• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of IKLAN DALAM KONTEKS PENDEKATAN MODERNISME DAN POSMODERNISME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of IKLAN DALAM KONTEKS PENDEKATAN MODERNISME DAN POSMODERNISME"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (282-291)

282 IKLAN DALAM KONTEKS PENDEKATAN

MODERNISME DAN POSMODERNISME

--- Deby Puspitaningrum

Universitas Bina Sarana Informatika

(Naskah diterima: 1 September 2022, disetujui: 31 Oktober 2022)

Abstract

Between advertising and society can not be separated. The changes that occur in advertising reflect changes that occur in society. The messages displayed in advertisements can be analyzed from the context of modernism and postmodernism approaches. In the context of the modernism approach, elements of rationality and universality are included so that the messages displayed in advertisements aim to reach a wide and large mass of people. Meanwhile, in the context of the postmodernism approach, signs or codes are included in advertisements so that the aim of messages displayed in advertisements is to build a certain image or status in society. This journal discusses messages on examples of deodorant advertisements, motorcycle adver- tisements, as well as cigarette advertisements, which are viewed from the context of modernism and postmodernism approaches. Using literature review, it is found that the context of the postmodernism approach is used in the advertising messages displayed in the current era. In the previous era, the context of the modernism approach was used to display advertising messages.

Keywords: Advertisement; Message; Modernism; Postmodernism

Abstrak

Iklan dan masyarakat tak dapat dilepaskan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada iklan mencerminkan perubahan yang terjadi pada masyarakat. Pesan yang ditampilkan dalam iklan dapat dianalisis dari konteks pendekatan modernisme dan posmodernisme. Dalam konteks pendekatan modernisme, unsur rasionalitas dan universalitas dimasukkan sehingga pesan yang ditampilkan dalam iklan bertujuan untuk menjangkau massa yang luas dan banyak. Sedangkan dalam konteks pendekatan posmodernisme, tanda atau kode dimasukkan dalam iklan sehingga pesan yang ditampilkan dalam iklan bertujuan untuk membangun citra atau status tertentu pada masyarakat. Jurnal ini membahas isi atau pesan pada contoh iklan deodorant, iklan sepeda motor, juga iklan rokok, yang ditinjau dari konteks pendekatan modernisme dan posmodernisme.

Menggunakan kajian literatur, didapatkan temuan bahwa konteks pendekatan posmodernisme digunakan dalam pesan iklan yang ditampilkan di era saat ini. Di era sebelumnya, konteks pendekatan modernisme digunakan untuk menampilkan pesan iklan.

Kata Kunci: Iklan; Pesan; Modernisme; Posmodernisme

(2)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (282-291)

283 I. PENDAHULUAN

aparan iklan tak dapat dilepaskan dalam kehidupan masyarakat setiap harinya. Dari saat masyarakat bangun tidur lalu membuka ponsel, saat sarapan sambil menonton tayangan televisi, dalam perjalanan hingga kembali lagi ke rumah, paparan iklan dijumpai di mana-mana. Iklan bermacam-macam bentuknya, dari iklan luar griya seperti billboard, megatron, dan videotron; iklan di media cetak atau print-ad, iklan di media televisi atau TVC (TV Commersial), iklan di radio atau ad lib, hingga iklan di media digital interaktif atau online ad.

Bovee dan Arens mendefinisikan iklan sebagai bentuk komunikasi informasi non-personal yang dibayar dan tujuannya untuk mempersuasi produk, jasa, atau pun ide melalui berbagai media (Long, 2012).

Kemunculan iklan bermula di Inggris pada tahun 1472. Iklan saat itu bentuknya berupa poster yang dipasang di pintu gerbang. Pada tahun 1650, surat kabar pertama yang ada di London mulai menampilkan iklan secara terselubung karena iklan saat itu belum tertata rapi seperti saat ini. Dari kemunculan awal iklan di media cetak hingga saat ini, perubahan-perubahan pada iklan terjadi dan hal itu mencerminkan dunia kehidupan

(Darmawan, 2006). Perubahan pada apa yang dipaparkan oleh iklan dapat dilihat pula dalam konteks pendekatan modernisme dan posmodernisme.

II. KAJIAN TEORI

2.1 Modernisme dan Posmodernisme

Modernisme merupakan suatu tatanan yang ada pada awal abad ke-19, ketika optimisme pada teknologi dan ilmu pengetahuan menjadi dominasi budaya yang menggantikan tatanan tradisional. Masyarakat modern menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, dengan semangat ilmu pengetahuan dan teknologi. Dibutuhkan hukum dan struktur agar masyarakat modern tetap berada dalam tatanan dan strukturnya (Long, 2012). Modernisme mengacu pada periode seni eksperimental dan “budaya tinggi” pada masa antara tahun 1890-1940.

Pada masa itu, para modernis di bidang seni dan budaya banyak menciptakan kreativitas individual di tengah lingkungan yang opresif dan dipenuhi kekuatan sosial, termasuk media massa (Laughey, 2009).

Sementara itu, posmodernisme dinyatakan oleh Jameson sebagai suatu kondisi pada masa akhir kapitalisme (Durham, Meenakshi Gigi and Kellner, 2006). Terdapat tiga jenis kapitalisme, yaitu kapitalisme kompetitif (awal abad ke-18 dan ke-19), kapitalisme monopoli

P

(3)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (282-291)

284 (awal abad ke-20), dan kapitalisme akhir

(pertengahan abad ke-20). Posmodernisme hadir ketika masyarakat memiliki cara pandang dan semangat yang berbeda dibandingkan sebelumnya. Posmodernisme mengkritisi pandangan atau gagasan yang dinyatakan oleh modernisme, seperti pandangan Marxisme dan strukturalisme.

Posmodernisme memiliki gagasan utama yaitu menganggap manusia telah memasuki fase atau sejarah baru yang berbeda dari modernisme, seperti teks yang keluar dari struktur. Lima gagasan dalam posmoder- nisme, yaitu: 1) Kematian sejarah (the death of history), 2) Kematian makna (the death of meaning), 3) Runtuhnya batasan-batasan budaya (the collapse of cultural boundaries), 4) Kematian subjek (the death of the subject), juga 5) Spektakel (spectacle). Ketika kematian makna, kematian subjek, dan runtuhnya batasan-batasan budaya terjadi maka individu tidak dapat berbuat apa pun untuk mengubah keadaan. Individu hanya dapat menyaksikan atau menjadi penonton saja (Long, 2012).

Bibit posmodernisme awalnya muncul di bidang arsitektur. Dalam The Language of Postmodern Architecture (1975) disebutkan bahwa posmodernisme merupakan tindakan

mencari pluralisme atau keragaman gaya arsitektur setelah lama terkungkung dalam sebuah gaya. Pemikiran posmodernisme merambah ke berbagai bidang, di antaranya sosiologi dan filsafat. Posmodernisme hadir sebagai bentuk kritik terhadap modernisme.

Dalam pandangan posmodernisme, yang dibanggakan oleh pikiran modernisme menjadi dihindari. Sebaliknya, yang dipandang rendah oleh pikiran modernisme justru dihargai.

Kondisi posmodernisme dituliskan oleh Jean Francois Lyotard sebagai kondisi ketika sejumlah narasi besar dalam modernisme (seperti rasionalisme, kapitalisme, dan komunisme) tak dapat lagi dipertahankan (Purnomo, 2006). Prinsip posmodernisme adalah meleburkan batas wilayah juga meleburkan pembedaan antara budaya tinggi dengan budaya rendah, meleburkan apa yang ditampilkan dengan kenyataan, meleburkan antara simbol dengan realitas, antara universal dengan peripheral, serta antara segala oposisi biner lainnya yang selama ini dijunjung tinggi filsafat konvensional dan teori sosial (Bungin, 2006).

2.2.Masyarakat, Konsumsi, dan Iklan Semangat masyarakat modern terhadap media dapat termanifestasi dalam karya yang muncul di media, seperti di TV maupun radio.

(4)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (282-291)

285 Apa yang ditampilkan di berbagai media dapat

dikaitkan dengan konsumsi. Disebutkan Miller (1997) bahwa konsumsi merupakan keputusan untuk membeli atau menggunakan sesuatu, serta bagaimana dan mengapa keputusan itu dibuat (Long, 2012). Collins English Dictionary (1993) mendefinisikan kata konsumsi sebagai to eat or drink, to obsess, to use up, to destroy or be destroyed, to waste, to waste away. Dalam aktivitas konsumsi terdapat aspek “menggunakan” dan

“menghabiskan”.

Iklan berkaitan dengan konsumsi, karena sejarah antara konsumsi dan iklan memiliki keeratan. Perkembangan negara-negara Barat yang membangkitkan konsumen dan iklan massal telah meluas secara global. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang ditandai Revolusi Industri pada abad ke-18 dan ke-19 memicu tumbuhnya produksi massal dan konsumsi massal. Iklan muncul sebagai pendorong pertumbuhan konsumsi pada masyarakat.

Sosiolog Zygmunt Bauman memiliki pendapat bahwa berbelanja berkaitan dengan konsumsi, yang tidak hanya tentang memilih produk atau brand, tetapi merupakan modus operandi untuk hidup dalam masyarakat

“maju”. Bauman menemukan adanya

keranjingan, atau kisah yang tak pernah usai untuk memperbaharui hidup dalam berbelanja.

Berbelanja tidak sebatas hanya pada adanya kebutuhan, tetapi juga keinginan.

Sosiolog Thorstein Veblen melihat pendorong utama konsumsi dalam masyarakat adalah adanya kompetisi status sosial. Status sosial terlihat mencolok dari apa yang dikonsumsi masyarakat. Industri iklan mempertahankan dan mendorong proses konsumsi masyarakat dengan membuat masyarakat merasa perlu mengonsumsi produk namun sebenarnya tanpa sadar produk itu kurang diperlukan. Hubungan konsumsi dengan iklan lalu berlanjut pada media komersial, seperti di radio, televisi, film, juga media digital.

2.3.Pandangan Positif dan Negatif Tentang Konsumsi

Terdapat pandangan positif dan negatif tentang konsumsi. Pandangan positif melihat, tanpa adanya konsumsi maka ekonomi dunia akan bangkrut. Barang yang dikonsumsi adalah sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk melanjutkan hidup (misalnya makanan, pakaian, dan tempat tinggal), sedangkan barang lainnya menjadi nilai tambah di luar kebutuhan manusia. Sedangkan pandangan negatif melihat, adanya nilai materialistis

(5)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (282-291)

286 dalam konsumsi dan hal itu melibatkan

kebahagiaan pribadi dengan melakukan kepemilikan material untuk kepentingannya sendiri.

2.4.Iklan dalam Konteks Pendekatan Modernisme

Terjadinya Revolusi Industri pada abad ke- 18 dan ke-19 memicu tumbuhnya produksi massal dan konsumsi massal. Revolusi Industri juga menandakan kemajuan dan perkembangan teknologi yang merupakan salah satu ciri modernisme. Adanya rasionalisme, kapitalisme, dan mass production turut mempengaruhi konteks pendekatan modernisme terhadap iklan. Oleh karena itu, iklan yang dibuat berdasarkan konteks pendekatan modernisme memasukkan unsur-unsur rasionalitas dan universalitas untuk dapat menjangkau massa yang luas dan banyak.

2.5.Iklan dalam Konteks Pendekatan Posmodernisme

Dalam konteks pendekatan posmodernisme, iklan dilihat sebagai status, prestise, dan simbol yang merupakan “penjajahan” atas tanda-tanda dan kode-kode dalam hampir setiap produk. Oleh karena itu, para copywriter maupun agensi iklan merepresentasikan keahliannya dalam membuat iklan dengan

membaca tren, tanda, dan berbagai kode lainnya.

Teoretisi Prancis Jean Baudrillard melihat adanya praktik dalam budaya konsumen kontemporer. Baudrillard berasumsi, individu tidak pernah mengonsumsi berdasarkan nilai guna produk, tapi pada manipulasi produk yang membedakan produk satu dengan lainnya. Produk-produk dimanipulasi berdasarkan referensi dari kelompok dengan status sosial tinggi. Dengan demikian, muncul sebagai identitas bagi masyarakat yang mengonsumsinya (Long, 2012).

Baudrillard juga menyebut tentang hyperreal atau adanya simulasi yang merupakan kebalikan dari representasi. Yang ada pada dunia simulasi, bukan realitas yang menjadi cermin dari kenyataan, melainkan menjadi model yang terlihat dalam iklan atau pada layar televisi yang seolah menjadi kenyataan (Durham, Meenakshi Gigi and Kellner, 2006).

Konteks pendekatan posmodernisme melihat bahwa pada iklan, antara makna penanda dan petanda tidak hanya diperoleh dari realitas produk yang diiklankan, namun juga melihat nilai-nilai sosial dan budaya yang ada dalam masyarakat. Pada konteks pendekatan posmodernisme, yang disebut

(6)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (282-291)

287 sebagai tanda bersifat sangat mendua dan

hubungannya bersifat tidak harmonis dengan fungsi. Dalam budaya posmodernisme saat ini, petanda lebih banyak memutarbalikkan fakta.

Iklan lebih banyak menjual “citra”

dibandingkan produknya (Piliang, 2003).

Sosiolog Peter Corrigan menyatakan, kunci dalam industri iklan adalah menciptakan dunia sosial masyarakat yang membagi diri dalam beberapa kelompok dan masyarakat dapat merasakan berada dalam pengawasan kelompok. Produk menjadi pemecahan masalah agar masyarakat diterima dalam masyarakat.

Ritzer (1997) menyatakan, yang dikonsumsi sesungguhnya dari masyarakat adalah tanda atau simbol, contohnya berupa pesan, citra, serta ide. Yang dianggap penting bagi konsumen adalah apa yang seharusnya dikonsumsi.

Pierre Bourdieu, sosiolog Prancis, melihat bagaimana “budaya” memiliki penguasaan terhadap kode yang memperbolehkan masyarakat untuk mengonsumsi karya seni.

Terdapat “rasa”, yang membedakan antara kelompok borjuis dengan kelompok sosial lainnya sebagai sesuatu yang disempurnakan secara „alami‟. Sementara itu, identitas produk dalam iklan atau branding digambarkan oleh

Kotler (2003), sebagai yang dioperasikan oleh bisnis pemasaran dalam hubungannya dengan atribut, fungsi, keuntungan emosional konsumen, sekaligus “esensi brand” produk.

Brand mewakili kualitas, karenanya brand perlu mencerminkan kepercayaan atau sebagai penjamin kualitas (Long, 2012). Iklan yang dijumpai dalam keseharian memberikan kisah kepada invidu maupun masyarakat (Croteau &

Hoynes, 2014).

III. METODE PENELITIAN

Jurnal ini menggunakan kajian literatur dalam metode penelitiannya. Kajian literatur diperoleh dari artikel, buku, atau sumber lain yang relevan dan terkait bidang tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran terhadap pernyataan atau pertanyaan yang diajukan. Fokus dari kajian literatur adalah meringkas ataupun mensintesis, menyajikan konten atau materi pengetahuan yang sudah tersedia. Pada kajian literatur, setiap celah yang diidentifikasi harus mengarah secara logis pada tujuan studi (Ramdhani, Ramdhani,

& Amin, 2014). Kajian literatur yang digunakan dalam jurnal ini berkaitan dengan kajian media dalam konteks pendekatan modernisme dan posmodernisme untuk menelaah pesan atau isi pada iklan.

(7)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (282-291)

288 IV. HASIL PENELITIAN

Dari kajian literatur ditemukan bahwa dalam konteks pendekatan modernisme, iklan dibuat dengan tujuan untuk menjelaskan atau memaparkan beberapa hal yang dapat diterima akal, atau hal yang bersifat rasional terhadap produk. Contohnya, pesan atau isi iklan menjelaskan untuk siapa produk dibuat dan digunakan, menjelaskan tersedia atau dapat dibeli di mana produk tersebut, serta bagaimana cara mendapatkannya.

Gambar: Dok. Honda

Iklan tahun 1980-an tentang sepeda motor Honda contohnya, berisi kata-kata: “Honda C70MK2 untuk keluarga anda, untuk ke

sekolah, berbelanja, ke kantor atau ke mana saja, bagi keluarga anda.” Lalu, disebutkan juga, “Kendaraan yang benar-benar tangkas.

Cekatan menyelusuri kepadatan lalu lintas.

Pesat melaju di jalanan bebas. Kuat.

Penggunaan bensinnya irit dan sangat mudah dikendarai. Untuk memenuhi kebutuhan, C70MK2 dilengkapi dengan bagasi barang yang luas di depan serta buzzer yang akan berbunyi bila lampu penunjuk arah menyala.”

Terdapat juga kata-kata: “Saksikanlah pada dealer Anda sekarang juga.”

Kata-kata yang dipaparkan dalam iklan tahun 1980-an tentang sepeda motor Honda tersebut menjelaskan tentang produk secara spesifik, yaitu produk sepeda motor yang dapat digunakan untuk ke mana saja, bagaimana keunggulannya, mengapa perlu memilikinya, dan dapat dibeli di mana. Pesan atau isi iklan tersebut bersifat rasional atau masuk akal.

Demikian juga dengan foto-foto yang ditampilkan pada iklan tersebut, yang mewakili apa yang dijelaskan dalam kata-kata di iklan. Foto-foto memperlihatkan adegan model iklan dengan sepeda motornya saat berada di sekolah, di kantor, serta bersama anak yang akan berangkat ke sekolah.

(8)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (282-291)

289 Gambar: Dok. Rexona

Iklan tahun 1990-an tentang deodorant di bawah berisi kata-kata: “Rexona baru: squeeze spray deodorant. Peganglah botolnya yang mungil itu dalam posisi tegak. Tekan dengan mantap, dan… menyemprotlah cairan sejuk- segar! Rexona dengan deostop bekerja aktif sepanjang hari. Resapilah kesegaran Rexona, untuk rasa percaya diri dalam pergaulan.”

Kata-kata yang ditulis dalam iklan itu mengajak masyarakat agar mengetahui cara menggunakan Rexona baru dan apa manfaatnya jika menggunakannya. Hal tersebut mencerminkan rasionalitas atau alasan yang masuk akal tentang mengapa masyarakat memerlukan produk yang ditampilkan di iklan.

Foto yang terlihat di iklan juga sinkron dengan

kata-kata yang ditampilkan, yaitu berupa wanita yang sedang menyemprotkan deodorant ke tubuhnya.

Dalam konteks pendekatan modernisme, iklan menjelaskan tentang adanya kebutuhan sehingga masyarakat jadi terpikir dan tertarik untuk mengonsumsinya. Sementara itu, dalam konteks pendekatan posmodernisme, iklan tidak menjelaskan fungsi namun lebih pada menampilkan “citra”, simbol, status, maupun kisah yang dijual. Di dalam iklan terselip pesan spesifik yang seringkali mengaitkan antara produk yang diiklankan dengan gaya hidup tertentu.

Gambar: Dok.Rexona

Gambar: Dok.Honda

(9)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (282-291)

290 Dua iklan di atas, yang beredar setelah

tahun 2010-an, yaitu iklan deodorant Rexona dan sepeda motor Honda, memiliki kesamaan produk dengan dua iklan yang telah dibahas sebelumnya, yaitu sama-sama deodorant dan sepeda motor. Yang membedakan keduanya adalah pada sejumlah tanda berupa simbol dan status dalam tampilan iklan. Jika dua iklan sebelumnya lebih bersifat rasional dan fungsional atau menjelaskan fungsi, dua iklan tersebut lebih hyperreal atau memperlihatkan adanya simulasi. Dua iklan tersebut menampilkan citra, jika menggunakan produk deodorant tersebut maka penggunanya akan selalu aktif dan fresh. Terdapat hubungan yang jauh antara fungsi produk dengan pesan yang ditampilkan produk. Demikian juga dengan iklan sepeda motor yang beredar setelah tahun 2010-an, yang menampilkan citra aktif, smart, dan cool bagi penggunanya.

Gambar: Dok. Djarum

Dua iklan di atas adalah sama-sama produk rokok dengan merek yang sama. Yang membedakan di antara keduanya adalah sasaran pengguna produknya. Iklan di bagian atas (Djarum Black) adalah rokok yang sasaran penggunanya berstatus sosial menengah ke atas, sedangkan iklan di bagian bawah (Djarum Coklat) sasaran penggunanya berstatus sosial menengah ke bawah. Terdapat pembedaan status yang dihadirkan dengan sejumlah tanda atau simbol. Karena ditujukan untuk status sosial menengah ke atas, model iklan di bagian atas adalah pria tampan yang terlihat eksklusif dan mapan. Desain iklannya juga terlihat prestise dan berkelas. Sementara itu, iklan di bagian bawah memperlihatkan model iklan yang bersahaja dan tampil apa adanya dengan baju tradisional karena iklan tersebut ditujukan untuk status sosial menengah ke bawah. Ciri konteks pendekatan

(10)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (282-291)

291 posmodernisme terlihat pada iklan tersebut,

yang menciptakan dunia sosial masyarakat yang membagi diri dalam beberapa kelompok berdasarkan status sosial.

V. KESIMPULAN

Iklan yang dijumpai di era saat ini dalam kesehariannya, seringkali menggunakan konteks pendekatan posmodernisme dalam menyuguhkan pesan atau isinya. Jika sebelumnya pesan atau isi iklan menampilkan fungsi atau kegunaan produk sebagai komoditas yang dikonsumsi, kini banyak menampilkan simbol, status, dan kode-kode lainnya. Yang ditampilkan iklan juga seringkali hyperreal sehingga terlihat memanipulasi atau menjual mimpi. Keadaan seperti ini akan membuat masyarakat selalu merasa “tergoda” untuk memenuhi mimpi- mimpinya sehingga akan terus mengonsumsi produk yang diiklankan melalui sejumlah citra maupun kisah yang ditampilkan dari brand produk tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, B. (2006). Sosiologi Komunikasi.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Croteau, D., & Hoynes, W. (2014).

Media/Society. UK: SAGE Publications, Inc.

Darmawan, F. (2006). Posmodernisme Kode Visual dalam Iklan Komersial. MediaTor

(Jurnal Komunikasi), 7(1).

Durham, Meenakshi Gigi and Kellner, D. M.

(2006). Media and Cultural Studies (Revised Edition). USA-UK-Australia:

Blackwell Publishing.

Laughey, D. (2009). Media Studies Theories and Approaches. Harpenden Herts:

Kamera Books.

Long, P. and T. W. (2012). Media Studies:

Texts, Production, Context (Second Edi).

New York, USA: Pearson Education Limited.

Piliang, Y. A. (2003). Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna.

Yogyakarta: Jalasutra.

Purnomo, A. (2006). Narasi Kecil Sebagai Legitimasi Ilmu Pengetahuan Era Posmodern Menurut Jean Francois Lyotard. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Ramdhani, A., Ramdhani, M. A., & Amin, A.

S. (2014). Writing a Literature Review Research Paper: A Step-by-Step

Approach. International Journal of Basic and Applied Science, 03(01), 47–56.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kekuatan (bi shultan/power) yang tentunya amat luas pengertiannya, baik kekuatan aqidah, ilmu, harta, bahkan jamaah inilah kemudian, umat Islam dapat

Globalisasi adalah fenomena ekonomi, politik, budaya, yang bukan hanya menjadikan bentuk bisnis yang baru, tetapi juga menyusun tatanan hidup yang baru bagi manusia,

[r]

Prospek Agro-Industri Aren di Minahasa, Sulawesi Utara, menghasilkan , Produksi nira 10-20 liter nira per pohon per hari, Rendemen gula 10 %, Kemampuan petani menyadap aren

Aplikasi ini dibangun menggunakan bahasa pemrograman PHP dan MySQL untuk perancangan database.Hasil yang dicapai dari penulisan penelitian ini adalah aplikasi

Kedua teori dan dari hasil beberapa penelitian tersebut, dimana kemampuan auditor internal sebagai salah satu karyawan dalam perusahaan dalam mendeteksi fraud malalui

Aktivitas Gempa Vulkanik Gunung Ijen mengalami peningkatan tinggi ditandai dengan peningkatan gempa vulkanik dalam (VA) dan gempa vulkanik dangkal (VB) diikuti oleh tremor

Hasil tersebut menunjukkan bahwa peran posbindu PTM penting sebagai upaya untuk menurunkan morbiditas hipertensi dengan menggabungkan pemeriksaan rutin tekanan