ix DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN………. LEMBAR PERNYATAAN………. ABSTRAK………..……….. KATA PENGANTAR………...………..………. UCAPAN TERIMA KASIH…………...………..………... DAFTAR ISI………....………. BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakangMasalah ………... B. FokusKajiandanPertanyaanPenelitian………... C. TujuanPenelitian……….. D. ManfaatPenelitian……… E. DefinisiOperasionalVariabel ………...……… F. Metode Penelitian………. BAB II INKLUSIVITAS KELAS DAN HASIL BELAJAR
PESERTA DIDIK BERKESULITAN BELAJAR DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
A.Hakekat Pembelajaran ……….... B.Pembelajaran KooperatifdalamSetingInklusif…………..
C. Inklusivitas danHasil Belajar ………. D.PengertiandanPelayananPesertaDidikBerkesulitan
Belajar ………. BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian ………... B. Tekhnik Pengumpulan Data ………...……...… C. Lokasi, Subjek dan Waktu Penelitian ……….. D. Prosedur Penelitian………. E. Analisis Data……….. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kelas Penelitian………... B.HasilPenelitian………...…
C. Pembahasan ……….. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1 BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Perkembangan pendidikan di Indonesia merupakan perjalan panjang dari waktu ke waktu sebagai upaya pemerintah memperbaiki mutu pendidikan dalam sistem pendidikan nasional. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olah hati, olah pikir, olah rasa dan olah raga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global.
Salah satu upaya pemerintah dalam memperbaiki mutu pendidikan adalah pertama-tama mengamandemen Undang-Undang Dasar tahun1945 pasal 31 tentang pendidikan, yang memperjelas dalam perluasan dan pemerataan kesempatan pendidikan, dengan kewajiban rakyat mengikuti pendidikan dasar dan kewajiban pemerintah untuk membiayainya dalam program wajib belajar 9 tahun. Selanjutnya menyusun pedoman kebijakan pemecahan masalah pendidikan, sebagai dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, yang dituangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003.
2
pendidikan antara lain perubahan paradigma pengajaran menjadi paradigma pembelajaran. Istilah pengajaran akan tampak peranan dominan guru sebagai pengajar, sedangkan pembelajaran menunjuk peranan peserta didik aktif sekaligus mengoreksi peranan dominan guru, pembelajaran akan mengarah pada student centretidak lagi pada teacher centre.
Sejalan dengan perubahan paradigma pendidikan dan merealisasikan dalam rangka mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun bagi semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus, yaitu dengan mengimplementasikan salah satu inovasi dalam dunia pendidikan diantaranya adalah pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif merupakan perkembangan terkini dan menjadi tren dunia dalam pembelajaran terutama bagi ABK (anak berkebutuhan khusus). Secara formal, pendidikan inklusif ditegaskan dalam pernyataan Salamanca 1994 di Spanyol, yang telah menjadi tekad bangsa-bangsa di dunia untuk diwujudkan, termasuk Indonesia.
Dalam konteks Indonesia, secara filosofi semboyan Bhineka Tunggal Ika, yang menghargai keberagaman dan kebersamaan merupakan faktor pendorong bangsa untuk mewujudkan pendidikan inklusif.
dari itu sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.
Pendidikan inklusif juga merujuk pada upaya memenuhi kebutuhan pendidikan untuk semua peserta didik karena pada kenyataannya masih banyak yang belum memperoleh kesempatan pendidikan atau belum mendapatkan akses pendidikan. Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan pendidikan untuk semua (education for all) yang di deklarasikan di Jomtien Thailand tahun 1990 bukan slogan belaka dan betul-betul ditargetkan bagi semua anak tanpa terkecuali. Artinya pendidikan itu seyogyanya benar-benar dapat mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intektual, sosial, emosional, linguistik dan kondisi lainya.
Untuk mengakomodir semua perbedaan peserta didik di tingkat sekolah menuntut berbagai persiapan yang harus dilakukan. Nilai penting dalam melaksanakanmnya adalah ditumbuhkembangkannya sikap positif dan menghargai serta menerima adanya perbedaan individu dari peserta didik. Sebagaimana digaungkan dalam pernyataan Salamanca. Sekolah dengan orientasi inklusi merupakan alat yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah , membangun masyarakat yang inklusif dan mencapai pendidikan untuk semua (UNESCO 1994).
4
persekolahanya yaitu sekolah yang menampung semua peserta didik di kelas yang sama, menyediakan program pendidikan yang layak, menantang tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh guru agar anak-anak berhasil
Keberagaaman yang hadir dalam kelas merupakan fenomena yang memunculkan permasalahan yang tidak sederhana sebagai akibat dari implikasi perubahan layanan dalam keberagaman yang memberikan tantangan dalam pengelolaan kelas.
Hal ini bertujuan untuk menjadikan pendidikan sebagai sebuah wahana sosialisasi bagi peserta didik berkebutuhan khusus untuk dapat hidup secara wajar dan mendapatkan perlakukan yang sama dengan peserta didik lainnya, namun pada sisi lain juga merupakan sebuah resiko bila keberadaan anak berkebutuhan khusus dalam kelas reguler hanya dipandang sebagai pelengkap memenuhi tuntukan regulasi dalam rangka kewajiban menerimaan ABK (anak berkebutuhan khusus) di sekolah reguler, akan tetapi kebutuhankhusus individual peserta didik tidak terlayani secara maksimal, betapa tidak beruntungnya mereka berada dalam lingkungan yang tidak memberikan ruang untuk berkembang secara optimal.
Adapun sekolah inklusif adalah sekolah yang memenuhi kebutuhan individual peserta didik dan mendapatkan perlakukan yang sama dengan peserta didik lainnya. Berikut adalah bagaimana sekolah inklusif dibangun menurut Skjorten (2003 :191 ) :
menjadi titik awal dan perhatian utama guru. Dalam pendidikan yang disesuaikan, titik awalnya haruslah kebutuhan belajar individual siswa yang terkait dengan isi dan faktor-faktor lain dalam seting belajar mengajar.
Guru sebagai satu satunya orang yang bertanggung jawab dalam kehidupan kelas. Tugas guru tidak hanya sebagai penyampai informasi tetapi bertanggung jawab menciptakan kelas yang nyaman kondusif untuk semua peserta didik belajar namun pada kenyataannya terdapat peserta didik dengan berbagai hambatan dan kemampuan, mereka harus mendapatkan haknya yang sama untuk berkembang secara optimal dalam suasana yang nyaman.
Guru yang mengajar di kelas inklusi dituntut untuk melakukan berbagai adaptasi yang disesuaikan dengan kebutuhan individual peserta didik. Sebagaimana yang disampaikan oleh Jonhsen (2003:288) yaitu “prinsip pendidikan yang disesuaikan dalam sekolah inklusif menyebabkan adanya tuntutan yang besar terhadap guru reguler maupun pendidikan khusus. Ini menuntut pergeseran besar dari tradisi mengajar materi yang sama kepada semua peserta didik di kelas menjadi mengajar setiap anak sesuai dengan kebutuhan individualnya...” Sehingga guru harus mempertimbangkan kebutuhan individu dalam setiap perencanaan pembelajaran, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan evaluasi yang dilaksanakan di kelas inklusif.
6
mencurahkan pengetahuan (dijejali), prestasinya adalah sejumlah hapalan, penilaian oleh guru masih bersifat menyeleksi dan meranking kuantitas hapalan. Pembelajaran masih dominan berpola teacher-centered learning.
Hasil pra penelitian tersebut telah dibuktikan olehJuang Sunanto dkk(2009) dalam penelitiannya melaporkan bahwa implementasi pelaksanaan pendidikan inklusif di Sekolah Dasar se-kota Bandung diperoleh indeks inklusivitas dalam pembelajaran yaitu rata-rata 38,58 dari indeks maksimal 54, hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai inklusif masih belum optimal. Perolehan indeks tertinggi dipengaruhi oleh banyaknya guru yang turut mengajar dan pelatihan guru tentang penanganan ABK. Indeks inklusi merupakan gambaran sejauh mana proses pembelajaran di kelas menunjukkan derajat inklusivitas.
Berangkat dari pemahaman di atas, sudah saatnya pihak sekolah dan guru-guru di sekolah inklusif merubah pembelajaran yang berpusat/berpihak kepada pengembangan peserta didik (students active learning). Guru hanya sebagai fasilitator, motivator, peserta didik didorong untuk bekerja sama, peserta didik dijadikan sumber belajar oleh guru ataupun teman sehingga kelas menjadi “hidup” menyenangkan, dan interaktif dimana peserta didik sebagai pelaku proses pengalaman mengambil keputusan, memecahkan masalah, menganalisis dan mengevaluasi. Evaluasi bersifat refleksi dan berperan memperbaiki proses untuk meningkatkan prestasi.
kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin baik apabila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok belajar kecil yang terstruktur dengan baik. Pembelajarankooperatif dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (akademic skill), sekaligus keterampilan sosial (sosial skill) termasuk interpersonal skill.
Cooperative learning merupakan pembelajaran yang membantu peserta didik dalam kelompoknya untuk dapat mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja diantara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas dan perolehan belajar (Solihatin, 2009: 5).
Dalam belajar cooperative learningterdiri dari kelompok- kelompok kecil yang heterogen yang terdiri dari kemampuan tinggi, sedang dan rendah untuk setiap kelompoknya. Dalam menyelesaikan tugas, anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami bahan pembelajaran. Dengan demikian belajar belum selesai jika salah satu teman belum menguasai bahan pembelajaran.
Dengan menerapkan cooperative learning, suatu hari kelak akan menuai buah persahabatan dan perdamaian. Karena dalam cooperative learningpeserta didik dipandang sebagai mahluk sosial (homo homini sosious), bukan homo homini lupus (manusia adalah srigala bagi sesamanya). Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagikelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak akan ada individu, keluarga,organisasi, atau sekolah.
8
suasana demokrasi dalam kelas. Di samping itu, penggunaan kelompok kecil mendorong peserta didik lebih bergairah dan termotivasi dalam mempelajari IPS.
Diperkuat lagi hasil penelitian yang dilakukan oleh E. Solihatin untuk mata kuliah IPS menemukan bahwa penggunaan model cooperative learning sangat mendorong peningkatan prestasi mahasiswa 20%, dan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk belajar mandiri.
Salah satu jenis pembelajaran kooperatif adalah tipe STAD (Student Team Achievment Divisions) yang dikembangkan Slavin 1995. STAD merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan yang paling baik untuk pemula bagi guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif (Slavin: 2008). Dalam penjabarannya STAD memiliki 5 komponen yaitu1) presentasi kelas, 2) pembentukan tim, 3) Kuis, 4) skor kemajuan individu, 5) pengakuan tim.
mampu menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam melakoni kehidupan masyarakat.
Berdasarkan paparan di atas penulis merasa tertarik untuk mencoba menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas inklusif pada mata pelajaran IPS. Hal ini sejalan dengan falsafah pembelajaran kooperatif yaitu 1). Manusia sebagai mahluk sosial, 2) Gotong royong, 3) Kerjasama, merupakan kebutuhan penting bagi kehidupan manusia. Dengan harapan terjadinya perubahan pembelajaran yang mengaktifkan seluruh peserta didik dan bekerja sama secara efektif dan menyenangkan di kelas inklusif tersebut. Belajar secara kelompok dalam model pembelajaran ini merupakan miniatur masyarakat yang diterapkan dalam kehidupan di kelas yang akan melatih peserta didik untuk mengembangkan dan melatih mereka menjadi anggota masyarakat yang baik.
Penelitian ini dibatasi pada kelas IV dengan asumsi bahwa perkembangan anak pada tahap ini yaitu berada pada tahap masa akhir usia sekolah (10-12 tahun) sudah memilki kemampuan untuk mengontrol dirinya, berempati dan merefleksi diri terhadap perilaku dan interaksinya. Mereka sudah dapat diajak berdiskusi dan bersikap lebih kooperatif (Munawir Yusuf,2005:31).
B. Fokus Kajian dan Pertanyaan Penelitian
10
1.Bagaimanakah inklusivitas kelas pada pembelajaran IPSdenganditerapkannya pembelajaran kooperatif tipe STAD?
2. Bagaimanakah hasil belajar peserta didik berkesulitan belajar pada pembelajaran IPS denganditerapkannyapembelajaran kooperatif tipe STAD?
C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang akan diungkap,secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD(Studen Teams-Achievement Divisions) dalam meningkatkan kualitas pembelajaran IPS di sekolahpenyelenggara pendidikan inklusif.
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mendeskripsikaninklusivitas kelas pada mata pelajaran IPSdenganmenggunakanpembelajaran kooperatif tipe STAD yang dikembangkan dari indeks inklusiAinscow 2006.
2. Mendeskripsikan hasil belajar peserta didik berkesulitan belajar pada mata pelajaran IPSdenganmenggunakanpembelajaran kooperatif tipe STAD .
D.Manfaat Penelitian
masalah secara kelompok, sehingga diharapkan peserta didik di kelas tersebut dapat mengembangkan sosial skills, khususnya dalam aspek kerjasama, toleransi, inisiatif, komunikasi dan nilai-nilaidemokratis. Sedangkan dari segi konten dapat meningkatkan hasil belajar.
2. Bagi penulis berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pembelajaran IPS bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusif
E. Definisi OperasionalVariabel
Untuk menggambarkan secara lebih operasional variabel dalam penelitian ini, maka dikemukakan definisi operasional variabel penelitian tersebut yaitu pembelajaran kooperatif tipe STAD,inklusivitas kelas, hasil belajar dan peserta didik berkesulitan belajar.
12
Inklusivitas kelas menunjukkan suatu keadaan keterlaksanaan nilai-nilai pendidikan inklusif dari suatu pembelajaran di kelas. Dalam hal ini inklusivitas ditunjukkan pada proses pembelajaran IPS pada kelas IV di sekolah penyelenggara sekolah inklusif. Keterlaksanaan inklusivitas pembelajaran diperoleh dari data kuantitas indeks inklusi pada aspek mengembangkan praktek inklusi mencakup memvariasikan pembelajaran dan memobilisasi/menggunakan sumber-sumber, yang diadaptasi dari hasil pengembangan Tony Booth, Mel Ainscow dan Denise Kingston (2006).
Hasil belajar adalah kemampuan akademik, sikap dan keterampilan yang diperoleh peserta didik setelah menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari yang mana hasil belajar tersebut dipengaruhi oleh kemampuan personal (internal) dan faktor lingkungan peserta didik.
F. Metode Penelitian
49 BAB III
METODE PENELITIAN
Bab
inimembahasmetodepenelitiantentangbagaimanapenerapanpembelajaran
kooperatif tipe Studen Teams-Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik berkesulitan belajar di kelas inklusif.
Penggunaanmetodepenelitianperludirancangdengantepat agar kegiatanpenelitiandapatmemberikanjawaban yang ditelititerhadappertanyaan-pertanyaanpenelitian.Adapunbahasanpadababinimeliputimetodepenelitian,
tehnikpengumpulan data, lokasi, subjek dan waktu penelitian, prosedurpenelitiandananalisis data.
A. Metode Penelitian
Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif tipe Studen Teams-Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar IPS peserta didik berkesulitan belajar di kelas inklusif. Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis menggunakan metode penelitian deskriptif melalui pendekatan kuantitatif.
Penelitiandeskriptif merupakan metode penelitian yang digunakanuntuk menggambarkan suatu kondisi apa adanya, alamiah.
bahwapenelitiandeskriptifditujukanuntukmendeskripsikanataumenggambarkanfen omena-fenomena yang ada, baikfenomena yang bersifatalamiahataupunrekayasamanusia. Penelitianinimengkajibentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan,danperbedaannyadenganfenomena lain.
Penggunaan pendekatan ini disesuaikan dengan tujuan pokok penelitian yaitu mendeskripsikan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Studen Teams-Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan kualitas pembelajaran IPS baik inklusivitas kelas ataupun hasil belajar peserta didik berkesulitan belajar di kelas IV SD X Kota Bandung. Data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif hasil pengamatan dari segi proses dan hasil. Data kuantitatif adalah berupa hasil pengukuran sejauh mana indeks inklusi dan hasil belajar yang diperoleh pada pertemuan pertama, kedua dan ketiga dengan berpedoman pada alat observasi dan alat tes hasil belajar, sedangkan untuk memperkuat dan melengkapi validitas data hasil observasi dan tes hasil belajar dilakukan studi dokumen.
B. Tekhnik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi untuk indeks inklusivitas kelas dan tes hasil belajar peserta didiktanpadan ketikamenggunakanpembelajaran kooperatif tipe STAD.
51
Sedangkan untuk mendapatkan data tentang hasil belajarIPS peserta didik menggunakan teknik tes. Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara atau aturan-aturan yang sudah ditentukan (Arikunto,2007:53). Pengumpulan data dilakukan sebelumpenerapanmaupunketikapelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).
Adapun validasi tes hasil belajar dilakukan dengan validasi isi oleh guru kelas. Validasi isi adalah menguji bahan apa yang dipelajari. Suatu tes dikatakan memiliki validasi isi jika bahan yang diuji atau dites relevan dengan kemampuan, pengetahuan, pelajaran, pengalaman atau latar belakang orang yang diuji (Nasution,2003 : 75).
Data yang terkumpul terdiri dari dua macam yaitu inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik yang didukung dengan studi dokumentasi yang bertujuan untuk menggali informasi data yang tidak terjaring dalam observasi atau tes, sehingga sifat data yang diperoleh bersifat melengkapi data yang sudah ada. Studi dokumen dilakukan terhadap dokumen guru berupa rencana pembelajaran yang dibuat guru, catatan perolehan nilai, catatan-catatan peristiwa yang berkaitan dengan penelitian, catatan hasil asesmen guru, untuk melengkapi data lainnya peneliti menggunakan dokumentasi.
C. Lokasi, Subjekdan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian menunjuk pada pengertian lokasi situasi sosial, yang dicirikan adanya tiga unsur yaitu tempat, pelaku dan kegiatan (Nasution, 1992). Yang dimaksud lokasi penelitian meliputi a) unsur tempat ialah lokasi berlangsungnya penelitian yakni pembelajaran dikelas salah satu Sekolah Dasar penyelenggara pendidikan inklusif di kota Bandung. b). unsur pelaku atausubyekpenelitianadalah seorang guru danseluruhpesertadidikkelas IV berjumlah 30 orang termasuk4 orang peserta didik berkebutuhan khusus kesulitan belajar. c) unsur kegiatan adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas inklusi pada mata pelajaran IPS. Sedangkan penelitian dilaksanaan pada semester genap tahun pelajaran 2010-2011.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menelaah indikator inklusivitas yang diadaptasi dari Tony Booth,Mel
Ainscow dan Denise Kingstone(2006) dalam dimensi bermain dan belajar sebanyak 18 indikator untuk penyelengaraan pembelajaran di sekolah inklusi
53
3. Sebagai penelitian awal, adalah melaksanakan observasi pembelajaran di kelas sebelum guru menerapkanpembelajaran kooperatif STADdengan menggunakanlembar format indeks inklusiyang terdiri 18 indikator yang diadaptasidariTony Booth,Mel Ainscow dan Denise Kingstone(2006) 4. Menyiapkan skenario pembelajaran yang akan dikenalkan dan dilatihkan
sebagai pembekalan kepada guru kelas IV SD Xkota Bandung dalam pembelajaran koopertif tipe STAD diantaranya diberikannya fasilitas literatur yang berkaitan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD
5. Mengadakandiskusidengan guru
kelasbagaimanapembelajarankooperatiftipe STAD dapatberlangsungdenganbaik, mendiskusikanpembentukankelompok, skenariopembelajaran, perencanaan (RPP), penentuanStandarKompetensi, KompetensiDasar, bahan ajar, indikator, danbahandiskusi/LKS yang ditentukansertapenyusunanalattes.
6. Melakukanpengamataninklusivitaskelasselamaberlangsungnyapembelajara nkooperatif STAD daripembukaansampaiberakhirnyapembelajaran, denganmenggunakanformat indeksinklusi yang diadaptasidariTony Booth,Mel Ainscow dan Denise Kingstone(2006). Untukmelengkapi data pengamatandilakukan pula pencatatanpadatemuan-temuanselamaberlangsungnyapembelajaranbaiksebelummaupunketikapene rapanpembelajarankooperatiftipe STAD.
STADmaupundenganmenggunakanpembelajarankooperatif STAD. Selanjutnyarekapanhasilbelajarkelompokdenganpembelajarankooperatif STAD akan diskor dengan kriteria poin kemajuan kelompok seperti yang ditampilkan pada bab II tabel 2.2 tentang penghitungan poin kemajuan dan penskoran
8. Memaparkan data indeksinklusitanpapembelajarankooperatif STAD maupunketikanmenggunakanpembelajarankooperatif STAD.
9. Memaparkanhasilbelajar IPS
pesertadidikbaiktanpamaupunketikamenggunakanpembelajarankooperatif STAD, mengelompokkannilaipesertadidik yang berkesulitanbelajaruntukdianalisis
10.Mendeskripsikanperbandinganantara hasil tanpamaupunketikamenggunakanpembelajaran kooperatif tipe STAD pada inklusivitas kelas dan hasil belajar anak berkesulitan belajar, bagaimanakah peningkatan inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik berkesulitan belajar melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD 11.Kegiatan selanjutnya adalah melakukan studi dokumen terhadap
administrasi kelas yang dilaksanakan di luar jam pelajaran IPS.
E. Analisis Data
Data yang terkumpul dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis untuk diambil kesimpulan, dalam hal ini Arikunto (2010 : 282) menjelaskan bahwa
55
yang dinyatakan dalam kata-kata atau simbol. Data kualitatif yang berbentuk kata-kata tersebut disisihkan untuk sementara, karena akan sangat berguna untuk menyertai dan melengkapi gambaran yang diperoleh dari analisis data kuantitatif.
Analisis data atau kegiatan analisis data menurut Sugiyono (2010: 147) adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data dari tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab masalah.
ketiga baiktanpapembelajaran kooperatif maupundenganpembelajaran kooperatif tipe STAD, dengan menggunakan kriteria skorsebagai berikut:
• Perolehan skor 3 apabila indikator tampak teridentifikasi,
• Skor 2 apabila indikator tampak namun meragukan
• Skor 1 tidak terjadi.
Selanjutnya data tersebut dibandingkan dengan indeks inklusi ideal sebesar 54 yang dideskripsikan dalam indeks inklusi dan prosentase seberapa jauh penerapan nilai-nilai inklusif dan peningkatanhasil belajar IPS bagi peserta didik berkesulitan belajar tanpamaupunketikamenggunakanpembelajaran kooperatif tipe STAD.
57 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang hasil penelitian yang akan memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. Penelitian ini mengungkapkan penerapan pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) tipe STAD terhadap inklusivitas kelas dan hasil belajar kelas IV di salah satu Sekolah Dasar seting inklusif di kota Bandung. Rancanganpenelitianmenggunakandeskriptifkuantitatif, terhadap inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik berkesulitan belajar pada mata
pelajaran IPS, selanjutnya data
hasilpenelitiandalambentukgrafikdantabeldianalisis dan dideskripsikan.
A.DESKRIPSI KELAS PENELITIAN
Kelas IV Umar Bin Khatabdemikiannamakelasyang terletak di lantaiduatepatsebelahkanantangganaikdariarahdepan. Ruangankelas yang
luassertafentilasi yang
sangatbaikmenjadikanruangkelasterasanyamandanteranguntukmenampungsiswab
erjumlahcukupbesaryaitu 30 orang,
ketigapuluhpesertadidikterdapatkemampuan yang beragam, Berikut tabel klasifikasi akademik peserta didik
Tabel 4.1
Klasifikasi Akademik Peserta Didik No Kemampuan
peserta didik
Jumlah persentase 1 berprestasi tinggi 10 33,3 % 2 berpprestasi sedang 16 53,3 % 3 Berprestasi rendah 4 13,3 %
Berdasarkan tabel di atas dari data yang diperoleh hasil studi dokumen terdapat peserta didik dengan kemampuan berprestasi rendah sebanyak empat orang adalah peserta didik dengan inisial FC, FZ, AG, ZY yang diindikasi/diduga sebagai anak berkebutuhan khusus dengan hambatan kesulitan belajar.
Menurut hasil observasidanstudidokumen, keempatnya berada pada posisi prestasi dibawah KKM sehingga guru berkesimpulan perlu pengulangan dalam menyajikan materi dan guru menanganinya salah satunya dengan selalu memanggil- manggil nama sebagai peringatan.
Hal ini diperkuat dengan data perolehan hasil belajar akademik mata beberapa IPS, sebelum dilaksanakan pembelajaran kooperatif. Berikut tabel hasil belajar smester 2
Tabel 4.2
Hasil Belajar ABK padaMata Pelajaran IPSSmester 2 No Nama Formatif Ujian Kenaikan Kelas
1 FC 76 59,5
2 FZ 61,5 63,9
3 AG 71,2 63,1
4 ZY 56 59,4
59
Dari tabel di atasdapatdilihatprestasidaripesertadidik yang didugakesulitanbelajarpadamatapelajaran IPStidakstabil, sebagianbesar di bawah KKM hanyabeberapapertemuan yang mencapai KKM.
Data akademik tersebut diperkuat dengan data non akademik yang di peroleh melalui catatan guru, hasil asesmen guru dan observasi peneliti dari tempat peserta didik tersebut yaitu
1. Kemampuan FC
Kemampuan membaca pemahaman masih kurang, menuangkan ide dalam tulisan lamban masih perlu arahan, demikian pula berhitung perkalian dan pembagian masih kurang. Kemampuan interaksi dan komunikasi dalam belajar masih kurang masih nampak bersifat “main-main”.Konsentrasi cepat buyar dan kadang kala tidak bertahan lama diam ditempat duduknya. Kemampuan mempersepsi kurang, memori masih kurang, tetapi emosi cukup stabil.
2. Kemampuan FZ
Kemampuan membaca pemahaman masih kurang, Kemampuan menulis kurang sekali terutama, menulis tegak bersambung, kosa kata kurang, teknik penulisan kata, bahkan sering ditemukan bercampurnya huruf kapital ditengah kata. Kemapuan berhitung terutama perkalian dan pembagian harus banyak dilatih.
Kemampuan membaca pemahaman masih kurang, kemampuan menulis sudah menguasai dengan baik, mampu menuangkan ide dalam kalimat dan karangan, kemampuan berhitung masih kurang terutama perkalian dan pembagian, Kemampuan interaksi dan komunikasi dapat dilakukan dengan baik mampu bekerja sama dalam diskusi kelompok, Kemampuan konsentrasi penuh kesungguhan cukup baik, sedangkan kemampuan persepsi masih kurang perlu latihan dan arahan, Kemampuan memorinya tidak bertahan lama, emosi cukup stabil bersifat periang, kemampuan motorik halus cukup baik, aktifitas menulis dari segi teknik dan kecepatan menunjukan hasil yang baik
4. Kemampuan ZY
Kemampuan membaca pemahaman masih kurang seringkali, pertanyaan dengan jawaban tidak berhubungan, kemampuan menulis baik teknis atau kecepatannya perlu latihan yang sering, perbendaharaan kosa kata masih kurang, kemampuan berhitung masih kurang terutama perkalian dan pembagian. Kemampuan berinteraksi dan komunikasi kurang terutama respon dan inisiatif dalam diskusi, kemampuan konsentrasi selalu diingatkan, sering pikirannya tidak fokus mengikuti pelajaran atau menyelesaikan tugas, nampak diam melamun atau memainkan benda-benda disekitarnya.
B.HASIL PENELITIAN
61
Adapun data hasil melakukan observasi terhadap inklusivitas kelas dan test hasil belajar selanjutnya dianalisis untuk memperoleh gambarandari penerapanpembelajarankooperatiftipe STAD sesuai tujuan yang diharapkan. Deskripsi penerapanpembelajarankooperatiftipe STAD tersebut adalahsebagai berikut:
1. Inklusivitas Kelas
Langkah awal penelitian di kelas IV dalam proses pembelajarn IPS adalah observasi inklusivitas pada setiap pertemuannya, observasi dilakukan selama enam kali yaitu 12 April, 5 Mei, 19 Mei, 25 Mei, 30 Mei, 3 Juni 2011.
Adapun penskoran dalam mengobservasi inklusivitas pembelajaran di kelas sebagaimana dipaparkan pada bab sebelumnya, menggunakan indeks inklusi yang diadaptasi (Ainscow 2006) dengan kategori sebagai berikut :
• Skor 3 nampak
• Skor 2 nampaknamunmeragukan
• Skor 1 tidakterjadi/nampak
a. InklusivitasKelasTanpaMenggunakanPembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Skor yang dip (70%) dari skor idea mendapat skor tingg pembelajaran, (8) pr bagian, (18) pemanfa skor rendah yaitu indi pengajaran,(15) perbe Pada pertemuan ini keterlibatan dimana k kelompok, namun sec masih ditangani ole pembelajaran yang dil 2). Skor inklusifita
Grafik 4.1
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 1 iperoleh dari 18 indikator pada pertemuan per deal 54, hal ini teridentifikasi dari keenam
ggi yaitu indikator (2) saling komunikasi, proses penilaian, (10) kegiatan kelompok, ( nfaatan sumber-sumber. Sementara indikator ndikator (5) aktivitas kelas mengurangi hambata rbedaan sebagai sumber, (17) pengembangan su ni nampak kegiatan pada indikator kegiatan a kelas cukup aktif dalam mengambil giliran u secara individual dalam kerja sama kelompok
leh salah seorang. Berdasarkan skor terseb dilaksanakan masih belum ideal.
itas dari 18 indikator pada pertemuan 2
Skor yang dip atau 68,5% dari sko indikator mendapat pemahaman perbedaa bagian, (18) pemanf rendah adalah emp kelompok,(11) pengg Pertemuan kedua ini a indikator keterlibatan indikator saling m mengingatkan peser memperhatikan guru dengan perolehan ra penyetingan kelas ya nyaman. Hal ini be menampakkan pembe 3). Skor inklusivita
Grafik 4.2
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 2 iperoleh dari 18 indikator pada pertemuan ked kor ideal 54. Hal ini teridentifikasi dari ken t skor tinggi yaitu indikator (2) saling k daan, (9) saling menghormati, (12) semua a anfaatan sumber. Sementara indikator yang mpat yaitu indikator (8) proses penilaian
ggunaan bantuan pengajaran, (14) sumber-ni ada sedikit perbedaan dengan pertemuan seb tan peserta didik, kegiatan kelompok tidak menghormati ditunjukan guru saat pemb serta didik berkebutuhan khusus yang
ru, selalu diingatkan dan diarahkan. Sedan ragu- ragu, guru terkadang tidak melakukan yang masih baris berbanjar padahal kelas c berarti inklusivitas pembelajaran yang dilak belajaran yang searah atau bersifat teacher cent
itas dari 18 indikator pada pertemuan 3
63
[image:30.595.114.512.113.621.2]Skor yang dip atau 70% dari skor i dengan perolehan ind tetapi indikator yang n adalah (2) saling kom menghormati, (12) se Sementara indikator aktivitas kelas mengu bantuan pengajaran, ( nampak pada saat g pertanyaan ketika gu memperhatikan. Guru mengacungkan tangan
Untuk meliha ketiga pertemuan ini d
Grafik 4.3
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 3 diperoleh dari 18 indikator pada pertemuan k r ideal 54. Perolehan indeks pada pertemuan indeks pertemuan pertama. Dengan jumlah s g nampak dengan skor tinggi berbeda. Yaitu k
munikasi, (4) pemahaman perbedaan, (7) kerja semua anak mengambil bagian, (18) peman or yang mendapat skor rendah empat indik
gurangi hambatan ,(10) kegiatan kelompok, (1 , (17) pengembangan sumber yang ada. Indik guru memberikan kesempatan bergiliran da guru menyampaikan pertanyaan secara klasi ru memberikan aturan dalam menjawab pertany gan” jadi suasana kelas tertib dan terarah, tidak ihat inklusivitas kelas sebelum pembelajaran i dapat di gambarkan dalam grafik di bawah in
ketiga adalah 38 n ketiga ini sama skor yang sama keenam indikator rjasama, (9) saling anfaatan sumber. dikator yaitu (5) , (11) penggunaan dikator kerjasama dalam menjawab asikal dan semua anyaan “siapa bisa
ak riuh berisik.
[image:31.595.110.515.113.613.2]Indek Dari grafik d pertemuan diperoleh i skor rata-rata yang di terdapat selisih sebesa
b. InklusivitasKela STAD
1). Skor inklusivitas 7 17 27 37 47 57 in d e k i n k lu si Grafik 4.4
eksInklusi TanpaPembelajaran Kooperatif di atas dapat diketahui bahwa rata-rata sk h indeks 37,6 atau 69,8% dari skor ideal 54. B dicapai dari ketiga pertemuan tanpa pembela esar 16,4 untuk mencapai skor ideal.
elasDenganMenggunakanPembelajaran Ko
tas dari 18 indikator pada pertemuan 1
Grafik 4.5
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 1
P1 P2 P3 R
38 37 38 38,7
tiga pertemuam tanpa pembelajaran kooperatif STAD
65
STAD
skor dari ketiga Berdasarkan data elajaran kooperatif
ooperatif Tipe skor
ideal 54
Skor yang dip atau 85% dari skor i mendapat skor tinggi partisipasi, (6) keterlib kegiatan kelompok, pemanfaatan sumber-ragu adalah indikator hambatan, (9) saling sumber-sumber belaja daya ahli, (17) penge
Dari grafik d kooperatif tipe STAD tinggi (3) dan skor rag inklusivitas yang sign inklusivitas pembelaj tanpakooperatif69,8% Terjadi peningkatan s 2). Skor inklusivita
iperoleh dari 18 indikator pada pertemuan per r ideal 54, hal ini teridentifikasi dari sepuluh
gi yaitu indikator (1) perencanaan, (2) saling ibatan peserta didik, (7) kerja sama, (8) proses k, (12) mengambil bagian, (13) pengatur
-sumber. Sementara sisanya 8 indikator mend tor (4) pemahaman perbedaan, (5) aktivitas ke ng menghormati, (11) penggunaan bantuan p ajar, (15) perbedaan sebagai sumber, (16) pengg gembangan sumber yang ada.
dapat diketahui terdapat peningkatan denga D yaitu kenampakan denganmunculnyadua kat ragu-ragu (2), hal ini menunjukkan terjadinya p ignifikan. Berdasarkan perolehan skor tersebu lajaran di kelas menjadi lebih baik, meningk 8% meningkat menjadi 85%denganpembela n sebesar 15,2 % atau 8 poin dari indeks ideal 5
itas dari 18 indikator pada pertemuan 2
pertama adalah 46 uh indikator yang g komunikasi, (3) ses penilaian, (10) turan kelas, (18) endapat skor kelas mengurangi
pengajaran, (14) nggunaaan sumber
67
Grafik 4.6
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 2
Skor yang diperoleh dari 18 indikator pada pertemuan kedua adalah 48 sebesar 88,9% dari skor ideal 54. Hal ini teridentifikasi dari duabelas indikator mendapat skor tinggi yaitu (1) perencanaan, (2) saling komunikasi, (3) partisipasi, (6) keterlibatan peserta didik, (7) kerja sama, (8) proses penilaian, (9) saling menghormati, (10) kegiatan kelompok, (11) bantuan pengajaran, (12) mengambil bagian, (13) pengaturan kelas, (18), pemanfaatan sumber-sumber. Sementara indikator yang mendapat skor ragu-ragu meningkat menjadi enam adalah indikator (4) pemahaman perbedaan, (5) aktivitas kelas mengurangi hambatan, (14) sumber-sumber belajar, (15) perbedaan sebagai sumber, (16) penggunaan sumber daya ahli, (17) pengembangan sumber yang ada.
Jumlah skor yang diperoleh pada pertemuan kedua ini menunjukkan peningkatan dari pertemuan sebelumnya dari 46 menjadi 48. Dari data grafik dapat diketahui dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD terjadi perubahan peningkatan skor dalam 2 kategori yaitu skor tinggi (3) dan ragu-ragu (2). Berdasarkan skor tersebut maka tingkat inklusivitas pembelajaran di kelas menjadi lebih baik, dari rata-rata tanpakooperatif 69,8% meningkat menjadi 88,9%denganpembelajarankooperatif. Terjadi peningkatan sebesar 19,1 % .
[image:34.595.117.514.243.601.2]Skor yang dipe pertemuan kedua m teridentifikasi dari d perencanaan, (2) salin kerja sama, (9) sali pengajaran, (12) men sumber, (18) peman terlihat mendapat sko hambatan, (6) keterlib belajar, (15) perbed Jumlah skor yang dip pergeseran skor turun didik secara aktif dan STAD memberikan su dapat dilihat bahwa ti dari rata-rata
Grafik 4.7
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 3 iperoleh dari 18 indikator pada pertemuan keti
mencapai 48 atau 88,9% dari skor idea duabelas indikator yang mendapat skor ti ling komunikasi, (3) partisipasi, (4) pemahaman aling menghormati, (10) kegiatan kelompok
engambil bagian, (13) pengaturan kelas, (17) anfaatan sumber-sumber. Sementara indikato
kor ragu-ragu adalah indikator (5) aktivitas ke rlibatan peserta didik, (8) proses penilaian, (14) edaan sebagai sumber, (16) penggunaan sum diperoleh sama dengan pertemuan sebelumny run dan naik pada indikator 6 dan 8 yaitu kete an proses penilaian. Dengan demikian pembela
sumbangan sebesar 10 poin. Berdasarkan sko tingkat inklusivitas pembelajaran di kelas men
tanpakooperatif69,8% meningka
[image:35.595.113.513.113.632.2]88,9%denganpembela 54.
Untuk meliha pembelajaran koopera
Indek Dari grafik dia indeks 47,3 atau 87,6 dari ketiga pertemuan Hal ini menunjukkan yaitu kenampakkan ataunampak namun Adapun indikator yan namun meragukan ad yaitu indikator 8,10,1 STAD dapat mening pelajara IPS. Sedang
7 17 27 37 47 57 in d e k i n k lu si
elajarankooperatif.Terjadi peningkatan 19 % d
ihat inklusivitas dari ketiga pertemuan denga eratif tipe STAD dapat dilihat pada grafik di baw
Grafik4.8
eksInklusi DenganPembelajaran Kooperatif diatas dapat diketahui rata-rata dari ketiga perte 7,6% dari indeks ideal 54. Berdasarkan data sk uan pembelajaran kooperatif terdapat selisih sk
an terjadi peningkatan skor yang signifikan d an indikator yang semulatidaknampakme
n meragukansehingga indeks inklusi me yang sebelumnya tidak nampak meningkat m adalah indikator 5, 17, 14 bahkan ada yang
0,11. Hal ini membuktikan bahwa pembelaj ingkatkan inklusivitas pembelajaran kelas k ngkan indikator yang semula meragukan men
P1 P2 P3 R
38 37 38 38,7
tiga pertemuam dengan pembelajaran kooperatif ST
69
dari indeks ideal
nganditerapkannya bawah ini
tifSTAD
rtemuan diperoleh skor yang dicapai skor sebesar 6,7. dari 18 indikator menjadi nampak enjadimeningkat. t menjadi nampak ng nampak sekali lajaran kooperatif khususnya mata eningkat menjadi
skor ideal
54
7 27 47 67 38 in d ek s in k lu si
stabil kenampakkann yang terdapat dalam p inklusi. c. InklusivitasKela Kooperatif Tipe IndeksInklus Perbandingan kooperatif tipe STAD ketiga pertemuan tanp atau 69,8% dari sko denganpembelajaran k 54. Maka terjadi peni bahwa penerapan pem inklusi pembelajaran
37 38 37,6 46 48 48 47,3
pertemuan pembelajaran tanpa dan dengan STAD
nya yaitu indikator 1,3,7,10,13. Hal ini dik pembelajaran kooperatif terdapat pula dalam i
elasTanpadanDenganMenggunakanPembela pe STAD
Grafik 4.9
lusiTanpadanDenganPembelajaran Kooperatif an inklusivitas tanpadanketikamenggunak AD dapat dilihat pada grafik 4.9. Seperti pada anpa pembelajaran kooperatif tipe STAD diper skor ideal 54 sedangkan skor gabungan ke n kooperatif tipe STAD yaitu 47,3 atau 87,6% eningkatan indeks 9,6 poin atau 17,8 %. Hal in embelajaran kooperatif tipe STAD dapat menin an di kelas. Nilai-nilai inklusif yang terdapat
54
dikarenakan unsur m indikator indeks
Perbandingan elajaran
tif STAD
71
indeks inklusi menunjukkan kenampakkan skor yang signifikan yaitu terlaksana sebesar 17,8 %.
2.Hasil Belajar
PesertaDidikKeseluruhanTanpadanDenganMenggunakanPembelajaran KooperatifTipeSTAD
Berikutadalahtabeldata
[image:38.595.116.510.236.746.2]perolehanskorkeseluruhanpesertadidiktanpadanketikamenggunakanpembelajarank ooperatif STAD
Tabel 4.3
SkorKeseluruhanPesertaDidikTanpadan DenganPembelajaranKooperatiftipe STAD
No Nama HASIL BELAJAR IPS
Tanpakooperatif Rata-Rata
Dengankooperatif Rata-Rata
P1 P2 P3 P1 P2 P3
1 ND 100 100 100 100 100 100 100 100
2 AV 60 93 80 77.6 93 90 90 91
3 RA 80 73 90 81 80 100 100 93.3
4 RY 70 53 90 71 53 93 70 72
5 RI 60 53 90 67.7 67 90 100 85.6
6 SA 100 87 90 95.6 93 100 100 97.6
7 AN 90 67 80 85.6 93 100 100 97.6
8 IR 70 53 70 67.6 100 93 80 91
9 FC 80 47 70 65.6 73 83 50 68.7
10 NA 70 70 80 73.3 80 100 90 90
11 RZ 80 100 100 93.3 100 80 100 93.3
12 AH 60 100 90 86.6 93 55 100 82.6
13 DF 60 - 70 65 - 65 90 77.5
14 RF 90 100 80 90 93 80 100 91
No Nama HASIL BELAJAR IPS
Tanpakooperatif Rata-Rata
Dengankooperatif Rata-Rata
P1 P2 P3 P1 P2 P3
15 BS 60 60 80 66.7 73 45 90 69.3
17 HA 100 87 100 95.6 93 100 100 97.6
18 RQ 80 47 80 72.3 53 70 100 74.3
19 HR 70 57 70 65.7 73 76 80 76.3
20 FZ 60 33 70 54.3 53 73 90 72
21 NN 80 60 100 80 80 - 100 90
22 DV 80 60 90 76.6 73 100 100 91
23 DN 70 73 80 81 80 96 100 92
24 IP 80 73 70 67,6 93 100 80 91
25 AG 50 53 50 51 67 66 50 61
26 TS 50 100 90 80 100 100 100 100
27 SS 90 80 100 90 93 100 100 97.6
28 RQF 60 73 70 67.6 80 86 80 82
29 AF 80 67 90 79 80 83 100 87.6
30 ZY 70 40 70 60 53 70 60 61
Jumlah 2240 2052 2490 2301.6 2355 2494 2700 2571.2
Rata-rata 74.6 70.7 83 76.7 81.2 86 90 85.7
Berdasarkantabel di atasnampak rata-ratanilaipadamatapelajaran IPSdaritigapertemuansebelumguru menerapkanpembelajarankooperatiftipe STAD terdapatsepuluh orang pesertadidikmendapatkannilai di bawah KKM yang ditetapkan. Dari jumlahtersebuttermasukempat orang pesertadidikberkesulitanbelajarmasing-masingadalah FC dengannilai 62,3, FZ dengannilai54,3 AG dengannilai51, ZY dengannilai 60.
Ketikaditerapkanpembelajarankooperatif STAD nampakperolehankenaikannilaimatapelajaran IPS keseluruhanpesertadidikdalammencapai KKMataupuntidakmencapai KKM.Dua
orang tidakmencapai KKM
tetapiadakenaikanadalahpesertadidikberkesulitanbelajar.
Dari tabel di
[image:39.595.110.514.107.624.2]73
punketikamenggunakanpembelajarankooperatif STAD.Terjadipeningkatan rata-rata skor yang cukupbaikdari 76,7tanpakooperatifmeningkatmenjadi 85,7 ketikakooperatif.
3. Hasil Belajar PesertaDidik Berkesulitan Belajar
a. Hasil Belajar PesertaDidik Berkesulitan Belajar TanpaPembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Berdasarkan wawancara dan telaah dokumen dengan guru kelas bahwa mata pelajaran IPS mempunyai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan sekolah sebesar 70 yaitu peserta didik dikatakan telah mencapai ketuntasan belajar apabila mencapai nilai 70. Paparan di awal dikemukakan bahwa kemampuan peserta didik berkesulitan belajar dengan inisial FC, FZ,AG,ZY mendapatkan skor hasil belajar akademik di bawah kriteria ketuntasan minimal. Artinya mereka dikatakan belum dapat menyelesaikan belajar apabila tidak mencapai skor yang ditentukkan.
[image:40.595.110.512.245.718.2]Berikut adalah paparan perolehan skor hasil belajar keempat peserta didik selama tiga pertemuan tanpamenggunakan pembelajaran kooperatiftipe STAD.
Tabel 4.4
Hasil Belajar Peserta Didik
No Nama Hasil
ulangan 1
Hasil ulangan 2
Hasil
ulangan 3 Rata-Rata
1 FC 80 47 70 65,6
2 FZ 60 33 70 54,3
3 AG 50 53 50 51
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahuipadapertemuanpertamakeempatpesertadidik
berkesulitanbelajarmemperoleh nilaimasingmasing FC dengannilai 80, FZ dengannilai 60, AG dengannilai 50, ZY dengannilai 70.Dua orang mencapai KKM dua orang lagi FZ dan AG belum mencapai KKM.
Pada pembelajaranpertemuan kedua skor keempat peserta didik kesulitan belajar masihbelum menguasai materi yang diajarkan, yaitu FC dengan nilai 47, FZ dengan nilai 33, AG dengan nilai 53, ZY dengan nilai 40.
Pada pertemuan ketiga diperoleh skor sedikit berbeda dengan pertemuan pertama hanya seorang dengannilai di bawah KKM yaitu AG dengan skor 50.
[image:41.595.114.512.264.620.2]75
b.Hasil Belajar PesertaDidik Berkesulitan Belajar DenganMenggunakanPembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Setelah pembelajaran kooperatif STAD dilaksanakan terjadi peningkatan skor hasil belajar meskipun belum mencapai angka yang baik. Beberapa orang belum mencapai KKM termasuk peserta didik berkebutuhan khusus kesulitan belajar.
[image:42.595.115.511.226.630.2]Berikut adalah paparan hasil belajar peserta didik kesulitanbelajarselama tiga pertemuan denganpembelajaran kooperatif tipe STAD. Berikuttabelperolehanskorhasil belajar peserta didik kesulitanbelajar:
Tabel 4.5
Skor Hasil Belajar Peserta Didik Kesulitan Belajar
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui pada pertemuan pertama pembelajaran kooperatif tipe STAD yang mengangkat materi masalah sosial dengan Kompetensi Dasar mengenal permasalahan sosial di daerahnya, tampak perubahan peningkatan secara keseluruhan ataupun secara individual, sebanyak 3 orang tidak mencapai KKM, masing-masingadalahFZ dengan nilai 53, AG dengan nilai 67 dan ZY dengan nilai 53.
PadapembelajaranpertemuankeduamengenaiKoperasidenganKompetensiD asarmemahamipentingnyakoperasi,terjadi kenaikanskor yang cukupbaik,tiga orang peserta didik berkesulitan belajar mencapai KKM, FC dengan nilai 83, FZ
No Nama Nilai kuis 1 Nilai kuis 2 Nilai kuis 3 Rata-rata
1 FC 73 83 50 68.7
2 FZ 53 73 90 72
3 AG 67 66 50 61
dengan nilai 73, ZY dengan nilai 70, seorang peserta didik dengan inisail AG belum mencapai KKM artinya belum menguasai materi dengan skor 66. Perolehan skor ini sangat dipengaruhi pada saat proses belajar, AG dengan karakteristik kemampuan memori yang tidak bertahan lama nampak saat kerja kelompok terkadang diam kurang berpartisipasi dalam kegiatan kelompok sehingga kurang konsentrasi selain itu dimungkin disebabkan dari faktor guru pada saat proses kerja kelompok pembimbingan kurang terarah, sehingga kegiatan kelompok aspek kerjasama belum begitu baik, khususnya kelompok AG masih belum nampak tanggung jawab bersama dalam menyelesaikan tugas. Penyelesaian tugas kelompok masih nampak ditangani beberapa anggota kelompok.
77
tentunya sangat dipengaruhi dari kemampuan individu dalam memahami soal pemahaman atau penerapan bentuk soal isian.
Dari ketiga pertemuan hasil belajar dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dari pokok bahasan yang berbeda dapat diketahui bahwa rata-rata peserta didik yang tergolong pada kesulitan belajar FC, FZ, AG dan ZY memperoleh skor yang menunjukkan peningkatan skor yang kurang signifikan. Perolehan skor mereka masih di bawah KKM, akan tetapi apabila dilihat dari ketiga pertemuan ini menunjukkan bahwa setiap peserta didik memperoleh angka nilai kecil disalah satu pertemuannya, nampak ketidaksetabilan skor perolehannya.
c. Perbandingan HasilBelajarPesertaDidikKesulitanBelajarTanpadan DenganMenggunakanPembelajaran Kooperatif Tipe STAD
[image:44.595.119.511.249.677.2]Berikut adalah tabel perbandingan perolehan skor nilai peserta didik berkesulitan belajar tanpa dan denganpembelajaran kooperatif tipe STAD.
Tabel 4.6
Skor Hasil Belajar Peserta Didik Kesulitan BelajarTanpadan Ketika Pembelajaran Kooperatif STAD
Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat hasil belajar peserta didik berkesulitan belajar dengan inisial FC, FZ, AG, ZY memperoleh angka nilai yang
Nama
HASIL BELAJAR
Tanpa Kooperatif
Rata-Rata
DenganKooperatif
Rata-Rata
P1 P2 P3 P1 P2 P3
Fc 80 47 70 65,6 73 83 50 68.7
Fz 60 33 70 54,3 53 73 90 72
Ag 50 53 50 51 67 66 50 61
beragam baik tanpamaupundengankooperatif, dari rata-rata perolehan skor denganpembelajaran kooperatif STAD terdapat seorang peserta didik berkesulitan belajar yang mencapai KKM, seorang mendekati KKM dan dua orang tidak mencapai KKM. Apabila dicermati pembelajarn tanpaataupunketikadengan pembelajaran kooperatif selama tiga pertemuan untuk dibandingkan secara rata-rata terjadi perubahan peningkatan skor. Dinamika peningkatan dan penurunan perolehan skor yang terjadi ini dipengaruhi oleh :
• Bimbingan teman sebaya yang didapat ketika belajar di dalam kelompok
• Rasa tanggung jawab sebagai anggota kelompok dalam membantu anggota
kelompok yang belum memahami materi • Rasa salingketergantunganpadakelompok
• Pembimbingan guru padasaatberlangsungnyadiskusi
• Hambatan yang dialamikesulitanbelajar yang
menyertaipesertadidikbaikkemampuanmempersepsi, memori yang pendek, hambatanpenulisanataupunpemahamankonsep.
Hal ini menunjukkan bahwa belajar secara berkelompok pada pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipeSTAD,hasilbelajar peserta didik berkesulitan belajar dapat meningkat atau mencapai tujuan yang diharapkan.
Skor
Rata-Berdasarkan g rata-rata hasil belaja meningkat 3,1 poin. meningkat 1 poin. P aktifitas pembelajaran antar anggota selama hambatan peserta didi
C. PEMBAHASAN Pembahasan peningkatan inklusiv kooperatif dapat dides
Tahun 90-an d lahirnya paradigma la pergeseran pemikiran
7 27 47 67 87 p e ro le h a n on il a i Grafik. 4.10
rata Peserta Didik Berkesulitan Belajar Tanpa PembelajaranKooperatif Tipe STAD
grafik diatas dapat diketahui perbedaan dan p ajar peserta didik berkesulitan belajar di ke n. FZ meningkat 17,7 poin. AG meningkat 1 . Perolehan angka-angka tersebut sangat dip ran yang menyenangkan, aktifitas kerjasama sa ma kegiatan kelompok, serta latar belakang k
idik kesulitan belajar secara individual tentunya
N
dari hasil penelitian di lapangan menge vitas dan hasil belajar ketikadilaksanakanny deskripsikan sebagai berikut :
n di Indonesia terjadi perubahan yang mendas layanan pendidikan luar biasa ke pendidikan i ran dari pendidikan khusus (special education
FC FZ AG
65,6
54,3 51
68,7 72
61
tanpa STAD dengan STAD
79
pa dan Dengan
n peningkatan dari kelas tersebut.FC t 10 poin dan ZY ipengaruhi faktor saling membantu kemampuan dan nya.
genai bagaimana nya pembelajaran
asar yaitu dengan n inklusif. Terjadi on) ke pendidikan
kebutuhan khusus (special needs educations) yaitu sebuah konsep atau pendekatan pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang tanpa kecuali. Selanjutnya tahun 2005 pemerintah mengeluarkankebijakan tentang pendidikan inklusif yang selaras dengan konsep Education For All (PUS)sebagai hasil konfrensi Jomtien Thailand. Sekolah tempat penelitian merespon kebijakan tersebut dengan mulai membuka pendidikan inklusif yang sebenarnya sekolah sudah terbuka bagi ABK karena hal ini sejalan dengan filosofi pendidikan islam sebagai visi misi sekolah yang berbasis islam yaitu mewajibkan bagi setiap umatnya untuk mencari ilmu. Secara formalnya sekolah ini memulai pendidikan inklusif sejak tahun 2007. Keterlaksanaan pendidikan inklusif terhadap inklusivitas kelas yang sudah berjalan dapat diukur dengan suatu indeks yang disebut indeks for inklusion (Ainscow 2006) yang terdiri dari 18 indikator. Sedangkan hasil belajar diukur dengan memberikan tes pembelajaran.
a. Inklusivitas Kelas
81
menggunakan contoh dalam cerita atau buku paket yang ada. Selain itu kegiatan kelompok dan penggunaan sumber yang ada masih belum jelas. Dari 18 indikator indeks inklusi dicapai rata-rata 37,6 atau 69,8% dari skor ideal 54.
Keterlaksanaan inklusivitas adalah terjadinya keberlangsungan nilai-nilai inklusif dalam tiga dimensi, menghasilkan kebijakan inklusif, menciptakan budaya inklusif dan mengembangkan praktek inklusif. Dimensi praktek inklusi terjadi di kelas dalam mengembangkan pembelajaran. Kegiatan kelas yang dibuat sangat responsif terhadap keragaman peserta didik. Peserta didik didorong untuk secara aktif terlibat, menggambarkan pengetahuan dan pengalaman diluar kelas. Praktisi mengidentifikasi sumber daya material dan sumber daya satu sama lain dalam manajemen komite, peserta didik orang tua/wali, dan masyarakat lokal yang dapat dimobilisasi untuk mendukung bermain, belajar dan partisipasi.
Pembelajaran di dalam kelas inklusi memiliki profil inklusif yang dikemukakan oleh Sapon-Shevin dalam Sunardi (2002) yaitu:
(1)Menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan.
(2) Mengajar kelas yang heterogen memerlukan perubahan pelaksanaan kurikulum secara mendasar.
(3) Menyiapkan dan mendorong guru untuk mengajar secara interaktif.
(4) Penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD mengarah pada terjadinya profil pembelajaran di kelas. Hasil penelitian dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD berdampak sangat baik pada kenaikan 18 indikator indeks inklusi. Perubahan dari ketikatanpapembelajaran kooperatif nampak pada lima indikator yang memperoleh skor tinggi dalam perencanaan, partisipasi aktivitas kelas, kerjasama, kegiatan kelompok, dan pengaturan kelas, hal ini disebabkan ada kesesuaian atau ada persamaan cara pandang inklusivitas dengan komponen pembelajaran kooperatif. Dan terjadi pula perubahan skor sebelum yang tidak nampak menjadi meragukanatau terkadang nampak pada indikator pemahaman perbedaan, aktivitas mengurangi hambatan, perbedaan sebagai sumber, dan sumber-sumber belajar diberikan secara adil. Perolehan skor ini menunjuk pada peningkatan skor yang cukup signifikan dari sebelumnya 37,6 menjadi 47,3 apabila diprosentasekan dari 69,8% meningkat menjadi 87,6%dari skor ideal 54.
b. Hasil Belajar IPS Peserta Didik Berkesulitan Belajar
83
belajar mengajar di kelas mampu melakukan pembelajaran yang menarik, aktual dan fungsional bagi peserta didik.
Dari proses belajarterdapat output yang dinamakanhasilbelajardenganprestasiakademikdanketrampilansosial yang berbeda-beda, walaupundikelolaoleh guru yang sama, fasilitas yang samadanmetode yang sama. Hal ini tentunya karena setiap peserta didik mempunyai latar belakang kemampuan dan hambatan yang berbeda, termasuk anak berkesulitan belajar. Salah satu hambatan berkesulitan belajar adalah salah dalam mempersepsi mendengar, berfikir, bicara, membaca, menulis, mengeja atau berhitung, sehingga perencanaan, pelaksanaan dan pemilihan alat tes/evaluasi harus benar-benar mengakomodasi sesuai kemampuan mereka. Strategi dan pendekatan dalam pembelajaran mutlak diperlukan sebagai salah satu cara mengatasi hambatan tersebut yang tentunya harus disiasati oleh guru dalam kelas yang beragam dengan perencanaan yang dimodifikasi, pelaksanaan penyampaian materi atau pemilihan metode sehingga aktivitas kelas aktif berpartisipasi, mudah dipahami demi ketercapaiannya tujuan pembelajaran.
segeradiberikankuisdiakhirpembelajaransehingga hasil belajar segera dapat diketahui.Sebagaimana dikemukakan oleh Stein, Carnine,& Dixon :1998 dalam Rahardja (2006) bahwa
Pembelajaran yang efektif bagi peserta didik berkesulitan belajar adalah pembelajaran secara langsung yang bersifat komprehensif, pendekatan arahan-guru tidak hanya pada kuantitas pembelajaran tetapi juga kualitas, metoda tersebut mencakup demonstrasi yang jelas tentang informasi baru dalam segmen yang kecil, praktek yang dibimbing guru dan feedback yang segera diberikan agar diketahui segera hasilnya.
Dengandemikian pembelajaran kelompok tersebut dapat mempengaruhi peningkatan hasil belajar. Sebagaimana dikemukakan oleh Sadulloh (2011) bahwa belajar dalam kelompok berbagai ilmu dan menyelesaikan tugas jauh lebih efisien daripada belajar secara individual.
85
Ketikapembelajaran tanpamenggunakankooperatif, penyampaian pembelajaran lebih dominan mengandalkan metode ceramah yang diselingi tanya jawab, pesertadidikharusdudukdiammeperhatikan guru, sekali-sekalimenjawabpertanyaan, mencatatkemudianmenghafal, peserta didik adalah tempat guru mencurahkan pengetahuan, pembelajaran masih berpusat pada guru, sehingga prestasinya adalah sejumlah hapalan atau hasil belajar hanya dipandang untuk keperluan tes hasil belajar. Pendapat Sheal dan Peter (Yuwono, 2006:127) mengemukakan tentang penggunaan metode ceramah dalam pembelajaran hanya memperoleh pengetahuan sebanyak 20% karena dalam ceramah yang aktif hanyalah pendengaran. Pembelajaran dengan ceramah membuat pesertadidik pasif tidak termotivasi mengikuti pelajaran, membosankan dan membelenggu kreatifitas peserta didik.
diperoleh oleh peserta didik khususnya peserta didik berkesulitan belajar dengan inisisal FC, FZ, AG, dan ZY saat mengikuti pembelajaran kooperatif menampakan kegembiraan,belajarberbicaramengeluarkanpendapat, bersemangat berkontribusi dalam kegiatan diskusi kelompok. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Slavin 1994, Stahl 1994 mengenai langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif secara umum yaitu saat peserta didik belajar kelompok, guru melakukan monitoring dan mengobservasi kegiatan belajar peserta didik berdasarkan lembaran observasi yang telah dibuat sebelumnya.
Berdasarkan analisis di atas,terdapat hubungan yang erat antara peningkatan inklusivitas dengan peningkatan hasil belajar melalui pembelajaran kooperatif STAD. Maka dengan diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan indeks inklusi yang berarti nilai-nilai inklusi terlaksana dengan baik, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada ranah akademik, sikap dan ketrampilan.
87
87 BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab inimerupakanbagianterakhirdarirangkaianpenulisantesis.Uraian yang akandikemukakanpadababinimeliputiduabagian, yaitukesimpulandanrekomendasi.
A. KESIMPULAN
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui penerapanpembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap inklusivitas kelas dan hasil belajar anak berkesulitan belajar pada mata pelajaran IPS. Berdasarkan analisis deskripsi data hasil penelitian dapat disimpulkan secara umum bahwa denganditerapkannya pembelajaran kooperatif STAD dalam pembelajaran IPS di kelas IV SD X Kota Bandung dapat meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar akademik dan ketrampilan sosial pesertadidik.
Secarakhususdarihasilpenelitianini,
tergambarkondisipembelajarantanpamenggunakanpembelajarankooperatifdanketi kadenganpenerapanpembelajarankooperatif STADsebagaiberikut :
88
menggunakan pembelajaran kooperatif skor indeks inklusi yang dicapai rata-rata terjadi peningkatan skor indeks inklusi menjadi 47,3 atau 87,6%.
Penyebab meningkatnya skor indeks inklusi dari 37,7 meningkat menjadi 47,3 adalah berkat kestabilan kenampakan indikator 1,3,7,10 dan 13 dalam pembelajaran kooperatif STAD, hal ini disebabkan terdapatnya kesamaan dalam komponen atau unsur yang esensial dalam pembelajaran kooperatif yaitu ketergantungan yang positif dengan prinsip-prinsip atau nilai-nilai inklusif yaitu bahwa anak itu harus ada belajar kelompok untuk mengembangkan kompetensi sosial sehingga terjalin kerjasama saling mendukung satu sama lain secara personal (peer tutor), partisipasi peserta didik dan aktivitas kelas mengurangi hambatan, serta prinsip belajar kooperatif belum selesai apabila salah seorang anggota kelompok belum paham.
61 dan ZY semula memperoleh nilai 60 meningkat menjadi 61. Demikian perolehan hasil belajar akademik yang tidak signifikan. Ini berarti mayoritas hasil belajar peserta didik berkesulitan belajar tidak mencapai KKM kelas. Dalam kelas inklusif, KKM kelas tidak dapat dijadikan acuan bagi peserta didik berkesulitan belajar, oleh karena itu hasil belajar peserta didik berkebutuhan khusus dalam pembelajaran di kelas inklusif, dibuatkan KKM individual. Adapun teknisnya bisa dengan angka yang sama dengan KKM kelas tetapi bobot yang berbeda, atau angka yang berbeda.
Hasil pembelajaran dalam kelas inklusif tidak memprioritaskan hasil belajar akademik semata. Oleh karena itu penerapan pembelajaran kooperatif STAD diperoleh hasil belajar aspek ketrampilan sosial melalui ketrampilan proses.
Hasil belajar ketrampilan sosial yang diperoleh dengan diterapkanya pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah peserta didik dapat mengembangkan kemampuan sosial lain sebagai dampak positif yaitu kemampuan bekerjasama, bersikap toleransi kepada sesama, mengembangkan dan melatih inisiatif, komunikasi dan demokrasi. Oleh karena itu pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat diikuti oleh peserta didik berkesulitan belajar dan tidak berkesulitan belajar untuk mengembangkan aspek empati, toleransi, kerjasama, inisiatif, menghargai dan saling menghormati, komunikasi, demokrasi dan meningkatkan hasil belajar secara akademik tentunya
90
proses pembelajaran adalah terjadinya proses belajar yang aktif dan menyenangkan. Dengan demikian, penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas IV SD X kota Bandung, dapat meningkatkan inklusivitas pembelajaran di kelas pada mata pelajaran khususnya IPS sehingga menjadikan hasil belajar yang diperoleh lebih baik/meningkat.
Akhir kata, melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan inklusivitas pembelajaran di kelas maka meningkat pula hasil belajar secara keseluruhan baik peserta didik berkesulitan belajar atau tidak berkesulitan belajar, sehingga lahir pembelajaran ramah yang efektif untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
B. REKOMENDASI
Berdasarkan hasil kesimpulan yang diperoleh, sebagai kelanjutan hasil dari penelitian ini, penulis merekomendasikan penelitian ini kepada sekolah dan guru kelas khususnya Sekolah Dasar X tempat penelitian berlangsung dan umumnya sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
jugamenampakkkanterjadinyakerjasama, partisipasi, komunikasi, suasana pembelajaran kelasmenjadi bergairah, interaktif, efektif, danpembelajaran berubah menyenangkan sehingga pembelajaran menjadi berpusatkepada pembelajar (students-centered learning))
Kedua, bagilembaga,sebagai salah satu sekolah penyelenggara pendidikan inklusif hendaknya lembaga dapat mensosialisasikan dan memberikan pelatihan semisal melalui lesson studi,workshop tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipeSTAD kepada guru-guru yang ada bahkan kepada sekolah-sekolah inklusi, sehingga dapat diterapkan oleh semua guru dalam pembelajaran di kelas yang terdapat anak berkebutuhan khususberkesulitanbelajar.
92
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2003).Pendidikan Bagi Anak Kesulitan Belajar. Jakarta: Depdikbud dan Rineka Cipta
Ainscow Mel, Tony Booth and Denise Kingston. (2006). Index For Inklusion, Developing Play and Participation in Early Years and Childcare. Centre For StudiesOn Inklusive Education(CSIE)
Alma B. (2010).Pembelajaran Studi Sosial Bandung: Alfabeta
Arikunto, S. (2010).ProsedurPeneltianSuatuPendekatanPraktek, Jakarta:RinekaCipta
Arikunto, S. (2005).ManajemenPenelitian, Jakarta: RinekaCipta
Dananjaya, U.(2010).Media pembelajaran aktif. Universitas Paramadina: Nuansa
Direktorat PLB. (2004).Menciptakan kelas inklusif Ramah terhadap PesertaDidik. UNESCO
Hamalik, Oe. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara,
Johnsen B& Skjorten MD. (2003). Pendidikan Kebutuhan Khusus,Sebuah Pengantar, Alih Bahasa : Susi Septaviana R, Bandung: PPS UPI
Johnson David W et all. (2010).Colaborative Learning Strategi Pembelajaran
Untuk Sukses Bersama. penerjemah Narulita Yusron. Bandung: Nusa Media
Kosasih,Djahari,A (1994). BukuPedoman Guru Pengajaran IPS. Jakarta: Depdikbud
Lie, A. (2010).Coopertif Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-ruangKelas. Jakarta: Gramedia
Mulyasa, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Nasution.(2003).Metode Research (PenelitianIlmiah). Jakarta:BumiAksara
Rahardja,Dj. (2006).PengantarPendidikanLuarBiasa :CRISED University of Tsukuba
Rochyadi, E. (2005).Pengembangan Program Pembelajaran IndividualJakarta: Depdiknas
Roestiyah. (2008).StrategiBelajarMengajar. Jakarta:RinekaCipta Sadulloh, U. (2011).Paedagogik (IlmuMendidik).Bandung :Alfabeta
Sopiah, I.I (2008).
PeningkatanPrestasiBelajarsiswaDalampembelajaranPKnmelaluimetode Cooperative learning Model STAD.Tesis.Program StudiPendidikanIlmuPengetahuanSosial.Pascasarjana UPI.Tdakditerbitkan Solihatin.E dan Raharjo. (2009). Cooperative Learning Analisis Model
Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara
Smith,J.David M. (2006).InklusiSekolah Ramah UntukSemua. PenerjemahDenis.Enrica.Bandung:Seri PencerdasanNuansa
Suherman, Y. (2005).Adaptasi Pembelajaran Siswa Berkesulitan BelajarBandung:RIZQI Press
Sudjana, N.(2009). Dasar dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Algesindo Sukmadinata NS, (2011). MetodePenelitianPendidikan. Bandung
:RemajaRosdakarya
Sunardi. (2002). Kecenderungan Dalam Pendidikan Luar Biasa.Jakarta: Depdikbud
Suparno, P.(2001). Teori perkembangan kognitif Jean Piaget. Jogjakarta: Kanisius
Supena, A. (2010).Kurikulum Dan Pembelajaran Dalam Seting Inklusif. (Makalah Sosialisasi Pendidikan Inklusif). Sumedang
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Stubbs Sue. (2002).Pendidikan Inklusif, Ketika Hanya Ada Sedikit Sumber. Alih bahasa Susi Septaviana. PLB UPI
Slavin R.E. (2008).Cooperative learning, Teori, Riset dan Praktek, Bandung:Nusa Media
94
...(2007).