotechnology Report. 24.
Wibowo, A & S. Kaban. 2015. Genetic variation of tor tambroides (Bleeker, 1854) along Batang Terusan River, West Sumatra: Implication for stock identification.
Ind. Fish. Res. J. 21 (2).