PERAN TENAGA KESEHATAN DALAM MEWUJUDKAN PENCAPAIAN MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS TAHUN 2015
Pidato Ilmiah
Pada Dies Natalis ke-10 (Lustrum II) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi
Cimahi, 29 Januari 2013
Oleh:
Kusman Ibrahim, S.Kp., MNS., Ph.D
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
1 Bismillahirrohmannirrohiim
Yth. Ketua Yayasan Kartika Eka Paksi
Yth. Ketua Senat/Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi
Yth. Para Pembantu Ketua, Ka.Prodi, Para Pendidik, Para Tenaga Kependidikan dan Karyawan
Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi
Yth. Para Tamu Undangan
Para Mahasiswa yang saya cintai dan Hadirin yang saya hormati
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala, Tuhan Yang Maha
Kuasa, atas limpahan karunia dan rahmat-Nya kita masih diberi kesempatan untuk berkumpul di
sini dalam rangka mengahdiri acara “Dies Natalis ke-10 (Lustrum II) Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi, semoga kita semua senantiasa mendapat lindungan,
petunjuk, dan kekuatan agar tetap terus bisa berkarya untuk kemaslahatan masyarakat, bangsa,
dan Negara yang kita cintai. Dalam kesempatan ini, saya sampaikan terima kasih kepada Ketua
STIKes Jenderal Achmad Yani dan Panitia Dies Natalis ke-10 STIKes Jenderal Achmad Yani
yang telah memberikan kesempatan dan kehormatan untuk menyampaikan orasi ilmiah ini.
Hadirin yang berbahagia,
Perkembangan ilmu dan teknologi telah membawa manusia ke era kehidupan modern, era
digital, dan era keterhubungan antara satu tempat dengan tempat lainnya, antara satu komunitas
2 terkemuka, Thomas L Friedman, menyebut dunia abad 21 sebagai “dunia yang datar (The World
is Flat)”. Hal ini tentunya tidak dimaksudkan secara geologis dunia itu datar, namun lebih secara sosial, ekonomi, dan budaya. Kekuatan dunia diperkirakan tidak akan lagi hanya berpusat di satu
negara adi daya, tetapi akan muncul secara terbuka kekuatan-kekuatan lain yang bersaing secara
global. Kehidupan modern telah menunjukan dampak perbaikan kehidupan di berbagai bidang,
namun juga menyisakan problema adanya jurang kesenjangan antara yang kaya dengan yang
miskin, antara negara-negara berpendapatan tinggi dengan negara-negara yang berpendapatan
rendah. Kesenjangan ini pun terjadi juga dalam sektor kesehatan, seorang anak terlahir bisa
memiliki harapan hidup sampai 80 tahun, jika terlahir di negara-negara tertentu, namun bisa
dibawah 45 tahun jika ia lahir di Negara lainnya (WHO, 2008). Sedangkan, prinsip-prinsip
kehidupan hak azasi manusia menyebutkan bahwa setiap individu memiliki hak terhadap
martabat, kebebasan, kesetaraan, dan standar kehidupan dasar yang layak, termasuk juga
terbebas dari kelaparan dan kekerasan, serta mendorong terciptanya toleransi dan solidaritas. Hal
inilah yang mendorong para pemimpin dunia untuk menegaskan kembali komitmennya dalam
membangun masyarakat dunia yang sejahtera.
Komitmen tersebut dituangkan dalam deklarasi “Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium
Development Goals [MDGs]) tahun 2015” pada Sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa bulan
September 2000 di New York, yang dihadiri dan disepakati oleh kepala Negara dan perwakilan
dari 189 Negara. Deklarasi tersebut mencakup 8 tujuan, yaitu: (1) Menanggulangi kemiskinan
dan kelaparan, (2) Mencapai pendidikan dasar untuk semua, (3) Mendorong kesetaraan gender
dan pemberdayaan perempuan, (4) Menurunkan angka kematian anak, (5) Meningkatkan
kesehatan ibu, (6) Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, (7)
3 pembangunan. Tiga dari delapan tujuan tersebut terkait langsung dengan kesehatan, yang
tentunya tenaga kesehatan merupakan pemain utama dalam menentukan ketercapain tujuan
tersebut.
Hadirin yang berbahagia,
Indonesia seperti halnya bangsa-bangsa lainnya telah berupaya keras dalam mencapai
target-target tujuan MDGs. Laporan dari Badan Perencanaan Nasional (2010) menyebutkan bahwa
ketercapaian sasaran tujuan pembangunan millennium dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu
sasaran yang sudah tercapai, sasaran yang menunjukkan kemajuan signifikan dan diharapkan
dapat tercapai pada tahun 2015 (on track), dan sasaran yang masih memerlukan upaya keras
untuk pencapaiannya. Dari tiga tujuan dan enam target terkait bidang kesehatan, satu target
dinyatakan sudah tercapai yaitu MDG 6; menurunkan prevalensi tuberkulosis dari 443 kasus
pada 1990 menjadi 244 kasus per 100.000 penduduk pada tahun tahun 2009, satu target
menunjukkan kemajuan signifikan dan diharapkan dapat tercapai pada tahun 2015 (on track)
yaitu MDG 4; menurunkan angka kematian balita dari 97 per 1.000 kelahiran pada tahun 1991
menjadi 44 per 1.000 kelahiran pada tahun 2007 dan diperkirakan bisa mencapai target 32 per
1.000 kelahiran pada tahun 2015. Sedangkan sasaran yang masih memerlukan kerja keras untuk
mencapai batas waktu yang ditetapkan pada tahun 2015 yaitu MDG 5; dimana angka kematian
ibu dari 390 pada tahun 1991 baru turun menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2007. Diperlukan upaya keras untuk mencapai target pada tahun 2015 sebesar 102 per 100.000
kelahiran hidup. Jumlah penderita HIV/AIDS meningkat, khususnya di antara kelompok risiko
tinggi pengguna narkoba suntik dan pekerja seks (MDG 6). Dari laporan tersebut tampak bahwa
4 menggembirakan, namun sebagian yang lain masih merupakan tantangan besar dan memerlukan
kerja keras untuk pencapaiannya dalam waktu yang tersisa hingga 2015. Hal ini juga yang
mendorong dilaunchingnya “Global Strategy for Women’s and Children’s Health” oleh PBB tahun 2010, dengan tujuan agar tidak ada lagi kematian ibu dan anak dari kondisi atau penyakit
yang bisa dicegah (United Nations, 2013).
Indonesia dengan wilayahnya yang sangat luas dan bentuk negara kepulauan menambah
tantangan tersendiri yang menambah kompleksitas pencapaian MDGs. Disparitas permasalahan
kesehatan antara daerah, serta tidak meratanya distribusi tenaga kesehatan terlatih sampai ke
daerah-daerah terpencil, telah menambah potensi hambatan pencapaian pembangunan kesehatan
sebagaimana ditargetkan dalam MDGs. Permasalahan tenaga kesehatan, seperti dilansir oleh
laporan World Bank (2008), meliputi beberapa hal seperti; rasio dokter dengan jumlah penduduk
yang masih rendah dan masih terkonsentrasi di perkotaan. Indonesia hanya memiliki 13 dokter
untuk 100.000 penduduk, salah satu rasio terendah di Asia, bahkan di Provinsi Lampung
(Sumatra), rasionya adalah 6 dokter untuk 100.000 orang. Selain itu, cakupan yang rendah
tersebut diperparah oleh tingkat ketidakhadiran yang tinggi. Hampir 40% dokter ditemukan
absen dari pos mereka tanpa alasan yang sah saat jam kerja resmi pemerintah.
Sebaliknya, jumlah perawat relatif lebih banyak dibanding tenaga kesehatan lainnya dan
terdistribusi sampai ke daerah terpencil, namun kebanyakan perawat tersebut tidak terlatih
dengan baik dan tidak diizinkan untuk memberikan pelayanan yang diperlukan. Di daerah
terpencil, mereka kerap menjadi satu-satunya tenaga kesehatan yang tersedia. Sebagai
konsekuensinya, perawat sering harus memberikan layanan pengobatan dan diagnostik yang
secara peraturan resmi tidak boleh mereka lakukan. Hal ini juga diperberat dengan tidak adanya
5 seperti Konsil Keperawatan, sehingga standar pendidikan dan kompetensi klinik keperawatan
sulit untuk diimplementasikan secara ketat.
Jumlah bidan secara umum cukup banyak karena adanya kebijakan bidan-di-desa yang
menempatkan bidan di setiap desa. Akan tetapi saat ini, seperti tenaga kesehatan lainnya,
distribusi mereka tidak merata. Berdasarkan survei data dari dua kabupaten di Jawa, menemukan
bahwa 10 persen desa masih belum memiliki bidan, namun hanya memiliki seorang perawat
sebagai penyedia layanan kebidanan. Selain itu, bidan yang ditempatkan di daerah terpencil
cenderung kurang berpengalaman dan menangani lebih sedikit kelahiran, sehingga mereka tidak
dapat mempertahankan/mengembangkan kemampuan kebidanan profesional mereka. Studi yang
dilakukan oleh Hennessy, Hicks, Hilan, dan Kawonal (2006) mengungkap bahwa sebagian besar
(60%) perawat dan bidan tidak memiliki pelatihan yang memadai untuk menjalankan peran
mereka, sehingga pelayanan yang diberikan dibawah standar.
Hadirin yang saya hormati,
Peran tenaga kesehatan sangatlah penting dalam pencapaian tujuan MDGs. Pengelolaan tenaga
kesehatan yang baik akan sangat berarti untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang
merata, berkualitas, dan terjangkau. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan
merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan pencapaian tujuan MDGs yang terkait
bidang kesehatan. Amieva dan Ferguson (2011) melakukan kajian terhadap peran dan kontribusi
perawat dalam akselerasi pencapaian MDGs, yang hasilnya bisa juga diterapkan bagi tenaga
kesehatan lainnya. Hasil kajian tersebut mengungkap empat strategi yang bisa dilakukan perawat
6 1. Menggiatkan kerjasama kemitraan (partnership), baik antara tenaga kesehatan, maupun
antara tenaga kesehatan dengan para pemangku kepentingan terutama para pekerja kesehatan
di masyarakat.
2. Meyakinkan terpenuhinya kesetaraan dan keadilan dalam pencapaian MDGs. Keberhasilan
kemajuan kesehatan ada kalanya hanya dinikmati oleh sebagian kalangan atas saja,
sedangkan masyarakat kelas bawah masih mengalami kesulitas akses terhadap layanan
kesehatan yang berkualitas.
3. Memperdekat kesenjangan antara riset dan praktik. WHO (2010) menegaskan bahwa perlu
perhatian khusus untuk tenaga kesehatan agar bisa membangun data yang akurat dan shahih
sebagai bahan evidenced-based practice.
4. Keterlibatan aktif dalam politik dan advokasi kebijakan. Tenaga kesehatan memiliki
pengetahuan teknis dan pengalaman yang banyak dalam bidang kesehatan, sehingga
seyogyanya mereka menjadi aktor utama dalam perumusan kebijakan kesehatan. Namun
sayangnya, seperti WHO (2010) mencatat bahwa meskipun tenaga kesehatan memiliki
kontribusi besar dalam pelayanan, namun mereka, terutama perawat dan bidan, sering
dianggap tidak penting dan bukan pemangku kepentingan utama dalam arena perumusan
kebijakan kesehatan.
Hadirin yang berbahagia,
Disamping keempat peran tersebut, sejumlah tantangan perlu mendapat perhatikan serius bagi
tenaga kesehatan seperti yang diungkapkan oleh International Council of Nurses (2013),
7 1. Peningkatan proporsi kematian selama periode neonatal, untuk memastikan penurunan
kematian anak secara keseluruhan.
2. Kemiskinan, masih merupakan hambatan utama bagi anak balita untuk bertahan hidup
3. Pendidikan dan pemberdayaan perempuan untuk meyakinkan bahwa pelayanan kesehatan
dasar untuk warga miskin penting untuk meningkatkan kesetaraan dan menurunkan angka
kematian anak.
4. Peningkatan tenaga terlatih yang menolong persalinan penting untuk menurunkan kelahiran
sebelum waktunya atau melahirkan diluar sarana kesehatan.
Sebagai tenaga kesehatan, selalu dituntut untuk bisa merespon secara efektif terhadap tantangan
kebutuhan kesehatan baik lokal, nasional, maupun global. Sebuah studi terhadap para pimpinan
keperawatan mengungkap beberapa kompetensi yang harus dimiliki (Crigger, Brannigan, &
Baird, 2006) tenaga kesehatan dalam merespon permasalahan kesehatan global, diantaranya:
1. Fleksibel, dan berpikiran terbuka, mampu beradaptasi terhadap perubahan situasi yang bisa
terjadi ketika memberikan pelayanan kesehatan, dan tetap terbuka terhadap nilai-nilai dan
keyakinan orang lain
2. Ketertarikan dan kepekaan budaya, mencoba memahami nilai-nilai, keyakinan, dan budaya
orang lain atau kelompok lain, tanpa memaksakan keyakinan dan nilai-nilai sendiri.
3. Optimism, Energy, Resiliency, and Resourcefulness.
4. Jujur dan integritas
5. Kehidupan personal yang stabil yang akan membantu membangun percaya diri
6. Kemampuan teknis, pengelolaan, dan politik
7. Keyakinan bahwa pekerjaan yang sedang dikerjakan adalah bermakna, dan memotivasi untuk
8 Hadirin yang saya hormati,
Demikianlah beberapa pokok pikiran yang dapat saya sampaikan dalam kaitannya dengan
peringatan Dies Natalis ke-10 STIKes Jenderal Achmad Yani. Semoga ada manfaatnya.
Dirgahayu Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi dan sukses selalu
dalam mengembangkan ilmu dan profesi keperawatan dan melahirkan generasi penerus yang
berkualitas, mampu bersaing baik di tatanan nasional maupun internasional. Semoga Tuhan yang
Maha Kuasa senantiasa memberi petunjuk dan kekuatan kepada kita semua. Amiin
9 DAFTAR PUSTAKA
Amieva, S., &, Ferguson, S. (2011). Moving forward: nurses are key to achieving the United Nations Development Program’s Millenium Development Goals. International Nursing Review, 55-58
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). (2010). Laporan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Milenium Indonesia 2010, Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, ISBN 978 - 979 - 3764 - 64 - 1
Ban Ki-moon. (2013). The Global Campaign for the Health Millennium Development Goals – Report 2013, accelerating progress in saving the lives of Women and Children, Secretary-General of the United Nations
Crawford, B. (2009). Global Health: Nurses Taking a Leadership Role in the Global Community, Course: Leadership and Management, NRST 2760
Crigger, N., Brannigan, M., & Baird, M. (2006). Compassionate Nursing Professionals as Good Citizens of the World. Advances in Nursing Science. 29, 15-26.
Friedman, T., L. (2005). The World Is Flat: A Brief History of the Twenty-first Century, Farrar, Straus and Giroux; 1st edition
Hennessy, D, Hicks, C, Hilan, A, & Kawonal, Y. (2006). A methodology for assessing the professional development needs of nurses and midwives in Indonesia: paper 1 of 3. Human Resources for Health, doi:10.1186/1478-4491-4-8
International Council of Nurses (2013). Closing the Gap: Millennium Development Goals 8, 7,
6, 5, 4, 3, 2, 1, International Nurses Day 2013, Geneva, ISBN: 978-92-95099-04-3
United Nations. (2013). The Millennium Development Goals Report 2012,
World Bank. (2008). Berinvestasi dalam Sektor Kesehatan Indonesia: Tantangan dan Peluang untuk Pengeluaran Publik di Masa Depan, Kajian Pengeluaran Publik Indonesia untuk Sektor Kesehatan