BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Birokrasi di Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang. Pada masa awal kemerdekaan ada semacam kesepakatan pendapat bahwa birokrasi merupakan sarana politik yang baik untuk mempersatukan bangsa. Anggapan ini beralasan karena hanya birokrasilah satu-satunya sarana yang dapat menjangkau rakyat sampai ke desa-desa (Suryono, 2012). Pada masa berikutnya birokrasi mulai dihinggapi oleh aspirasi primordial yang kuat dan mulai menjadi incaran dari kekuatan politik yang ada. Bahkan antara tahun 1950– 1959, birokrasi berada di bawah kepemimpinan partai politik yang menjadi penguasa mayoritas di lembaga DPR. Masa itu birokrasi mempunyai loyalitas ganda, satu segi kepada partai politik yang didukungnya dan pada sisi lain kepada masyarakat yang dilayaninya.
Angin reformasi yang berhembus tahun 1998 mulai memunculkan nuansa baru di bidang pemerintahan termasuk birokrasi. Wacana tentang birokrasi menjadi marak kembali (Prasojo, 2012). Salah satu bentuknya adalah meningkatkan administrative performance dari birokrasi pemerintah. Agenda reformasi diarahkan untuk memperbaiki kinerja administasi baik secara individu, kelompok maupun institusi agar dapat mencapai tujuan kerja mereka lebih efektif, ekonomis, dan lebih cepat sehingga memuaskan bagi pelayanan publik.
Birokrasi di Indonesia berkembang melalui alur yang berbeda dengan birokrasi di Eropa. Mengidentikkan birokrasi Indonesia dengan birokrasi Weberian karenanya tidaklah selalu tepat (Suryono, 2012). Ini berkaitan dengan dua masalah fundamental. Di satu pihak terdapat penafsiran bahwa transformasi yang dialami masyarakat bertolak dari feodalisme dan berujung pada masyarakat industri dengan kebudayaan modern. Di pihak lain menyadari perbedaan tak terbantahkan antara negara maju dan negara dunia ketiga. Ini dikarenakan masyarakat Indonesia kontemporer merupakan masyarakat yang terombang-ambing dalam benturan nilai modern dan tradisional. Pada suatu saat nilai lama belum benar-benar tercerabut dari akarnya, namun nilai-nilai baru sudah diperkenalkan dan diupayakan tumbuh dalam kehidupan masyarakat. Merujuk pada Rigs (1964) masyarakat seperti ini disebut masyarakat prismatik, yaitu masyarakat yang sedang bertransisi dari tradisional ke modern.
Dalam birokrasi, individu yang berkuasa mengontrol kekuasaan dan otoritas jabatan untuk kepentingan ekonomi politik mereka (Muhaimin, 1990). Kondisi ini pada gilirannya membentuk perilaku aparatur pemerintah yang cenderung menghamba pada
kekuasaan, perilaku itu melahirkan prinsip “asal bapak senang” dalam
kerja birokrasi. Pola tersebut diikat dengan tali geneologis dan ikatan
kekuasaan itu melahirkan korupsi dan kolusi yang melibatkan unsur imbalan materiil dari pengusaha (klien) atas perlindungan pejabat (patron). Ini adalah replika modern dari budaya upeti dalam wajah politik kekuasaan di waktu lampau. Model seperti ini biasanya sangat mengutamakan harmoni dan stabilitas sebagai dasar pengukuhan status quo. Kecenderungan ke aras kemapanan tersebut membuat kekuasaan menolak setiap bentuk perubahan yang ditawarkan atau dituntut. Harmoni disucikan dan konflik diartikan negatif.
Sistem birokrasi di Indonesia menjadi masalah yang kompleks. Kompleksitas permasalahan birokrasi dipengaruhi faktor budaya, faktor organisasi dan manajemen, faktor individu dan faktor politik (Prasojo, 2012). Muncul banyaknya penyakit birokrasi (bureau pathology) yang berkonsekuensi timbulnya ekonomi biaya tinggi dalam pembangunan dan pemerintahan. Perilaku koruptif dan menyimpang dalam birokrasi seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme seringkali dianggap fungsional untuk mengatasi problem rendahnya gaji pegawai negeri. Prasojo (2012) menilai itu sebagai pandangan yang keliru dan merugikan kepentingan rakyat banyak.
Reformasi birokrasi karenanya menjadi prioritas utama. Ini menyangkut perubahan struktural dan kultural dalam birokrasi di Indonesia. Untuk itu, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah menyusun strategi percepatan reformasi birokrasi yang dimulai dengan Grand Desain Reformasi Birokrasi 2025 (Peraturan Presiden Republik Indonesia No 81 Tahun 2010) maupun Roadmap 2010–2014 (Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No 20 Tahun 2010).
integritas dan kinerja yang tinggi. Perubahan menyeluruh seperti itu adalah perubahan tatanan kelembagaan (institutional change) yang diharapkan memberikan efek pada totalitas fungsi kelembagaan, termasuk kualitas output dan outcome dari layanan-layanan kelembagaan.
Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya untuk mencapai good governance. Birokrasi diharapkan berperan besar dalam pelaksanaan seluruh rencana yang telah diputuskan dan disepakati dalam kebijakan publik. Birokrasi merupakan faktor penentu dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Salah satu fungsi birokrasi adalah menjalankan program pembangunan pelayanan publik dan kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa birokrasi merupakan perancang dan pengawal pembangunan. Birokrasi langsung berkaitan dan berhubungan dengan berbagai bentuk pembangunan yang muncul dan sedang berlangsung. Birokrasi dapat berjalan dengan baik dan semestinya tergantung dari oknum yang menjalankan. Sehingga bisa dikatakan bahwa peranan birokrasi masih memainkan peranan kunci dalam pembangunan.
Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, masalah penelitian ini berkaitan dengan pekerjaan kelembagaan (institutional work) dalam proses reformasi birokrasi di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga.
Berkaitan dengan hal tersebut, dapat diketahui persoalan utama yang diteliti adalah “Pekerjaan kelembagaan apa yang dilakukan aktor-aktor dalam reformasi birokrasi di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga?” Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Proses perubahan kelembagaan seperti apa yang terjadi? 2. Apa dampak perubahan tersebut?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini berkaitan dengan perumusan masalah penelitian, yaitu:
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran deskriptif tentang Reformasi Birokrasi dan Perubahan Kelembagaan pada Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga.
2. Tujuan Khusus
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat terhadap dua hal, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Memberikan kontribusi pemikiran untuk memahami aspek-aspek kelembagaan dalam reformasi birokrasi pelayanan publik di instansi pemerintahan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan kontribusi bahkan evaluasi dalam penentuan kebijakan pelayanan publik dan perubahan kelembagaan ke arah yang positif. Bagi penelitian lebih lanjut, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber inspirasi untuk melakukan penelitian sejenis yang lebih mendalam dengan pendekatan dan konsep yang berbeda. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan manfaat berkaitan dengan pengalaman dalam mengimplementasikan konsep dan metodologi penelitian.
Kerangka Pemikir
Gambar I.1 Kerangka Alur Kerja
IDENTIFIKASI PERUBAHAN DAMPAK
1.Kondisi organisasi pra perubahan 2.Kapasitas dan kualitas SDM 3.Tuntutan eksternal
untuk perubahan
Dampak Reformasi
Birokrasi 1.Ide
2.Aktor 3.Proses dan