17
INOVASI KURIKULUM PESANTREN DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN Akhmadi1, Agus Fawait2, Dianita Muna Zahirah3
1, 2Dosen Tetap STAI At Taqwa Bondowoso
3Mahasiswa S2 UIN Khas Jember Email:
[email protected], [email protected], [email protected] Naskah diterima: 09 Juni 2022, direvisi: 16 Juli 2022, diterbitkan: 19 Agustus 2022
ABSTRACT
Boarding school is included in one of the places that keep a lot of problems that make it a bit staggering, if not even lose creativity, in responding to the times. Some of the existing pesantren, still rigid, retain salafiyah patterns which they consider sophisticated in the face of external problems. In fact, as an educational, religious, and social institution, pesantren is required to innovate without having to inflame the character of the original basic value. In connection with this, the author can see about Islamic renewal especially boarding by incorporating science like natural science, social, and other general knowledge into the curriculum. Therefore. This research uses qualitative research. The data collection techniques in the form of observation, interviews, and documentation. From the results of this study found that there are two types of pesantren and general education that both types of education can provide knowledge for learners in the face of social life that coexist with the community, especially about moral education that can not be formally educated in public schools. And with both types of education Students are also able to adapt to the development of science and technology so they will be ready to face the challenges of this modern era.
Keywords: Innovation, Curriculum Pesantren, Quality of education ABSTRAK
Boarding school is included in one of the places that keep a lot of problems that make it a bit staggering, if not even lose creativity, in responding to the times. Some of the existing pesantren, still rigid, retain salafiyah patterns which they consider sophisticated in the face of external problems. In fact, as an educational, religious, and social institution, pesantren is required to innovate without having to inflame the character of the original basic value. In connection with this, the author can see about Islamic renewal especially boarding by incorporating science like natural science, social, and other general knowledge into the curriculum. Therefore. This research uses qualitative research. The data collection techniques in the form of observation, interviews, and documentation. From the results of this study found that there are two types of pesantren and general education that both types of education can provide knowledge for learners in the face of social life that coexist with the community, especially about moral education that can not be formally educated in public schools. And with both types of education Students are also able to adapt to the development of science and technology so they will be ready to face the challenges of this modern era.
Keywords: Innovation, Curriculum Pesantren, Quality of education
18 PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan proses penting dalam membina dan menuntun manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia maupun di akhirat. Bahkan Al- qur’anpun memberikan perhatian lebih terhadap masalah pendidikan ini, mulai dari kewajiban menuntut ilmu, terlebih pula terhadap orang-orang yang beriman dan berilmu. Bahkan usaha untuk mempelajari dan mendalami sebuah ilmu juga diibaratkan sama pentingnya seperti orang yang sedang melakukan perjuangan untuk berjihad.
Sebagaimana firman Allah SWT: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Almujadalah : 11).
Fenomena yang berkembang saat ini menunjukkan bahwa gaya hidup sebagian besar masyarakat Indonesia lebih bersifat pragmatis dan hedonis. Gaya hidup seperti ini telah mengubah pandangan mereka terhadap pilihan pendidikan bagi anak- anaknya, yaitu cenderung untuk mengabdikan pendidikan yang bersifat agamis.(Salim, 2013: 21)
Hal ini menegaskan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, pesantren adalah suatu lembaga yang mana disana terdapat pelajar-pelajar yang ingin mempelajari ilmu-ilmu keagamaan, sebagai lembaga pendidikan tentunya pesantren memiliki sistem pendidikan yang berbeda dengan sistem-sistem pendidikan umum, pola pendidikan yang diterapkan adalah ssstem pendidikan klasik yaitu sorogan dan bandongan. Sorogan adalah merupakan kegiatan pembelajaran santri yang lebih menitik beratkan pada pengembangan kemampuan perseorangan (individu), di bawah bimbingan seorang ustad atau kyai.(Mahmud, 2006: 51) dan bandongan bisa juga disebut wetonan adalah sistem pendidikan pesantren yang mana kyai atau guru berada didepan sekelompok santri yang sedang mendengarkan kyainya membaca, menerjemahkan, menerangkan bahkan mengulas isi dari buku-buku Islam klasik (kitab kuning). Masing-masing santri memegang dan memperhatikan kitabnya masing- masing dan membuat catatan-catatan baik arti ataupun buah pikiran yang sulit. Hal seperti ini merupakan warisan yang di kembangkan secara turun temurun oleh para ulama’ tradisional Islam semenjak beberapa tahun yang lalu, subtansinya tidak jauh berbeda dengan keberadaan kaum salaf pada abad-abad pertama perkembagan Agama Islam itu sendiri.
Namun, seiring berkembangnya zaman yang semakin modern ini, keberadaan pesantren semakin redup dan cenderung tidak diminati lagi. Hal ini disebabkan karena banyak munculnya ilmu-ilmu umum yang lebih bisa dalam menjanjikan seseorang dalam mendapatkan segala keinginannya, salah satunya yakni adalah pekerjaan yang mapan, Sehingga dalam paradigma ini muncullah pesantren modern. Model sistem pendidikan pesantren modern ini adalah sistem kelembagaan pesantren yang dikelola secara modern, baik dari segi administrasi, system pengajaran maupun kurikulum.
Munculnya model ini bukan berarti bentuk pendidikan Islam yang lama menjadi hilang, yang lama masih tetap ada dan berdampingan dengan bentuk pendidikan Islam yang baru Sehingga di kalangan masyarakat Islam ada tiga bentuk lembaga pendidikan Islam yaitu pesantren, madrsah, dan sekolah Islam, dan ketiganya itu bertahan hingga sekarang.(Basori, 2006: 4)
19 Di era cepatnya perubahan disemua sektor dewasa ini, pesantren menyimpan banyak persoalan yang menjadikannya agak tertatih-tatih, kalau tidak malah kehilangan kreativitas, dalam merespon perkembangan zaman. Beberapa pesantren yang ada pada saat ini, masih kaku (rigid) mempertahankan pola salafiyah yang dianggapnya sophisticated dalam menghadapi persoalan eksternal. Padahal, sebagai suatu institusi pendidikan, keagamaan, dan sosial, pesantren dituntut melakukan inovasi dan internalisasi transformatif tanpa harus mengobarkan karakter nilai dasar aslinya.
Sehubungan dengan ini, penulis dapat melihat mengenai pembaruan Islam khususnya pesantren dengan memasukkan science ke dalam kurikulum. Hal ini berdasarkan bahwa di sekeliling manusia tidak hanya membicarakan koridor agama melainkan juga termasuk aspek teknologi, namun, dengan adanya inovasi-inovasi yang masuk kedalam dunia pesantren maka dengan otomatis akan ada perubahan- perubahan yang terjadi dalam pesantren tersebut, baik dari segi kurikulum kelembagaan, sarana dan prasarana maupun dari segi sosial yang lain.
Dengan adanya inovasi-inovasi yang hadir di dalam pesantren, salah satunya pada bidang kurikulum lembaga dan sarana dan prasarana, maka tidak dapat menghalangi akan masuknya suatu hal seperti ajaran-ajaran yang umum dan ajaran- jaran yang bersumber dari dunia barat. Di takutkan akan terjadi lunturnya pemahaman anak-anak didik terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah. Oleh karena itu, sikap hati-hati sangat di perlukan dalam mengadopsi sistem pesantren yang modern ini, sebab ditakutkan dapat merusak citra pesantren sebagai lembaga pendidikan Agama Islam.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, berdasarkan jenisnya penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang memiliki karakteristik bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya (natural setting) dengan tidak dirubah dalam bentuk- bentuk simbul atau bilangan.(Nawawi, 1994:
174) Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, yaitu penelitian non hipotesis, sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis.(Arikunto, 2002: 245)
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga macam, yaitu observasi yang mana peneliti mendatangi lokasi yang digunakan dalam penelitian dan melakukan pengamatan dan beberapa tanya jawab dengan pengasuh dan dengan beberapa staf yang ada di lembaga tersebut mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penellitian yang akan dilakukan. Wawancara, dan dokumentasi.
Setelah mendapatkan data yang telah dibutuhkan peneliti menganalisis data dengan tiga tahapan, yaitu mereduksi data atau atau memilih data-data yang sesuai dengan pembahasan, setelah itu penyajian data dan terakhir adalah menarik kesimpulan.
Untuk mengecek keabsahan data, peneliti menggunakan triangulasi serta ketekunan pengamatan.
HASIL DAN DISKUSI 1. Proses Inovasi Kurikulum
Salah satu komponen penting pada suatu lembaga pendidikan formal yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolak ukur keberhasilan dan kualitas hasil pendidikan, adalah kurikulum.
20 Dalam konteks pendidikan pesantren, istilah kurikulum tidak dikenal di dunia pesantren, terutama masa kemerdekaan, walaupun sebenarnya materi pendidikan sudah ada dan keterampilan itu ada dan diajarkan di pesantren. kebanyakan pesantren tidak merumuskan dasar dan tujuan pesantren secara eksplisit dalam bentuk kurikulum. Tujuan pendidikan pesantren ditentukan oleh kebijakan kyai, sesuai dengan perkembangan tersebut.
Pesantren dihadapkan terhadap banyak tantangan, termasuk di dalamnya modernisasi pendidikan islam. Dalam banyak hal, sistem dan kelembagaan pesantren telah dimodernisasi dan disesuaikan dengan tuntutan pembangunan, terutama dalam aspek kelembagaan yang secara otomatis akan mempengaruhi penetapan kurikulum yang mengacu pada tujuan institusional lembaga tersebut. Selanjutnya, peroalan yang muncul adalah apakah pesantren dalam menentukan kurikulum harus melebur pada tuntutan jaman sekarang, atau justru ia harus mampu mempertahankannya sebagai ciri khas pesantren yang banyak hal justru lebih mampu mengaktualisasikan eksistensinya di tengah-tengah tuntutan masyarakat.
Sebagai jantung pendidikan, kurikulum dipandang sebagai hal esensial bagi manusia. Melalui pendidikan, manusia dapat belajar menghadapi segala macam problematika yang ada di alam semesta demi mempertahankan hidup. Pendidikan dalam kehidupan manusia memmiliki peran yang sangat penting. Pendidikan dapat membentuk kepribadian seseorang dan pendidikan diakui sebagai kekuatan yang mampu menentukan prestasi dan produktivitas seseorang. Dengan bantuan pendidikan, seseorang memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang dihadapi, sehingga mampu menciptakan karya gemilang dalam hidup atau mampu mencapai suatu peradaban dan kebudayaan tinggi dengan bantuan pendidikan.
Sebagai respon dari bentuk perubahan kurikulum dan kebijakan pemerintah, maka pondok pesantren harus bersedia menggeser orientasi untuk mampu malakukan kolaborasi kurikulum yang selama ini berjalan di lembaganya. Unsur pondok pesantren sendiri meliputi kyai, masjid, santri, pondok atau asrama dan pengajaran kitab-kitab klasik (kitab kuning). Kyai merupakan gelar kehormatan yang diberikan masyarakat kepada seorang ahli agama islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab klasik kepada para santrinya. Masjid merupakan lembaga pendidikan islam yang sudah ada sejak masa nabi Muhammad sampai sekarang, yang berfungsi sebagai tempat bersosialisasi, tempat ibadah, tempat pengabdian, tempat pendidikan dan sebagainya.
Santri adalah orang-orang yang menuntut ilmu di sebuah pondok pesantren.
para santri itu biasanya tinggal di pondok atau asrama, namun ada pula yang pergi pulang dari rumahnya. Pondok adalah asrama para santri yang merupakan ciri khas pesantren.
Ditempat ini para santri bersama-sama belajar dibawah pimpinan seorang atau beberapa kiyai/ ustadz atau orang yang dianggap senior. Pendidikan di pondok pesantren lebih mengutamakan pembacaan dan pengenalan kitab-kitab klasik karangan-karangan ulama’ terkenal. Adapun tujuan pengajaran ini adalah untuk memperdalam ajaran agama islam dan juga untuk mendidik dan membekali calon- calon ulama’ atau da’i. kitab kuning ini biasanya berisi tentang fiqih, hadist, tasawuf, sastra arab, nahwu, shorof, dan lain sebagainya.
Beberapa pesantretn memiliki kerakteristik tersendiri dalam meningkatkan mutu pendidikan santrinya. Adapun salah satu karakteristik tersebut yakni mulai diadaptasikannya kurikulum pendidikan islam oleh kementrian agama (KEMENAG) melalui sekolah formal (madrasah). Kurikulum khusus pesantren dialokasikan dalam
21 muatan local atau diterapkan memalui kebijakan sendiri. Gambaran kurikulum lainnya adalah pada bagian pembagian waktu belajar, yaitu mereka belajar keilmuan sesuai dengan kurikulum yang ada di sekolah pada waktu-waktu sekolah. Waktu selebihnya dengan jam pelajaran yang padat dari pagi sampai malam untuk mengaji ilmu islam khas pesantren (pengajian kitab kuning).
Kurikulum pendidikan yang ada di beberapa pesantren merupakan perpaduan antara kurikulum pesantren salaf dan sekolah umum, diharapkan akan mampu memunculkan output pesantren berkualitas yang tercermin dalam sikap aspiratif, progresif, dan tidak “ortodoks” sehingga santri bisa secara cepat beradaptasi dalam setiap bentuk perubahan peradaban dan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.
Adapun jenis kurikulum yang dimiliki beberapa pesantren pada umumnya yakni kurikulum jenis core curriculum, yang mana menurut Faunce dan Bossing jenis ini adalah jenis kurikulum dengan merujuk pada pengalaman belajar yang fundamental bagi peserta didik, karena pengalaman belajar berasal dari 1) kebutuhan atau dorongan secara individual maupun secara umum, 2) kebutuhan secara social dan sebagai warga Negara masyarakat demokratis.(Idi, 2016: 172-173)
Dalam aplikasinya, pendekatan core curriculum memerlukan pertimbangan penggunaan waktu yang fleksibel, terwujudnya prosedur pengajaran yang fleksibel dan leluasa, serta variasi pengalaman belajar yang luas, sehingga core program diharapkan dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah, berpikir kritis, dan mengutamakan kemampuan akademik dan intelektual dalam suatu konteks yang bermakna. Menurut subandijah, fleksibilitas pengutaraan isi dan waktu akan memberikan kemudahan dalam penyesuaian pengalaman belajar bagi kebutuhan individu anak didik.(Idi, 2006: 172-173)
2. Implikasi Inovasi Kurikulum dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
Dalam bentuk pesantren yang telah mengadopsi kurikulum dan lembaga sekolah, maka hubungan ideal antara keduanya perlu dikembangkan. Kesadaran dalam mengembangkannya, tampaknya mulai tumbuh dikalangan umat islam.
Namun dalam kondisi real, keberadaan pesantren yang telah mengadopsi kurikulum sekolah (madrasah), ternyata belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Disana-sini masih banyak terlihat kendala yang dihadapinya sehingga hasilnyapun terkadang belum pada taraf memuaskan. Oleh karena itu, upaya untuk merumuskan kembali lembaga yang bercirikan pesantren yang mampu untuk memproduk siswa (santri) yang benar-benar mempunyai kemampuan professional serta berahlak mulia senantiasa perlu dilakukan terus-menerus secara berkesinambungan.
Dengan kesadaran ini dapat diyakini bahwa integritas pendidikan sekolah ke dalam lingkungan pesantren, merupakan kecenderungan positif yang diharapkan bisa menepis beberapa kelemahan masing-masing. Bagi pendidikan pesantren, integritas semacam itu merupakan peluang yang sagat strategis untuk mengembangkan tujuan pendidikan secara lebih actual dan kontekstual.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inovasi Kurikulum Dalam Meningkatan Mutu Pendidikan
Ada dua faktor utama yang mempengaruhi mutu dan hasil belajar mengajar di kelas, yakni faktor intenal yang meliputi psikologi, sosiologis dan fisiologis yang ada dalam diri siswa dan guru Dan faktor eksternal yang meliputi lingkungan dan peralat sebagai alat penunjang mutu.(Hadis dan Nurhayati, 2014: 100) Kedua faktor ini harus menjadi perhatian jika proses pendidikan di kelas ingin berhasil dengan baik. Dan faktor-faktor tersebut merupakan kondisi yang mempengaruhi proses dan hasil belajar.
22 Adapula komponen-komponen yang dapat mempengaruhi atau menjadi peningkat dari mutu pendidikan yakni komponen input, yang meliputi murid/santri sebgai pesarta didik, dan guru, kepala sekolah, sarana dan prasarana, sumber belajar, media dan peralatan belajar, metode, strategi, dan pendekatan pembelajaran.
Sedangkan yang termasuk komponen output atau keluaran hasil proses pembelajaran dan pendidikan adalah komponen lulusan atau alumni dari suatu institusi pendidikan.
Dari segi prespektif ini komponen yang mempengaruhi mutu pendidikan ialah komponen input, proses, keluaran (output) dan dampak (outcomes). Adapun faktor- faktornya yakni komponen input yaitu dasar dan daya penunjang dari komponen proses yakni pemanfaatan dari komponen input atau suasana pembelajaran. Dari kompone output yaitu para alumni atau lulusan. Dan yang terakhir yakni komponen dari dampak yakni meliputi return, kepuasan dan perubahan.(Hadis dan Nurhayati, 2014: 100)
Dalam kaitan dengan fokus penelitian ini, faktor-faktor tersebutlah yang dapat mempengaruhi mutu pendidikan santri. Jika di ibaratkan di dunia militer, kepala sekolah merupakan perwira sebagai komandan atau panglima perang, dan guru merupakan prajurit sebagai ujung tombak di barisan terdepan untuk menghancurkan musuh, namun fakor kepala sekolah dan guru yang bermutu akan kurang memberikan konstribusi terhadap peningkatan mutu jika tidak ditunjang oleh berbagai faktor dalam komponen input, proses, dan output.
Faktor kurikulum juga memegang peranan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Kuruikulum yang disusun sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan mental peserta didik, sesuai dengan tuntutan kebutuhan siswa dan orangtuanya, masyarakat, dan dunia kerja serta sesuai dengan kebutuhan guru sebagai pendidik dan pembelajar di kelas, akan mendukung pencapaian interaksi belajar mengajar yang optimal dan maksimal, sehingga keluaran suatu lembaga pendidikan akan lebih berkualitas.
Perlu di ingat, bahwa sekalipun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu pendidikan talah dilaksanakan oleh guru dalam pembelajaran, namun dalam faktanya tidak sedikit guru yang mengalami kesulitan dalam menerpkan berbagai faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, guru disekolah membutuhkan layanan supervise dari kepala sekolah. Kegiatan supervise ini merupakan fungsi manajerial yang harus dilakukan oleh kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme dan kinerja guru sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui aplikasi menajemen mutu terpadu di institusi persekolahan.
KESIMPULAN
Berdasarkan dari data yang telah diperoleh peneliti melalui dokumentasi, interview, dan observasi, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Proses inovasi kerikulum pesantren dalam meningkatkan mutu pendidikan. Disini santri menjalankan segala macam kegiatan pendidikan yang biasa dilakukan oleh seorang santri pada umumya, seperti mengkaji kitab kuning klasik, yang didalamnya terdapat pembelajaran megenai pendalaman-pendalaman ilmu nahwu, shorof, al-qur’an, tasawuf, hadist, maupun fiqih. namun disamping itu, mereka juga tidak meninggalkan pendidikan umum, pondok ini merasa bahwa pendidikan umum juga sangat penting diajarkan kepada santri khususnya di perkembangan zaman yang semakin hari semakin modern. Dan yang dimaksud dengan pendidikan umum disini seperti pramuka, dan drumb band, maupun bidang
23 entrepreneurship dan juga ilmu-ilmu sains (tentang alam), kimia, fisika, matematika dan ilmu-ilmu social yang membahas tentag kemasyarakatan. dengan adanya pembekalan kedua ilmu tesebut, ilmu agama dan ilmu umum, santri siap untuk menghadapi tuntutan kehidupan di masyarakat.
2. Implikasi inovasi kurikulum pesantren terhadap peningkatan mutu pendidikan adalah degan memenuhi ketentuan pembangunan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi atau dengan kata lain untuk memenuhi tantangan zamannya. Kedua jenis pendidikan pesantren dan umum ini ternyata mampu menjadi jembatan bagi pesantren yang menghubungkan dengan sistem pendidikan nasional, dan sebaliknya kedua jenis pendidikan formal tersebut juga mendapat penyempurnaan dari jenis pendidikan non formal, yaitu pesantren, terutama mengenai moral yang tidak dapat didikan secara formal di madrsah dan sekolah umum tersebut. Dengan demikian terjadi simbiosis mutualisme kurikulum antara ketiga jenis pendidikan tersebut: “pesatren, madrasah, dan sekolah umum.
3. Faktor penghambat dan pendukung inovasi kurikulum pesantren dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah adanya minat dari para santri untuk belajar dan berkembang, adanya motivasi dan semangat yang tinggi dari anak didik dalam melaksanakn proses pembelajaran, dan juga tidak kalah pentingnya adalah mengenai para pendidik yang guru yang sesuai dengan fak atau bidangnya, mereka didatangkan atau mereka adalah lulusan pesantren juga, jadi sudah pasti para guru tersebut mengerti dan faham bagaimana cara-cara pembelajaran terbaik yang ada di sebuah pesantren, begitu pula dengan bentuk pelajaran umum, Al-Azhar juga memiliki guru yang faham dengan pelajaran umum tersebut. Sedangkan factor penghambatnya adalah mengenai jadwal atau waktu yang terkadang terdapat kegiatan yang diadakan oleh pihak kemenag yang berbentrokan dengan agenda kegiatan yang telah di jadwalkan di pondok. Begitu pula factor yang lain yakni dari sarana dan prasarananya yang perlu adanya perbaikan ataupun pembaharuan.
BIBLIOGRAPHY
Arikunto, Suharsimi. (2014) Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta Basori, Ruchman. (2006) The Founding Father. Jakarta: Inces
Hadis, Abdul dan Nurhayati. (2014) Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: alfabeta.
Idi, Abdullah. (2016) Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Mahmud, (2006) Model-Model Pembelajaran di Pesantren. Tanggerang: Media
Nusantara,
Nawawi, Hadari. (1994) Penelitian terapan.Yogyakarta: gajah mada universitas press, Salim, Moh. Haitami. (2013) Pendidikan Agama dalam Keluarga. Jogjakarta: Ar- Ruzz.
Media,