• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Prosiding) IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA DESA UNTUK PEMBANGUNAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "(Prosiding) IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA DESA UNTUK PEMBANGUNAN."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA DESA UNTUK PEMBANGUNAN

Oleh: Dr. GPB Suka Arjawa, Staf Pengajar FISIP, Universitas Udayana

Abstrak

Pembangunan desa merupakan sasaran tepat bagi Indonesia untuk mengembangkan kesejahteraan rakyatnya. Ini disebabkan karena mayoritas penduduk Indonesia berdomisili di pedesaan dengan pekerjaan berbasis pada sektor pertanian. Disamping itu, sumber daya yang dimiliki, baik yang tidak kelihatan maupun yang kelihatan juga ada di desa. Dengan perpaduan antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia itulah kemudian pembangunan dapat dimaksimalkan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Undang-undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa yang telah mulai diimplementasikan tahun 2015, menekankan bahwa negara berupaya dan memberikan dorongan untuk memberdayakan pembangunan desa tersebut, dengan memanfaatkan sumber yang ada. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, Bali dengan alasan kecamatan ini mempunyai perpaduan antara modernisasi, serta tradisionalitas yang berimbang. Suasana alamnya juga masih alami. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan harapan mampu lebih melihat kenyataan yang ada secara langsung. Dengan memakai teori pilihan rasional sebagai panduan, penelitian ini menemukan bahwa di kecamatan ini terdapat cukup banyak sumber daya yang dapat diberdayakan. Temuan itu adalah sarana listrik yang telah dimiliki seluruh desa, jalan yang sudah terhubung menuju desa-desa lain, akses jalan raya utama di tengah-tengah kecamatan, jarak yang tidak terlalu jauh dari pusat ibukota Bali maupun kota kabupaten, sumber air, tingkat pendidikan, kearifan lokal, sampai dengan suasana pedesaan yang masih sejuk dan hijau.

Kata Kunci: Desa, Sumberdaya, Prasarana

(6)

from Denpasar and the Tabanan city, have water resources, the intellectual resources, local wisdom, untill the fresh air and situation at the villages.

Keywords: Village, Resources, and Infrastructure

Pendahuluan

Desa menjadi pusat perhatian pembangunan Indonesia di masa depan. Ini terlihat dengan diberlakukannya undang-undang No. 6 Tahun 2014, dengan berbagai aturan pelaksananya. Pilihan ini tidak keliru karena desa menjadi identitas kehidupan sosial Indonesia. Sebagai negara yang berada di wilayah khatulistiwa, memungkinkan tumbuhnya aberbagai tanaman dan hutan tropis. Dan sebagai negara yang berada di garis patahan benua, memungkinkan bagi Indonesia untuk bermunculannya gunung berapi. Perpaduan kedua inilah yang membuat hutan dan tanaman tropis serta hujan yang teratur terjadi di Indonesia. Komunitas sosial desa terbentuk oleh kejadian-kejadian seperti itu yang membuat Indonesia menjadi negara berbudaya agraris.

Pada jaman Orde Baru, pemerintah menetapkan konsep pembangunan yang disebut dengan pelita, yaitu Pembangunan Lima Tahun, dimana seluruh dasar pijakan dari pembangunan tersebut didasarkan pada pertanian. Tidak lain ini disebabkan karena mayoritas penduduk Indonesia berkehidupan dari pertanian. Meskipun sekarang Pemerintahan Joko Widodo sering menyebutkan tentang pemanfaatan laut sebagai sumber daya kehidupan, akan tetapi sejarah sosial dan konteks kehidupan sosial masyarakat Indoensia lebih banyak kepada sktor pertanian. Pancasila sebagai lambang dasar negara, juga jelas mencantumkan bagaimana kehidupan pertanian tersebut menjadi dasar bernegara, dengan simbol sila kelima sebagai padi dan kapas

untuk meujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kehidupan agraris tersebut, berpusat di pedesaan.

(7)

bagaimana akibat modal tersebut kepada lingkungan. Desa memakai rasionalitas akan tetapi tetap melihat pola lingkungan sosial dan alam dalam perkembangannya ketika melihat modal sebagai penggerak.

Dalam hal mengembangkan pembangunan desa, banyak sumber daya yang dapat diperhitungkan. Desa sebagai sebuah daerah geografis serta tempat beraktifitasnya masyarakat mempunyai berbagai potensi, baik kelihatan dan tidak kelihatan untuk mengembangkan kesejahteraan warga. Selama ini potensi-potensi tersebut tidak mendapatkan perhatian besar karena sejak jaman Orde Baru, bahkan Orde Lama, potensi ini tidak dikembangkan dengan baik. Orde Lama lebih banyak mempertimbangkan pembangunan politik dan nasionalisme bangsa yang kemudian dihiasi dengan berbagai konflik politik. Orde Baru meskipun secara politik telah

mengembangkan konsep kebijakan Pelita, akan tetapi perkembangan selanjutnya kebijakan ini tidak berlangsung dengan baik karena faktor-faktor politik dominasi dan kekerabatan yang kemudian berkembang. Orde Reformasi pun pada awal-awalnya tidak memberikan jaminan akan perkembangan desa karena masih harus menghadapi masalah-masalah konsolidasi politik.

Maka ketika Presiden Joko Widodo yang mempunyai karakter merakyat, diantaranya dengan menyukai blusukan sebagai sebuah tindakan politis, mempunyai kesempatan dan tanggung jawab besar untuk melaksanakan pembangunan berbasis pedesaan ini. Kesempatan karena telah ada paynung hukum berupa undang-undang desa tersebut. Joko Widodo pun dipersepsikan sebagai presiden yang merakyat, lebih kepada pendekatan keraakyatan. Dan itu berarti menyentuh mayoritas masyarakat yang ada di pedesaan. Tanggung jawab harus dilakukan karena sebagai presiden menjadi pembimbing utama agar apa yang diamanatkan oleh Undang Undang tentang Desa tersebut dapat terlaksana dengan baik.

Masalah yang Ada di Pedesaan

Sebagian besar persoalan yang muncul dari upaya pembangunan pedesaan disebabkan oleh kekeliruan pemerintah di masa lalu mengaktualisasikan konsep pola pembangunannya. Meski Orde Baru menekankan pada pembangunan pertanian sebagai basis pembangunan lima tahun, tetapi kota tetap menjadi sentra dari pergerakan pembangunan tersebut. Ini misalnya

(8)

dibandingkan dengan desa, lowongan pekerjaan lebih banyak ada di kota, sampai kalangan intelektual berkecimpung banyak di kota. Satu akibat dari hal ini adalah tersendatnya pembangunan di desa dan menimbulkan adanya urbanisasi. Undang-undang Desa ini spiritnya adalah berupaya menghilangkan urbanisasi tersebut. Atau paling tidak mampu menekan jumlah urbanisasi apabila desa sudah dapat digerakkan dengan baik untuk mencapai peningkatan kesejahteraan.

Persoalan lain yang muncul di desa adalah tidak mampunya masyarakat memahami berbagai potensi yang ada di lingkungannya sendiri. Urbanisasi merupakan sebab dari ketidaktahuan masyarakat tentang potensi yang dimiliki desa. Padahal, seperti yang telah diutarakan, sumber daya yang menjadi soko guru pergerakan kesejahteraan Indonesia itu ada di

pedesaan. Terlalu lamanya dominasi orientasi pembangunan di kota, menyebabkan masyarakat tidak mengerti tentang sumber daya yang mampu diberdayakan masyarakat. Padahal, desa mempunyai berbagai macam potensi tersebut kalau memang mampu dimanfaatkan dengan baik. Sumber daya itu bermacam-macam, dalam bentuk sumber daya kelihatan maupun yang tidak kelihatan seperti suasana pedesaan, semangat kebersamaan, gotong-royong, sumber air, tanah luas dan lain sebagainya. Undang-undang tentang Desa secara tidak langsung mengarahkan masyarakat dan pejabat-pejabat desa untuk menemukan dan memberdayakan sumber daya ini demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kualifikasi dan kualitas sumber daya manusia di pedesaan juga menjadi salah satu kendala untuk memajukan desa. Sudah menjadi umum, bahwa pusat pembangunan di kota membuat banyak anggota masyarakat yang berkualifikasi sarjana atau ahli pada bidang-bidang tertentu, menetap di kota. Penekanan kehidupan ekonomi di perkotaan memungkinkan munculnya berbagai spesialisasi pada ilmu pengetahuan, teknologi, jasa dan keterampilan (Suparlan, 1991: 8). Masyarakat yang berkualifikasi seperti ini lebih mampu menjamin kehidupannya apabila berada di kota. Disamping itu sarana yang mampu dipakai penopang keahliannya, banyak berada di pedesaan. Seorang dosen misalnya, akan memilih menetap di kota karena mampu mengakses ilmu pengethuan di perpustakaan-perpustakaan yang ada di kota. Demikian juga dengan ahli lainnya. Hal ini kemudian menyebabkan desa kekurangan tenaga

(9)

pandangnya sehingga pemusatan pembangunan di desa akan membuat para ahli tersebut bertempat tinggal di desa untuk mampu memberdayakan desanya.

Pemusatan para ahli di perkotaan membuat berbagai sumber daya yang dimiliki tidak tidak mampu dikenali dengan baik. Akibat dari hal inilah kemudian berbagai kekayaan desa yang ada tidak dapat dieksplorasi dengan maksimal guna mensejahterakan rakyatnya. Desa di Indonesia, baik yang ada di Jawa maupun di luar pulau itu, memiliki potensi-potensi yang besar untuk dikembangkan.

Tujuan Penelitian dan Metodologi yang Digunakan

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengidentifikasi berbagai sumber daya yang ada

di desa tersebut, dan kemudian memberikan saran untuk memberdayakannya demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan. Penelitian ini juga bertujuan menjelaskan berbagai manfaat dari sumber daya itu, serta memberikan strategi agar masyarakat desa mampu secara maksimal menggunakan tenaga dan waktunya untuk pemberdayaan tersebut.

Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif sebagai strategi mengumpulkan data. Metode ini lebih mampu memberikan gambaran yang lebih nyata tentang kondisi di lapangan . (Bryman, 2004:267). Melalui penelitian kualitatif penliti langsung terjun ke lapangan, berdialog dengan masyarakat dan mencatat segala kejadian serta fenomena secara langsung.

Sebagai lokasi penerlitiannya adalah di Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan. Kecamatan ini berada sekitar 10-15 kilometer dari ibukota kabupaten, mempunyai wilayah yang lebih komplit dari kecamatan lainnya karena berada jalur jalan utama Jawa-Bali, mempunyai sisi yang berbatasan dengan Samudera Indonesia, serta daerah pertanian dan persawahan yang luas.

Teori yang Digunakan

Dalam penelitian ini, teori utama yang dipakai, adalah Teori Pilihan Rasional. Teori ini merefleksikan upaya manusia mengembangkan pengetahuan demi tujuan-tujuan yang dipandang penting bagi masyarakat.

Pada hakekatnya pemberdayaan merupakan pilihan-pilihan yang menguntungkan dan

(10)

penelitian ini teori paling relevan yang dipakai sebagai pembimbing dan pendorong aplikasi adalah teori pilihan rasional. Teori ini merupakan teori sosial yang diterapkan pada masyarakat dan mempunyai sentuhan dengan perilaku-perilaku ekonomi, terutama pada aspek yang menyangkut pilihan yang menguntungkan tersebut. Ritzer yang mengutip Coleman mengatakan bahwa dalam teori pilihan rasional ini, aktor akan memilih tindakan yang memaksimalkan keuntungannya (Ritzer, Nurhadi, 2011: 480). Aktor tersebut bisa individu, kelompok, lembaga, komunitas atau masyarakat itu sendiri.

Teori Pilihan Rasional diungkapkan pertama kali oleh James C.Coleman, dengan dasar pemahaman bahwa orang bertindak secara sengaja untuk mencapai suatu tujuan, dimana tujuan dan tindakannya ini mempunyai satu nilai atau preferensi (Ritzer, Nurhadi, 2011: 480). Coleman

juga menyebutkan bahwa dalam melakukan pilihan untuk mendapatkan manfaat maksimal ini, aktor akan menggunakan pertimbangan-pertimbangan kognitif. Pemahaman inilah yang kemudian diperluas maknanya oleh Darren Sherkat bahwa untuk mendukung keuntungan maksimal itu, diperlukan banyak informasi dalam proses pembalajaran (Mellor, 2000: 284).

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teori pilihan rasional itu menekankan kepada pemampuan manusia atau kelompok sebagai aktor dalam memilih berbagai sumber yang ada, untuk kemajuan demi mencapai tujuannya. Untuk melakukan pilihan yang tepat itu, haruslah dilakukan pertimbangan-pertimbangan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, dimana pengetahuan ini didapatkan secara akumulatif. Bisa melalui pengetahuan lewat teman-teman, informasi dan sebagainya. Dalam hubungan meraih keuntungan maksimal antara individu dan kelompok, ada dua kondisi yang bisa diungkap oleh teori pilihan rasional, yakni ketika pemikiran individu yang digunakan oleh kelompok dan pada saat pemikiran atau tindakan kelompok atau korporat ditujukan untuk mencapai keuntungan bersama (lihat pembahasan Suka Arjawa, 2014: 53).

Dalam konteks desa atau desa pakraman menghadapi penerapan Undang Undang No. 6 Tahun 2014, maka untuk dapat menjalankan amanat undang-undang ini yang berupa kemandirian dan memberdayakan segala sumber daya yang ada, tidak lain dengan cara mengenali sumber daya yang dimilikinya, kemudian memilih dari sumber daya tersebut untuk

(11)

kemudian memberikan pemahaman tentang manfaat dan upaya untuk memaksimalkan pemberdayaan sumber daya tersebut.

Pemaknaan dan Pengertian tentang Desa

Ada berbagai pengertian tentang desa, termasuk juga pemahamannya. Pada Undang- Undang Desa (UU No. 6 Tahun 2014), yang dimaksudkan dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusann pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia. Disini tidak disebutkan secara jelas apakah desa mempunyai karakter

masyarakat yang berbeda apabila dikaitkan dengan budayanya atau apabila dibandingkan dengan masyarakat yang ada di kota. Dengan demikian, komunitas masyarakat yang ada di kota pun dapat disebut dengan desa apabila sesuai dengan pengertian diatas.

Di Bali, kelompok desa ada dua, dan dalam hubungan dengan lahirnya Undang Undang No. 6 tahun 2014 ini, sering memicu kontroversi. Dua desa itu adalah desa dinas, yang disebut dengan keperbekelan atau kelurahan dan desa pakraman. Desa dinas ini mempunyai hubungan dengan pemerintah dan fungsi adminsitratif (Windya, Sudantra, 2006: 40). Sedangkan desa pakraman berhubungan dengan hal budaya dan keagamaan. Desa pakraman yang sebelumnya disebut dengan desa adat, mempunyai kaitan dengan tradisi yang ada di Bali. Apabila dikaitkan dengan sejarah munculnya Khayangan Tiga di Bali, desa pakraman itu lebih banyak mengatur tentang persoalan agama dan stabilitas sosial. Munculnya Khayangan Tiga tidak lain merupakan strategi sosial politik dari Mpu Kuturan, yang mungkin mempunyai hubungan untuk mengendalikan perbedaan pendapat, dan mengendalikan konflik pada abad ke-11, saat mana pada waktu itu Bali mempunyai banyak sekte. Kemungkinan banyak sekte ini memunculkan konflik.

Dalam konteks literatur-literatur sosiologi, pengertian desa lain lagi. Desa merupakan komunitas masyarakat yang mempunyai cara hidup gotong royong lebih tinggi dibanding masyarakat kota. Desa mempunyai kontak sosial yang lebih tinggi, dengan sifat keguyuban lebih

(12)

maupun di halaman rumah. Secara sosiologis, ada beberapa hal penting terlihat di dalam pengertian ini, yaitu adanya dikotomi antara desa dengan kota, lebih melihat pada kondisi masyarakat, baik perilaku maupun pekerjaan dalam menjalankan kehidupan sosial sehari-hari .

Beberapa Pertimbangan dalam Pembangunan Desa

Dengan demikian, dalam hal membicarakan soal desa demi pembangunan negara, yang harus digarisbawahi adalah campuran antara pengertian yang ditetapkan pada undang Undang No. 6 Tahun 2014 dengan berbagai pengertian yang ada dalam terminologi sosiologi, termasuk juga dengan pengertian desa yang ada di Bali

Pertama adalah posisi atau letak geografis desa tersebut. Mempertimbangkan posisi desa

ini penting karena akan menentukan bagaimana potensi yang dimiliki desa tersebut dalam hubungannya dengan pembangunan masa depan. Dalam pengertian desa seperti yang tercantum dalam undang-undang, maka dimungkinkan desa itu ada di perkotaan. Juga dalam pengertian desa pakraman di Bali. Desa pakraman ini tidak mengenal pembatasan antara desa dengan kota. Contohnya adalah Desa Pakraman Kota Tabanan, di Kabupaten Tabanan, Bali. Kota Tabanan mempunyau tiga tempat persembahyangan yang disebut Khayangan Tiga. Itulah yang membuat kota ini disebut dengan Desa Pakraman Kota Tabanan. Memperhitungkan posisi geografis desa itu akan memberikan pilihan serta perencanaan sosial yang penting untuk membangun masa depan. Misalnya, apabila desa pakraman itu ada di kota, pembiayaan pembangunan bisa dilakukan dengan memungut sumbangan pada kompleks pertokoan, menyewakan tanah untuk aktivitas ekonomi, sumbangan parkir, masyarakat yang membangun ekonomi berbasisikan aktivitas kota dan sebagainya. Tetapi bagi desa yang berasal dekat dengan pegunungan, pembangunan masyatakat desa tersebut dapat dilakukan melalui pertanian atau upaya jasa pariwisata pegunungan.

Kedua, identitas dan karakter desa tersebut. Salah satu pengertian dari desa seperti yang diutarakan undang-undang adalah hal ketradisionalan dan asal-usul masyarakat. Karakter ini penting untuk mengembangkan pembangunan. Desa tradisional mempunyai karakter condong mempertahankan nilai-nilai tradisi yang ada di dalam desa tersebut. Banyak wilayah di Indonesia

(13)

jauh dari perkotaan, nilai-nilaii tradisi akan menjadi patokan dalam kehidupan sosial sehari-hari. Untuk mengembangkan pembangunan masyarakatnya, mau tidak mau harus bertitik tolak pada cara pandang tradisi tersebut. Artinya apakah tradisi itu disederhanakan demi memberikan kesempatan kepada pembangunan lainnya di luar tradisi, atau justru memanfaatkan tradisi tersebut untuk pembangunan. Misalnya masyarakat Tenganan mengijinkan tradisi Perang Pandan untuk ditonton oleh masyarakat luar. Dengan dibolehkannya tradisi itu ditonton, maka ada potensi biaya untuk melakukan pembangunan di dalam masyarakatnya itu. Jika asal-usul desa tersebut berasal dari pembentukan desa baru, misalnya di daerah transmigrasi, maka lebih mudah untuk membangun pola-pola perencanaan untuk kesejahteraan. Desa seperti ini relatif mudah untuk mengarahkan pembangunan karena berasal dari masyarakat multietnik yang memadukan

berbagai pemikiran yang ada.

Ketiga, pengertian desa juga menekankan tentang karakter individu atau kelompok di desa tersebut. Desa pada hakekatnya adalah kumpulan individu dan kelompok, yang masing-masing mempunyai karakter, sifat dan pembawaan. Sedangkan sebagai komunitas, pembangunan di desa memerlukan kesepakatan atau persetujuan mayoritas. Persetujuan ini sangat memerlukan pemikiran-pemikiran positif yang berasal dari berbagai perpaduan pemikiran yang ada. Desa yang individunya mempunyai karakter keras, suka memprotes atau sok tahu, persaingan internal yang tinggi, akan sulit mencapai kesepakatan untuk membangun. Perencanaan sosial pembangunan memerlukan diskusi intelektual untuk menetapkan prioritas. Sebaliknya, desa yang mempunyai karakter masyarakat toleran, entah didasari oleh nilai-nilai intelektual atau toleransi, akan lebih mudah melakukan kesepakatan membuat prioritas.

Keempat, yang tidak dapat diabaikan adalah peran tokoh. Terutama di Indonesia (apalagi di jaman Orde Baru), tokoh desa merupakan faktor utama penggerak pembangunan. Tokoh itu dapat berupa tetua, intelektual atau mereka-mereka yang mempunyai sifat-sifat positif yang mampu memberikan pengarahan kepada pembangunan desa.

Ragam Sumberdaya yang Ada

Dalam perkembangannya, di lapangan ternyata cukup banyak sumber daya yang dapat

(14)

pembangkit listrik, sampai dengan sumber daya untuk mengairi persawahan. Tujuan utamanya adalah demi mengairi persawahan yang ada di wilayah Kerambitan. Tetapi hal lain yang bisa dimanfaatkan dari bendungan ini adalah untuk kebutuhan seperti yang disebutkan diatas. Akan tetapi, sampai saat ini bendungan ini hanya dimanfaatkan untuk pertanian saja. Tidak ada pihak swasta yang terlibat di dalam upaya pengembangan sumber daya tersebut. Demikian juga, organisasi tradisional di Bali, seperti misalnya desa pakraman, tidak berusaha untuk mengembangkan kawasan ini menjadi potensi pariwisata. Usaha pengembangan ikan juga tidak dilakukan.

Kecamatan Kerambitan, sebagian menjadi wilayah yang ditembus oleh jalan raya utama poros Jawa-Bali. Pemanfaatan jalur ini untuk mengembangkan potensi sudah dilakukan. Apabila

dilihat dari seluruh potensi yang ada di kecamatan ini, jalur ini yang baru dimanfaatkan oleh masyarakat secara maksimal. Ukuran maksimal ini sesuai dengan kemampuan masyarakat di sekitar wilayah tersebut, seperti misalnya usaha dengan pertokoan dengan segala jenis. Termasuk juga disini dengan berbagai usaha di luar pertokoan seperti membuka koperasi, perbengkelan, dan jasa perbangkan. Akan tetapi, masih belum mampu memberikan pengembangan maksimal pada bidang pendidikan dan pengembangan keterampilan seperti kursus dan sejenisnya. Sebagai daerah yang berada di jalur utama jalan raya antar pulau dan antar propinsi, seharusnya daerah ini mampu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk meningkatkan kualitas keterampilan atau keilmuannya. Ini yang masih belum kelihatan di wilayah Kerambitan.

Disamping itu, desa-desa dan banjar yang ada di Kecamatan Kerambitan telah dihubungkan dengan jalan lebar yang mampu dilewati oleh kendaraan roda empat. Namun demikian, ada dua jalur yang menghubungkan antara jalan utama menuju Kerambitan di bagian selatan, masih tidak terawat. Seharusnya ini menjadi perhatian karena infrastruktur jalan ini menjadi kunci utama keberhasilan ekonomi di pedalaman. Dua jalur itu adalah dari Meliling menuju Kerambitan dan dari Mandung menuju Kerambitan selatan. Jika jalan ini dperbaiki dan mendapat perhatian baik, jalur pengangkutan sarana ekonomi dari dan menuju Kerambitan menjadi lanacar.

Sudah menjadi pemandangan umum, bahwa di jaman sekarang jumlah sarjana

(15)

memanfaatkan kesarjanannya secara maksimal, seperti menjadi perantara penjual tanah atau menjadi pengantar anak ke sekolah.

Salah satu aset yang harus diperhatikan dengan baik adalah sumber air. Di Kecamatan Kerambitan ada cukup banyak sumber air. Misalnya di wilayah Banjar Penyalin, Banjar Samsam, Selingsing, Lumajang, Meliling dan lainnya yang sampai sekarang masih mengalir lancar. Seharusnya aset ini dapat dimanfaatkan secara ekonomis, yaitu untuk membuat air kemasan. Sumber air ini dapat saja direkaysana dengan teknik tertentu sehingga menyamai produksi air kemasan lainnya.

Kecamatan Kerambitan seluruhnya sudah dialiri oleh aliran listrik. Ini menjadi potensi yang sangat penting untuk dapat mengembangkan sumber daya yang ada. Tenaga listrik tersebut

dapat membangkitkan segala macam keperluan sosial sekarang. Karena itu, dipadukan dengan suasana pedesaan yang masih sejuk serta tempat lokasi ruang yang masih luas, daerah ini dapat dipakai untuk mengembangkan usaha. Apabila hotel telah banyak di Kabupaten Badung, di Kecamatan Kerambitan bisa dikembangkan usaha yang mendukung pariwisata non-hotel. Misalnya dengan pariwisata kuliner tradisional. Dengan ruang yang luas, masyarakat dapat mengembangkan usaha berupa praktik membuat masakan tradisionil dengan langsung dapat dilihat oleh turis. Usaha ini dikembangkan dengan kesenian-kesenian tradisionil yang masih ada, seperti misalnya penari tektekan sampai dengan barong. Upaya tersebut akan dapat dilakukan secara lebih baik, dengan dukung tenaga listrik, misalnya apabila memerlukan visualisasi film, atau penerangan yang tinggi.

Disamping itu, upaya ini tidak terlalu jauh dari pusat perhotelan di Badung karena jarak kecamatan ini relatif dekat, yaitu kurang lebih ditempuh satu jam kendaraan dari kota Denpasar dan dari wilayah Kuta.

Strategi Pemberdayaan Desa

Sumber daya di desa sesungguhnya cukup banyak. Berkisar dari yang sifatnya tidak kelihatan, sampai dengan yang tampak secara kasat mata. Semangat gotong royong, nilai-nilai tradisional, lokasi geografis yang strategis sampai dengan kekayaan tanah yang dimiliki oleh

(16)

adalah sebuah orgaanisasi juga. Pemberdayaan dalam hal ini dapat disebut sebagai upaya memaksimalkan manfaat dari segala potensi tersebut agar mampu memberikan keuntungan dan manfaat bagi warga dan orang lain. Tujuannya, bukan sekedar menambah penghasilan tetapi juga menjadi lahan hidup dari masyarakat setempat.

Ada beberapa strategi pemberdayaan yang mesti dilakukan, yang secara konseptual mesti diperhatikan oleh aparat desa. Yang pertama, tentu saja melatih aparat desa agar berdaya. Sikap profesional, merupakan tujuan. Tetapi pada masa awal, aparat desa harus mampu menerjemahkan apa yang dimaksudkan seperti yang tertera dalam peraturan dan perundangan, tetapi juga sekaligus mengerti bagaimana kondisi sosial. Jadi, aparat desa pada tahap awal ini mesti dapat membuat kebijakan terhadap pekerjaannya. Kebijakan itu adalah membuat

keputusan antara apa yang dimaksud antara peraturan dengan kondisi sosial. Ini merupakan jalan tengah. Sekaligus juga memberi pendidikan dan keterangan kepada masyarakat bahwa keputusannya itu merupakan kebijakan sehingga apabila pada hari berikutnya, harus dipahami kebijakan tersebut tidak akan dikeluarkan. Sebagai pejabat yang berada paling bawah dan langsung bersentuhan dengan masyarakat, aparat desa mesti banyak belajar, berdiskusi tentang persoalan-persoalan desa yang dihadapi. Pemerintah, dalam hal ini, harus mampu memahami posisi aparat desa itu sehingga mempersiapkan dana dan langkah untuk meningkatkan kemampaun aparat desa. Paling bagus, lulusan aparat desa itu paling kurang diploma atau mereka yang telah mempunyai pengalaman organisasi sekurang-kurangnya lima tahun.

Kedua, terhadap masyarakat, harus diubah mental masyarakat tentang cara menjalani kehidupan. Dalam hal pekerjaan, sejarah masyarakat Indonesia boleh dikatakan ironis karena sangat dipengaruhi oleh tradisi feodal kerajaan. Dalam arti anggota masyarakat yang berhasil masuk bekerja pada kelompok istana, dipandang telah “bekerja” dan mapan dengan pekerjaannya itu sampai akhir hayat. Secara sosial, mereka yang bekerja di kalangan istana juga mempunyai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Di masa kemerdekaan, orientasi istana itu bergeser menuju pemerintah. Di sini, pemerintahlah yang dipandang sebagai “kerajaan dan

istana”. Anggota masyarakat yang berhasil menjadi pegawai pemerintah, dipandang mempunyai

pekerjaan mapan dan mampu menjamin sampai akhir hayat. Dana pensiun yang didapatkan para

(17)

Harus diakui bahwa sampai dekade tujuhpuluhan atau pertengahan dekade delapanpuluhan, menjadi pegawai pemerintah cenderung lebih mudah. Faktor krisis politik G 30 S juga mempengaruhi hal itu karena banyak pegawai negeri sipil yang hilang pada saat krisis politik tersebut. Ini yang membuat menjadi pegawai negeri pada waktu itu lebih mudah.

Akan tetapi, fenomena yang terjadi sejak paruh kedua dekade delapanpuluhan, kondisinya sudah berbeda. Masuknya investasi asing dan terbatsanya dana pemerintah, serta semakin bertambahnya penduduk, membuat upaya menjadi pegawai pemerintah menjadi semakin berkurang, dan banyak anggota masyarakat yang masuk diserap oleh perusahan swasta, sebagian berbasis investor asing. Akan tetapi, fenomena “bekerja” ikut orang atau bekerja di kantor, tetap menjadi orientasi masyarakat. Padahal, mulai pertengahan dekade sembilanpuluhan,

fenomena globalisasi yang memperkenalkan berbagai macam informasi itu, memungkinkan masyarakat untuk bekerja secara mandiri. Bekerja mandiri ini mengeksplorasi keterampilan yang dimiliki, mendukungnya dengan hasil pendidikan yang didapatkan di sekolah, baik sekolah menengah maupun perguruan tinggi dan kemudian memadukan dengan ketekunan yang dimiliki. Inilah yang tidak dimiliki oleh masyarakat Indonesia sekarang, padahal potensi yang dimiliki melimpah-ruah. Sumber daya itu ada di desa.

Karena itu, desa sekarang harus mampu mengubah orientasi bekerja itu, dari yang bekerja ikut orang atau masuk kantor, menuju bekerja mandiri dengan mengkreasi dan berkarya untuk itu. Basis keterampilan yang dimiliki masyarakat harus diketahui oleh keluarga dan desa menyediakan sarana untuk mengembangkan bakat tersebut. Atau paling tidak desa mampu menjadi fasilitator untuk menjadi perantara antara desa dengan pemerintah untuk mengembangkan bakat anggota masyarakatnya. Sebagai lokasi paling dekat dengan sumber daya (alam) yang ada, maka desa merupakan pusat untuk mengembangkan bakat, keterampilan untuk mengolah dan mamanfaatkan sumber daya alam yang ada di desa. Tempat yang paling bagus untuk mewujudkan maksimalisasi keterampilan itu adalah di desa, dengan segala sumber daya alam yang dimilikinya.

Ketiga, menyederhanakan upacara dan ritual agama. Di Bali, tradisi ritual agama sangat kuat dan telah turun-menurun dipraktikkan. Fenomena ini membuat ritual itu dipandang sebagai

(18)

sangat sulit. Padahal, kalau dilihat dari perbincangan umum pada masyarakat lapis bawah, yaitu yang ada di desa, banyak yang merasa keberatan dengan banyaknya ritual tersebut. Paling tidak hal itu kelihatan dari kalimat-kalimat yang meluncur dari mereka. Misalnya ada yang mengatakan sibuk ada ritual di kampung sehingga tidak dapat bekerja, atau sulit naik jabatan karena tidak dapat kosentrasi di kantor, atau kelelahan bahkan sakit karena berhari-hari bekerja ritual. Atau malah yang paling ironis adalah menjual tanah hanya karena ritual agama. Keluhan-keluhan ini juga wajar karena ritual yang diselenggarakan itu menyita tenaga, waktu dan biaya. Padahal, untuk mencapai target maksimal dalam menjalankan kehidupan ini, tenaga, waktu dan biaya itu sangat penting. Memaksimalkan potensi sumber daya desa seperti yang dicanangkan dalam Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tersebut, juga memerlukan kosentrasi tinggi yang

artinya memerlukan tenaga, waktu dan biaya. Bahkan juga ruangan. Karena itu diperlukan pemikiran serius untuk meyediakan tenaga, waktu, biaya dan ruang itu demi mencapai amanat yang digaariskan dalam undang-undang tersebut. Karena itu penyederhaaan upacara ini diperlukan, dan secara pelan-pelan mesti diperkenalkan kepada masyarakat desa.

Apabila dilihat dari sejarahnya, upaya penyederhanaan upacara dalam agama Hindu di Bali, sesungguhnya dimungkinkan. Pemahaman harus dimulai dari sehajar penyederhanaan sekte-sekte agama yang ada di Bali abad ke-11 (sekitar tahun 1039), oleh Mpu Kuturan. Konon pada saat itu di Bali ada belasan sekte, yang mungkin saling konflik atau tidak harmonis. Atau memang Mpu Kuturan yang datang dari Jawa Timur ingin menyederhanakan kehidupan agama di Bali. Karena itulah kemudian, belasan sekte tersebut disederhanakan menjadi tiga, yang masing-masing menyembah Tuhan sebagai pencipta yaitu Brahma, sebagai pemelihara yaitu Wisnu dan sebagai pemranila yaitu Siwa (Tohjaya, 1991) Inilah simbolik Tuhan sebagai kekuatan saktinya. Mungkin juga sebagai representasi dari keseluruhan sekte yang ada di Bali pada saat itu sehingga merasa terwakili agar tidak menimbulkan konflik. Karena itu, demi mencegah konflik yang ada dari tingkat keluarga sampai tingkat masyarakat, dibuatlah tiga tempat sembahyang itu di tempat keluarga sampai tingkat masyarakat. Kemungkinan pada waktu itu, satu keluarga, anggota-anggotanya menganut sekte yang berbeda.

(19)

menyembah Wisnu dan Pura Dalem untuk menyembah Siwa. Ketika pura ini semestinya berada di dalam satu kompleks karena keseluruhan pura itu merupakan simbolis manifestasi saktinya Tuhan. Ketiganya disebut Khayangan Tiga. Untuk lebih menyederhanakan lagi, Brahma itu disembolkan sebagai api, yang dikesankan sebagai warna merah. Wisnu itu sebagai pemelihara dipandang layaknya sebagai air. Kumpulan air dalam jumlah banyak itu, warnanya gelap. Maka, disimbolkanlah warna hitam untuk Wisnu. Dan Siwa sebagai pelebur dipandang sebagai panguasa alam semesta. Warna alam semesta itu, seperti halnya kita lihat di siang hari dengan cahaya matahari, disimbolkan putih. Maka Siwa disimbolkan putih. Jadi, warna Merah, Hitam, Putih, tidak lain adalah Brahma, Wisnu, Siwa. Penyederhanaan yang lain lagi adalah soal wujud dari api, air dan alam semesta itu. Karena api itu lancip ketika hidup, maka ada juga dimbol

lancip dalam upacara seperti kojong. Karena air itu datar, maka simbol dalam upacara adalah wujud yang datar seperti pada ceper, dan karena alam semesta itu bulat, maka ada juga simbol bulat dalam sarana upakara, seperti kue matahari atau sirat atau bisa juga kelapa. Lebih sederhana dari itu, adalah bentuk padma yang tidak lain merupakan perwujudan singasana Tuhan, Sang Hyang Widhi. Brahma, Wisnu, Siwa; Pura Desa, Puseh, Dalem; rong tiga; Kemulan, Merah, Hitam, Putih; Lancip, Datar, Bulat, dan Padma, sesungguhnya mempunyai

makna, yaitu manifestasi kekuatan Tuhan.

Jadi begitu sederhananya Hindu yang ada di Bali yang sudah diciptakan sejak abad ke-11. Maka ketika melihat benang tridatu (trimurti) itulah simbol Tuhan dan sesungguhnya sudah cukup itu melakat pada jiwa kita. Ketika melihat porosan, yang juga dihiasi warna merah hitam putih, itu saja sudah cukup sebagai simbol Tuhan. Juga apabila melihat pelangkiran, ini merupakan simbolisasi Tuhan yang tunggal Pelangkiran adalah “penggalan” bagian atas dari Padma. Juga ketika melihat daksina, juga simbolisasi Tuhan. Itu saja sesungguhnya sudah cukup dipakai upacara.

Kalau boleh dibandingkan, malah sudah amat sederhana dari praktik Hindu yang ada di India. Karena Tuhan Maha Tahu, dan maha segalanya maka sesungguhnya dengan mencakupkan tangan saja sudah cukup untuk bersembahyang. Maka, boleh dikatakan inti dari simbolisiasi upacara Hindu di Bali itu seperti yang diungkapkan diatas tadi. Bahwa kemudian ada kerumitan

(20)

baru. Inti simbolisasi Hindu ada pada Brahma, Wisnu, Siwa dengan simbolisasi lain seperti yang diungkapkan diatas. Hal lain di luar itu, layaknya dapat sebagai kebudayaan.

Pemikiran untuk menyederhanakan ritual upacara agama ini sebaiknya menjadi fokus dalam kerangka pelaksanaan undang-undang desa ini. Penyederhaan itu demi memberikan waktu, tenaga, dana serta ruang yang lebih banyak untuk membangkitkan dan memberdayakan sumber daya desa. Para pendeta dan intelektual agama mempunyai tugas utama untuk hal ini. Masyarakat juga harus mampu memberikan pandangan kritis.

Kesimpulan

Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, mempunyai sumber daya besar untuk dikembangkan demi pembangunan desa. Di wilayah tersebut, sarana jalan sudah cukup untuk menghubungkan antara satu desa dengan desa lain. Adanya sarana ini akan memudahkan kerjasama antar desa untuk mengembangkan potensi yang ada. Sarana jalan juga berkualitas baik, meskipun ditemui sebagian kecil jalan yang masih rusak dan belum beraspal. Jarak kecamatan ini dengan ibukota propinsi dan pusat pariwisata juga tidaka jauh sehingga memungkinkan bagi masyarakat untuk melakukan aktifitas yang berkaitan dengan pariwisata. Jakar itu sekitar satu setengah jam. Posisi sebagian kecamatan di wilayah jalan utama Jawa-Bali juga membuat masyarakat berpotensi mengembangkan usahanya. Kecamatan ini masih mempunyai desa yang sejuk, wilayah yang luas serta berbagai kearifan lokal yang dapat dikembangkan untuk topangan hidup.

Strategi yang perlu dikembangkan adalah dengan mendidik sumber daya manusianya, seperti memperdalam pengetahuan bagi mereka yang telah mempunyai keterampilan, mendidik aparatur desa, baik desa pakraman maupun desa dinas agar mampu melakukan pelayanan secara lebih baik. Pendampingan oleh pemerintah juga perlu. Ini merupakan strategi agar masyarakat dapat mengetahui sumber daya yang dimilikinya. Para pendamping ini bukan saja mereka yang bergelar sarjana tetapi juga yang mempunyai keterampilan untuk menularkannya kepada masyarakat.

(21)

menyediakan waktu yang lebih banyak untuk mengembangkan sumber daya yang ada. Ritual agama di Bali masih terlalu banyak memakan biaya dan waktu, padahal sesungguhnya dapat disederhanakan.

DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku

Bryman, Alan, 2004, Social Research Methods, Great Britain, Oxford University Press

Catur Utama, Fransisca Romana, 2014, “Pemberdayaan dan Pemanfaatan Teknologi yang Mencerdaskan Masyarakat, dalam Menuju Teknologi Transkomunitas, Supraja, Muhamad (ed.), 2014, UGM, Lingkar Studi Mikrososiologi.

Fathoni, Abdurrahmat, 2009, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung, Rineka Cipta

Mellor, Philip, A., 2000, “Rationali Choice or Sacred Contagion? „Rationality Non-Rationality

and Religion” dalam Social Compas, 47 (2).

Ritzer, George, Nurhadi (Pen.), 2011, Teori Sosiologi: Dari Teori Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern, Bantul, Kreasi Wacana

Tohjaya, I Nyoman Gde Bendesa, 1991, Riwayat Mpu Kuturan, Denpasar, Ria

Windya, Wayan P., 2014, Hukum Adat Bali: Aneka Kasus dan Penylesaiannya, Denpasar, Udayana University Press

Windya, I Wayan P., Sudantra Ketut, 2006, Pengantar Hukum Ada Bali, Denpasar, fakultas Hukum Universitas Udayana

Wulansari, Dewi, 2012, Hukum Adat Indonesia: Suatu Pengantar, Bandung, Rafika Aditama

Tulisan di Jurnal Ilmiah

Sarman, Mukhtar, 1997, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat: Pelajaran dari Program IDT, dalam Prisma, 1, Januari 1997

Suka Arjawa, GPB, 2014, “Pilihan Rasional di Balik Pembebasan Corby”, dalam Global dan

(22)

Suparlan, Parsudi, 1991, “Struktur Perkotaan dan Kehidupan Hunian Liar”, dalam Jurnal Ilmu-ilmu Sosial 1, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama

Perundang-Undangan dan Peraturan

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

Peraturan Pemerintah No 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undng No 6 Tahun 2014 tentang Desa

Catatan:

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Pelaksanaan Informed Consent di RSUD kardinah Kota Tegal di kaitkan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang

Implementasi perancangan hardware menggunakan dua buah modul Transceiver 2,4GHz yaitu satu modul bertindak sebagai pemancar dan modul lain bertindak sebagai penerima,

Menurut Akbar (2013) validasi pengguna dalam hal ini guru mitra, betujuan untuk mengetahui kelebihan atau kekurangan dari sisi relevansi, akurasi, kebahasaan juga

Pada data (8) di atas, kutukan tersebut diduga benar-benar terjadi maka sampai sekarang mereka mempercayai bahwa ketidakmajuan masyarakat ini disebabkan oleh kutukan tersebut.

Because motive merupakan faktor yang berhubungan dengan sebab dari tindakan yang melatar belakangi ODOJers untuk ikut bergabung dalam komunitas One day

Uji coba kefektifan pemartisian basis data pada basis data non transaksional prosessing(master) dilakukan dengan 9 macam kueri yang memiliki karakteristik yang

Adapun peran tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk : kreator produk dan jasa kreatif, pasar baru yang dapat menyerap produk yang dihasilkan, serta menciptakan

signifikansi sebesar 0,667 > 0,05, yang berarti bahwa kompleksitas tugas tidak berpengaruh terhadap audit judgement. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis dalam