ANALISIS PERBANDINGAN KUALITAS DAN TINGKAT
PENGHAPUSAN PEMBIAYAAN
BANK SYARIAH DAN KONVENSIONAL
SEBELUM DAN SETELAH
SUBPRIME MORTGAGE
JATUH
SITI HAURA
TETTET FITRIJANTI
ABSTRACT
The aim of this research is comparison of the financing quality and its write-off level
between shariah banking and conventional banking, before and after Subprime Mortgage fall.
The method of this research is descriptive comparative analysis under quantitative research
paradigm. Sampels are thoses of shariah banks that had been operating before 2003, and those
of conventional banks which are listed in Indonesia Stock Exchange, 2003-2008. The
comparison test of two sample groups are between independent & paired sample groups. The
results indicate that the financing quality and its associated write-off level of shariah banks after
subprime mortgage fall are higher than before; comparison of quality of financing and bad debt
write-off rate of conventional banks after subprime mortgage fall are lower than before; and
there are no statistically significant difference on financing quality and bad debt write-off
between shariah banks and conventional banks, before and after subprime mortgage fall.
Key words: financing quality, write-off level, shariah banks, conventional banks, subprime
mortgage
1.
PENDAHULUAN
Dampak jatuhnya subprime mortgage bukan hanya terjadi pada perbankan di Amerika
Serikat, tapi juga di Australia, India, Cina dan negara-negara lainnya. Semua efek domino
menyebar ke berbagai belahan negara di dunia, yang akhirnya mengakibatkan adanya
perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. (Roll C 2008). Perbankan Indonesia terkena dampak
jatuh. Jika dilihat dari segi kualitas pembiayaan, pada perbankan di Indonesia, efek domino dari
krisis Amerika ini secara umum telah mengakibatkan terjadinya kenaikan pada Non Performing
Loans (NPL) perbankan. Begitu juga, tingkat penghapusan pembiayaan pada perbankan di
Indonesia secara umum mengalami kenaikan.
2.
TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Kegiatan Perbankan di Indonesia secara hukum diatur oleh UU RI No. 10 tahun 1998
tanggal 10 November 1998. Sedangkan untuk perbankan syariah secara hukum diatur dalam UU
No. 21 tahun 2008. Bank konvensional memilki fungsi sebagai financial intermediary antara
pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana, sementara bank syariah
memiliki fungsi sebagai manajer investasi, investor, jasa keuangan dan sosial.
Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Bank Islam
dikembangkan atas dasar bahwa tidak diperbolehkannya pemisahan antara masalah-masalah
duniawi dan agama. Karena Islam bersifat komprehensif, mencangkup semua aspek kehidupan,
baik ekonomi, politik, pendidikan ataupun militer, maka kepatuhan terhadap syariah merupakan
dasar bagi semua aspek kehidupan. Dasar ini tidak hanya mencakup ibadah saja, tetapi juga
mencakup aktivitas muamalah, salah satunya adalah pada transaksi bisnis yang harus sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah. Salah satu aspeknya adalah pelarangan riba dan persepsi
mengenai uang sebagai alat tukar dan sarana untuk membayar kewajiban keuangan, bukan
komoditas.
Perbedaan yang paling utama antara kegiatan bank berdasarkan prinsip syariah dengan
bank konvensional pada dasarnya terletak pada sistem pemberian imbalan atau jasa dari dana
yang dititipkan. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank konvensional menggunakan
sistem bunga dalam menentukan imbalan atas dana yang digunakan atau dititipkan oleh suatu
pihak. Sedangkan berdasarkan prinsip syariah sistem bunga tidak diperbolehkan dalam
menentukan imbalan atas dana yang digunakan atau dititipkan oleh suatu pihak tersebut, karena
termasuk riba, dan riba hukumnya haram. Oleh karena itu, penentuan imbalan terhadap dana
hasil dan risiko (profit and loss sharing), jual beli, atau prinsip syariah lainnya. (Luqman 2007;
Ibnu; Muhammad 2007)
Pada umumnya aktivitas usaha bank syariah dan bank konvensional dapat digolongkan
menjadi tiga aktivitas, yaitu penghimpunan dana, penyaluran dana, dan pemberian jasa. Aktivitas
penghimpunan dana dan aktivitas penyaluran dana merupakan aktivitas pokok bank yang
masing-masing dapat dilihat pada sisi pasiva neraca bank dan pada sisi aktiva neraca bank.
Berdasarkan UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, yang dimaksud dengan
pembiayaan adalahpenyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’;
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain
yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan
dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi
hasil.”
Salah satu aspek penting dalam perbankan syariah adalah proses pembiayaan yang sehat.
Proses pembiayaan yang sehat adalah proses pembiayaan yang berimplikasi kepada investasi
halal dan baik, serta menghasilkan return sebagaimana yang diharapkan, atau bahkan lebih. Pada
bank syariah proses pembiayaan yang sehat tidak hanya berimplikasi pada kondisi bank yang
sehat, tetapi juga berimplikasi pada peningkatan kinerja sektor riil yang dibiayai.
Sama halnya dengan kualitas kredit pada perbankan konvensional, kualitas pembiayaan
pada bank syariah juga digolongkan menjadi 5 golongan yaitu, lancar, dalam perhatian khusus,
kurang lancar, diragukan dan macet. (Sofyan dkk 2004; Muhammad 2007). Kualitas semua
bentuk penanaman dana (aktiva produktif, dalam hal ini adalah kredit atau pembiayaan) tersebut
menjadi standar pengukuran kinerja baik pada bank konvensional maupun pada bank syariah.
kualitas dari kredit tersebut harus dijaga. Hal tersebut tercermin dalam analisis kredit yang
dilakukan oleh bank konvensional sebelum memberikan kredit kepada debitur. Salah satunya
adalah dengan memperhatikan prinsip 5 C (Character, Capacity, Collateral, Condition, Capital).
Sama halnya pada bank syariah, untuk menjaga kinerja yang baik dan pengembangan
usaha yang senantiasa sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah, maka kualitas
aktiva produktif, dalam hal ini adalah pembiayaan perlu dijaga. Salah satu cara menjaga kualitas
aktiva produktif (pembiayaan) adalah dengan menerapkan kebijakan alokasi dana baik menurut
sektor ekonomi, sektor industri, maupun wilayah pemasaran. (Luqman 2007).
Bisnis perbankan pada dasarnya tidak dapat melepaskan diri dari risiko kegagalan. Risiko
yang timbul dari usaha pemberian kredit berupa tidak lancarnya pembayaran kredit atau
pembiayaan, atau dengan kata lain disebut kredit bermasalah. Risiko kredit atau pembiayaan
tidak dapat dihindari, karena tanpa risiko tidak akan ada pendapatan. Dalam PSAK No. 31
disebutkan bahwa kredit bermasalah pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran
angsuran pokok dan/atau bunganya telah lewat 90 hari atau lebih setelah jatuh tempo, atau kredit
yang pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan.
Non Performing Loan sebagai suatu kredit dimana pembayaran yang dilakukan
tersendat-sendat dan tidak mencukupi kewajiban minimum yang ditetapkan sampai dengan kredit yang
sulit untuk memperoleh pelunasan atau bahkan tidak dapat ditagih. Dengan kata lain, pengertian
non performing loan mencakup keseluruhan kualitas kredit yang digolongkan dalam perhatian
khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. Oleh karena itu, guna menutup risiko kemungkinan
kerugian akibat pembiayaan bermasalah tersebut, bank konvensional maupun bank syariah wajib
membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) berupa cadangan umum dan
cadangan khusus guna menutup resiko kemungkinan kerugian.
Proses imbas krisis subprime mortgage ke perekonomian Indonesia diantaranya melalui
penarikan dana dalam valas khususnya USD oleh para lembaga keuangan kreditor dan investor
di Amerika Serikat, yang dilakukan diantaranya dengan mencairkan dana yang telah ditempatkan
pada bank-bank di Indonesia dan langsung dalam USD. Untuk lebih jelasnya di bawah ini bisa
Gambar 1. BI rate
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa untuk mengimbangi melemahnya nilai tukar rupiah
yang terjadi, maka BI rate dinaikan.
Jika dilihat dari segi kualitas pembiayaan, pada perbankan di Indonesia baik yang
berdasarkan prinsip syariah maupun konvensional, efek domino dari krisis Amerika ini telah
mengakibatkan terjadinya kenaikan pada Non Performing Loans (NPL) perbankan yaitu tepatnya
pada semester II tahun 2008, yakni pada pertengahan semester II tahun 2008 ketika lembaga
keuangan terbesar dan tertua di Amerika, Lehman Brothers, telah jatuh (bangkrut). Begitu juga
dengan tingkat penghapusan pembiayaan pada perbankan di Indonesia, tepatnya semester II
tahun 2008, menunjukkan adanya kenaikan tingkat penghapusan pembiayaan. Semua efek
domino tersebut merupakan salah satu cermin dari adanya pertumbuhan ekonomi Amerika yang
melambat, yang pada akhirnya menyebar ke berbagai negara di dunia, dan mengakibatkan
perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. (Abida 2008; Merza; Daniri 2009).
Perbedaan yang paling utama antara kegiatan bank berdasarkan prinsip syariah dengan
bank konvensional pada dasarnya terletak pada sistem pemberian imbalan atau jasa dari dana
yang dititipkan. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank konvensional menggunakan
sistem bunga dalam menentukan imbalan atas dana yang digunakan atau dititipkan oleh suatu
pihak. Sedangkan berdasarkan prinsip syariah, sistem bunga tidak diperbolehkan dalam
menentukan imbalan atas dana yang digunakan atau dititipkan oleh suatu pihak tersebut, karena
termasuk riba, dan riba hukumnya haram. Oleh karena itu, penentuan imbalan terhadap dana
yang dipinjamkan maupun dana yang disimpan pada bank syariah didasarkan pada prinsip bagi
hasil dan risiko (profit and loss sharing), jual beli, atau prinsip syariah lainnya(Sofyan dkk,
2004). Adapun perbedaan-perbedaan antara bunga dengan bagi hasil dapat terlihat pada tabel di
berikut :
Tabel 1. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
No. Bunga Bagi Hasil
Salah satu aspek penting dalam perbankan syariah adalah proses pembiayaan yang sehat.
Proses pembiayaan yang sehat adalah proses pembiayaan yang berimplikasi kepada investasi
halal dan baik, serta menghasilkan return sebagaimana yang diharapkan, atau bahkan lebih. Pada
bank syariah proses pembiayaan yang sehat tidak hanya berimplikasi pada kondisi bank yang
Mengingat terdapat beberapa perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah, dan
penelitian ini hendak mempelajari mengenai bank konvensional dan bank syariah menghadapi
krisis keuangan global, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagaimana berikut ini:
Ha1a : μ1 ≠ μ2 atau terdapat perbedaan yang signifikan kualitas pembiayaan pada bank syariah
dan bank konvensional sebelum subprime mortgage jatuh.
Ha1b : μ1 ≠ μ2 atau terdapat perbedaan yang signifikan tingkat penghapusan pembiayaan pada
bank syariah dan bank konvensional sebelum subprime mortgage jatuh.
Ha2a : μ1 ≠ μ2 atau terdapat perbedaan yang signifikan kualitas pembiayaan pada bank syariah
dan bank konvensional setelah subprime mortgage jatuh.
Ha2b : μ1 ≠ μ2 atau terdapat perbedaan yang signifikan tingkat penghapusan pembiayaan pada
bank syariah dan bank konvensional setelah subprime mortgage jatuh.
Ha3a : μ1 ≠ μ2 atau terdapat perbedaan yang signifikan kualitas pembiayaan pada bank syariah
sebelum dan setelah subprime mortgage jatuh.
Ha3b : μ1 ≠ μ2 atau terdapat perbedaan yang signifikan tingkat penghapusan pembiayaan pada
bank syariah sebelum dan setelah subprime mortgage jatuh.
Ha4a : μ1 ≠ μ2 atau terdapat perbedaan yang signifikan kualitas pembiayaan pada bank
konvensional sebelum dan setelah subprime mortgage jatuh.
Ha4b : μ1 ≠ μ2 atau terdapat perbedaan yang signifikan atas tingkat penghapusan pembiayaan
pada bank konvensional sebelum dan setelah subprime mortgage jatuh.
Hipotesis bersifat 2 (dua) arah, mengingat pada prakteknya di lapangan masih terdapat kendala
penerapan prinsip perbankan syariah secara optimal.
3.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif komparatif. Penulis
mengumpulkan data kredit dan pembiayaan bank konvensional dan bank syariah yang terdapat
laporan keuangan periode tahun 2005-2006 untuk masa sebelum subprime mortgage jatuh dan
laporan keuangan periode tahun 2007-2008 untuk masa setelah subprime mortgage jatuh.
Analisa yang digunakan adalah analisa kuantitatif dengan statistik parametrik, yaitu
dengan menggunakan uji selisih rata-rata. Uji selisih rata-rata (Uji T/Uji dua beda) digunakan
untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara variabel-variabel yang diteliti pada saat
sebelum subprime mortgage jatuh dan pada saat setelah subprime mortgage jatuh.
Populasi dari penelitian ini adalah bank konvensional yang listing di Bursa Efek
Indonesia dan bank syariah yang sudah beroperasi minimal sebelum tahun 2005. Sampel
penelitian adalah bank yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Dengan metode ini,
sampel dipilih berdasarkan kesesuaian karakteristik sampel dengan kriteria pemilihan yang
ditentukan:
1. Bank konvensional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari periode tahun 2005 sampai
dengan tahun 2008, dipilih 9 bank yang memiliki total aset terbesar dan tidak memiliki unit
usaha syariah.
2. Bank syariah sudah beroperasi minimal sebelum tahun 2005.
3. Bank syariah mempublikasikan laporan keuangannya dari tahun 2005 sampai dengan tahun
2008.
Tabel 2 Daftar Sampel
No. Nama Bank
1. PT. Bank Mandiri Tbk.
2. PT. Bank BCA Tbk.
3. PT. Pan Indonesia Bank Tbk.
4. PT. Bank NISP Tbk.
5. PT. Bank Bumi Putera Indonesia Tbk. 6.
7.
PT. Mayapada Internasional Tbk. PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 8.
9. 10. 11.
Periode pengamatan yang digunakan adalah periode sebelum dan setelah subprime
mortage jatuh. Periode tersebut berlangsung selama dua tahun sebelum dan dua tahun setelah
subprime mortgage jatuh. Rentang periode pengamatan yang dipilih tersebut dianggap cukup
mewakili untuk mengamati reaksi perbankan Indonesia terhadap peristiwa jatuhnya subprime
mortgage.
Penulis menggunakan metode statistik parametrik. Metode statistik parametrik adalah
metode yang menetapkan syarat-syarat tertentu tentang parameter populasi yang menjadi sampel
penelitiannya. Pemilihan uji statistik untuk masing-masing hipotesis adalah sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan kualitas pembiayaan bank syariah dan bank konvensional sebelum
subprime mortgage jatuh : independent test
2. Terdapat perbedaan kualitas pembiayaan bank syariah dan bank konvensional setelah
subprime mortgage jatuh : independent test
3. Terdapat perbedaan tingkat penghapusan pembiayaan bank syariah dan bank konvensional
sebelum subprime mortgage jatuh : independent test
4. Terdapat perbedaan tingkat penghapusan pembiayaan bank syariah dan bank konvensional
setelah subprime mortgage jatuh : independent test
5. Terdapat perbedaan kualitas pembiayaan bank syariah sebelum dan setelah subprime
mortgage jatuh : paired sample test
6. Terdapat perbedaan tingkat penghapusan pembiayaan bank syariah sebelum dan setelah
subprime mortgage jatuh : paired sample tes
7. Terdapat perbedaan kualitas pembiayaan bank konvensional sebelum dan setelah subprime
mortgage jatuh: paired sample test
8. Terdapat perbedaan tingkat penghapusan pembiayaan bank konvensional sebelum dan
setelah subprime mortgage jatuh : paired sample test
Paired sample test digunakan mengingat sample untuk pengujian 5-8 adalah sampel
berpasangan, yakni dalam penelitian ini adalah bank yang sama untuk pengujian sebelum dan
setelah subprime mortgage jatuh. Uji normalitas yang digunakan dari penelitian ini adalah
5. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Berdasarkan tabel matrik maka diperoleh hasil bahwa rata-ratakualitas pembiayaan bank
syariah dan bank konvensional sebelum subprime mortgage jatuh menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang secara statistik signifikan. Begitu pula dengan rata-rata kualitas pembiayaan
bank syariah dan bank konvensional setelah subprime mortgage jatuh secara statistik
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Sama halnya dengan rata-rata tingkat
penghapusan pembiayaan bank syariah dan bank konvensional, baik sebelum subprime mortgage
jatuh maupun setelah subprime mortgage jatuh menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
secara statistik signifikan antara keduanya.
Rata-rata kualitas pembiayaan pada bank syariah setelah subprime mortgage jatuh
menunjukkan terjadi peningkatan dibandingkan sebelum subprime mortgage jatuh. Begitu juga
dengan rata-rata tingkat penghapusan pembiayaan pada bank syariah mengalami peningkatan
setelah subprime mortgage jatuh. Berbeda dengan bank syariah, rata-rata kualitas pembiayaan
dan rata-rata tingkat penghapusan pembiayaan pada bank konvensional mengalami penurunan
setelah subprime mortgage.
Rata-rata kualitas pembiayaanbank syariah dan bank konvensional baik sebelum maupun
setelah subprime mortgage jatuh menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan, salah
satu penyebabnya diduga adalah baik bank syariah maupun bank konvensional menyalurkan
pembiayaannya pada perusahaan/sektor yang memiliki performa bagus, sehingga walaupun
rata-rata kualitas pembiayaan bank syariah lebih baik daripada rata-rata-rata-rata kualitas pembiayaan bank
konvensional, namun secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara keduanya.
Kemungkinan kedua adalah karena adanya tingkat inflasi yang tinggi pada periode setelah
subprime mortgage jatuh yang menyebabkan kenaikan BI rate, sehingga menyebabkan
bank-bank konvensional menaikkan suku bunganya sangat tinggi, sedangkan bank-bank syariah tidak bisa
mengikuti kenaikan BI rate tersebut, karena pada bank syariah tidak ada bunga. Efek domino
dari subprime mortgage jatuh yang terjadi pada perusahaan-perusahaan yang dibiayai oleh bank
syariah menyebabkan terjadinya kenaikan rata-rata kualitas pembiayaan bank syariah pada
periode setelah subprime mortgage jatuh. Hal tersebut menyebabkan pembiayaan perbankan
syariah tidak kompetitif bersaing dengan bank konvensional dan mengakibatkan adanya
bank konvensional setelah subprime mortgage jatuh. Rata-rata tingkat penghapusan pembiayaan
pada bank syariah dan bank konvensional tidak memiliki perbedaan yang signifikan baik pada
saat sebelum maupun setelah subprime mortgage jatuh. Setelah subprime mortgage jatuh,
rata-rata tingkat penghapusan pembiayaan bank syariah mengalami kenaikan dan rata-rata-rata-rata tingkat
penghapusan pembiayaan bank konvensional mengalami penurunan. Hal tersebut diduga karena
efek domino dari kenaikan rata kualitas pembiayaan pada bank syariah dan penurunan
rata-rata kualitas pembiayaan pada bank konvensional setelah subprime mortgage. Artinya ketika
rata-rata kualitas pembiayaan bank syariah naik, berarti penyisihan penghapusan aktiva produktif
(PPAP) semakin besar, sehingga secara otomatis akan menaikkan potensi bank syariah untuk
melakukan penghapusan pembiayaan. Begitu juga sebaliknya, ketika rata-rata kualitas
pembiayaan bank konvensional mengalami penurunan, berarti penyisihan penghapusan aktiva
produktif (PPAP) semakin kecil, sehingga secara otomatis akan menurunkan potensi bank
syariah untuk melakukan penghapusan pembiayaan. Kenaikan rata-rata kualitas pembiayaan
pada bank syariah dan penurunan rata-rata kualitas pembiayaan pada bank konvensional, yang
berbanding lurus dengan rata-rata tingkat penghapusan pembiayaan pada kedua bank tersebut,
mengakibatkan tidak terdapatnya perbedaan yang secara statistik signifikan pada rata-rata tingkat
penghapusan pembiayaan bank syariah dan bank konvensional, baik sebelum subprime mortgage
jatuh maupun setelah subprime mortgage jatuh.
Dapat disimpulkan bahwa kualitas pembiayaan dan tingkat penghapusan pembiayaan
pada bank syariah dan bank konvensional, baik dengan menggunakan independent test maupun
paired sample test, tidak menunjukkan perbedaan yang secara statistik signifikan pada sebelum
maupun setelah subprime mortgage. Perbankan di Indonesia secara keseluruhan, baik perbankan
konvensional maupun perbankan syariah, berdasarkan kualitas pembiayaan dan tingkat
penghapusan pembiayaannya, tidak terkena dampak yang signifikan oleh jatuhnya subprime
mortgage di Amerika Serikat yang menyebabkan krisis finansial global. Hal ini menunjukkan
bahwa perbankan Indonesia memiliki kinerja yang bagus dalam menghadapi krisis keuangan
6.
KESIMPULAN
1. Tidak terdapat perbedaan yang secara statistik signifikan antara rata-rata kualitas pembiayaan
bank syariah dengan rata-rata kualitas pembiayaan bank konvensional baik sebelum maupun
setelah subprime mortgage jatuh.
2. Tidak terdapat perbedaan yang secara statistik signifikan antara rata-rata tingkat penghapusan
pembiayaan di bank syariah dengan rata-rata tingkat penghapusan pembiayaan bank
konvensionalbaik sebelum maupun setelah subprime mortgage jatuh.
3. Rata-rata kualitas pembiayaan bank syariah setelah subprime mortgage jatuh mengalami
peningkatan dibandingkan sebelum subprime mortgage. Rata-rata tingkat penghapusan
pembiayaan bank syariah setelah subprime mortgage jatuh mengalami peningkatan
dibandingkan sebelum subprime mortgage. Namun, baik rata-rata kualitas pembiayaan
maupun rata-rata tingkat penghapusan pembiayaan sebelum dan setelah subprime mortgage
jatuh pada bank syariah menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang secara statistik
signifikan.
4. Rata-rata kualitas pembiayaan dan rata-rata tingkat penghapusan pembiayaan pada bank
konvensional mengalami penurunan setelah subprime mortgage jatuh dibandingkan sebelum
subprime mortgage jatuh. Namun, baik rata-rata kualitas pembiayaan maupun rata-rata
tingkat penghapusan pembiayaan sebelum dan setelah subprime mortgage jatuh pada bank
konvensional menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang secara statistik signifikan.
7. SARAN
a. Mengingat besarnya kualitas pembiayaan dan tingkat penghapusan pembiayaaan merupakan
salah satu indikator dalam penilaian kinerja suatu perbankan, dan pada penelitian ini kualitas
penurunan secara signifikan, baik pada perbankan syariah maupun perbankan konvensional,
maka perbankan Indonesia harus optimis bahwa perkembangan perbankan Indonesia untuk
masa yang akan datang, khususnya perbankan syariah dapat lebih baik lagi dan fenomena ini
dapat menjadi motivasi untuk tetap bertahan dengan kinerja yang baik dalam menghadapi
krisis-krisis yang dapat terjadi lagi di masa yang akan datang.
b. Bagi penelitian selanjutnya penulis menyarankan agar:
a. Mencari variabel lain sebagai indikator perbandingan penilaian kinerja antara bank syariah
dan bank konvensional.
b. Variabel penelitian dapat lebih di-spesifikkan, sebagai contoh pembiayaan konsumtif saja,
dan sampel penelitian bank syariah agar diperbanyak sehingga diharapkan lebih dapat
mencerminkan masing-masing entitas yang diperbandingkan.
8. DAFTAR PUSTAKA
Abida Muttaqiena. 2008. Analisa Krisis Subprime Mortgage. Di akses pada tanggal 5/5/2009
jam 16.00
Daniri. 2009. Tantangan dan Prospek Perbankan Nasional di Tengah Krisis. Republika. Di
akses pada tanggal 11/10/2009 jam 15.50.
Ibnu Anwaruddin. Memahami Perbedaan Prinsip Antara Bank Syariah dengan Bank
Konvensional. Nuansa Persada Online. Di akses pada tanggal 15/4/2009 jam 13.23.
Luqman, H2O. 2007. Aktiva Produktif Bank Syariah. Embun Ekonomi Syariah. Di akses pada
tanggal 11/3/2009 jam 14.20.
Merza Gamal. Krisis Keuangan Global dan Dilema Kredit Konsumtif. Di akses pada tanggal
4/3/2009 jam 09.45.
Muhammad Syafi’i Antonio. 2007. Aspek Akuntansi dalam Perbankan Islam. Jakarta: Tazkia
Sofyan Syafri Harahap, Wiroso, dan Muhammad Yusuf. 2004. Akuntansi Perbankan Syariah,
Edisi Revisi. Jakarta: LPFE Usakti.
Roll C. 2008 . Pengaruh Krisis AS Terhadap Perbankan Indonesia. Roll News. Di akses pada
tanggal 4/3/2009 jam 09.46.
...2007. Perbankan Indonesia Tidak Terkena Dampak Langsung Krisis Subprime Mortgage..
//http;//Vibiznews.com//. Di akses pada tanggal 5/5/2009 jam 16.01.