• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of INOVASI KURIKULUM PESANTREN DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of INOVASI KURIKULUM PESANTREN DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

INOVASI KURIKULUM PESANTREN DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

Akhmadi 1

1Dosen STAI At-Taqwa Bondowoso Email: [email protected].

Naskah diterima: 2 Desember 2021, direvisi: 07 Januari 2022, diterbitkan: 17 Februari 2022 ABSTRACT

The learning model has an important role in the learning process. The learning model serves to assist teachers in achieving the set learning objectives. One of them is the Numbered Heads Together (NHT) cooperative learning model, which is a structural cooperative learning model developed by Spencer Kagan (1993) by involving students in reviewing the material covered in a lesson and checking or checking their understanding of the content of thelesson. This cooperative learning model is expected to produce an effective, innovative learning process and improve the results of student activities. This study aims to determine the application of the NHT learning model in thematic learning. The research approach uses a qualitative descriptive type. The research location is at SDN Dabasah 4 Bondowoso. Data sources are divided into two, namely primary and secondary. Primary data sources are the principal, class teachers and students of SDN Dabasah 4 and secondary data sources are the results of observations and documentation. Data collection techniques through interviews, observation and documentation. The data analysis technique uses data reduction, data presentation and conclusion drawing. The research stages are pre-field, fieldand data analysis. The results showed: 1) The NHT learning model has many benefits in the learning process in the classroom, 2) There are various considerations that must be considered before determining the learning model. 3) There are various learning models that are suitable for use in thematic learning in elementaryschools

Keywords: Learning model, Numbered head together, Tematik.

ABSTRAK

Model pembelajaran memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran berfungsi untuk membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT) yang merupakan model pembelajaran kooperatif struktural yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993) dengan melibatkan siswa dalam meninjau kembali materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka terhadap isi materi pelajaran. pelajaran. Model pembelajaran kooperatif ini diharapkan dapat menghasilkan proses pembelajaran yang efektif, inovatif dan meningkatkan hasil aktivitas siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran NHT dalam pembelajaran tematik. Pendekatan penelitian menggunakan jenis deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian di SDN Dabasah 4 Bondowoso. Sumber data terbagi menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Sumber data primer adalah kepala sekolah, guru kelas dan siswa SDN Dabasah 4 dan sumber data sekunder adalah hasil observasi dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi.

Teknik analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Tahapan penelitian adalah pra lapangan, lapangan dan analisis data. Hasil penelitian

(2)

2 menunjukkan: 1) Model pembelajaran NHT memiliki banyak manfaat dalam proses pembelajaran di kelas, 2) Terdapat berbagai pertimbangan yang harus diperhatikan sebelum menentukan model pembelajaran. 3) Terdapat berbagai model pembelajaran yang cocok digunakan dalam pembelajaran tematik di sekolah dasar

Kata Kunci: Model Pembelajaran, Number Head Together, Tematik.

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan proses penting dalam membina dan menuntun manusia mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia maupun di akhirat. Bahkan Al- qur’an memberikan perhatian lebih terhadap masalah pendidikan ini, mulai dari kewajiban menuntut ilmu, terlebih pula terhadap orang- orang yang beriman dan berilmu. Bahkan usaha untuk mempelajari dan mendalami sebuah ilmu juga diibaratkan sama pentingnya seperti orang yang sedang melakukan perjuangan untuk berjihad (QS. Almujadalah : 11).

Fenomena yang berkembang saat ini menunjukkan bahwa gaya hidup sebagian besar masyarakat Indonesia lebih bersifat pragmatis dan hedonis. Gaya hidup seperti ini telah mengubah pandangan mereka terhadap pilihan pendidikan bagi anak- anaknya, yaitu cenderung untuk mengabdikan pendidikan yang bersifat agamis.

Hal ini menegaskan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, pesantren adalah suatu lembaga pendidikan islam yang memiliki daya tarik tersendiri bagi para pelajar yang ingin mempelajari ilmu-ilmu keagamaan, sebagai lembaga pendidikan tentunya pesantren memiliki sistem pendidikan yang berbeda dengan sistem-sistem pendidikan umum, pola pendidikan yang diterapkan adalah sistem pendidikan klasik yaitu sorogan dan bandongan. Sorogan adalah kegiatan pembelajaran santri yang lebih menitikberatkan pada pengembangan kemampuan perseorangan, di bawah bimbingan seorang ustad atau kyai. dan bandongan bisa juga disebut wetonan adalah sistem pendidikan pesantren yang mana kyai atau guru berada didepan sekelompok santri yang sedang mendengarkan kyainya membaca, menerjemahkan, menerangkan bahkan mengulas isi dari buku-buku Islam klasik (kitab kuning). Para santri memegang dan memperhatikan kitabnya masing- masing dan membuat catatan-catatan kecil pada lembar catatan baik arti perkata, perlimat ataupun kandungan kitab terbut. Tradisi seperti ini merupakan warisan yang di kembangkan secara turun temurun oleh para kiai (ulama’) tradisional di tia[-tiap pesantren salaf di Indonesia sejak berdirinya pesantren hingga saat ini.

Namun, seiring berkembangnya zaman yang semakin modern ini, keberadaan pesantren semakin redup dan cenderung tidak diminati lagi. Hal ini disebabkan karena banyak bermunculan ilmu-ilmu umum yang lebih menjanjikan seseorang dalam mendapatkan segala keinginannya, salah satunya adalah pekerjaan yang mapan, Sehingga dalam paradigma ini muncullah pesantren modern. Model sistem pendidikan pesantren modern ini adalah sistem kelembagaan pesantren yang dikelola secara modern, baik dari segi administrasi, system pengajaran maupun kurikulum.

Munculnya model ini bukan berarti bentuk pendidikan Islam yang lama menjadi hilang, yang lama masih tetap ada dan berdampingan dengan bentuk pendidikan Islam yang baru Sehingga di kalangan masyarakat Islam ada tiga bentuk lembaga pendidikan Islam yaitu pesantren, madrsah, dan sekolah Islam, dan ketiganya itu bertahan hingga sekarang.

Di era cepatnya perubahan disemua sektor dewasa ini, pesantren menyimpan banyak persoalan yang menjadikannya agak tertatih-tatih, kalau tidak malah

(3)

3 kehilangan kreativitas, dalam merespon perkembangan zaman. Beberapa pesantren yang ada pada saat ini, masih kaku (rigid) mempertahankan pola salafiyah yang dianggapnya sophisticated dalam menghadapi persoalan eksternal. Padahal, sebagai suatu institusi pendidikan, keagamaan dan sosial, pesantren dituntut melakukan internalisasi, inovasi dan transformatif tanpa harus mengorbankan karakter dan nilai dasarnya.

Sehubungan dengan ini, peneliti dapat melihat mengenai pembaruan Islam khususnya pesantren dengan memasukkan science ke dalam kurikulum. Hal ini berdasarkan fakta bahwa di sekeliling manusia tidak hanya membicarakan koridor agama melainkan juga termasuk aspek teknologi, namun, dengan adanya inovasi- inovasi yang masuk ke dalam kurikulum pesantren maka secara otomatis akan terjadi perubahan-perubahan signifikan dan fundamental bagi pesantren, baik dari segi kurikulum, kelembagaan, sarana dan prasarana maupun dari aspek transformatif lainnya. Dengan adanya inovasi-inovasi terhadap pesantren, salah satunya pada bidang kurikulum lembaga dan sarana prasarana, maka tidak dapat menghalangi masuknya muatan pendidikan umum dan ajaran-jaran yang bersumber dari dunia barat. Pada aspek ini, yang menjadi kekhawatiran adalah lunturnya pemahaman anak-anak didik terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah dan hilangnya tradisi dan kultur pesantren sebagai basis penanaman karakter religi para santri . Oleh karena itu, sikap hati-hati sangat di perlukan dalam mengadopsi sistem pesantren yang modern ini, sebab ditakutkan dapat merusak citra pesantren sebagai lembaga pendidikan Agama Islam.

DISKUSI

Proses Inovasi Kurikulum

Salah satu komponen penting pada suatu lembaga pendidikan formal yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolak ukur keberhasilan dan kualitas hasil pendidikan, adalah kurikulum.

Dalam konteks pendidikan pesantren, istilah kurikulum tidak dikenal di dunia pesantren, terutama masa kemerdekaan, walaupun sebenarnya materi pendidikan sudah ada materi keterampilan dan diajarkan di pesantren. kebanyakan pesantren tidak merumuskan dasar dan tujuan pesantren secara eksplisit dalam bentuk kurikulum. Tujuan pendidikan pesantren ditentukan oleh kebijakan kyai, sesuai dengan perkembangan.

Pesantren dihadapkan terhadap banyak tantangan, termasuk di dalamnya modernisasi pendidikan islam. Dalam banyak hal, sistem dan kelembagaan pesantren telah dimodernisasi dan disesuaikan dengan tuntutan pembangunan, terutama dalam aspek kelembagaan yang secara otomatis akan mempengaruhi penetapan kurikulum yang mengacu pada tujuan institusional lembaga tersebut. Selanjutnya, peroalan yang muncul adalah apakah pesantren dalam menentukan kurikulum harus melebur pada tuntutan jaman saat ini? atau justru ia harus mampu mempertahankannya sebagai ciri khas pesantren, justru inilah yang mampu mengaktualisasikan eksistensinya di tengah- tengah tuntutan masyarakat.

Sebagai jantung pendidikan, kurikulum pesantren dipandang sebagai hal esensial bagi manusia. Melalui pendidikan, manusia dapat belajar menghadapi segala macam problematika yang ada di alam semesta demi mempertahankan hidup.

Pendidikan dalam kehidupan manusia memmiliki peran yang sangat penting.

Pendidikan dapat membentuk kepribadian seseorang dan pendidikan diakui sebagai

(4)

4 kekuatan yang mampu menentukan prestasi dan produktivitas seseorang. Dengan bantuan pendidikan, seseorang memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang dihadapi, sehingga mampu menciptakan karya gemilang dalam hidup atau mampu mencapai suatu peradaban dan kebudayaan tinggi dengan bantuan pendidikan.

Sebagai respon dari bentuk perubahan kurikulum dan kebijakan pemerintah, maka pondok pesantren harus bersedia menggeser orientasi mampu malakukan kolaborasi kurikulum yang selama ini berjalan di lembaganya. Unsur pondok pesantren sendiri meliputi kyai, masjid, santri, pondok atau asrama dan pengajaran kitab-kitab klasik (kitab kuning). Kyai merupakan gelar kehormatan yang diberikan masyarakat kepada seorang ahli agama islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab klasik kepada para santrinya. Masjid merupakan Lembaga pendidikan islam yang sudah ada sejak masa nabi Muhammad sampai sekarang, yang berfungsi sebagai tempat bersosialisasi, tempat ibadah, tempat pengabdian, tempat pendidikan dan sebagainya. Santri adalah orang-orang yang menuntut ilmu di sebuah pondok pesantren. para santri itu biasanya tinggal di pondok atau asrama, namun ada pula yang pergi pulang dari rumahnya. Pondo adalah asrama para santri yang merupakan ciri khas pesantren.

Ditempat ini para santri bersama-sama belajar dibawah pimpinan seorang atau beberapa kiyai/ ustadz atau orang yang dianggap senior. Pendidikan di pondok pesantren lebih mengutamakan pembacaan dan pengenalan kitab-kitab klasik karya para ulama’. Adapun tujuan pengajaran ini adalah untuk memperdalam ajaran agama islam, untuk mendidik dan memberi bekal calon-calon ulama’ atau da’i. adapun kitab kuning yang digunakan di pesantren berisi tentang fiqih, hadist, tasawuf, sastra arab, nahwu, shorof, dan kitab-kitab klasisk lainnya.

Pondok modern memiliki kerakteristik tersendiri dalam meningkatkan mutu pendidikan santrinya. Adapun karakteristik tersebut yakni mulai diadaptasikannya kurikulum pendidikan islam oleh kementrian agama (KEMENAG) melalui sekolah formal (madrasah). Kurikulum khusus pesantren dialokasikan dalam muatan local atau diterapkan memalui kebijakan sendiri. Gambaran kurikulum lainnya adalah pada bagian pembagian waktu belajar, yaitu mereka belajar keilmuan sesuai dengan kurikulum yang ada di sekolah pada waktu-waktu sekolah. Waktu selebihnya dengan jam pelajaran yang padat dari pagi sampai malam untuk mengaji ilmu islam khas pesantren (pengajian kitab kuning).

Kurikulum pendidikan yang ada di pondok, khususnya pondok pesantren modern merupakan perpaduan antara kurikulum pesantren salaf dan sekolah umum, yang mana dengan adanya perpaduan antara kedua kurikulum tersebut diharapkan akan mampu memunculkan output pesantren berkualitas yang tercermin dalam sikap aspiratif, progresif, dan tidak “ortodoks” sehingga santri bisa secara cepat beradaptasi dalam setiap bentuk perubahan peradaban dan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.

Adapun jenis kurikulum yang dimiliki pondok pesantren modern yakni kurikulum jenis core curriculum, yang mana menurut Faunce dan Bossing jenis ini adalah jenis kurikulum dengan merujuk pada pengalaman belajar yang fundamental bagi peserta didik, karena pengalaman belajar berasal dari 1) kebutuhan atau dorongan secara individual maupun secara umum, 2) kebutuhan secara social dan sebagai warga Negara masyarakat demokratis.

Dalam aplikasinya, pendekatan core curriculum memerlukan pertimbangan penggunaan waktu yang fleksibel, terwujudnya prosedur pengajaran yang fleksibel dan leluasa, serta variasi pengalaman belajar yang luas, sehingga core program

(5)

5 diharapkan dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah, berpikir kritis, dan mengutamakan kemampuan akademik dsn intelektual dalam suatu konteks yang bermakna. Menurut subandijah, fleksibilitas pengutaraan isi dan waktu akan memberikan kemudahan dalam penyesuaian pengalaman belajar bagi kebutuhan individu anak didik.

Implikasi Inovasi Kurikulum Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan

Dalam bentuk pesantren yang telah mengadopsi kurikulum dan lembaga sekolah, maka hubungan ideal antara keduanya perlu dikembangkan. Kesadaran dalam mengembangkannya, tampaknya mulai tumbuh dikalangan umat islam. Namun dalam kondisi real, keberadaan pesantren yang telah mengadopsi kurikulum sekolah (madrasah), ternyata belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Disana-sini masih banyak terlihat kendala yang dihadapinya sehingga hasilnyapun terkadang belum pada taraf memuaskan. Oleh karena itu, upaya untuk merumuskan kembali lembaga yang bercirikan pesantren yang mampu untuk memproduk siswa (santri) yang benar-benar mempunyai kemampuan professional serta berahlak mulia senantiasa perlu dilakukan terus-menerus secara berkesinambungan.

Dengan kesadaran ini dapat diyakini bahwa integritas pendidikan sekolah ke dalam lingkungan pesantren, merupakan kecenderungan positif yang diharapkan bisa menepis beberapa kelemahan masing-masing. Bagi pendidikan pesantren, integritas ini merupakan peluang yang sagat strategis dalam mengembangkan tujuan pendidikan secara lebih actual dan kontekstual.

Faktor-faktor yang mempenggaruhi inovasi kurikulum dalam meningkatkan mutu pendidikan

Dalam melakukan peningkatan mutu dan hasil belajar di sekolah, maka diperlukan adanya inovasi kurikulum, dalam konteks ini, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya, antara lain;

1. Faktor internal : Yakni meliputi psikologi, sosiologis dan fisiologis yang ada dalam diri siswa dan guru. Kedua komponen ini sangat berperan dalam menentukan perubahan dan perbaikan kurikulum yang lebih dinamis.

2. Faktor eksternal : Yakni, meliputi lingkungan dan media sebagai alat penunjang mutu

Kedua faktor ini harus menjadi perhatian jika proses pendidikan di kelas ingin berhasil dengan baik. Dan faktor-faktor tersebut merupakan kondisi yang mempengaruhi proses dan hasil belajar.

Adapula komponen-komponen yang dapat mempengaruhi atau menjadi peningkat dari mutu pendidikan yakni komponen input, yang meliputi murid/santri sebgai pesarta didik, dan guru, kepala sekolah, sarana dan prasarana, sumber belajar, media dan peralatan belajar, metode, strategi, serta pendekatan pembelajaran.

Sedangkan yang termasuk komponen output atau keluaran hasil proses pembelajaran dan pendidikan adalah komponen lulusan atau alumni dari institusi pendidikan.

Dari segi prespektif ini komponen yang mempengaruhi mutu pendidikan ialah komponen input, proses, keluaran (output) dan dampak (outcomes). Adapun faktor- faktornya yakni komponen input yaitu dasar dan daya penunjang dari komponen proses yakni pemanfaatan dari komponen input atau suasana pembelajaran. Dari kompone output yaitu para alumni atau lulusan. Dan yang terakhir yakni komponen dari dampak yakni meliputi return, kepuasan dan perubahan. Faktor-faktor tersebutlah yang dapat mempengaruhi mutu pendidikan santri. Jika di ibaratkan di dunia militer, kepala sekolah merupakan perwira sebagai komandan atau panglima

(6)

6 perang, dan guru merupakan prajurit sebagai ujung tombak di barisan terdepan untuk menghancurkan musuh, namun fakor kepala sekolah dan guru yang bermutu akan kurang memberikan konstribusi terhadap peningkatan mutu jika tidak ditunjang oleh berbagai faktor dalam komponen input, proses, dan output.

Faktor kurikulum juga memegang peranan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Kuruikulum yang disusun sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan mental peserta didik, sesuai dengan tuntutan kebutuhan siswa dan orangtuanya, masyarakat, dan dunia kerja serta sesuai dengan kebutuhan guru sebagai pendidik dan pembelajar di kelas, akan mendukung pencapaian interaksi belajar mengajar yang optimal dan maksimal, sehingga keluaran suatu lembaga pendidikan akan lebih berkualitas.

Perlu di ingat, bahwa sekalipun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu pendidikan talah dilaksanakan oleh guru dalam pembelajaran, namun dalam faktanya tidak sedikit guru yang mengalami kesulitan dalam menerpkan berbagai faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, guru disekolah membutuhkan layanan supervise dari kepala sekolah. Kegiatan supervise ini merupakan fungsi manajerial yang harus dilakukan oleh kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme dan kinerja guru sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui aplikasi menajemen mutu terpadu di institusi persekolahan.

KESIMPULAN

Proses inovasi kerikulum pesantren dalam meningkatkan mutu pendidikan santri.

Disini santri menjalankan segala macam kegiatan pendidikan yang biasa dilakukan oleh seorang santri pada umumya, seperti mengkaji kitab kuning klasik, yang didalamnya terdapat pembelajaran megenai pendalaman-pendalaman ilmu nahwu, shorof, al-qur’an, tasawuf, hadist, maupun fiqih. namun disamping itu, mereka juga tidak meninggalkan pendidikan umum, pondok ini merasa bahwa pendidikan umum juga sangat penting diajarkan kepada santri khususnya di perkembangan zaman yang semakin hari semakin modern. Dan yang dimaksud dengan pendidikan umum disini seperti pramuka, dan drumb band, maupun bidang entrepreneurship dan juga ilmu- ilmu sains (tentang alam), kimia, fisika, matematika dan ilmu-ilmu social yang membahas tentag kemasyarakatan. dengan adanya pembekalan kedua ilmu tesebut, ilmu agama dan ilmu umum, santri siap untuk menghadapi tuntutan kehidupan di masyarakat.

Implikasi inovasi kurikulum pesantren terhadap peningkatan mutu pendidikan santri. Adalah degan memenuhi ketentuan pembangunan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi atau dengan kata lain untuk memenuhi tantangan zamannya. Kedua jenis pendidikan pesantren dan umum ini ternyata mampu menjadi jembatan bagi pesantren yang menghubungkan dengan sistem pendidikan nasional, dan sebaliknya kedua jenis pendidikan formal tersebut juga mendapat penyempurnaan dari jenis pendidikan non formal, yaitu pesantren, terutama mengenai moral yang tidak dapat didikan secara formal di madrsah dan sekolah umum tersebut. Dengan demikian terjadi simbiosis mutualisme kurikulum antara ketiga jenis pendidikan tersebut: “pesatren, madrasah, dan sekolah umum.

Faktor penghambat dan pendukung inovasi kurikulum pesantren dalam meningkatkan mutu pendidikan santri. yakni adanya minat dari para santri untuk belajar dan berkembang, adanya motivasi dan semangat yang tinggi dari anak didik dalam melaksanakn proses pembelajaran, dan juga tidak kalah pentingnya adalah mengenai para pendidik yang guru yang sesuai dengan fak atau bidangnya, mereka

(7)

7 didatangkan atau mereka adalah lulusan pesantren juga, jadi sudah pasti para guru tersebut mengerti dan faham bagaimana cara-cara pembelajaran terbaik yang ada di sebuah pesantren, begitu pula dengan bentuk pelajaran umum, Pondok pesantren juga memiliki guru yang faham dengan pelajaran umum tersebut. Sedangkan factor penghambatnya adalah mengenai jadwal atau waktu yang terkadang terdapat kegiatan yang diadakan oleh pihak kemenag yang berbentrokan dengan agenda kegiatan yang telah di jadwalkan di pondok. Begitu pula factor yang lain yakni dari sarana dan prasarananya yang perlu adanya perbaikan ataupun pembaharua.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2014), Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta Basori, Ruchman. (2006), The Founding Father. Jakarta: Inces

Hadis, Abdul dan Nurhayati. (2014), Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta Idi, Abdullah. (2014)Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Mahmud, (2006), Model-Model Pembelajaran di Pesantren. Tanggerang: Media

Nusantara,

Nawawi, Hadari. (2004), Penelitian terapan. Yogyakarta: UGM press,

Salim, Moh. Haitami. (2006) Pendidikan Agama dalam Keluarga. Jogjakarta: Ar- Ruzz.

Media, 2013

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian sebagai berikut: kurikulum yang dilaksanakan pada Pesantren Ar- Raudatul Hasanah adalah perpaduan antara kurikulum Pesantren Gontor dengan penyesuaian

Konsep pemilihan kurikulum pondok pesantren atau mata pelajaran atau materi yang diajarkan dalam kurikulum pesantren, ya tidak lepas dari ciri khas pondok pesantren itu

lampau (al-salaf) yang ditulis dengan format khas pra-modern, sebelum abad ke- 17-an M. Dalam hal ini, kitab kuning menjadi bagian khazanah keilmuan Islam yang sangat

Dalam bidang kurikulum, pondok pesantren APIK Kaliwungu yang tetap mempertahankan bahan materi yang bersumber dari Kitab Kuning dengan didukung metode klasikal, penulis nilai

Sedangakan lembaga pendidikan informal adalah pengajian salafi (Pengajian Kitab), yang diajarkan pagi, sore, dan malam hari. Kegiatan ektsra kurikuler yaitu

Kurikulum pendidikan pesantren modern merupakan perpaduan antara pesantren salaf dan sekolah (perguruan tinggi), diharapkan akan mampu memunculkan output pesantren berkualitas

Pada tahap ini pembelajaran kitab kuning dengan metode Alfatih di pondok pesantren Sumber Mas Daerah Almadinah mulai dilaksanakan dengan beberapa ketentuan sebagai berikut; pertama,

Dengan demikian, implementasi Manajemen Pembelajaran Kitab Kuning Pola 100 Jam menggunakan Metode Tamyiz di Pondok Pesantren Bayt Tamyiz dirancang untuk memberikan pemahaman yang