• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Keluarga pada Klien Perilaku Harga Diri Rendah Pasca Rawat Inap di Rsj Prof Dr Soerojo Magelang T1 462009082 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Keluarga pada Klien Perilaku Harga Diri Rendah Pasca Rawat Inap di Rsj Prof Dr Soerojo Magelang T1 462009082 BAB I"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2001, jumlah penderita gangguan jiwa adalah 450 juta jiwa dan diperkirakan jumlah tersebut akan meningkat. Menurut WHO hasil laporan kesehatan mental di Antigua dan Barbua adalah pasien dengan diagnosis skizofreniadangangguanterkait adalah sekitar 157 pasien (60%), diikuti dengan gangguan suasana hati (afektif) 44 pasien (17%), 32 pasien (12%) memiliki gangguan mental dan gangguan perilaku, 15 pasien (6%), 3 pasien (1%) mengalami gangguan neorotik dan 4 pasien (10%) mengalami kesehatan mental lainnya.

(2)

2 bahwa prevalensi penderita tekanan psikologi ringan adalah 20-40 % dan tidak membutuhkan pertolongan spesifik.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada tahun 2007 menunjukkan penderita gangguan jiwa berat di Indonesia mencapai 0,46 persen atau sekitar 1 juta orang. Prevalensi tertinggi di DKI Jakarta (2.03 %), Aceh (1.9 %), dan Sumatera barat (1.6 persen), selain itu juga diketahui bahwa 11.6 % penduduk Indonesia usia di atas 15 tahun mengalami masalah gangguan kesehatan jiwa. Prevalensi nasional untuk gangguan jiwa ansietas dan depresi sebesar 11.6 % dari populasi (24.708.00 orang) dan prevalensi nasional gangguan jiwa berat sebesar 0.46 % (1.065.000 orang).

Hasil survey kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007, diketahui bahwa prevalensi gangguan jiwa per 1000 anggota rumah tangga terdapat 140 penduduk usia 15 tahun ke atas, dan diperkirakan pada tahun 2009 jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa sebesar 25% dari populasi penduduk di Indonesia.Data profil kesehatan Indonesia (2008) menunjukkan bahwa dari setiap1000 penduduk terdapat 185 penduduk mengalami gangguan jiwa dan diperkirakan dari 220 juta penduduk terdapat sekitar 50 juta atau 22 % yang mengidap gangguan kejiwaan.

(3)

3 yaitufaktor individual, faktor interpersonal dan factor social budaya. Faktor individual meliputi struktur biologis, ansietas, kekhawatiran dan ketakutan, ketidakharmonisan dalam hdup, dan kehilangan arti hidup. Faktor interpersonal diantaranya adalah komunikasi yang tidak efektif, ketergantungan yang berlebihan atau menarik diri dari hubungan, dan kehilangan kontrol emosi. Sedangkan faktor budaya dan sosial meliputi tidak ada penghasilan, kekerasan, tidak memiliki tempat tinggal (tunawisma), kemiskinan, dan diskriminasi seperti pembedaan ras, golongan, usia, dan jenis kelamin.

[image:3.516.73.450.183.606.2]

Rumah Sakit Jiwa Prof dr Soerojo Magelang merupakan rumah saki trujukan kesehatan jiwa kelas A, memiliki pelayanan sub spesialistik kesehatan jiwa anak remaja, kesehatan jiwa dewasa, kesehatan jiwa lanjut usia dan gangguan mental organic dengan kapasitas tempat tidur 800 tempat tidur. Berdasarkan hasil studi pendahuluan diperoleh data pasien pulang dari tahun 2001 – 2012 sebagai mana terlihat dalam tabel 1.1 :

Tabel 1.1 Jumlah Pasien Rawat Inap dan Pasien Pulang RSJ Prof dr Soerojo Magelang Tahun 2011-2012

No Tahun

JumlahPasien

Pulang Kambuh

%

(4)

4 Dari data tersebut tampak terjadi peningkatan jumlah pasien yang kambuh dan menjalani rawat inap kembali (26.02%) setelah pasien kembali pada keluarga dan lingkungan social pada masyarakat di luar rumah sakit.

Secara global angka kekambuhan pada pasien gangguan jiwa ini mencapai 50% hingga 92% yang disebabkan karena ketidakpatuhan dalam berobat maupun karena kurangnya dukungan dan kondisi kehidupan yang rentan dengan meningkatan stress. Ekspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan menyebabkan kekambuhan yang tinggi pada klien. Hal lain adalah klien mudah dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa salah satu factor penyebab kambuh gangguan jiwa adalah perilaku keluarga yang tidak tahu cara menangani klien Skizofrenia di rumah (Keliat, 1996).

Menurut penelitian (di Inggris dan Amerika), keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi seperti bermusuhan, mengkritik, tidak ramah, banyak menekan dan menyalahkan, menyebabkan 57% penderita kembali kambuh dalam waktu 9 bulan. Sebaliknya keluarga dengan ekspresi emosi yang rendah, hanya 17% penderita yang kambuh. Selain itu faktor yang berpengaruh juga adalah perubahan stres, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan.

(5)

5 sosial, waham, harga diri rendah dan defisit perawatan diri (Yosep, 2007). Dalam hal ini peneliti akan berfokus pada penelitian terhadap gangguan jiwa dengan harga diri rendah.

Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara positif dan negatif (Santrock, 1991). Evaluasi diriini memperlihatkan cara individu menilai dirinya sendiri, diakui atau tidaknya kemampuannya dan keberhasilan yang diperolehnya. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan individu terhadap keberadaan dan keberartian dirinya. Menurut Miller (1990) harga diri berhubungan dengan ketidakcocokan antara ideal diri (bagaimana seharusnya) dengan konsep diri (bagaimana kondisi sebenarnya). Semakin besar perbedaan antara ideal diri dengan konsep diri maka semakin kurang harga diri seseorang. Individu yang sering mengalami kegagalan dan akan cenderung memiliki harga diri rendah dan berpotensi mengalami gangguan jiwa yang dikenal dengan sebutan gangguan konsep diri dengan harga diri rendah. Gangguan ini dimanifestasikan dengan munculnya perasaan negatif terhadap dirinya sendiri, merasa gagal mencapai keinginannya (Keliat, 1999)

(6)

6 Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perlakuan orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk.

Menurut Yosep (2007), dalam tinjauan cerita hidup klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Pada saat individu sudah mencapai remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dalam memberikan pendapat dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan, atau pergaulan. Ketika kegagalan yang sering dialami, mengakibatkan individu dikucilkan sehingga individu memiliki harga diri rendah.

(7)

7 Mayer dan Carver (2000) dalam penelitiannya menemukan bahwa individu-individu ini lebih banyak yang melaporkan pengalaman masa kecil seperti diasingkan, ditolak, dan konflik orang lain. Dari beberapa penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tahap awal terjadinya harga diri rendah pada individu dimulai dari suatu keluarga. Pada awalnya suatu keluarga tidak dapat menerimanya atau menolaknya dengan segala kemampuan yang dimiliki. Hal itu akan berlanjut pada lingkungannya, yang sering dikucilkan dan juga tidak diterima oleh lingkungan sosial (dalam Durand, 2007). Rentetan kegagalan tersebut menjadi faktor potensial bagi timbulnya harga diri rendah.

(8)

8 Menurut Heimberg dkk (1993) klien yang sudah diperbolehkan pulang, klien harus tetap melakukan pengobatan lanjut yang disebut dengan rawat jalan yang dilakukan selama lima tahun (dalam Duran, 2007). Dalam hal ini berarti penyembuhan klien gangguan jiwa akan memerlukan waktu yang panjang, dan akan selalu disarankan untuk kontrol. Selain memerlukan waktu yang panjang dalam peyembuhan, individu dengan harga diri rendah juga tidak akan bisa sembuh total tanpa adanya lingkungan yang mendukung seperti dukungan keluarga, karena obat bukanlah segalanya dalam penyembuhan. Lingkungan keluarga dan sosial yang membantu individu dengan harga diri rendah untuk mampu beradaptasi kembali dengan lingkungannya.

Seperti yang dikatakan oleh Mark (2007) lingkungan yang tidak memberikan dukungan akan menjadi stresor tambahan kepada klien, yang pada akhirnya membuat pasien menjadi sering kambuh atau akan tetap memiliki konsep diri yang negatif. Jadi, sebelum klien pulang, tenaga kesehatan perlu untuk memberikan pengetahuan, keahlian, dan tindakan apa yang dilakukan yang dapat membantu klien beradaptasi terhadap lingkungan baru setelah pemulangan. Dalam hal ini yang bereparan penting adalah dukungan dari keluarganya sendiri.

(9)

9 anggota keluarga tidak selalu merupakan sumber positif dalam kesehatan jiwa, mereka paling sering menjadi bagian penting dalam penyembuhan, karena ketika klien sudah berada di rumah peran perawat sepenuhnya diambil alih oleh keluarga (Videbeck, 2008). Klien yang sudah diperbolehkan pulang kerumah, yang berperan penting adalah keluarganya. Ketika keluarga memberikan dukungan yang baik maka hal itu akan berpengaruh terhadap kesembuhan dari klien sendiri. Dukungan keluarga menjadikan anggota keluarga yang sakit mampu berfungsi, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupannya dan dalam keluarga juga seharusnya tercipta hubungan partnership, misalnya saling melayani, saling melindungi, atau saling membahagiakan (Setiadi, 2008).

Jadi, dukungan positif dari keluarga yang sangat dibutuhkan oleh para penderita gangguan jiwa setelah kembali ke lingkungannya, keluarga harus menerima dan memperlakukan dengan baik para mantan penderita gangguan jiwa dan juga perlu kembali untuk mengikutsertakan dalam kegiatan sehari-hari, karena dengan hal tersebut, para mantan penderita gangguan jiwa merasa sudah lebih diperhatikan dan diterima. Adapun dukungan yang diberikan oleh keluarga berupa dukungan emosional, penilaian, informatif dan instrumental oleh House (dalam setiadi, 2008)

(10)

10 sepenuhnya penyembuhan penderita kepada petugas kesehatan. Banyak pasien gangguan jiwa justru ditelantarkan keluarganya. Keluarga telah melupakan keluarga yang mengalami gangguan jiwa seperti gangguan konsep diri harga diri rendah. Padahal, jika keluarga mereka rajin memberikan dukungan bagi pasien, ini merupakan salah satu terapi yang jitu untuk kesembuhan mereka. Namun, jika keluarga mereka tidak peduli, tingkat kesembuhan pasien makin lama karena pasien merasa tidak diperhatikan lagi oleh keluarganya (Yosep, 2007).

Dalam hal ini, pasien gangguan jiwa masih harus perlu diberi perhatian, terutama oleh tenaga kesehatan, juga mengikutsertakan keluarga dan masyarakat, tidak hanya di dalam rumah sakit akan tetapi juga ketika pasien sudah di lingkunganmasyarakat. Dari gambaran tersebut tampak pentingnya peran perawat terhadap keluarga klien dan masyarakat dalam ikut serta memberikan perawatan terhadap pasien gangguan jiwa, dan salah satunya adalah pasien dengan gangguan harga diri rendah (Videbeck, 2008).

(11)

11 sudah berada di rumah. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti dukungan keluarga pada klien perilaku harga diri rendah paska rawat inap di RSJ Soerojo Magelang.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, individu dengan gangguan harga diri rendah mengalami masalah dalam interaksi sosial, dan untuk mengatasinya peran keluarga dan lingkungan menjadi sangat penting. Peran keluarga tidak saja saat individu sedang menjalani perawatan di institusi kesehatan, namun juga saat yang bersangkutan pulang dan kembali berinteraksi di lingkungan yang lebih luas.

Masalah yang merupakan pertanyaan dalam penelitian ini adalah, bagaimana dukungan keluarga pada klien harga diri rendah pasca rawat inap dalam berinteraksi dengan lingkungan?

1.3. Tujuan Penelitian

(12)

12 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi bagi profesi keperawatan terutama terhadap keperawatan jiwa yang berfokus pada dukungan keluarga.

1.4.2 Manfaat praktis

1.4.2.1 Bagi profesi keperawatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada tenaga kesehatan khususnya profesi keperawatan jiwa yang secara langsung merawat klien. Diharapkan perawat dapat memberikan pendidikan dan motivasi terhadap keluarga mengenai pentingnya dukungan keluarga terhadap klien.

1.4.2.2 Bagi keluarga. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan pengetahuan kepada keluarga klien dengan gangguan harga diri rendah , supaya dapat lebih memperhatikan klien dengan memberikan dukungan terhadap keluarga dengan harga diri rendah.

(13)

Gambar

Tabel 1.1 Jumlah Pasien Rawat Inap dan Pasien Pulang

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kreativitas dan perbedaan faktor dominan pengembangan kreativitas di industri

Digital Repository Universitas Jember Digital Repository Universitas Jember... Digital Repository Universitas Jember Digital Repository

Jl. KH Abdul Fatah Hasan No. Dengan memperhatikan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor: PER- 30/PB/2014 tentang Mekanisme Penyelesaian dan Penatausahaan

Demikian Berita Acara ini dibuat dan salinannya di-upload pada website Website LPSE KEMENTERI AN ESDM Situs I nternet http:/ / eproc.esdm.go.id/ oleh Panitia

Pada makalah ini diusulkan sebuah teknik yang memanfaatkan port dari mikrokontroler sebagai.. pembangkit gelombang kotak bolak-balik dengan cara dorong-tarik (push-pull)

[r]

Demikian Berita Acara ini dibuat dan salinannya di-upload pada website Website LPSE KEMENTERI AN ESDM Situs I nternet http:/ / eproc.esdm.go.id/ oleh Panitia

Pengujian dilakukan dengan cara menggunakan 2 unit yang diatur pada