20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1.
Keragaman Vegetasi Mangrove
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20
plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m
dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove terdiri
dari 7 spesies termasuk 4 famili. Nama spesies tersebut
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Jenis Mangrove yang terdapat di Kelurahan Warmasem.
No. Spesies Famili
1. Avicennia lanata Avicenniaceae 2. Bruguiera cylindrica Rhizophoraceae 3. B. gymnorrhiza Rhizophoraceae 4. Rhizophora apiculata Rhizophoraceae 5. R. mucronata Rhizophoraceae 6. Sonneratia alba Lythraceae 7. Xylocarpus granatum Meliaceae
Tabel 2. Jenis tumbuhan epifit yang menempel di pohon S. alba
No. Spesies Famili
1. Anggrek Orchidaceae
2. Paku Polypodiaceae
3. Sarang semut (Hydnophytum
dan Myrmecodia)
21
Tabel 1. menunjukkan terdapat tujuh spesies
mangrove. Terkait dengan habitatnya, umumnya ada
yang tumbuh di tanah berkarang dan berpasir adalah
spesies A. lanata, S. alba, R. mucronata, di tanah
berlumpur spesies R. apiculata, B. gymnorrhiza dan X.
granatum, di tanah sedikit berpasir dan berlumpur
spesies B. cylindrica.
Dari ke tujuh spesies mangrove yang ditemukan,
yang paling menonjol adalah spesies R. apiculata dan R.
mucronata kedua penyusun vegetasi ini yang paling
dominan di lokasi penelitian memiliki perakaran yang
berupa akar tunjang yang keluar dari cabang batang.
Spesies B. gymnorrhiza juga merupakan penyusun
vegetasi mangrove yang paling terlihat jelas di lokasi
penelitian, karena memiliki ukuran 30-50 m, diameter
batang 9-80 cm dan kayunya yang berwarna merah.
Tabel 2 menunjukkan terdapat tiga jenis
tumbuhan epifit, ditemukan pada cabang S. alba. Jenis
tersebut adalah spesies anggrek (Orchidaceae), spesies
paku (Polypodiaceae), dan spesies sarang semut
(Hydnophytum dan Myrmecodia).
2.
Struktur Vegetasi Mangrove
Hasil analisis dari tingkat kerapatan relatif,
frekuensi relatif, dominansi relatif, indeks nilai penting
22
tiap petak ukur (5x8 m, 10x10 m, 20x20 m) dari 20 plot
dapat dilihat dilampiran 1, 2 dan 3).
Hasil dari petak ukur 5x5 m digunakan untuk
tingkat pancang dengan diameter pohon < 10 cm (tabel
1) terdapat enam spesies diantaranya A. lanata, B.
gymnorrhiza, R. apiculata, R. mucronata, S. alba, X.
granatum. Petak ukur 10x10 m digunakan untuk tiang
dengan diameter pohon 10-20 cm (tabel 2) terdapat
lima spesies diantaranya B. cylindrica, B. gymnorrhiza,
R. apiculata, R. mucronata, S. alba. Petak ukur ukur
20x20 m digunakan untuk tingkat pohon dengan pohon
> 20 cm (tabel 3) terdapat lima spesies B. cylindrica, B.
gymnorrhiza, R. apiculata, R. mucronata, S. alba.
1. Nilai Kerapatan Relatif
23
Dalam penelitian ini hasil analisis data kerapatan
relatif ke 3 petak ukur (5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m)
dari 20 plot (gambar 2) diketahui bahwa tingkat
kerapatan relatif tertinggi pada spesies R. apiculata (65
%) ditemukan pada petak ukuran 5x5 m, dan tingkat
kerapatan relatif yang paling rendah adalah spesies A.
lanata dan X. granatum (2 %).
2. Nilai Frekuensi Relatif
Gambar 4. Nilai frekuensi relatif dari seluruh plot pengamatan
Adapun Nilai frekuensi relatif ke 3 petak ukur
tersebut dari 20 plot (gambar 3) yang digunakan
diketahui spesies yang banyak ditemukan disetiap plot
adalah spesies R. apiculata dan memiliki nilai frekuensi
yan paling tinggi (56 %) ditemukan pada petak ukuran
24
adalah spesies A. lanata, X. granatum, dan R.
mucronata (4 %), tetapi ada spesies yang tidak di
temukan pada petak ukuran 5x5 m adalah spesies B.
cylindrica.
3. Nilai Dominansi Relatif
Gambar 5. Nilai dominansi relatif dari seluruh plot pengamatan
Nilai dominansi yang paling tinggi (gambar 4)
adalah spesies B. gymnorrhiza (48 %) terdapat pada
petak ukur 20x20 m dari 20 plot, kemudian menyusul
spesies R. apiculata (46 %). Spesies X. granatum tidak
ditemukan dari 20 plot pada petak ukur 5x5 m, 10x10
25
4. Indeks Nilai Penting
Gambar 6. Indeks nilai penting dari seluruh plot pengamatan
Indeks nilai penting vegetasi mangrove yang
tertinggi (gambar 5) adalah spesies R. apiculata (167 %)
pada petak ukuran 5x5 m. Indeks nilai penting yang
paling rendah terdapat pada spesies Xylocarpus
granatum (6 %) dan R. mucronata (7 %).
5. Indeks Keragaman
26
Nilai Indeks keragaman ketiga petak ukur 5x5 m,
10x10 m, dan 20x20 m dari 20 plot berbeda (gambar 6),
spesies yang memiliki indeks keragaman tertinggi B.
gymnorrhiza (0,367) disusul oleh R. apiculata (0,345)
pada petak ukuran 20x20 m.
B. Pembahasan
1.
Keragaman Vegetasi Mangrove
Pada tiap petak ukur (5x5 m, 10x10 m, 20x20 m)
dari 20 plot, ternyata jumlah spesies yang ditemukan
pada masing-masing petak ukur berbeda-beda. Petak
ukur 5x5 m digunakan untuk tingkat pancang dengan
diameter pohon kurang dari 10 cm terdapat pada
spesies X. granatum dan R. mucronata, tetapi ada
spesies yang ditemukan di ukuran petak ini lebih dari
diameter pohon kurang dari 10 cm diantaranya A.
lanata, B. gymnorrhiza, R. apiculata, S. alba. Petak ukur
10x10 m digunakan untuk tingkat tiang dengan
diameter pohon 10-20 cm terdapat pada spesies R.
apiculata dan R. mucronata, tetapi ada juga yang lebih
dari 20 cm diamter pohon seperti pada spesies B.
cylindrica, B. gymnorrhiza dan S. alba. Pada petak ukur
20x20 m digunakan untuk tingkat pohon dengan
diameter pohon lebih dari 20 cm terdapat pada spesies
B. cylindrica, B. gymnorrhiza, R. apiculata dan S. alba,
27
yang ditemukan spesies R. mucronata. Kemungkinan
kondisi tersebut menyebabkan adanya spesies yang
berukuran kecil sudah mulai berkurang, dan ada
spesies yang bisa beradaptasi dengan lingkungannya
yang memiliki diameter pohon lebih besar sehingga bisa
mempertahankan regenerasinya.
Penyusun vegetasi mangrove yang ada di lokasi
penelitian di Kelurahan Warmasem Kota Waisai
Kabupaten Raja Ampat, tabel 1 menunjukkan
keragaman vegetasi mangrove ditemukan berjumlah 7
spesies dari 4 famili. Hasil penelitiannya hampir sama
yang dilakukan oleh Sadik (2008) bahwa ditemukan 7
jenis Mangrove dari 3 famili jumlah individu yang
paling banyak ditemukan adalah R. apiculata, R.
mucronata, B. gymnorrhiza dan B. cylindrica.
Selanjutnya jenis yang sulit ditemukan adalah A. lanata
dan X. granatum, tetapi ada jenis yang tidak ditemukan
di lokasi penelitian ini adalah S. caseolaris.
Kondisi daerah tersebut menunjukkan jenis
mangrove di Waisai Kota Kabupaten Raja Ampat,
kemungkinan sedikit mengalami penurunan jumlah
spesies mangrove dapat di lihat di tabel 1. Karena
lokasi penelitian yang diteliti hanya satu Kelurahan,
sehingga ada spesies mangrove yang tidak ditemukan
dilokasi penelitian. Salah satunya spesies S. caseolaris,
28
lain yang menyebabkan, populasi penduduk dari tahun
ke tahun semakin bertambah, sehingga populasi
mangrove semakin berkurang karena adanya aktivitas
manusia.
Menurut Bengen (2002), spesies mangrove yang
ada di Indonesia berjumlah 202 jenis yang terdiri atas
89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis
herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202
jenis tersebut, 43 jenis diantaranya mangrove sejati
yang terdiri dari jenis pohon dan beberapa jenis perdu,
sementara jenis lain ditemukan di sekitar mangrove
dan dikenal sebagai jenis mangrove ikutan. Dalam
penelitian, ke tujuh spesies yang ditemukan di
Kelurahan Warmasem kabupaten Raja Ampat
dikategorikan spesies mangrove termasuk jenis pohon,
tiga jenis epifit yang hanya menempel di pohon S. alba.
Tiga jenis epifit adalah tumbuhan yang hidup
menempel pada S. alba yang berperan sebagai
tumbuhan inang. Ketiganya tidak mengambil makanan
dari inangnya, atau tidak bersifat parasit. Interaksi
epifit pada sampai saat inang ini belum menunjukkan
gejala epifitosis (gejala sakit pada tumbuhan inang).
Populasi epifit tersebut diatas relatif kecil dan hanya
menyukai tumbuh di cabang-cabang besar pohon
inang. Disukainya tumbuhan inang oleh tumbuhan
29
adanya kaitan dengan morfologi kulit pohon maupun
kandungan kimia dari kayu dan kulit pohon inang
(Gunawan dkk. 2009).
Tumbuhan paku epifit merupakan tumbuhan
yang memiliki nilai manfaat bagi kehidupan manusia
misalnya bisa dijadikan sebagai tanaman hias dan
obat-obatan. Menurut Sastrapradja 1979 & Romaidi
dkk. 2012, keberadaan tumbuhan paku epifit
memegang peranan penting dalam komunitas dan
struktur hutan mangrove dalam pendauran unsur hara
ekosistem hutan dan habitat beberapa hewan.
Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai Indeks
keragaman vegetasi mangrove tertinggi adalah spesies
B. gymnorrhiza (0,367) disusul oleh R. apiculata (0,345).
Kemungkinan jenis vegetasi mangrove dari tahun ke
tahun semakin berkurang, karena spesies S. caseolaris
tidak di temukan di lokasi penelitian ini. Pendapat
tersebut sesuai dengan pendapat Odum (1971), jika
nilai Indeks keragaman (H’) < 1 menunjukkan bahwa
keanekaragaman spesies pada suatu sampling area
adalah sedikit atau rendah. Faktor yang menyebabkan,
kemungkinan spesies mangrove jenis S. caseolaris
banyak ditebang oleh penduduk sehingga spesiesnya
30
2.
Struktur Vegetasi Mangrove
Struktur vegetasi mangrove dapat dilihat dari
nilai kerapatan relatif, frekuensi relatif, nilai dominansi
relatif, indeks nilai penting.
3. Nilai Kerapatan Relatif
Nilai kerapatan relatif adalah kerapatan mutlat
jenis ke-i dan jumlah kerapatan mutlak seluruh jenis
dalam suatu unit area (Bengen 2001 & Romadhon
2008). Gambar 2 menunjukkan nilai kerapatan relatif
tertinggi adalah spesies R. apiculata, dan tingkat
kerapatan relatif yang paling rendah adalah spesies A.
lanata, X. granatum. Lokasi R. apiculata letaknya lebih
kearah darat dan memiliki jenis substrat berupa
lumpur, faktor lain yang berpengaruh adalah memiliki
akar tunjang yang tumbuh diatas permukaan tanah
sehingga R. apiculata ini lebih rapat dibandingkan jenis
mangrove lainnya. Spesies A. lanata dan X. granatum
kemungkinan besar tidak mendapatkan sirkulasi unsur
hara dan mengalami gangguan akar yang menyebabkan
pertumbuhan dan perkembangan dari ketiga jenis ini
terganggu (Firdaus, 2012).
Nilai Frekuensi Relatif
Nilai frekuensi relatif adalah frekuensi mutlak
31
(Bengen 2001 & Romadhon 2008). Gambar 3
menunjukkan bahwa spesies yang banyak ditemukan
disetiap plot adalah spesies R. apiculata dan memiliki
nilai frekuensi yang paling tinggi, spesies yang sedikit
ditemukan dari 20 plot adalah spesies A. lanata, X.
granatum, dan R. mucronata, tetapi ada spesies yang
tidak di temukan pada petak ukuran 5x5 m adalah
spesies B. cylindrica. Kondisi daerah spesies R.
apiculata mampu beradaptasi dengan lingkungan yang
memungkinkan mangrove untuk tumbuh optimal,
sehingga setiap plot spesies R. apiculata selalu
ditemukan. Spesies R. mucronata ditemukan di plot 12
dan plot 14 yang subsratnya berpasir dan berkarang
tumbuh didekat sungai kecil. Menurut Noor dkk (1999),
spesies R. mucronata pada umumnya tumbuh didekat
pematang sungai yang substratnya berpasir dan
berkarang.
Spesies B. cylindrica tidak ditemukan di petak
ukuran 5x5 m dari 20 plot, hal ini disebabkan karena
B. cylindrica memiliki ukuran pohon yang besar
sehingga sulit untuk tumbuh di petak yang berukuran
kecil misalnya 5x5 m. Menurut Suhono (2010), Marga
Bruguiera merupakan jenis pohon yang tinggi
batangnya mencapai 40 m dengan diameter mencapai
90 cm dan tumbuh dibagian dalam hutan mangrove.
32
digunakan untuk bahan konstruksi bangunan,
bantalan kereta api, furniture, peralatan kerajinan serta
kayu bakar.
4.
Nilai Dominansi Relatif
Nilai dominansi relatif adalah dominansi mutlak
jenis ke-i dan jumlah dominansi mutlak seluruh jenis.
Nilai dominansi yang paling tinggi (gambar 4) adalah
spesies B. gymnorrhiza, kemudian menyusul spesies R.
apiculata. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa
kedua jenis berhasil menguasai daerah dan mempunyai
pertumbuhan serta perkembangan yang baik. Jenis ini
toleran terhadap daerah terlindung maupun yang
mendapat sinar matahari langsung. Mereka juga
tumbuh pada tepi daratan dari mangrove yang
substratnya terdiri dari lumpur dan sedikit berpasir
(Noor dkk. 1999).
Selain itu, buah mangrove jenis B. gymnorrhiza
bisa digunakan sebagai bahan untuk membuat
makanan tradisional. Pengolahan buah mangrove ini
telah dilakukan oleh ibu-ibu kelompok PKK di
Kampung Dorehkar. Buah Bruguiera diolah melalui
teknik pengolahan yang khusus sehingga menjadi
bahan tepung. Bahan tepung inilah yang digunakan
untuk membuat berbagai macam penganan tradisional.
Kegiatan pemanfaatan ini masih belum dilakukan
33
masih memanfaatkan buah mangrove ini terbatas
untuk konsumsi rumah tangga, selain itu pohonnya
dapat bernilai ekonomi karena digunakan untuk bahan
bangunan (DKP-KRA 2006). Jenis R. apiculata dapat
dimanfaatkan kayunya sebagai kayu bakar dan arang.
Spesies X. granatum tidak memiliki nilai
dominansi dari 3 petak ukur pada 20 plot, karena
memiliki diameter batang lebih kecil dibandingkan
spesies mangrove lainnya. Untuk mendapatkan nilai
dominansi harus mengetahui luas bidang dasar pada
setiap pohon mangrove, sehingga X. granatum memiliki
nilai dominansi nol. Faktor lain yang menyebabkan X.
granatum tidak mampu beradaptasi dengan
lingkungannya dan tidak cocok tempat
pertumbuhannya. Menurut Noor (1999), bahwa X.
granatum tumbuh disepanjang tepi sungai pasang
surut dipinggir daratan dari mangrove yang
lingkungannya tidak terlalu asin.
5.
Indeks Nilai Penting
Indeks nilai penting dari ke tiga petak ukur
tersebut relatif berbeda (gambar 5). Indeks nilai penting
vegetasi mangrove yang tertinggi adalah spesies R.
apiculata (167 %) dan yang paling rendah terdapat pada
spesies X. granatum (6 %). Menurut Setyawan dkk
(2005), bahwa Indeks nilai penting yang paling tinggi
34
Sonneratia sp. Sundra (2004), dalam penelitiannya
tentang Analisis struktur vegetasi hutan mangrove di
Kota Dempasar menyatakan bahwa ada dua jenis
vegetasi mangrove yang memiliki nilai penting tinggi
yaitu R. apiculata dan S. alba. Indeks Nilai Penting
hampir sama penelitian yang dilakukan di Pesisir
Pantai Kelurahan Warmasem Kota Waisai Kabupaten
Raja Ampat. Ini diduga disebabkan oleh kondisi
lingkungannya lebih baik bagi pertumbuhan mangrove
R. apiculata yang pertumbuhnya kearah darat dan
habitatnya berupa lumpur. Supriharyono juga
menyatakan sama (2007), jika substrat hutan mangrove
tergolong lumpur maka kualitas jenis tanah ini paling
baik karena sangat subur, dapat mengendalikan tata
air dalam tanah berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi
dan kemampuan pengikatan air oleh tanah.
Pada petak ukuran 5x5 m digunakan untuk
tingkat pancang dengan diameter pohon < 10 cm dari
20 plot, memiliki nilai penting yang paling tinggi adalah
spesies R. apiculata. Tetapi ada spesies mangrove yang
tidak ditemukan pada petak ukuran tersebut adalah
spesies B. cylindrica. Hal ini disebabkan spesies B.
cylindrica memiliki ukuran diameter batang yang lebih
besar, sehingga tidak memungkinkan untuk tumbuh
35
Pada petak ukuran 10x10 m digunakan untuk
tingkat tiang dengan diameter pohon 10-20 cm dari 20
plot, memiliki nilai penting yang paling tinggi adalah R.
apiculata. Spesies yang tidak ditemukan pada petak
tersebut adalah spesies A. lanata dan X. granatum.
Kedua spesies ini memiliki diameter batang yang lebih
kecil, sehingga sulit ditemukan di petak ukuran yang
lebih besar. Faktor lain yang menyebabkan
kemungkinan kedua spesies ini habis dimakan hama
dan tidak cocok zona pertumbuhannya.
Pada petak ukuran 20x20 m digunakan untuk
tingkat pohon dengan diameter > 20 cm dari 20 plot,
nilai penting yang tertinggi terdapat pada spesies R.
apiculata disusul oleh spesies B. gymnorrhiza. Kedua
spesies ini mampu beradaptasi dengan lingkunganya,
sehingga ditemukan di petak ukuran yang lebih besar.
Selain itu, spesies B. gymnorrhiza memiliki ukuran
pohon lebih besar. Spesies R. apiculata memiliki akar
yang banyak, tiap cabang akan tumbuh akar nafas
sehingga mampu menguasai suatu daerah atau lokasi.
Secara keseluruhan dari berbagai penelitian
melaporkan bahwa Indeks nilai penting tertinggi adalah
spesies R. apiculata, karena memiliki sistem
percabangan yang berkembang secara ekstensif. Dari
tiap-tiap cabang akan tumbuh akar nafas
36
mencukupi kebutuhan oksigen bagi tumbuhan. Tetapi
pada tahap selanjutnya, akar ini akan berkembang
menjadi akar tunjang yang merupakan salah satu ciri
khas R. apiculata, yang berfungsi untuk memperkokoh
tegaknya batang pada daerah lumpur dan penyerapan
unsur hara. Setelah masing-masing cabang memiliki
akar tunjang dalam jumlah yang cukup dan kuat, serta
mampu memenuhi kebutuhan hara, bagian cabang
yang pada awalnya berhubungan dengan pohon induk,
tidak lagi berfungsi mensuplai unsur hara dari pohon
induk bagian cabang. Akibatnya pertumbuhan terhenti
dan mati. Pada tahap akhir sistem perkembangbiakan
cabang-cabang yang awalnya berhubungan dengan
pohon induk akan terpisah dan tumbuh sebagai
individu baru (Jamili dkk. 2009).
Ketujuh spesies yang ditemukan di lokasi
penelitian ini, diantaranya adalah A. lanata, B.
cylindrica, B. gymnorrhiza, R. apiculata, R. mucronata, S.
alba dan X. granatum. Spesies yang perlu dijaga
kelestariannya atau mencegah kepunahannya adalah B.
gymnorrhiza dan B. cylindrica. Karena spesies ini
memiliki nilai ekonomi yang paling tinggi dan buahnya
bisa dijadikan bahan panganan dibandingkan oleh
spesies lainnya.
Secara umum dapat diartikan bahwa ekosistem
37
mangrovenya cenderung menurun, disebabkan oleh
aktivitas manusia yang area mangrove ini dekat dengan
pemukimam penduduk. Selain itu masyarakat biasa
juga menebang pohon yang bisa digunakan untuk
bangunan dan dijadikan sebagai kayu bakar untuk
pembuatan arang. Tetapi jenis R. apiculata sulit untuk
ditebang pohonnya karena memiliki akar yang terlalu
tinggi dari permukaan tanah, sehingga sulit untuk
ditebang oleh penduduk. Keberadaan daerah ini harus
dipertahankan tentunya mengingat fungsi ekosistem
mangrove sebagai habitat hidup organisme darat dan
laut serta melindungi pantai dari ombak dan