• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sertifikasi Dan Pengembangan Tanah Wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Sertifikasi Dan Pengembangan Tanah Wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH KOTA BANDA ACEH

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

ROFA NURSHOLIHAH NIM. 180102062

Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum Prodi Hukum Ekonomi Syariah

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

BANDA ACEH 2022 M/1443 H

(2)
(3)
(4)
(5)

v

ABSTRAK

Nama : Rofa Nursholihah

NIM 180102062

Fakultas/Prodi : Syari'ah dan Hukum/Hukum Ekonomi Syari'ah

Judul : Sertifikasi dan Pengembangan Tanah Wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh

Tanggal Sidang : 13 Juli 2022 Tebal Skripsi : 65 Halaman.

Pembimbing I : Prof. Dr. H. Syahrizal, M.A Pembimbing II : Muslem, S.Ag., M.H

Kata Kunci : Sertifikasi, Wakaf, Muhammadiyah.

Perwakafan tanah adalah upaya melanggengkan manfaat tanah untuk kepentingan umum. Perbuatan wakaf harus dicatat dan dituangkan kedalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan, pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang wakaf. Tanah wakaf di Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh masih ada yang belum memiliki sertifikat tanah wakaf. Hal ini tentu akan menimbulkan masalah. Berangkat dari masalah tersebut, penelitian ini diupayakan menjawab tiga pertanyaan yaitu mengapa pengurus daerah Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh belum melakukan sertifikasi tanah wakaf seluruhnya kepada BPN, bagaimana status hukum harta wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh, bagaimana pengembangkan harta wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh yang belum disertifikasikan.

Untuk menjawab permasalahan dari skripsi ini penulis menggunakan metode yuridis sosiologis, dengan jenis kualitatif, pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh belum seluruhnya disertifikasikan di BPN dikarenakan keterbatasan tenaga professionalnya yang fokus mengurus sertifikat tanah wakaf, kurangnya tenaga ahli yang memiliki kemampuan mengelola atau memiliki banyak kesempatan untuk mengurusi serta mengelola secara serius kekayaan Persyarikatan Muhammadiyah yang relatif banyak dan tersebar dibeberapa tempat di Kota Banda Aceh. Status hukum harta wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh yang tidak memiliki sertifikat tanah wakaf secara hukum dianggap tidak sah. Pengembangkan harta wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh yang belum disertifikasi tetap dilakukan walaupun tanpa sertifikat.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Sertifikasi dan Pengembangan Tanah Wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh”.

Tak lupa pula shalawat dan salam senantiasa tercurahkan ke haribaan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah berjuang dalam menegakkan din Allah di muka bumi ini, sehingga mengantarkan umat manusia dari gelapnya alam jahiliyah ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat beban studi pendidikan Strata Satu (S-1) pada jurusan Hukum Ekonomi Syariah di Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh.

Dalam proses penulisan skripsi ini penulis banyak menghadapi kesulitan dan hambatan yang disebabkan oleh keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis, namun berkat kasih sayang Allah SWT, banyak pihak yang memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan rasa hormat dan terimakasih banyak kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Syahrizal, M.A selaku pembimbing I, dan Bapak Muslem S.Ag., M.H selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik.

2. Teristimewa penulis ucapkan terimakasih yang tidak terhingga untuk kedua orangtua tercinta, Ayahanda Iskandar, S.H., M.H dan Ibunda Sutri

(7)

vii

Helfianti, S.H., M.H, abang Muhandis Habiburrahim S.H, adik Khairunnisa Nuha Afifah, serta seluruh keluarga besar penulis yang senantiasa mendidik dan mendoakan penulis sejak kecil dengan penuh kesabaran.

3. Bapak Arifin Abdullah, M.H selaku ketua prodi Hukum Ekonomi Syariah, Bapak Muslem, S.Ag., M.H selaku sekretaris prodi beserta seluruh staf dan jajarannya.

4. Ibu Nahara Eriyanti S.HI., M.H selaku penasehat akademik (PA) yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan jenjang Pendidikan Strata Satu (S-1) Hukum Ekonomi Syariah.

5. Bapak Prof. Muhammad Siddiq, M.H., Ph.D Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Bapak Dr.Jabbar, MA Wakil Dekan I, Bapak Bismi Khalidin, S.Ag., M.Si Wakil Dekan II, dan Bapak Saifuddin Sa’dan, S.Ag., M.Ag Wakil Dekan III.

6. Seluruh informan baik itu Pengurus Persyarikatan Muhammadiyah Aceh maupun Akademisi yang telah memberikan informasi terkait dengan penelitian pada skripsi ini.

7. Para sahabat dan teman-teman Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2018 yang telah memberikan doa, saran dan dukungan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran para pihak agar penulis dapat memperbaiki kekurangan yang ada pada skripsi ini. Akhirulkalam semoga Allah SWT membalas kebaikan para pihak, serta memberikan nikmat dan keberkahan dunia akhirat kepada kita semua. Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamin.

Banda Aceh, 3 Juli 2022 Penulis,

Rofa Nursholihah

(8)

viii

TRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN SINGKATAN

Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan Kebudayaan Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543b/U/1987

1. Konsonan

Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf. Dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf dan sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lagi dilambangkan dengan huruf dan tanda sekaligus.

Berikut ini daftar huruf Arab yang dimaksud dan transliterasinya dengan huruf latin:

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

أ Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

ب Ba B Be

ت Ta T Te

ث Ṡa ṡ es (dengan titik di atas)

ج Jim J Je

ح Ḥa ḥ ha (dengan titik di bawah)

خ Kha Kh ka dan ha

د Dal D De

ذ Żal Ż Zet (dengan titik di atas)

ر Ra R er

ز Zai Z zet

س Sin S es

ش Syin sy es dan ye

ص Ṣad ṣ es (dengan titik di bawah)

ض Ḍad ḍ de (dengan titik di bawah)

ط Ṭa ṭ te (dengan titik di bawah)

(9)

ix

ع `ain ` koma terbalik (di atas)

غ Gain g ge

ف Fa f ef

ق Qaf q ki

ك Kaf k ka

ل Lam l el

م Mim m em

ن Nun n en

و Wau w we

ﮬ Ha h ha

ء Hamzah ‘ apostrof

ي Ya y ye

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

a. Vokal Tunggal

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:

Huruf Arab

Nama Huruf Latin Nama

Fathah a a

Kasrah i i

Dammah u u

(10)

x

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf sebagai berikut:

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

..َ.ْي Fathah dan ya ai a dan u

..َ. ْو Fathah dan wau au a dan u

Contoh:

- َبَتَك kataba - َلَعَف fa`ala - َلِئُس suila - َفْيَك kaifa - َل ْوَح haula c. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda sebagai berikut:

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

..َ.ى..َ.ا Fathah dan alif atau ya ā a dan garis di atas ..ِ.ى Kasrah dan ya ī i dan garis di atas ..ُ.و Dammah dan wau ū u dan garis di atas

Contoh:

- َلاَق qāla - ىَم َر ramā - َلْيِق qīla - ُلْوُقَي yaqūlu

d. Ta’ Marbutah

Transliterasi untuk ta’ marbutah ada dua, yaitu:

1. Ta’ marbutah hidup

(11)

xi dammah, transliterasinya adalah “t”.

2. Ta’ marbutah mati

Ta’ marbutah mati atau yang mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah “h”.

3. Kalau pada kata terakhir dengan ta’ marbutah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta’ marbutah itu ditransliterasikan dengan “h”.

Contoh:

- ِلاَفْطَلأا

ُةَض ْؤ َر

raudah al-atfāl/raudahtul atfāl

- ُةَر َّوَنُمْلا ُةَنْيِدَمْلا al-madīnah al-munawwarah/al-madīnatul munawwarah - ْةَحْلَط talhah

e. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, tanda syaddah atau tanda tasydid, ditransliterasikan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu.

Contoh:

- َل َّزَن nazzala - رِبلا al-birr

f. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu لا, namun dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas:

1. Kata sandang yang diikuti huruf syamsiyah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf “l” diganti dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu.

2. Kata sandang yang diikuti huruf qamariyah

(12)

xii

ditransliterasikan dengan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya.

Baik diikuti oleh huruf syamsiyah maupun qamariyah, kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanpa sempang.

Contoh:

- ُلُج َّرلا ar-rajulu - ُمَلَقْلا al-qalamu - ُسْمَّشلا asy-syamsu - ُلَلاَجْلا al-jalālu

g. Hamzah

Hamzah ditransliterasikan sebagai apostrof. Namun hal itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan di akhir kata. Sementara hamzah yang terletak di awal kata dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupa alif.

Contoh:

- ُذُخْأَت ta’khużu - ئيَش syai’un - ُء ْوَّنلا an-nau’u - َّنِإ inna

h. Penulisan Kata

Pada dasarnya setiap kata, baik fail, isim maupun huruf ditulis terpisah.

Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harkat yang dihilangkan, maka penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya.

Contoh:

- َنْيِق ِزا َّرلا ُرْيَخ َوُهَف َالله َّنِإ َو Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn/

Wa innallāha lahuwa khairurrāziqīn

(13)

xiii

َﮬاَس ْرُم َو اَﮬا َرْجَم ِالله ِمْسِب i. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti apa yang berlaku dalam EYD, di antaranya: huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri dan permulaan kalimat. Bilamana nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.

Contoh:

- َنْيِمَلاَعْلا ِ ب َر ِلله ُدْمَحْلا Alhamdu lillāhi rabbi al-`ālamīn/

Alhamdu lillāhi rabbil `ālamīn

- ِمْي ِح َّرلا ِنمْح َّرلا Ar-rahmānir rahīm/Ar-rahmān ar-rahīm Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak dipergunakan.

Contoh:

- مْي ِح َر ر ْوُفَغ ُالله Allaāhu gafūrun rahīm

- اًعْيِمَج ُر ْوُمُلأا ِ ِلِل Lillāhi al-amru jamī`an/Lillāhil-amru jamī`an j. Tajwid

Bagi mereka yang menginginkan kefasihan dalam bacaan, pedoman transliterasi ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan Ilmu Tajwid.

Karena itu peresmian pedoman transliterasi ini perlu disertai dengan pedoman tajwid.

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Daftar Tanah Wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 SK Penetapan Pembimbing Skripsi Lampiran 2 Daftar Informan dan Responden Lampiran 3 Protokol Wawancara

Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Daftar Tanah Wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 SK Penetapan Pembimbing Skripsi Lampiran 2 Daftar Informan dan Responden Lampiran 3 Protokol Wawancara

Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian

(18)

xvii

DAFTAR ISI

LEMBARAN JUDUL ... i

PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN SIDANG ... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

TRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN SINGKATAN ... viii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR ISI ... BAB SATU: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Penjelasan Istilah ... 11

F. Metode Penelitian ... 13

1. Pendekatan Penelitian ... 14

2. Jenis Penelitian ... 14

3. Sumber Data ... 15

4. Teknik Pengumpulan Data ... 15

5. Teknis Analisis Data ... 17

6. Pedoman Penulisan ... 17

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB DUA: SERTIFIKASI TANAH WAKAF DALAM PERUNDANG – UNDANGAN INDONESIA A. Pengertian Sertifikasi Tanah Wakaf ... 19

B. Tujuan Sertifikasi Tanah Wakaf ... 20

C. Mekanisme dan Prosedur Sertifikasi Tanah Wakaf ... 23

D. Konsekuensi Hukum Sertifikasi Tanah Wakaf ... 28

E. Status Hukum Tanah Wakaf yang Tidak Disertifikasikan ... 31

BAB TIGA: ANALISIS SERTIFIKASI TANAH WAKAF PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH KOTA BANDA ACEH A. Gambaran Umum Organisasi Muhammadiyah Kota Banda Aceh ... 40

(19)

xviii

B. Keberadaan dan Jumlah Tanah Wakaf

Muhammadiyah Kota Banda Aceh ... 45 C. Proses Sertifikasi Tanah Wakaf Muhammadiyah

Kota Banda Aceh ... 47 D. Kendala dalam Persertifikasian Tanah

Wakaf Muhammadiyah Kota Banda Aceh ... 55 E. Upaya Pengembangan Tanah Wakaf

Muhammadiyah Kota Banda Aceh ... 56 BAB EMPAT: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 60 B. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN

(20)

1

BAB SATU PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang universal dengan segala perangkat aturan dan bimbingan, baik dalam rangka membina hubungan dengan Allah sebagai pemelihara sekalian alam, maupun antara sesama hambanya, atau hubungan hamba-Nya dengan alam lingkungan. Islam sebagai agama yang ada di Indonesia dan merupakan agama yang paling banyak penganutnya, sebenarnya mempunyai beberapa lembaga ekonomi yang diharapkan mampu membantu untuk mewujudkan kesejahteraan ekonomi dan sosial, salah satu di antaranya yaitu institusi waqaf.

Wakaf merupakan instrumen finansial Islam yang bermanfaat bagi kemaslahatan umum dalam memecahkan masalah-masalah ekonomi, sosial, dan kemanusiaan, seperti mengurangi kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi umat.1 Mengenai keberadaan wakaf telah dijelaskan dalam Alquran surat Ali Imran ayat 92 sebagai berikut, Allah berfirman :

ۗ َن ْو ب ِحُت اَّمِم ا ْوُقِفْنُت ىّٰتَح َّرِبْلا اوُلاَنَت ْنَل مْيِلَع ٖهِب َ ّٰاللّٰ َّنِاَف ٍءْيَش ْنِم ا ْوُقِفْنُت اَم َو

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS. Ali Imron [3]: 92)

Ayat di atas menjelaskan bahwa seseorang tidak akan sampai atau tidak akan memperoleh kebajikan yang sempurna, sebelum seseorang menafkahkan sebagian harta yang ia cintai, seperti halnya wakaf. Hal ini pula berdasarkan riwayat bahwa Abu Thalhah ketika mendengar ayat tersebut, beliau segera

1Rozalina, Manajemen Wakaf Produktif, (Jakarta: Raja Grafindo, 2015), hlm. 1.

(21)

mewakafkan sebagian harta yang ia cintai yaitu sebuah kebun kurma yang terkenal dengan kesuburannya.2

Dalam sebuah hadits juga disebutkan sebagai berikut, yang artinya : Telah meriwayatkan kepada kami, Yahya bin Ayyub, Qutaibah dan Ibn Hujr, mereka berkata, telah meriwayatkan kepada kami Isma‟il dari al-

“Ala‟ dari ayahnya dari Abu Hurairah, bahasannya Rasulullah S.A.W.

bersabda, “jika seorang manusia meninggal, maka terputuslah seluruh amalnya, kecuali tiga perkara: sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim di al-Musnid al- Shahih Nomor 1632)3

Hadist di atas menjelaskan bahwa shadaqah jariyah yang diterangkan oleh para ulama dimaksud biasa disebut dengan nama wakaf. Imam Nawawi sebagaimana dikutip oleh Nur Azizah mengatakan bahwa dalam hadist tersebut ada dalil yang membenarkan hukum wakaf dan besarnya pahala bagi yang melakukannya. Sedangkan, Imam Muhammad Ismail al-Kahlani sebagaimana dikutip oleh Nur Azizah menyebutkan penafsiran para ulama terhadap kata shadaqah jariyah dengan menyebutkan bahwa hadist tersebut dikemukakan di dalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan shadaqah jariyah seperti wakaf.4

Wakaf menurut bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu waqafa. Asal kata waqafa memiliki arti menahan, berhenti, diam ditempat atau tetap berdiri.

Wakaf dalam bahasa Arab memiliki arti menahan, menahan harta untuk diwakafkan. Dengan kata lain wakaf adalah memberikan tanah kepada orang- orang miskin untuk ditahan, karena barang milik tersebut dipegang dan ditahan oleh orang lain, seperti menahan hewan ternak, tanah dan lainnya.5

2 Nur Azizah Latifah, Mulyono Jamal, “Analisis Pelaksanaan Wakaf di Kuwait”, Jurnal Zakat dan Wakaf, Vol. 6, No. 1, 2019, hlm. 4.

3Muslim, Shahih Muslim, Nomor 3084

4 Ibid., hlm. 6.

5 Bashlul Hazami, “Peran dan Aplikasi Wakaf dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat di Indonesia”, Vol. 16, No. 1, Juni 2016, hlm. 177.

(22)

Menurut istilah makna wakaf adalah sejenis pemberian dengan pelaksanaannya dengan cara menahan (kepemilikan) kemudian menjadikan manfaatnya berlaku umum. Kepemilikan adalah menahan barang yang diwakafkan agar barang tersebut tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, didagangkan, digadaikan, maupun disewakan. Sedangkan cara pemanfaatannya adalah menggunakan barang tersebut sesuai dengan yang dikehendaki pemberi wakaf tanpa imbalan.6

Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau memberikan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingan untuk keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah.7 Untuk menghindari perselisihan dan masalah harta wakaf, serta untuk memperjelas status hukumnya, harta wakaf harus didaftarkan dan disertifikasikan.

Sertifikasi tanah wakaf adalah proses penerbitan sertifikat tanah wakaf yang dikeluarkan oleh BPN setelah ada pengajuan mendaftarkan tanah wakaf dari nazhir. Pendaftaran tanah wakaf didasarkan pada aturan Pasal 32 Undang- undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang memuat kewajiban pendaftaran tanah wakaf pada instansi yang berwenang. Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf memuat ketentuan tentang pendaftaran sertifikasi tanah milik, dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf di Kementerian Agraria dan Tata ruang / Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya disebut PERMEN ATR tentang Pendaftaran Tanah Wakaf).8

6 Ibid.

7 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

8 Muhammad Luthfi, Sosialisasi Pengurusan Sertifikat Tanah Wakaf yang Dikelola oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Malang, Vol. 1, No. 1, (2021). hlm. 34.

(23)

Dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tujuan pendaftaran tanah wakaf adalah untuk memberikan kepastian hukum atas hak-hak atas tanah meliputi :

1. Kepastian hukum atas obyek tanahnya yaitu letak, batas, dan luas.

2. Kepastian hukum atas subyek haknya, yaitu siapa yang menjadi pemiliknya (perorangan dan Badan Hukum).

3. Kepastian hukum atas jenis hak atas tanahnya (Hak Milik, HGU, HGB) dan juga termasuk tanah wakaf.9 Kepastian hukum terhadap harta wakaf merupakan suatu perlindungan hukum terhadap harta wakaf itu sendiri.

Perlindungan hukum terhadap wakaf adalah suatu pengayoman yang diberikan kepada subjek dan objek wakaf. Pengayoman merupakan gambaran dari fungsi hukum memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Perlindungan hukum adalah memberikan perlindungan kepada hak yang dirugikan dan sebagai upaya hukum untuk memberikan rasa aman terhadap subyek maupun obyek hukum. Upaya dari perlindungan terhadap tanah wakaf adalah dengan adanya Akta Ikrar Wakaf (AIW). Akta Ikrar Wakaf dan sertifikat wakaf merupakan bukti otentik telah dilakukannya perwakafan. Melakukan perbuatan hukum wakaf sesuai dengan peraturan perundang-undangan sehingga memiliki bukti hukum merupakan suatu perlindungan hukum terhadap aset wakaf.10

Di dalam Islam selain wakaf juga ada sedekah. Sedekah dalam bentuk wakaf, sering dilakukan oleh orang secara langsung kepada pengurus wakaf seperti sedekah-sedekah lainnya. Padahal penyerahan wakaf ada aturan-aturan

9 Mohammad Sandia, Analisis Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah Wakaf dalam Konsepsi Hukum Agrarian dan Hukum Islam, dalam Al-Maslahah Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam, hlm. 223.

10 Achmad Irwan Hamzani, “Pengembangan Model Perlindungan Hukum terhadap Harta Benda Wakaf sebagai Aset Publik”, Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 15, Desember 2016, hlm. 134-135.

(24)

yang mengaturnya.11 Wakaf memang telah terjadi seketika dengan adanya pernyataan wakif (pewakaf) yang merupakan ijab, karena pelaksanaan wakaf dipandang sebagai perbuatan hukum sepihak. Namun untuk menjamin kepastian hukum di Indonesia, mengharuskan wakaf dilakukan secara lisan dan tertulis di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), kemudian dibuatkan Akta Ikrar Wakaf (AIW), didaftarkan, disertifikasi, dan diumumkan ke publik.

Apabila benda wakaf merupakan tanah milik, dengan mendasarkan AIW, tanah tersebut didaftarkan dan diajukan perubahan sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk diubah menjadi tanah wakaf atas nama nadhir (pengelola wakaf). Hal ini disebutkan di dalam Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.12

Harta wakaf harus didaftarkan di BPN guna menjaga keutuhan dan kelestariannya. Di dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 224 menentukan bahwa setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan, maka Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas nama nazir yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan kepada camat untuk mendaftar perwakafan benda yang bersangkutan guna menjaga keutuhan dan kelestariannya.13

Adanya berbagai macam peraturan perundang-undangan di atas maka dalam hal ini setiap perorangan, organisasi, dan badan hukum yang menerima perwakafan tanah milik seyogjanya melaksanakan proses sertifikasi tanah wakaf dalam upaya untuk memperkuat posisi legalitas dari tanah yang diwakafkan tersebut. Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004

11 Hasil wawancara Nuzulman, Sebagai Sekretaris Majelis Wakaf dan Kehartabendaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh, pada tanggal 3 Maret 2022 di Universitas Muhammadiyah Aceh.

12 Achmad Irwan Hamzani dan Mukhidin, “Perlindungan Hukum terhadap Harta Benda Wakaf sebagai Aset Publik Di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan”, Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 16, 2016, hlm. 160.

13 Pasal 224 Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991 tentang Tata Cara Perwakafan dan Pendaftaran Benda Wakaf.

(25)

tentang Wakaf untuk mengamankan dan menjaga kelestarian tanah wakaf dikarenakan banyaknya problematika yang terjadi pada masyarakat mengenai wakaf.

Dalam realitasnya, penerima wakaf terkadang hanya menerima wakaf dari waqif tanpa melakukan proses selanjutnya. Padahal di Indonesia ada Undang-Undang yang mengatur tentang pendaftaran tanah wakaf dan syarat- syarat pendaftarannya sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 demi memperoleh kekuatan dan kepastian hukum. Hal ini juga terjadi pada beberapa harta wakaf Muhammadiyah, penyerahan hartanya belum sesuai dengan mekanisme yang diatur di dalam undang-undang, ada beberapa yang belum ada sertifikat wakafnya, salah satunya yaitu tanah wakaf Muhammadiyah di kecamatan Jaya Baru Kota Banda Aceh.

Pada beberapa tanah wakaf Muhammadiyah Kota Banda Aceh, penyerahan tanah wakaf hanya diserahkan secara lisan oleh pewakaf dan dicatat di kertas biasa dengan dihadiri oleh aparat desa dan tokoh Muhammadiyah.

Tanah wakaf tersebut belum dilakukan pendaftaran dan pensertifikatan tanah wakaf, setelah wakaf dilaporkan ke Kantor Urusan Agama/ Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, urusan sudah selesai, tidak diajukan perubahan sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk diubah menjadi tanah wakaf oleh karenanya pihak Badan Pertanahan Nasional tidak menerbitkan sertifikat atas tanah yang diwakafkan, padahal tanah tersebut sudah diikrar wakafkan di Kantor Urusan Agama (KUA). Sertifikasi tanah wakaf tersebut belum dilakukan sesuai dengan aturannya, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 32 yang memuat kewajiban pendaftaran tanah wakaf pada instansi yang berwenang.14

14 Hasil wawancara Nuzulman, Sebagai Sekretaris Majelis Wakaf dan Kehartabendaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh, pada tanggal 3 Mei 2022 di Universitas Muhammadiyah Aceh.

(26)

Akibat yang timbul dari ketidakpastian hukum tanah wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh yang belum memiliki sertifikat, tanah wakaf tersebut dapat digugat oleh ahli waris dari pemberi wakaf (wakif) dan mengklaim bahwa tanah itu miliknya dan kapan pun tanah tersebut dapat diambil. Hal ini dikarenakan tidak adanya akta ikrar wakaf sebagai pembuktian bahwa tanah tersebut telah diwakafkan. Jika hal tersebut sudah terjadi maka nadzir tidak dapat melakukan apa-apa dalam upaya mempertahankan tanah wakaf itu.

Wakaf yang memiliki fungsi dan tujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, kepentingan ibadah, meningkatkan ekonomi umat, dan mengurangi kemiskinan. Namun karena belum ada sertifikat wakafnya, kepastian hukum atau status hukum tanah wakaf tersebut belum jelas menyebabkan tujuan utama wakaf tersebut terhambat dengan munculnya berbagai problematika, seperti digugatnya tanah wakaf oleh ahli waris dari pemberi wakaf dan lainnya.

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 memudahkan masyarakat dalam berwakaf, selain itu juga memberikan jaminan kepastian hukum serta kedudukan objek wakaf menjadi jelas.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut sungguh sangat menarik mengkaji masalah ini lebih lanjut dalam sebuah penelitian dan menuangkannya ke dalam skripsi yang berjudul “Sertifikasi dan Pengembangan Tanah Wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengapa pengurus daerah Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh belum melakukan sertifikasi tanah wakaf seluruhnya kepada BPN?

2. Bagaimana status hukum harta wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh?

(27)

3. Bagaimana pengembangkan harta wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh yang belum disertifikasikan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penyebab pengurus daerah Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh belum melakukan sertifikasi tanah wakaf seluruhnya kepada BPN.

2. Untuk meneliti status hukum harta wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh.

3. Untuk mengetahui pengembangkan harta wakaf Muhammadiyah Kota Banda Aceh yang belum disertifikasikan.

D. Kajian Pustaka

Penelitian tentang wakaf sudah banyak dilakukan oleh para ahli atau peneliti terdahulu, bahkan banyak hasil penelitiannya yang sudah diuraikan menjadi suatu karya ilmiah. Baik itu dalam bentuk buku, jurnal, disertasi, tesis, skripsi maupun laporan. Berbagai hasil penelitian tersebut memiliki keterkaitan dengan permasalahan pada penelitian ini. Oleh karena itu peneliti perlu melakukan kajian terhadap penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini untuk menghindari duplikasi dan melakukan orisinalitas penelitian, serta menunjukkan letak perbedaannya dengan penelitian ini.

Beberapa hasil penelitian yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut :

Pertama, dalam skripsi yang berjudul “Tanah Wakaf Sebagai Jaminan Utang dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah”, yang ditulis oleh Eka Dina Armanita, mahasiswi Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah kepustakaan untuk mengumpulkan data. Sehingga data yang didapat bersumber dari buku-buku

(28)

fiqh, hukum perwakafan dan sebagainya. Hasil dokumentasi yang penulis lakukan, diperoleh bahwa tanah wakaf sebagai jaminan utang dalam perspektif hukum ekonomi syariah dalam prakteknya tidak sesuai dengan tujuan ekonomi syariah karena merusak kepentingan umum.15

Kedua, dalam skripsi yang berjudul “Efiktivitas Tugas Nazhir dalam Pengelolaan Tanah Wakaf di Kota Bengkulu”, yang ditulis oleh Anohib, Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.

Hasil penelitiannya yaitu pengelolaan tanah wakaf oleh nazhir belum efektif, karena jumlahnya yang masih sedikit, sedangkan potensi yang seharusnya bisa dimanfaatkan banyak.16

Ketiga, Niryad Muqisthi Suryadi melakukan penelitian tentang “Strategi Pengelolaan Wakaf Produktif dalam Rangka Pemberdayaan Umat di Kecamatan Pangkajene Kabupaten Pangkep”. Penelitian ini menyatakan bahwa Pengelolaan wakaf produktif di Kecamatan Pangkajene dalam pelaksanaannya telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf namun dalam hal pengelolaan wakaf produktif masih kurang maksimal. Dalam pengelolaan harta benda wakaf produktif yang diwakafkan oleh wakif, selama ini pihak KUA Kecamatan Pangkajene tidak pernah ikut campur semua urusan pengelolaan sepenuhnya diserahkan kepada nazhir yang telah ditunjuk sendiri oleh wakifnya. Wakaf produktif yang berada di Kecamatan Pangkajene ini tergolong ke dalam praktek wakaf mutlaq, nazhir melakukan upaya-upaya

15 Eka Dina Armanita, “Tanah Wakaf sebagai Jaminan Utang dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah”, Skripsi, Fakultas Syariah, IAIN Metro, 2017.

16 Anohib, “Efektivitas Tugas Nadzir dalam Pengelolaan Tanah Wakaf di Kota Bengkulu”, Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu, 2017.

(29)

produktif sehingga harta wakaf bisa berhasil lebih maksimal dengan cara yang banyak ditempuh adalah dengan jalan mempersewakan harta wakaf.17

Keempat, dalam jurnal Muharrir Asy’ari yang berjudul, “Problematika Tata Kelola Wakaf di Lingkungan Muhammadiyah Aceh”. Bahwa masalah perwakafan yang dihadapi Muhammadiyah di Aceh disebabkan antara lain (1) pengelolaan wakaf cenderung konsumtif-tradisional. Nuansa menjaga keabadian harta wakaf lebih menonjol dibanding upaya mengembangkan harta wakaf; (2) Sumber Daya Manusia (SDM) yang miliki Muhammadiyah Aceh rendah dan sedikit, pemahaman wakif dan nazir yang keliru, manajemen pengelolaan yang cenderung tradisional, dan keberadaan Persyarikatan yang tidak disenangi sebagian masyarakat Aceh.18

Kelima,dalam skripsi Ibnu Rahmat yang berjudul, “Analisis Penggunaan Dana Hasil Penjualan Tanah Wakaf Masjid Jami’ Lueng Bata Dalam Perspektif Hukum Islam”. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa nazir masjid Jami’ tidak langsung melakukan istibdāl dengan membeli tanah lain sebagai pengganti tanah wakaf yang dijual kepada Pemkot Banda Aceh. Dana yang diterima dari Pemkot Banda Aceh digunakan untuk membangun ruko dengan sistem bagi hasil dengan perbandingan 3:2. Pembangunan ruko di atas tanah wakaf sebagai bentuk investasi yang dilakukan nazir untuk pengembangan wakaf dengan tata kelola produktif. Langkah ini dinilai tidak tepat karena nazir tidak memusyawarahkan dengan tokoh masyarakat mukim Lueng Bata dan juga tidak ada transparansi pengelolaan keuangan sehingga menimbulkan polemik. Penggunaan dana hasil penjualan tanah wakaf yang dilakukan nazir telah menyimpang dan menyalahi aturan hukum, baik secara fiqhiyah maupun Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Perwakafan di Indonesia, seharusnya nazir melakukan istibdāl

17 Niryad Muqisthi Suryadi,Strategi Pengelolaan Wakaf Produktif dalam Rangka Pemberdayaan Umat di Kecamatan Pangkajene Kabupaten Pangkep”, Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2017.

18 Muharrir Asy’ari, “Problematika Tata Kelola Wakaf di Lingkungan Muhammadiyah Aceh”, Jurnal Ilmiah Islam Futura, Vol. 16. No. 1, Agustus 2016, hlm. 32.

(30)

langsung dengan membeli tanah wakaf lainnya dan menggunakan sebagian dana untuk pembangunan masjid. Bila diproduktifkan harus mempertimbangkan telah terpenuhi penggantian tanah yang telah dijual, dan bila kerja sama dengan pihak lain harus memiliki nilai profitabilitas dan benefit bagi kelangsungan perwakafan.19

Terakhir, dalam disertasi Muharrir Asy’ari yang berjudul, “Pembaruan Tata Kelola Harta Wakaf di Lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah Aceh”.

Penelitian ini menyatakan bahwa pengelolaan wakaf di lingkungan Persyarikatan Mummadiyah Aceh masih cenderung konsumtif, nuansa keabadian harta wakaf lebih menonjol dibanding upaya mengembangkan harta wakaf tersebut. Majelis Wakaf dan Kehartabendaan, pada tingkat wilayah (provinsi) maupun tingkat daerah (kabupaten/kota) yang menjadi nazir umumnya tidak berusaha maksimal dalam pengembangan harta wakaf, pengecualian ditemukan di sebagian kecil daerah. Dengan kata lain, tajdid (pembaruan) yang menjadi jargon Persyarikatan Muhammadiyah yaitu

“Muhammadiyah mengembangkan Islam yang berkemajuan” belum dilakukan secara maksimal pada pengelolaan wakaf.20

Dari judul-judul skripsi, jurnal dan disertasi yang telah diuraikan tersebut dapat diketahui bahwasanya terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Persamaannya yaitu topik yang dibahas adalah tentang wakaf. Namun perbedaannya dapat dilihat baik dari segi subjek, objek maupun lokasi penelitiannya. Penelitian ini membahas tentang Sertifikasi dan Pengembangan Tanah Wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh.

19 Ibnu Rahmat, “Analisis Penggunaan Dana Hasil Penjualan Tanah Wakaf Masjid Jami’ Lueng Bata dalam Perspektif Hukum Islam”, Skripsi, (Banda Aceh: Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Ar-Raniry, 2016).

20 Muharrir Asy’ari, “Pembaruan Tata Kelola Harta Wakaf di Lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah Aceh”, Disertasi, (Banda Aceh: Pascasarjana UIN Ar-Raniry, 2016).

(31)

E. Penjelasan Istilah

Untuk menghindari timbulnya berbagai penafsiran dan pemahaman terhadap istilah pada judul penelitian ini, maka perlu diberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai istilah-istilah yang digunakan. Beberapa istilah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sertifikasi Tanah Wakaf

Sertifikasi dalam KBBI diartikan dengan tanda atau surat keterangan (pernyataan) tertulis atau tercetak dari orang yang berwenang yang dapat digunakan sebagai bukti pemilikan atau suatu kejadian: tanah.21

Dalam penelitian ini dibahas tentang sertifikasi tanah wakaf persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh. Sertifikasi tanah wakaf adalah proses penerbitan sertifikat tanah wakaf yang dikeluarkan oleh BPN setelah ada pengajuan mendaftarkan tanah wakaf dari nazhir.22

2. Persyarikatan Muhammadiyah

Secara harfiah (etimologi), kata muhammadiyah dibentuk dari isi alam (nama) yang kemudian disederhanakan menjadi muhammadiyah yang berarti pengikut nabi Muhammad saw yang setia, mencintai, mengidolakan, mengamalkan dan memperjuangkan misi dan ajaran-ajarannya (Islam) sebagaimana tertulis dalam alquran dan hadis dan jejak-jejak perjuangannya dalam berdakwah dan juga dalam membangun peradaban.23

Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam besar non-pemerintah di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tahun 1912 oleh Ahmad Dahlan di kota Yogyakarta sebagai gerakan sosial-keagamaan reformis, yang menganjurkan ijtihad - interpretasi individu terhadap Al- Qur'an dan Sunnah, sebagai lawan dari Taqlid - sesuai dengan interpretasi

21 Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Moderen, (Jakarta: Pustaka Amani), hlm. 430.

22 Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.

23 Nofil Gusfira, “Strategi dan Dinamika Muhammadiyah di Takengon”, Jurnal As- Salam, Vol. 1 , No. 3, (2017), hlm. 17.

(32)

tradisional yang dikemukakan oleh para ulama. Sejak didirikan, Muhammadiyah telah mempromosikan mobilitas Muslim ke atas menuju komunitas 'modern' dan untuk memurnikan Islam Indonesia dari praktik sinkretis lokal.

3. Status Hukum

Kata status bermakna suatu keadaan atau kedudukan (orang, badan, negara dan sebagainya) dalam hubungannya dengan masyarakat di sekelilingnya.24 Status hukum yaitu keadaan atau kedudukan orang atau sesuatu di mata hukum. Dalam penelitian ini dibahas tentang status hukum harta wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, yaitu keadaan atau kedudukan harta wakaf Persyarikatan Muhammadiyah Kota Banda Aceh berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah tata cara untuk melakukan suatu penelitian guna mendapatkan jawaban terhadap suatu persoalan atau permasalahan yang diteliti.25 Berikut akan diuraikan sub bab metodelogi penelitian dalam penelitian ini:

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan penelitian yuridis sosiologis, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data yang berasal dari masyarakat dan/atau orang yang terlibat secara langsung terhadap masalah yang diteliti.26

Dengan pendekatan ini, penulis akan melakukan pengamatan dan wawancara secara langsung di lapangan terutama kepada pengurus tanah

24 Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Moderen, (Jakarta: Pustaka Amani), hlm. 461.

25Muhammad Siddiq, Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Edisi Revisi, (Banda aceh: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2019), hlm. 34.

26Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 14.

(33)

wakaf, sekretaris majelis wakaf dan kehartabendaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh, dan pimpinan panti asuhan Muhammadiyah di Kecamatan Jaya Baru Kota Banda Aceh.

2. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat dikategorikan sebagai penelitian kualitatif yang berbentuk deskriptif analisis. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang digunakan untuk meneliti dan memahami suatu kondisi dari berbagai keadaan sosial yang terjadi di masyarakat.27

Dalam penelitian ini penulis akan menganalisa dan mendeskripsikan mengenai status hukum tanah wakaf panti asuhan Muhammadiyah di Kecamatan Jaya Baru Kota Banda Aceh. Hal tersebut dapat terpenuhi dengan menguraikan kondisi dan situasi, serta jawaban yang berkaitan dengan persoalan pada peristiwa tersebut secara tertulis. Dari penjelasan tersebut, maka dapat dipahami bahwa jenis penelitian yang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif.

3. Sumber Data

Sumber data adalah suatu rujukan yang digunakan untuk mendapatkan data penelitian, seperti dari seorang informan atau responden, dokumen, catatan benda dan suatu proses yang dapat dikumpulkan melalui wawancara, dokumentasi dan observasi.28 Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

a. Sumber Data Primer

Data primer adalah suatu data yang diambil langsung dari lapangan. Data primer bisa didapatkan dengan wawancara, obsevasi

27 Salim dan Haidir, Penelitian Pendidikan: Metode, Pendekatan, dan Jenis, (Jakarta:

Kencana, 2019), hlm. 27-33.

28 Muhammad Siddiq, Buku Pedoman..., hlm.37.

(34)

dilapangan, menyebarkan kuisioner, dan dengan diskusi terfokus.29 Untuk mendapatkan data primer pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode field reserch, yaitu dengan melakukan penelitian lapangan terhadap panti asuhan Muhammadiyah di Kecamatan Jaya Baru Kota Banda Aceh dengan mewawancarai pengurus wilayah Muhammadiyah, pengurus daerah Muhammadiyah, Badan Wakaf Indonesia, Akademisi dan dokumentasi untuk memperoleh suatu data dan informasi yang terpercaya.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat dari berbagai sumber yang telah tersedia30 melalui penelitian kepustakaan (library reserch) dengan cara membaca dan menelaah bahan-bahan bacaan, baik melalui dokumen-dokumen maupun karya ilmiah. Untuk memperoleh data sekunder ini, penulis akan mengumpulkan dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bahan hukum primer didapat dari Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan Kompilasi Hukum Islam. Bahan sekunder didapatkan dari jurnal dan buku. Sedangkan bahan tersier didapatkan dari kamus yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah suatu teknik untuk mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara berdialog, baik dengan tatap muka secara

29 Sandu Siyoto, M. Kes & Ali Sodik, Ayup (ed), Dasar Metodelogi Penelitian, (Yogyakarta: Literasi Media Publishing, 2015), Cet. 1, hlm. 67.

30 Ibid., hlm. 68.

(35)

langsung maupun dengan telepon.31 Dalam penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara yang mendalam (in-depth interview), peneliti akan menanyakan beberapa pertanyaan kepada informan atau subjek yang diwawancarai dengan tidak menggunakan pedoman wawancara. Adapun informan yang akan diwawancarai terdiri dari dua orang pengurus wilayah Muhammadiyah Aceh salah satunya yaitu sekretaris majelis wakaf dan kehartabendaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh, tiga orang pengurus daerah Muhammadiyah kota Banda Aceh satu orangnya pimpinan Panti Asuhan, satu orang dari Badan Wakaf Indonesia, dan dua orang Akademisi.

b. Observasi

Observasi adalah salah satu teknik untuk mengumpulkan data pada penelitian kualitatif yang dilakukan dengan mengamati suatu fenomena yang menjadi objek penelitian, bisa dengan menggunakan pancaindra maupun dengan alat elektronik. 32 Pada penelitian ini, penulis akan melakukan pengamatan dengan cara melihat langsung kegiatan pengelolaan tanah wakaf panti asuhan Muhammadiyah di Kecamatan Jaya Baru Kota Banda Aceh.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data penelitian kualitatif yang dilakukan dengan cara menganalisis dokumen. Dalam penelitian ini, peneliti akan melihat dan menganalisis data-data yang telah didokumentasikan dalam bentuk Gambar atau Foto, Rekaman dan Catatan.

31 Mardawani, Praktisi Penelitian Kualitatif Teori dan Dasar Analisis Data dalam

Perspektif Kualitatif, (Yogyakarta: Deepublish, 2020), hlm. 50.

32 Wayan Suwendra, editor I.B. Arya Lawas Manuaba, Metodelogi Penelitian Kualitatif dalam Ilmu Sosial, Pendidikan, Kebudayaan dan Keagamaan, (Bandung: CV Nilacakra, 2018), hlm. 62.

(36)

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dokumentasi dan data-data lainnya dikumpulkan terlebih dahulu. Apabila semua data telah terkumpulkan peniliti dapat melakukan proses analisis data yang terdiri dari reduksi data, penyajian data dan penyimpulan data.

6. Pedoman Penulisan

Pedoman penulisan karya ilmiah yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu al-Quran dan terjemahnya, hadis, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry edisi 2019. Dengan pedoman-pedoman tersebut, peneliti berusaha menyusun hasil penelitian yang diperoleh menjadi sebuah karya ilmiah yang sistematis dan mudah dipahami oleh para pembaca.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 4 (empat) bab yang saling berkaitan antara bab satu dengan bab yang lainnya. Setiap bab akan menguraikan beberapa sub-sub pembahasan dengan penjelasan yang lebih terperinci sehingga lebih memudahkan para pembaca dalam menelaah penelitian ini. Adapun sistematika pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab satu merupakan pendahuluan, dalam bab ini akan menguraikan 7 (tujuh) sub pembahasan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, penjelasan istilah, metode penelitian dan sistematka pembahasan.

Bab dua terdiri dari pembahasan teori-teori umum yang berkaitan dengan judul penelitian. Teori-teori yang dimaksud diantaranya yaitu: pengertian sertifikasi tanah wakaf, tujuan sertifikasi tanah wakaf, mekanisme dan prosedur

(37)

sertifikasi tanah wakaf, konsekuensi hukum sertifikasi tanah wakaf, serta status hukum tanah wakaf yang tidak disertifikasikan.

Bab tiga merupakan hasil penelitian, bab ini terdiri dari uraian pembahasan tentang temuan hasil penelitian yang meliputi gambaran umum organisasi Muhammadiyah Kota Banda Aceh, keberadaan dan jumlah tanah wakaf Muhammadiyah Kota Banda Aceh, proses sertifikasi tanah wakaf Muhammadiyah Kota Banda Aceh, kendala dalam persertifikasian tanah wakaf Muhammadiyah Kota Banda Aceh, serta upaya pengembangan tanah wakaf Muhammadiyah Kota Banda Aceh.

Bab empat berisi penutup (bab terakhir) yang akan diisi dengan kesimpulan dari pembahasan yang sudah dipaparkan, dan saran-saran dari penulis yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan dan dianggap perlu untuk menyempurnakan penelitian ini.

(38)

19

BAB DUA

KONSEP SERTIFIKASI TANAH WAKAF DALAM PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA

A. Pengertian Sertifikasi Tanah Wakaf

Sertifikasi tanah wakaf adalah proses penerbitan sertifikat tanah wakaf yang dikeluarkan oleh BPN setelah ada pengajuan mendaftarkan tanah wakaf dari nazhir.33 Akibat hukum dari pendaftaran tanah adalah diberikannya surat tanda bukti hak atas tanah yang lazim disebut dengan sertifikat. Sertifikat sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 Nomor 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah “surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Ayat (2) huruf (c) Undang Undang Pokok Agraria untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungannya masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan”. Adapun tujuan dari pensertifikatan tanah sendiri lebih spesifik adalah untuk memperoleh pembuktian yang kuat atau otentik benda wakaf.34 Setelah sertifikat tanah terbit, maka kepemilikan tanah wakaf beralih dari milik wakif menjadi milik umat, dan yang bertanggung jawab tentang penggunaan harta wakaf adalah nazhir.

Sertifikat tanah wakaf adalah surat tanda bukti tanah wakaf.35 Hal ini dimulai dari penerbitan akta ikrar wakaf oleh PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf), yakni KUA (Kantor Urusan Agama) yang berkedudukan sebagai Majlis Ulama Kecamatan. Setelah itu dilanjutkan pendaftaran tanah wakaf oleh nazhir. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1 Ayat (1)

33 Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional.

34 Taufik Hamami, Perwakafan Tanah dalam Politik Hukum Agraria Nasional, (Jakarta: PT Tatanusa, 2003), hlm. 159.

35 Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

(39)

menjelaskan bahwa pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti hanya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Untuk menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf terkait dengan pengamanan harta benda wakaf di Indonesia, pemerintah menetapkan kebijakan, yaitu menyelesaikan proses sertifikasi terhadap tanah-tanah wakaf di berbagai daerah yang belum memiliki sertifikasi wakaf.

B. Tujuan Sertifikasi Tanah Wakaf

Hak untuk memiliki tanah merupakan suatu hak yang diberikan kepada warga negara, oleh karena itu sebagai bukti adanya hak, maka tanah yang dimiliki tersebut harus didaftarkan oleh mereka yang mempunyai hak, sehingga memudahkan dalam pembuktian kalau terjadinya sengketa di kemudian hari.

Pendaftaran tanah mempunyai arti bahwa: pengukuran, perpetakan, dan pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut serta pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang sah.

Berkaitan dengan pengertian pendaftaran perwakafan tanah, Soejono menegaskan bahwa: menurut Pasal 7 disebutkan objek pendaftaran tanah adalah tanah-tanah wakaf. Dalam butir II Pasal 1 disebutkan bahwa wakaf adalah tanah hak milik yang sudah diwakafkan sebagaimana dimaksudkan dalam peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.

Tujuan pendaftaran perwakafan tanah adalah supaya pemegang tanah wakaf dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004,

(40)

maka pendaftaran tanah wakaf ditujukan untuk melindungi tanah wakaf dari unsur penggelapan dan menjaga kepastian hukum dari tanah wakaf tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dijelaskan bahwa: Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda wakaf, undang-undang ini menegaskan bahwa perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf serta diumumkan yang pelaksanaanya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilaksanakan.

Oleh karena itu dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dengan tegas dinyatakan bahwa: "PPAIW atas nama nazir mendaftarkan harta benda wakaf kepada instansi yang berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani. Selanjutnya dalam Pasal 35 ditegaskan bahwa: "Bukti pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan oleh PPAIW kepada nazir.36

Pendaftaran tanah wakaf dilakukan untuk mencegah terjadinya sengketa tanah wakaf. Untuk mencegah timbulnya permasalahan sengketa tanah wakaf baik dilakukan perorangan maupun kelompok, maka perlu diperhatikan kesadaran hukum masyarakat dalam hal pengurusan sertifikat tanah wakaf, guna mencegah tanah wakaf jatuh ke tangan atau pihak yang tidak berhak. Adapun tujuan pendaftaran tanah, yaitu: Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) jo Pasal 3 Huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yaitu untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum.37 Kepastian hukum yang dimaksud adalah kepastian mengenai data fisik dan data yuridis. Data yuridis meliputi keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang

36 Muslem Abdullah, Tantangan Pelaksanaan Wakaf Tanah dalam Sistem Perundang- Undangan Indonesia, (Aceh: LKKI, 2019) hlm. 73-75.

37 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta; Sinar Grafika, 2008), hlm. 116.

(41)

haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.

Adapun tujuan pendaftaran tanah, yaitu :

1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;

2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang terdafar;

3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi.

Adapun yang dimaksud dengan data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luar bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftarnya, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya. Dengan demikian, maka tujuan pendaftaran tanah adalah menjamin kepastian hukum hak-hak atas tanah.38 Tujuan pendaftaran tanah wakaf adalah untuk memberikan kepastian hukum atas hak-hak atas tanah meliputi :

1. Kepastian hukum atas obyek tanahnya yaitu letak, batas, dan luas.

2. Kepastian hukum atas subyek haknya, yaitu siapa yang menjadi pemiliknya (perorangan dan Badan hukum).

3. Kepastian hukum atas jenis hak atas tanahnya (Hak milik, HGU, HGB) dan juga termasuk tanah wakaf.39

Pensertifikasian terhadap tanah wakaf sangat diperlukan guna memperoleh jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap

38 Arba, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta; Sinar Grafika, 2015), hlm. 148.

39 Mohammad Sandia, Analisis Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah Wakaf dalam Konsepsi Hukum Agrarian dan Hukum Islam, dalam Al-Maslahah Jurnal Hukum Dan Pranata Sosial Islam, hlm. 223

(42)

tanah wakaf tersebut dan untuk menjaga kelanggengannya sebagai tanah wakaf serta menjadi alat pembuktian yang kuat apabila suatu hari nanti terjadi persengketaan.

C. Mekanisme dan Prosedur Sertifikasi Tanah Wakaf

Pada masa Rasulullah tidak dijelaskan tata cara pendaftaran tanah wakaf secara rinci, karena ketika itu perwakafan secara administratif belum dikenal, namun kita dapat mempelajarinya dari praktek-praktek yang dilakukan oleh Rasulullah ataupun para sahabat. Dalam masalah muamalah, ada tuntunan Al- Quran yang menganjurkan untuk menuliskan dan disaksikan dua orang saksi laki-laki, seperti yang terdapat dalam surat al-Baqarah Ayat 282.

Surat al-Baqarah Ayat 282 itu memang bukan di khususkan terhadap pencatatan tanah wakaf, namun dalam ayat tersebut tersirat bahwa Islam juga menghendaki masalah wakaf dengan tertulis atau memakai administrasi serta saksi karena masalah wakaf juga termasuk muamalah yang sudah diatur Allah Swt. Jadi lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ini dapat dikatakan sebagai implementasi terhadap ayat-ayat Tuhan.40

Sesuai dengan Pasal 16 Ayat (2) benda tak bergerak yang dapat diwakafkan adalah sebagai berikut:

1. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang sudah maupun belum terdaftar.

2. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah.

3. Tanaman dan benda lain yang yang berkaitan dengan tanah.

4. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

5. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan

40 Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Ciputat: Ciputat Press, 2005), hlm.

104.

(43)

peraturan perundang-undangan yang berlaku.41

Landasan hukum wakaf di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 2006 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Dalam proses sertifikasi dan pendaftaran tanah wakaf adanya ikrar wakaf.

Shighat atau ikrar wakaf adalah tindakan hukum yang bersifat deklar (sepihak) maka dalam hal ini tidak disyaratkan adanya qabul (pernyata menerima dari penerima wakaf). Demi tertib hukum dan administrasi untuk menghindari penyalahgunaan benda wakaf, pemerintah mengeluarkan peraturan bahwa ikrar wakaf yang dilaksanakan oleh wakif kepada nadzir di hadapan PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf) yang disaksikan oleh dua (2) orang saksi, dinyatakan secara lisan dan atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW. Dalam Pasal 17 Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 ditegaskan bahwa ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada nazir di hadapan PPAIW dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dinyatakan secara lisan dan atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.42

Adapun Tata cara pembuatan Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan pendaftarannya adalah sebagai berikut:

1. Persyaratan pembuatan Akta Ikrar Wakaf a. Sertifikat Hak Atas Tanah

b. Surat keterangan Kepala Desa/Lurah yang diketahui Camat bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa.

c. SKPT dan Kantor Pertanahan Kabupaten/kotamadya setempat.

d. Harus ada calon wakif yang berkeinginan mewakafkan tanah miliknya.

41 Pasal 16 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

42 Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah Prinsip dan Implementasinya pada Sektor Keuangan Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016), hlm. 318.

(44)

e. Harus ada Nadzir perorangan WNI dan atau Badan Hukum Indonesia.43

2. Proses pembuatan Akta Ikrar Wakaf

a. Calon wakif harus datang di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dengan membawa Sertifikat Hak Atas Tanah serta surat lainnya.

b. PPAIW melakukan sebagai berikut:

1) Meneliti kehendak calon wakif dan tanah yang hendak diwakafkan.

2) Meneliti para nadzir dengan menggunakan W.5/W.5a.

3) Meneliti para saksi Ikrar Wakaf.

4) Meneliti para saksi Ikrar Wakaf.

5) Menyaksikan pelaksanaan Ikrar Wakaf.

c. Calon wakif mengikrarkan wakaf dengan lisan, jelas dan tegas kepada nadzir di hadapan PPAIW dengan para saksi, kemudian dituangkan dengan bentuk tertulis menurut formulir W.1.

d. Meneliti identitas calon wakif (KTP, KK, Surat Nikah, Paspor dll).

e. Meneliti identitas nadzir.

f. Calon wakif yang tidak datang di hadapan PPAIW dapat memberikan kuasa tertulis secara matreatik di hadapan notaris dan/dihadapan Kepala Kantor Depag Kabupaten/Kotamadya dan dibacakan kepada nadzir di hadapan PPAIW dan para saksi.

g. PPAIW membuat AIW rangkap 3 (tiga) menurut bentuk formulir W.2 dan salinannya rangkap 4 (empat) menurut bentuk formulir W.2a.44

3. Adapun tata cara pendaftaran tanah wakaf disebutkan di dalam Pasal 6

43 Farid Wadjdy dan Mursyid, Wakaf & Kesejahteraan Ummat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 140.

44 Ibid., hlm.141.

(45)

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional.

Tata caranya yaitu:

(1) Tanah Wakaf berupa Hak Milik didaftarkan menjadi Tanah Wakaf atas nama Nazir.

(2) Permohonan pendaftaran Wakaf atas bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilampiri dengan:

a. surat permohonan;

b. surat ukur;

c. sertipikat Hak Milik yang bersangkutan;

d. AIW atau APAIW;

e. surat pengesahan Nazhir yang bersangkutan dari instansi yang menyelenggarakan urusan agama tingkat kecamatan; dan

f. surat pernyataan dari Nazhir bahwa tanahnya tidak dalam sengketa, perkara, sita dan tidak dijaminkan.

(3) Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan Sertipikat Tanah Wakaf atas nama Nazhir, dan mencatat dalam Buku Tanah dan sertipikat Hak atas Tanah pada kolom yang telah disediakan, dengan kalimat: "Hak atas Tanah ini hapus berdasarkan Akta Ikrar Wakaf/Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf tanggal.... Nomor... dan diterbitkan Sertipikat Tanah Wakaf Nomor.../... sesuai Surat Ukur tanggal... Nomor... luas... m".45 Dalam pengadministrasian tanah wakaf yang bertugas adalah Nazir. Ini diatur di dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Nadzir mempunyai tugas:

a. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf

b. Mengelola dan mengembankan harta benda wakaf sesuai dengan

45 Pasal 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional.

Referensi

Dokumen terkait

Pada program pengabdian masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas bahan baku air minum yang dilakukan di desa Dahor Rangkaian alat ini menjadi salah satu

a) Sedangkan sumber data primer adalah sumber data yang dapat memberikan data penelitian secara langsung. 17 Data primer yaitu data yang diperoleh dari

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis akan mengkaji masalah tersebut dengan melakukan penelitian tindakan kelas melalui pembelajaran tematik dengan

Namun, agar semua karyawan dapat mewujudkan kinerja yangdiinginkan, banyak faktor yang mungkin mempengaruhi bagi karyawanseperti gaya kepemimpinan, budaya organisasi, disiplin

Bapak Tatag Muttaqin S.Hut selaku pembimbing skripsi pendamping yang telah memberikan saran, arahan yang tak henti-hentinya dan masukan- masukannya, sehingga

Kegiatan ini dilaksanakan di desa Suo-Suo, Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo dengan tujuan menemukan perlakuan/intervensi yang efektif dan meningkatkan pemberdayaan, serta kerja

Dalam proses penerapan metode simulasi dalam pembelajaran fikih ibadah bagi siswa di MTs YMPI Sei Tualang Raso Tanjungbalai keaktifan siswa juga menjadi pengaruh besar dalam

b) apabila semua harga penawaran atau harga penawaran terkoreksi di atas nilai total HPS, pelelangan dinyatakan gagal. 2) harga satuan yang nilainya lebih besar