Gambar 1. Distribusi sapi yang terinfeksi P. multocida pada masing-masing kabupaten/Kota
Se m ina r N a siona l Sa ins da n Te k nologi (SEN AST EK -2 0 1 5 ), Kut a , Ba li, I N DON ESI A, 2 9 – 3 0 Ok t obe r 2 0 1 5
Prevalensi Pasteurella multocida pada Sapi di Bali
K.Tono PG dan A.L.T. Rompis
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
ketuttonopg@gemail.com
P066
Metode Penelitian Isolasi Kuman
Sebanyak 300 sampel yang digunakan pada penelitian ini melalui usapan kerongkongan sapi yang berasal dari peternakan sapi di Kabupaten Badung (100 sampel), Denpasar (50 sampel), Bangli (100 sampel) dan Gianyar (50 sampel). Sampel swab hidung
dimasukan ke dalam Trypton Soya broth (kaldu TS) 10 ml. Sampel
diinkubasi selama 24 jam dalam suhu inkubator 37o C. Kemudian
ditanam pada media agar darah domba dan diinkubasi selama 24 jam
dalam suhu inkubator 370C. Koloni yang terpisah diidentifikasi
berdasarkan morfologi, pewarnaan Gram, uji TSIA, uji MR-VP, uji Cimmons sitrat, SIM, uji gula gula, dan uji katalase. Dari isolat yang
teridentifikasi P. multocida dikoleksi.
Analisis Data
Semua sampel yang menunjukkan reaksi positif terhadap P.
multocida dianalisis secara deskriptif yaitu dihitung persentase kuman
positif P. multocida pada masing-masing Kabupaten/kota.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
prevalensi sapi terinfeksi P. multocida di Bali sebesar 5% (15
ekor) yang menyebar di masing-masing wilayah.
DAFTAR PUSTAKA
Ashari dan E. Januari. 2007. Kelestarian (Herd Survival) Ternak Kerbau di Aceh Barat Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Benkirane A. and De Alwis M.C.L. (2002). Haemorrhagic Septicaemia, Its Significance, Prevention and Control in Asia. Vet.Med-Czech.47(8): 234-240.
Direktorat Bina Kesehatan Hewan. 1995, Kebijakan pemberantasan dan pengendalian penyakit ngorok di Indonesia. Disampaikan pada rapat evaluasi pemberantasan penyakit SE di wilayah BPPH Wil.VI dan evaluasi proyek ACIAR, di Denpasr, tanggal 28 Agustus 1995. Hal.7
Farooq U., M. Hussain, H Irshad., N Badar, R. Munir, and Q. Ali. 2007. Status Haemorrhagic Sept icaemia Based On Epidemiology In Pakistan. Pakistan Vet.J. 27(2):67-72.
Kielstein, P., H. Bocklisch, and G. Orthy. 1986. Pasteurella multocida as a causal agent of infectious atrophic rhinitis in swine. Monatshefte fur Veterinari-Medizin 41(2): 46-50.
Hall, W.F., D.P. Bane, C.R. Kilroy, and D.L. EssExSorlie. 1988 . A model for the induction of Pasteurella multocida. Can. J. Vet. Res. 54 : 238-243
Jaglic Z., Z. Kucerova, K. Nedbalcova, P. Kulich, and P. Alexa. 2006.Characterisation of Pasteurella multocida Isolated from Rabbits in the Czech Replublic. Veterinarni Medicina.51(5):278-283.
Martinez, A., O. Fuentes, C. Bulnes, and M. Pedroso. 1988 . Experimental reproduction of pneumonia (Pasteurella multocida type A) in swine . Revista de Salud Animal 10(2):98-105.
PENDAHULUAN
Pasteurellosis adalah penyakit bakterial yang menyerang ternak sapi, kerbau, babi, kambing, unggas, sapi, dan kerbau. Pasteurellosis
dikenal dengan nama penyakit ngorok atau septicaemia epizootica
(SE) atau haemoragic septichaemia (HS) yang disebabkan oleh
kuman Pasteurella multocida type B:2 (tipe Asia) dan type E:2 (tipe
Afrika) (Chancellor et al., 1996). De Alwis (1993) menyatakan bahwa
penyakit ngorok yang terdapat di Indonesia disebabkan oleh
Pasteurella multocida (P. multocida) B: 2, bersifat akut, dan pada umumnya menjadi penyebab kematian pada hewan.
Putra (2006) melaporkan pada tahun 2001 ternak di Aceh teridentifikasi positif penyakit SE sekitar 67,03%, tahun 2002 sekitar 46,4% sedangkan pada tahun 2004 teridentifikasi sekitar 3,02%.
Setiawan et al,. (1988) menyatakan bahwa kerbau dan sapi sangat
peka terhadap penyakit SE. Ashari dan Juarini (2007) menyatakan bahwa kematian ternak Aceh Barat sebanyak 10% karena penyakit SE dan kematian dari penyakit ini diasumsikan rata-rata tiap tahun minimal sebesar 6%.
Kuman ini sering ditemukan pada saluran pernafasan bagian atas. Jika kondisi sapi menurun seperti karena perubahan musim atau kelaparan akan bersifat pataogen dan menimbulkan infeksi. Namun
sampai saat ini belum pernah dilaporkan prevalensi kuman P.
multocida pada sapi yang sehat. Dengan demikian penelitian ini
brtujuan untuk mendapatkan gambaran tentang prevalensi kuman P.
multocida pada saluran pernapasan, sehingga hasil yang diperoleh dimanfaatkan untuk pola penanganan dan pencegahan penyakit SE.
Hasil dan Pembahasan
Dari 300 sampel yang diambil dari usap hidng didapatkan bahwa sebanyak 15 ekor (15%) yang yang ditemukan terinfeksi
kuman P. multocida. terinfeksi oleh bakteri lainnya seperti bakteri
kokus Gram positif atau basil Gram Negatif. Distribusi
penyebarannya hampir merata di tiap kabupaten seperti pada Grafik di samping.
Gambar 2. Sapi yang dipakai sebagai sampel
TEMPLATE DESIGN © 2008