DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D.Manfaat Penelitian ... 6
E. Sistematika Penulisan Skripsi... 7
BAB II TINJAUAN TEORETIS TENTANG PENCAK SILAT GAYA BOJONG ... 9
A.Pencak Silat ... 9
B. Macam-macan Gaya Pencak Silat ... 14
1. Gaya Cikalong ... 14
2. Gaya Cimande ... 15
3. Gaya Sabandar ... 17
C. Pencak Silat Gaya Bojong ... 19
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
A.Metode Penelitian ... 25
B. Definisi Operasional ... 26
C. Teknik Pengumpulan Data ... 27
D.Instrumen Penelitian ... 30
E. Sumber Data ... 31
F. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ... 32
G.Langkah-langkah Penelitian ... 34
H.Lokasi dan Subjek Penelitian ... 35
1. Lokasi Penelitian ... 35
2. Subjek Penelitian ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36
A.Hasil Penelitian ... 36
1. Berdirinya Paguron Pencak Silat Medalsari ... 36
2. Faktor Pendukung Keberadaan Pencak Silat gaya Bojong... 42
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 54
BABV KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
A.Kesimpulan ... 61
B. Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
[image:3.595.159.437.286.558.2]DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1 Lambang Paguron Medalsari ... 38
4.2 Sikap Pasang ... 53
4.3 Jurus Satu ... 53
4.4 Sikap Pasang ... 53
4.5 Jurus Dua ... 53
4.6 Sikap Pasang ... 54
4.7 Jurus Tiga ... 54
4.8 Sikap Pasang ... 54
4.9 Jurus Empat ... 54
4.10 Sikap Pasang ... 55
4.11 Jurus Lima ... 55
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesenian terlahir dari ekspresi dan kreativitas masyarakat yang
dilatarbelakangi oleh keadaan sosial budaya, ekonomi, letak geografis, pola
kegiatan keseharian. Oleh karena itu, keberadaannya lahir melalui proses
pewarisan, maka kesenian menjadi tradisi turun temurun. Kesenian tidak
berdiri sendiri, melainkan didukung oleh unsur-unsur seni lainnya. Misalnya
seni tari tidak akan lepas dari unsur seni musik dan seni rupa bahkan seni
sastra dan drama.
Dari sekian banyak kesenian, Pencak Silat merupakan salah satu
cabang seni beladiri tradisional yang berkembang dan diapresiasi oleh
berbagai lapisan masyarakat. Pencak Silat di Indonesia mempunyai dua
wadah organisasi yang menghimpun seluruh perguruan Pencak Silat, yaitu
Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) dan Persatuan Pencak Silat Indonesia
(PPSI), dimana keduanya mempunyai tujuan yang sama yaitu
mengembangkan, melestarikan serta memasyarakatkan Pencak Silat sebagai
seni beladiri yang tangguh.
Di Indonesia Silat atau Pencak Silat, yaitu berkelahi dengan
menggunakan teknik pertahanan diri. Sementara itu ada pendapat lain yang
mengatakan bahwa silat adalah bergerak cepat untuk melumpuhkan lawan.
Pada umumnya silat mengandalkan kecepatan gerak dalam melawan musuh.
2
Pendapat lain menyatakan bahwa:
“Pencak Silat juga diartikan sebagai olah batin, olah nafas, perasaan seni, dan rasa kebersamaan yang tinggi. Sebagai seni Pencak Silat wujud kebudayaan dalam bentuk kaidah gerak dan irama, terletak pada keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara wiraga, wirahma dan wirasa”. (Maryono, 1995:23).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pencak silat tidak hanya
mengandalkan jurus atau ibing tetapi juga dapat digunakan sebagai
penyebaran agama islam, olah batin, olah nafas dan sebagai olah raga. Dalam
proses penyebaran agama islam itu sendiri, banyak dipengaruhi oleh para
ulama yang mengajarkan pencak silat kepada para santrinya bersamaan
dengan pelajaran agama islam. Jurus itu sendiri adalah gerak inti dalam dunia
persilatan sebagai senjata anatomi tubuh untuk menyerang dan
mempertahankan diri. Tidak heran jurus-jurus tersebut sering dipergunakan
oleh para pesilat baik pada saat peragaan, maupun tanding atau bertarung.
Pencak Silat sebagai bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia
berkembang sejalan dengan sejarah masyarakat Indonesia, dengan aneka
ragam situasi geografis dan etnologis serta perkembangan zaman yang
dialami oleh bangsa Indonesia. Pencak Silat dibentuk oleh situasi dan kondisi
serta Pencak Silat kita kenal dengan wujud dan corak yang beraneka ragam.
Dengan demikian, Pencak Silat merupakan unsur-unsur kepribadian bangsa
Indonesia yang dimiliki dari hasil budi daya yang turun temurun bahkan
Pencak Silat ini sudah membudaya ke Mancanegara. Di tatar Sunda
keberadaan Pencak Silat tumbuh pesat bersamaan dengan persebaran
penduduk di berbagai daerah. Hal ini ditandai dengan munculnya
perguruan-perguruan yang khusus membina dan mengajarkan seni Pencak Silat atau seni
beladiri.
Dari keterangan di atas dapat diketahui, pada perkembangan
selanjutnya sistem beladiri yang bersifat murni terus menerus disempurnakan
dari generasi satu ke generasi lainnya. Pencak Silat pada awalnya
3
menyebar ke wilayah lain, kemudian lebih dikenal dan dikembangkan di
daerah Cianjur.
Sekaitan dengan itu, penyebaran Pencak Silat di Jawa Barat berasal
dari daerah Cianjur, dalam perjalanan keberadaannya telah menyebar ke
berbagai pelosok daerah dengan tujuan yang berbeda dan telah mengalami
beberapa perubahan fungsi sesuai dengan perkembangan jaman. Semula
Pencak Silat berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan diri dari berbagai
rintangan alam baik yang datang dari manusia maupun binatang. Sekarang
Pencak Silat berfungsi sebagai alat untuk kepentingan beladiri, seni, olah raga
juga untuk kepentingan mental spiritual.
Pencak Silat sebagai kepentingan beladiri yakni berkelahi dengan
teknik pertahanan diri dari serangan lawan atau musuh. Sebagai kepentingan
seni, pencak silat merupakan wujud kebudayaan dalam bentuk kaidah gerak
dan irama. Selain itu juga seni bela diri merupakan cabang olah raga yang
menggunakan kekuatan fisik dan untuk kepentingan pemeliharaan kesegaran
jasmani atau pencapaian prestasi melalui pertandingan. Sedangkan pencak
silat untuk kepentingan mental spiritual pada umumnya menggambarkan
membangun dan mengembangkan kepribadian dan karakter mulia
seseorang.Adapun Pencak Silat di kota Cianjur khususnya, memiliki banyak
gaya Pencak Silat diantaranya yaitu gaya Sabandar, gaya Cimande, gaya
Cikalong dan gaya Bojong dengan ciri khasnya masing-masing.
Setiap aliran yang dianut oleh suatu paguron tentu memiliki
jurus-jurus yang khas. Di wilayah budaya masyarakat Cianjur untuk istilah aliran
dikenal juga dengan istilah gaya dan ameng. Gaya adalah
kumpulan-kumpulan dari ciri-ciri atau penonjolan yang mungkin merupakan sebuah
susunan yang harmonis atau ciri pokok dari suatu paguron atau padepokan
pencak silat.
Dari sekian banyak Paguron Pencak Silat yang berada di kota Cianjur,
terdapat pula Pencak Silat yang tumbuh dan berkembang di Desa Bojong
yaitu pada Paguron Medalsari atau yang lebih dikenal MESAdi bawah
4
Kampung Babakan Berenuk Desa Limbangansari Kecamatan dan Kabupaten
Cianjuryang asal mulanya di prakarsai oleh Abah H. Hasbulloh (almarhum)
yang mereka panggil dengan sebutan “Papih Hamdun”, beliau adalahguru
besar di paguron tersebut. Walaupun seni bela diri (Pencak Silat) tersebut
sudah tidak asing didengar, namun pada paguron ini masih asri dan belum ada
yang meneliti keberadaan Pencak Silat di paguron Medalsari. Kekhasan yang
terdapat pada paguron ini sangat mencolok baik dalam berpakaian, gaya,
jurus maupun dalam segi adat atau ritualnya.Namun demikian, keberadaan
Paguron Medalsari yang mengembangkan Pencak Silat gaya Bojong belum
banyak diketahui keberadaanya oleh masyarakat luas, baik dalam segi
berdirinya (sejarahnya) maupun pencak silatnya itu sendiri.
Cikal bakal Pencak Silat yang diajarkan oleh keluarga pesilat yaitu
olehAbah H. Hasbulloh (almarhum) sebelum beliau wafat, beliau
memberikan mandat atau amanat kepada H. Uus untuk meneruskan atau
melanjutkan hasil pembelajaran Pencak Silat gaya Bojong harus tetap
berjalan sebagai mana mestinya dan berkembang. Inilah Pencak Silat gaya
Bojong diajarkan kepada murid-muridnya kemudian sampai saat ini
penyebaran keberadaannya tetap diminati oleh masyarakat setempat. Disetiap
paguron-paguron tentunya tidak lepas dari adanya faktor pendukung misalnya
dari segi material ataupun dalam segi pembentukan suatu ikatan organisasi.
Pencak Silat gaya Bojong pada Paguron Medalsari dibawah naungansuatu
organisasi ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI).Namun, dengan hebatnya
paguron Medalsari ini berdiri tegak sendiri tanpa adanya bantuan berupa
material dari organisasi manapun. Walaupun keberadaannya tidak
mengandalkan orang lain namun, paguron Medalsari tetap berperan teguh
untuk terus maju dan mengembangkan serta melestarikan Pencak Silat gaya
Bojong hingga sekarang ini agar tidak punah ataupun hilang. Pencak Silat
gaya Bojong ini merupakan perpaduan dari Pencak Silat Kari, Cimande dan
Sabandar. Hal ini tentunya tidak mengherankan apabila Pencak Silat gaya
Bojong merupakan penyebarluasan dari pencak silat lainnya. Misalnya Kari,
5
Meskipun latar belakang bapak. H.Uus bukan berasal dari sekolah
seni atau sekolah formal, namun kiprahnya dalam mengolah, menata, dan
memadukan pola gerak Pencak Silat gaya Bojong perlu mendapat apresiasi
positif. Sudah tentu kemampuan yang dimiliki bapak H.Uus didapat melalui
kerja keras dan upaya nyata beliau dalam proses kreatif dan inovatif dalam
pelestarian seni tradisional khususnya seni Pencak Silat gaya Bojong. Pencak
Silat gaya Bojong pimpinan bapak H.Uus ini mendalami dan
mempelajarijurus yang disebut “Jurus lima” atau ilmu “kebatinan”. Jurus lima
ini sendiri diambil dari filosofi yang berdasar kepada aturan-aturan yang
terkandung dalam rukun Islam. Oleh karena itu, Jurus lima ini sendiri
merupakan salah satu jurus yang mengarahkan kepada perubahan
perilakuserta nilai-nilai kehidupan.
Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti sangat tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul“Pencak Silat gaya Bojong pada
Paguron Medalsari Desa Bojong Kecamatan Karang Tengah di Kabupaten Cianjur”.Hal ini mengingat, sepanjang pengamatan peneliti, bahwa penelitian terhadap Paguron Medalsari atau MESA tersebut belum
pernah ada yang melakukan penelitian.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan di atas,
maka permasalahan penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut :
1. Bagaimana latar belakang berdirinya Paguron Medalsari di Kabupaten
Cianjur ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mendukung keberadaan Pencak Silat gaya
Bojong pada Paguron Medalsari ?
3. Bagaimana proses pembelajaran Pencak Silat gaya Bojong di Paguron
Medalsari Desa Bojong Kecamatan Karang Tengah Kabupaten
6
C.Tujuan Penelitian
Berpijak pada rumusan masalah di atas, penelitian ini diharapkan
dapat menjawab berbagai permasalahan yang menarik untuk dianalisis. Untuk
lebih jelasnya penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
a. Untuk kepentingan akademik.
b. Melestarikan kesenian khas dari Kabupaten Cianjur.
c. Agar Pencak Silat gaya Bojong pada Paguron Medalsari di Kabupaten
Cianjur dapat dikenal oleh masyarakat luas khususnya di Kabupaten
Cianjur.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan mendeskripsikan latar belakang berdirinya Paguron
Medalsari di Kabupaten Cianjur.
b. Mendeskripsikan faktor-faktor pendukung keberadaan Pencak Silat
gaya Bojong pada Paguron Medalsari.
c. Mengetahui dan mendeskripsikan proses pembelajaran Pencak Silat
gaya Bojong di Paguron Medalsari Desa Bojong Kecamatan Karang
Tengah Kabupaten Cianjur.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, peneliti berharap
penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat khususnya:
1. Bagi Peneliti
a. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang luas sehingga dapat
dijadikan pengalaman yang lebih berguna baik untuk sekarang
maupun di masa yang akan datang.
b. Dapat dijadikan langkah awal untuk penelitian lebih lanjut mengenai
Pencak Silat gaya Bojong pada Paguron Medalsari Desa Bojong
7
2. Bagi Lembaga Pendidikan
a. Dapat menambah khasanah kepustakaan khususnya di Jurusan
Pendidikan Seni Tari UPI.
b. Untuk kepentingan akademik
3. Bagi Paguron Medalsari
a. Sebagai motivasi untuk Paguron Medalsari agar terus berkreasi untuk
menciptakan dan mengembangkan Pencak Silat Gaya Bojong.
b. Merupakan suatu masukan, sehingga Pencak Silat gaya Bojong yang
berada di Paguron Medalsari terus berkembang tidak mengalami
kepunahan.
4. Bagi Masyarakat Umum
a. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kesenian tradisional
khususnya Jawa Barat.
b. Memperkaya khasanah seni dan budaya dan apresiasi masyarakat
terhadap kesenian.
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Berisi rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab
dalam skripsi.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Sistematika Penulisan Skripsi
BAB II TINJAUAN TEORETIS TENTANG PENCAK SILAT GAYA BOJONG
8
B. Aliran-aliran Pencak Silat
1. Aliran Cikalong
2. Aliran Cimande
3. Aliran Sabandar
C. Pencak Silat Gaya Bojong
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
B. Definisi Operasional
C. Teknik Pengumpulan Data
D. Instrumen Penelitian
E. Sumber Data
E. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
F. Tahap-tahap Penelitian
G. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
2. Subjek Penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Berdirinya Paguron Pencak Silat Medalsari
2. Faktor Pendukung Keberadaan Pencak Silat gaya
Bojong
3. Proses Pembelajaran Pencak Silat Gaya Bojong di
Paguron Medalsari
B. Pembahasan
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh data sesuai
dengan permaslahan yang akan diteliti. Arikunto dalam bukunya Prosedur
Penelitian (1997:150) mengemukakan bahwa “yang dimaksud dengan metode
adalah cara yang dipergunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data
penelitiannya”.
Dalam kegiatan suatu penelitian, metode memegang peranan yang
sangat penting. Berdasarkan judul yang akan dibahas dalam penelitian ini,
maka metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan
pendekatan kualitatif dimana metode ini lebih menekankan pada deskripsi
alami yang menuntut peneliti untuk terlibat langsung di lokasi penelitian yang
tidak terbatas hanya pada pengumpulan data saja, akan tetapi juga melakukan
analisis secara mendalam yang lebih menekankan pada pemecahan masalah
yang terjadi secara aktual. Faizal (1982:119) mendefinisikan metode
deskriptif sebagai berikut:
Metode deskriptif berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasi yang ada, ia bisa mengkondisi atau menghubungkan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung, akibat yang terjadi atau kecenderungan yang tengah berkembang. Metode deskriptif berkenaan dengan masa kini.
Sedangkan menurut Moh. Najir (2011: 54) mengatakan bahwa:
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.
Lebih lanjut Surakhmad (1982: 61) mengungkap ciri-ciri metode
26
1. Merumuskan, memusatkan diri pada pemecahan masalah yang terjadi pada
masa sekarang, pada masa aktual.
2. Data dikumpulkan, mula-mula disusun kemudian dijelaskan.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan
metode analisis deskriptif selain ditujukan untuk mengetahui gejala-gejala
yang terjadi di masyarakat sekarang, juga untuk mencapai tujuan penelitian
berupa deskriptif atau gambaran dari masalah yang diteliti.
B. Definisi Operasional
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menghindari terjadinya
kesalapahaman, maka peneliti memberikan definisi operasional sebagai
berikut :
1. Pencak silat adalah pelajaran atau penerapan ilmu sebagai latihan beladiri
untuk mempertahankan diri dari serangan alam atau manusia. Hal tersebut
dipertegas menurut pendapat Yuliawan Kasmahidayat dan Isus Sumiaty,
dkk (2008:3).
2. Berkaitan dengan gaya atau aliran, IPSI maupun PERSILAT
mendefinisikannya sebagai corak atau gaya yang khas ada pada pencak
silat suatu daerah, dengan kata lain aliran pencak silat adalah ciri khas
kental yang ada pada pencak silat lokal daerah tertentu bisa diterjemahkan
juga sebagai bentuk keilmuannya.
3. Paguron atau perguruan Pencak Silat adalah lembaga pendidikan atau
tempat berguru Pencak Silat. Berguru mempunyai konotasi belajar secara
intensif yang prosesnya diikuti, dibimbing dan diawasi secara langsung
dan tuntas oleh sang guru, sehingga orang yang berguru diketahui dengan
jelas perkembangan kemampuannya, terutama pengendalian diri maupun
budi pekertinya.
4. Menurut H. Uus berpendapat MESA mengandung arti medal sari yang
27
Paguron Persilat MEDALSARI yaitu huruf „Mim dan Sin‟, yang
menggunakan lambang Segi Lima yang di dalamnya terkandung unsur Tri
Sula, Padi, Kapas, Pusaka Pajajaran Kujang dan Ring Cincin. Dengan
demikian, Medalsari yaitu menyebarkan siar agama islam (wawancara
tanggal13 Februari 2012).
C. Teknik Pengumpulan Data
Data adalah keterangan-keterangan tentang suatu hal yang dapat
diketahui dan dianggap benar oleh peneliti di lapangan. Adapun teknik
pengumpulan data yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Observasi
Observasi bertujuan untuk mengadakan pengamatan secara objektif
tentang topik yang diteliti yaitu Pencak Silat Gaya Bojong Pada Paguron
Medalsari Desa Bojong Kecamatan Karang Tengah Di Kabupaten Cianjur,
kegiatan observasi ini dilakukan dengan studi pendahuluan dan melalui teknik
ini peneliti dapat melihat, mengenal dan mengidentifikasi masalah yang
diteliti.
Menurut Moh. Nazir (2001: 174) bahwa:
“Pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk
keperluan tersebut”.
Sedangkan Menurut Nasution (1987: 140) bahwa:
“Suatu alat pengumpulan data untuk informasi tentang kelakuan
manusia seperti terjadi dalam kenyataan mengadakan observasi menurut kenyataan, melukiskannya dengan kata-kata secara cermat dan tepat apa yang diamati, mencatatnya dan kemudian mengolahnya dalam rangka
masalah yang diteliti secara ilmiah dan sistematis”.
Peneliti melakukan observasi langsung ke lokasi penelitian yaitu
28
rumusan masalah. Kajian yang membantu untuk membedah Pencak Silat
Gaya Bojong pada Paguron Medalsari dimulai dari latar belakang pendirian,
faktor pendukung keberadaan pencak silat gaya bojong dan proses
pembelajaran pencak silat di paguron medalsari, sehingga dapat diketahui dan
dianalisis semua kegiatan yang berkaitan dengan eksistensi kehadirannya.
2. Wawancara
Wawancara adalah semacam dialog atau tanya jawab antara
pewawancara dengan responden dengan tujuan memperoleh
jawaban-jawaban yang dikehendaki. Wawancara ini dilakukan langsung dengan orang
yang dianggap menguasai dan mengetahui objek yang akan diteliti. Pedoman
wawancara terbagi menjadi dua, yaitu pedoman wawancara terstruktur dan
pedoman wawancara tidak terstruktur. Adapun pedoman wawancara yang
dilakukan peneliti adalah pedoman wawancara berstruktur, yang
mengarahkan segala pertanyaan kepada hal-hal berkenaan dengan judul yang
diangkat oleh peneliti.
Menurut Sutrisno Hadi dalam bukunya Memahami Penelitian Kualitatif
(1986: 141) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh
peneliti dalam menggunakan metode interviu adalah sebagai berikut:
1. Bahwa subjek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya
sendiri.
2. Bahwa apa yang ditanyakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan
dapat dipercaya.
3. Bahwa interpretasi subjek tentang pertanyaan yang diajukan peneliti
kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.
Adapun beberapa orang yang dijadikan narasumber dalam wawancara
ini diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama,Pendiri padepokan Pencak Silat Medalsari, dari narasumber ini
29
Kedua, Pelatih Pencak Silat di paguron Medalsari, dari narasumber ini
peneliti menganalisis tentang proses pembelajaran pencak silat gaya bojong di
paguron Medalsari.
Ketiga, Siswa atau Peserta didik di paguron Medalsari, dari narasumber
ini di dapatkan tentang komentar-komentar peserta didik mengenai pencak
silat di paguron Medalsari.
Dengan melakukan wawancara, maka peneliti dapat mengetahui
berbagai penjelasan-penjelasan mengenai latar belakang bedirinya Paguron
Medalsari, faktor-faktor pendukung keberadaan pencak silat gaya bojong,
proses pembelajaran di Paguron Medalsari serta hal-hal lainnya yang
bersangkutan dengan pencak silat bojong.
3. Studi Pustaka
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber-sumber
tertulis seperti buku-buku, makalah, skripsi, internet maupun hasil laporan.
Untuk memperoleh buku sumber, peneliti mengunjungi perpustakaan
yang ada di Bandung, misalnya di perpustakaan Universitas Pendidikan
Indonesia, perpustakaan STSI Bandung.
Adapun buku-buku yang paling mendominasi dan menjadi rujukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pertama, karya O‟ong Maryono yang berjudul “Pencak Silat Merentang Waktu” (2000). Dalam buku ini dipaparkan berbagai penjelasan Pencak Silat mulai dari aspek kesejarahan, pengertian, perkembangan. Buku
ini sangat bermanfaat dan bermakna karena mengungkap fenomena-fenomena
yang dapat dijadikan rujukan dalam penelitian ini.
Kedua, karya Yuliawan Kasmahidayat dan Isus Sumiaty yang berjudul “Ibing Pencak Sebagai Materi Pembelajaran” (2008). Dalam buku ini dipaparkan tentang ruang lingkup Pencak silat, gerak dasar ibing pencak,
30
Ketiga, karyaSoya Arliani yang berupa skripsi dengan judul “Ibing
Pencak Gaya Cikalong Pada Paguron Benteng Ksatria Di Kabupaten Cianjur” (2004). Dalam skripsi ini hal yang paling menonjol adalah pemaparan mengenai aliran Pencak Silat gaya Cikalongan, sehingga menjadi
referensi dalam pengungkapan data dan penyusunan penelitian ini.
Keempat, karya Jellina Septriani yang berupa skripsi dengan judul “Perbandingan Ibing Penca Gaya Cikalong Paguron Benteng Ksatria di Daerah Cianjur dengan Paguron Cahya Gumelar di Daerah Purwakarta” (2011). Dalam skripsi ini hal yang paling menonjol adalah pemaparan
mengenai sejarah Pencak Silat, sehingga menjadi referensi dalam
pengungkapan data dalam penelitian ini.
Buku-buku tersebut di atas, menjadi sumber pustaka rujukan yang
paling berpengaruh dalam pengumpulan data di lapangan.
4. Studi Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, foto, rekaman video, dan rekaman
audio.
Informasi yang diperoleh tersebut disimpan ke dalam bentuk rekaman,
audio visual dan foto, dengan cara mengambil gambar dan merekam dari
keseluruhan gerak-gerak Pencak Silat, rias, busana maupun musik
pengiringnya.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menurut Arikunto dalam bukunya prosedur
penelitian (2010: 192) adalah “alat pada waktu penelitian menggunakan
sesuatu metode”. Jadi instrumen penelitian adalah alat yang digunakan dalam
melakukan pengukuran, dalam hal ini alat untuk mengumpulkan data pada
31
Untuk memperoleh data dalam teknik penelitian atau instrumen yaitu
sebagai berikut:
1. Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengamati suatu kegiatan. Observasi dilakukan untuk mengamati proses
latihan, cara belajar mengajar di Paguron Medalsari dalam proses
pembelajaran Pencak Silat Bojong. Observasi yang dilakukan oleh peneliti
yaitu observasi langsung, yaitu pengamatan yang dilakukan langsung
terhadap proses yang terjadi di lapangan.
2. Wawancara adalah teknik pengumupulan data dengan cara tanya jawab
atau dengan cara mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara
kepada narasumber. Teknik wawancara ini dilakukan dengan pimpinan
Paguron serta narasumber lainnya seperti pelatih dan peserta didik di
Paguron Medalsari. Peneliti mengadakan pengujian terhadap instrumen
yaitu dengan mengadakan wawancara beberapa kali. Sehingga peneliti
merasa puas dengan jawaban yang telah didapat. (Pedoman wawancara
dapat dilihat pada lampiran)
3. Dokumentasi yang dilakukan dengan menggunakan kamera foto,
handycam, hanphonedan tape recorderyaitu untuk merekam seluruh
kegiatan dalam proses penelitian.
4. Studi literatur adalah suatu teknik pengumpulan data yang diperoleh
melalui buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian sebagai
sumber landasan dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan
objek yang sedang diteliti.
E. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini terdiri atas data primer dan sekunder.
Data primer bersumber dari informan yang berkaitan dengan hal-hal yang
ingin diteliti oleh peneliti yakni tentang Pencak Silat Gaya Bojong.
Sedangkan data sekunder bersumber dari hasil analisis dokumen, arsip,
32
sumber data yang dipergunakan oleh peneliti adalah sumber data primer
dan sekunder.
Narasumber dalam penelitian ini adalah Bapak H.Uus sebagai pendiri
Paguron Medalsari dan Bapak Edo selaku pelatih Pencak Silat Gaya
Bojong. Selain itu, data penelitian ini diperoleh dari narasumber
pendukung yang dianggap mampu memberikan data yang dibutuhkan.
F. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan
dokumentasi dikumpulkan, selanjutnya dianalisa berdasarkan metode
deskriptif analisis. Kemudian diuraikan secara sistematik untuk dijadikan
sebagai bahan laporan. Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk
menyesuaikan dengan sifat dan kenyataan, masalah serta tujuan dalam
penelitian. Hal ini dilakukan dengan mengharapkan dapat menjawab masalah
yang ada dalam penelitian, yaitu untuk mengetahui objek yang diteliti.
Langkah-langkah pengolahan data:
1. Menyusun data sesuai dengan permasalahan
Dari hasil wawancara yang diperoleh dari beberapa sumber, kemudian
data dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Misalnya data mengenai
sejarah berdirinya paguron, perkembangan Pencak Silat Jawa Barat, gaya atau
aliran pencak silat.
2. Menyesuaikan data yang didapat di lapangan dengan sumber-sumber
tertulis yang diperoleh dari nara sumber
Setelah data dikelompokkan ke dalam beberapa kategori kemudian
peneliti menyesuaikan dengan sumber-sumber tertulis. Misalnya mengenai
Perkembangan Pencak Silat Jawa Barat yang diperoleh dari nara sumber
kemudian disesuaikan dengan buku yang berkenaan dengan masalah tersebut.
3. Menganalisis data
Setelah data disesuaikan dengan sumber tertulis maka data tersebut
33
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Proses analisis dilakukan peneliti
dengan cara melihat, memahami, dan mengkaji.
4. Menarik kesimpulan dari data yang telah tersususn
Setelah data diperoleh dan dianalisis, maka dapat ditarik kesimpulan
untuk lebih memperjelas dari penelitian ini.
Adapun langkah-langkah yang diambil dalam menganalisis data di
antaranya:
1. Reduksi Data
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting. Sehingga data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data berikutnya.
2. Penyajian Data
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dll. Dalam penyajian
data dilakukan dengan teknik triangulasi. Triangulasi merupakan gabungan
atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang
saling berkaitan. Hal ini dipertegas oleh Sugiyono (2010: 330) yang
menyebutkan bahwa triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data
yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data atau
sumber data yang telah ada. Peneliti melakukan pengumpulan data dengan
triangulasi, maka peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji
kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data.
Terkait dengan penelitian yang dilakukan, penelitian ini secara garis
besar teknik yang digunakan untuk validasi data adalah triangulasi.
Triangulasi dalam penelitian ini adalah data yang telah terkumpul dari
berbagai metode akan divalidasi oleh beberapa pakar, dalam hal ini pakar
34
3. Kesimpulan
Penarikan kesimpulan berdasarkan analisis dari data yang sudah ada.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif harus dapat menjawab rumusan
masalah yang dirumuskan sejak awal. Adapun data yang dianalisis dan
disimpulkan diantaranya:
a. Mengetahui dan Mendeskripsikan latar belakang berdirinya Paguron
Medalsari di Kabupaten Cianjur.
b. Mendeskripsikan faktor-faktor pendukung keberadaan Pencak Silat gaya
Bojong pada Paguron Medalsari.
c. Mengetahui dan mendeskripsikan proses pembelajaran Pencak Silat gaya
Bojong di Paguron Medalsari Desa Bojong Kecamatan Karang Tengah
Kabupaten Cianjur.
G. Langkah-langkah Penelitian
Prosedur penelitian adalah langkag-langkah atau urutan-urutan yang
harus dilalui atau dikerjakan dalam suatu penelitian. Secara garis besar,
prosedur penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu:
1. Tahap perencanaan penelitian, dimana sebuah penelitian dipersiapkan.
Pada tahap ini, semua hal-hal yang berhubungan dengan penelitian
dipersiapkan atau diadakan, seperti pengajuan judul, perumusan masalah,
pembuatan proposal dan pembuatan surat ijin penelitian.
2. Tahap pelaksanaan penelitian, dimana sebuah penelitian sudah
dilaksanakan atau dilakukan dengan cara observasi. Pada tahap ini,
pengumpulan data atau informasi, analisis data dan penarikan kesimpulan
telah dilakukan, kemudian peneliti melakukan bimbingan untuk
mendapatkan hasil laporan yang relevan.
3. Tahap penulisan laporan penelitian, yang merupakan tahap terakhir dari
penelitian. Dalam tahap ini telah selesai dilaksanakan dan hasil dari
35
H. Lokasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah Paguron Medalsari Desa Bojong
Kecamatan Karang Tengan di Kabupaten Cianjur. Alasan pemilihan lokasi
tersebut berkenaan dengan rumusan masalah yang diteliti dan berpusat pada
Paguron Medalsari di Kabupaten Cianjur sebagai Paguron yang konsisten
mendalami dan mempelajari Pencak Silat gaya Bojong.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini diambil dari sekelompok objek dari populasi
penelitian. Pernyataan di atas dipertegas olehMeleong (2006:134).
Secara spesifik, subjek penelitian adalah informan. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi, lokasi atau tempat penelitian.
Subjek dalam penelitian ini adalah Pencak Silat gaya Bojong Pada
Paguron Medalsari Desa Bojong Kecamatan Karang Tengah di Kabupaten
Cianjur, adapun alasan peneliti mengambil subjek ini dikarenakan Pencak Silat
tersebut merupakan gaya Bojong yang terus dipelajari dan dipertunjukan di
berbagai acara atau kegiatan lainnya. Dalam segi geraknya Pencak Silat
Bojong ini memiliki kekhasan tersendiri, sehingga peneliti sangat tertarik untuk
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pencak Silat gaya Bojong merupakan salah satu pencak silat yang
masih dipelajari di Paguron Medalsari saja, dengan proses pembelajarannya
hampir sama dengan proses pembelajaran di tingkat sekolah formal mulai
dari tahapan pelaksanaan sampai dengan tahapan evaluasi. Proses
pembelajaran di Paguron Medalsari meliputi beberapa tahapan-tahapan yakni:
1) Tahap Musyawarah; 2) Tahap Olah Tubuh (pernafasan, gerak kepala,
gerak tangan); 3) Proses Latihan Pencak Silat gaya Bojong; 4) Tahap
Evaluasi. Dengan materi latihan Pencak Silat gaya Bojong adalah “Jurus Lima” yaitu patuh terhadap aturan-aturan yang terkandung pada rukun islam, maka ada 5 hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) Jurus 1, Pandangan lurus
ke depan, berarti kita harus mempunyai tujuan kemasa depan.; (2) Jurus
2,Pandangan kepala menengadah ke atas, berarti kita harus tahu betapa
agungnya kekuasaan Tuhan yang menciptakan alam semesta.; (3) Jurus
3,Pandangan kepala menunduk ke bawah, kita menghormati harus sadar dan
memohon ampun apa yang telah kita perbuat.; (4) Jurus 4,Memalingkan
kepala ke kiri dan ke kanan, berarti hidup kita harus selalu dijalan yang benar
karena amal dan perbuatan kita yang baik dan jelek ditulis oleh malaikat
Allah.; (5) Jurus 5,Melebarkan dada dengan kedua tangan terbuka, berarti kita
harus berjiwa sportif, berjiwa luhur dan berjiwa ksatria untuk menerima apa
yang dikoreksi oleh orang lain; (6) Jurus Keplos/ Jurus Penuntung, Kita harus
menyadari dan mengetahui kemana kita pulang, tidak ada ilmu penutup maka
kita harus berserah diri kepada Tuhan yaitu Allah.Fungsi dari Pencak Silat
gaya Bojong ini merupakan kepentingan aspek bela diri.
Alasan pemilihan Pencak Silat gaya Bojong yang dipelajari di Paguron
Medalsari adalah keinginan untuk melestarikan warisan budaya turun
62
paguron Medalsari yang materinya lebih mengarahkan terhadap perubahan
perilaku seseorang, sehingga dalam dimensi ruang dan waktu akan senantiasa
berupaya untuk melestarikan dan mengembangkan sesuai dengan kemampuan
serta panggilan sebagai pesilat sejati.
B. SARAN
Berdasarkan kepada temuan-temuan yang didapat peneliti temukan
dalam penelitian ini, Pencak Silat Gaya Bojong di Paguron Pencak Silat
Medalsari sebagai hasil pewarisan leluhur, dan memupuk nilai-nilai
kehidupan yang terkandung didalamnya, maka terdapat beberapa hal yang
ingin peneliti implikasi atau menyarankan, yaitu sebagai berikut:
1. Bagi Paguron Medalsari
Paguron Pencak Silat Medalsari “MESA” merupakan wadah
pelestarian Pencak Silat dari hasil pewarisan leluhur, hendaknya terus
mempertahankan keaslian Pencak Silat gaya Bojong dengan jurus-jurus
didalamnya serta eksistensinya, sehingga dapat menjadi kebanggaan
masyarakat Cianjur tentunya oleh masyarakat luas.
2. Bagi Lembaga
Untuk Jurusan Pendidikan Seni Tari harus lebih mengembangkan
pengenalan tarian yang ada di Indonesia, sehingga mahasiswa dalam terjun ke
lapangan mendapatkan bekal yang cukup.
3. Bagi Masyarakat Luas
Masyarakat harus lebih mencintai budaya kesenian bangsa sendiri
khususnya kesenian tradisional Jawa Barat.
4. Bagi Peneliti Lapangan
Diharapkan bagi mereka yang ingin meneliti lebih dalam lagi mengenai
Pencak Silat Gaya Bojong Pada Paguron Medalsari Desa Bojong Kecamatan
63
berdirinya Paguron Medalsari, faktor pendukung keberadaan pencak silat
gaya bojong, dan proses pembelajaran pencak silat gaya bojong pada paguron
Medalsari.
5. Bagi Pemerintah
Perlu adanya dukungan dari unsur pemerintah berupa bantuan dana
maupun bantuan kemudahan lainnya termasuk dorongan dan motivasi agar
proses aktivitas paguron-paguron yang ada di Kabupaten Cianjur dapat terus
64
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Arliani, Soya. (2009). “Ibing Pencak Gaya Cikalong Pada Paguron Benteng Ksatria Di Kabupaten Cianjur”. Skripsi Sarjana pada FPBS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Basrowi. Dkk. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Caturwati, Endang. (2007). Tari Di Tatar Sunda. Bandung: Sunan Ambu Press.
Fitriawan, Akbar. (2011). Pencak Silat Paguron Paledang Putra Malih Warna. Makalah pada Mata Kuliah Pencak Silat di UNSUR Cianjur.
Kasmahidayat, Yuliawan dan Isus Sumiaty. (2008). Ibing Pencak Sebagai Materi Pembelajaran. Bandung: CV. Bintang Warli Artika.
Kurniawati, Iis. (2005). “Pengembangan Jurus Pada Ibing Pencak Silat oleh Ibu Eem di Paguron Geras Putra Domas Bandung”. Skripsi Sarjana pada FPBS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Lala, Andi. (2011). Penelitian Paguron Pencak Silat Pancer Bumi Cikalong. Makalah pada Mata Kuliah Pencak Silat di UNSUR Cianjur.
Meleong, L. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Maryono, O’ong. (2000). Pencak Silat Merentang Waktu. Yogyakarta: Galang
Press.
Nazir, M. (2011). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.
Patriasena, E. Fitri. Et al. (2000). R. Tjetje Somantri Tokoh Pembaharu Tari Sunda. Yogyakarta: Tarawang.
Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
65
Sopandi, A. Dkk. (1992). Proyek Pelestarian dan Pengembangan Kesenian Tradisional Betawi. Jakarta: Dinas Kebudayaan.
Septiani, Jellina. (2007). “Perbandingan Ibing Penca Gaya Cikalong Paguron Benteng Ksatria di Daerah Cianjur dengan Paguron Cahya Gumelar di Daerah Purwakarta”. Skripsi Sarjana pada FPBS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Setiawan, Tedhy. (2009). Tepak Saroja Dalam Ibing Jurus Penca Gaya Cikalong Di Paguron Paledang Putra Desa Sukagalih Kecamatan Cikalongkulon Kabupaten Cianjur. Skripsi Sarjana STSI. Bandung: tidak diterbitkan.
Sumber Lain:
http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2009/08/22/804/pencak-silat-seni-bela-diri-asli-melayu/
http://silat.blogsome.com/2006/03/23/riwayat-singkat-pencak-silat-cikalong/trackback/
http://wisbenbae.blogspot.com/2011/04/asal-mula-seni-bela-diri-pencak-silat.html