• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMK MELALUI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME MODEL NEEDHAM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMK MELALUI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME MODEL NEEDHAM."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMK MELALUI PEMBELAJARAN

KONSTRUKTIVISME MODEL NEEDHAM

(Penelitian Kuasi Eksperimen pada Siswa SMK di Bandung)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh : NIA GARDENIA

1101617

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMK MELALUI PEMBELAJARAN

KONSTRUKTIVISME MODEL NEEDHAM

Oleh Nia Gardenia

S.Pd Universitas Pendidikan Indonesia, 2010

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Nia Gardenia

Universitas Pendidikan Indonesia Agustus, 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMK MELALUI PEMBELAJARAN

KONSTRUKTIVISME MODEL NEEDHAM (Penelitian Kuasi Eksperimen pada Siswa SMK di Bandung)

TESIS

Oleh : Nia Gardenia NIM. 1101617

Disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing I

Dr. H. Tatang Mulyana, M.Pd. NIP. 195101061976031004

Pembimbing II

Dr.Kusnandi, M. Si. NIP. 101103417720207

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

(4)

ABSTRAK

Nia Gardenia (2013). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMK Melalui Pembelajaran Konstruktivisme Model Needham.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) melalui pembelajaran dengan menggunakan Pembelajaran Konstruktivisme Model Needham. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non-ekivalen menggunakan teknik

Purposive Sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMK Pajajaran Bandung yang tersebar pada 6 kelas, dan yang menjadi sampel penelitian adalah sebanyak dua kelas. Dari dua kelas tersebut diklasifikasikan menjadi dua kelompok pembelajaran, yaitu kelompok pembelajaran dengan menggunakan model Needham dan pembelajaran konvensional. Kelas X PM dijadikan sebagai kelompok eksperimen, sedangkan kelas X AP dijadikan sebagai kelompok kontrol. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji t, uji t′, uji Mann-Whitney U. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui sikap siswa setelah mendapatkan pembelajaran konstruktivisme model Needham. Data penelitian dikumpulkan melalui tes dan skala sikap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model Needham lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional, (2) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model Needham lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional, (3) Secara umum, siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika, soal-soal pemahaman dan komunikasi matematis serta terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan model Needham.

(5)

ABSTRACT

Nia Gardenia (2013). Upgrades and Communication Mathematical Understanding Through Students SMK Constructivist Learning Model Needham.

This study aims to determine the achievement and improvement of communication skills and understanding of students' mathematical Vocational School (SMK) through learning by using the Constructivist Learning Model Needham. This research was a quasi-experimental design with non-equivalent control group using purposive sampling technique. The population in this study were all students of class X SMK Padjadjaran Bandung spread in 6 classes, and a sample of the research is as much as two classes. Of the two classes are classified into two groups of learning, ie learning groups by using the model of Needham and conventional learning. Class X PM serve as the experimental group, while the X AP classes serve as a control group. The data were analyzed quantitatively and qualitatively. Quantitative analysis performed using t-test, t ', Mann-Whitney U test Qualitative analysis was conducted to determine the attitudes of students after getting constructivism learning model of Needham. Data were collected through a test and attitude scale. The results showed that, (1) Improved understanding of the mathematical ability of students get the learning model with Needham better than students who received conventional learning, (2) Improved communication skills students acquire mathematical model of learning with Needham better than students who received conventional teaching , (3) In general, students showed a positive attitude towards learning mathematics, problems of mathematical understanding and communication as well as the learning of mathematics that uses models Needham.

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Operasional... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika ... 12

B. Pemahaman Matematis ... 13

C. Komunikasi Matematis ... 15

D. Pembelajaran Konstruktivisme ... 16

E. Pembelajaran Konstruktivisme Model Needham ... 17

F. Sikap Siswa ... 20

G. Penelitian yang Relevan ... 21

H. Hipotesis Penelitian ... 23

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelian………. . 24

B. Desain Penelitian ... 24

C. Subjek Penelitian ... 25

(7)

E. Bahan Ajar ... 33

F. Teknik Analisis Data ... 34

G. Prosedur Penelitian ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Kemampuan Pemahaman Matematis ... 42

1. Deskripsi Statistik Data Hasil Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 44

2. Analisis Hasil Pretes dan Postes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 45

3. Analisis Data Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis 47 B. Hasil Penelitian Kemampuan Komunikasi Matematis ... 50

1. Deskripsi Statistik Data Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 51

2. Analisis Data Pretes dan Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 53

3. Analisis Data Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis 56 C. Analisis Angket ... 58

D. Pembahasan ... 61

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 74

B. Implikasi ... 74

C. Rekomendasi ... 75

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Penskoran Perangkat Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 26

3.2 Penskoran Perangkat Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 27

3.3 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Tes Pemahaman Matematis... 28

3.4 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Tes Komunikasi Matematis... 28

3.5 Klasifikasi Koefisien Reabilitas ... 29

3.6 Klasifikasi Daya Pembeda ... 30

3.7 Daya Pembeda Tes Pemahaman Matematis ... 30

3.8 Daya Pembeda Tes Komunikasi Matematis ... 30

3.9 Kriteria Tingkat Interpretasi ... 31

3.10 Tingkat Kesukaran Butir Soal Pemahaman Matematis ... 31

3.11 Tingkat Kesukaran Butir Soal Komunikasi Matematis ... 31

3.12 Rekapitulasi Analisis Hasil Ujicoba Soal Tes Pemahaman Matematis 32 3.13 Rekapitulasi Analisis Hasil Ujicoba Soal Tes Komunikasi Matematis 32 3.14 Klasifikasi Gain Ternormalisasi ... 37

4.1 Statistik Deskriptif Kemampuan Pemahaman Matematis... 42

4.2 Deskripsi Rataan Pretes dan Postes Kemampuan Pemahaman Matematis Setiap Indikator ... 43

4.3 Uji Normalitas Pretes dan Postes Kemampuan Pemahaman Matematis 45 4.4 Uji Homogenitas Varians Skor Postes Pemahaman Matematis Siswa 46 4.5 Uji Kesamaan Rataan Pretes Pemahaman Matematis Siswa ... 46

4.6 Uji Perbedaan Rataan Skor Postes Kemampuan Pemahaman Matematis 47 4.7 Rataan Klasifikasi N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis ... 48

4.8 Uji Normalitas N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis ... 49

4.9 Uji Homogenitas Skor N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis .. 49

4.10 Uji Perbedaan Skor N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis ... 50

(9)
(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Soal Pemahaman dan Komunikasi TIMSS 2011 ... 5

4.1 Perbandingan Rataan Skor N-gain Kemampuan Pemahaman ... 48

4.2 Perbandingan Rataan Skor N-gain Komunikasi Pemahaman ... 56

4.3 Contoh Soal Masalah Pemahaman Matematis ... 66

4.4 Hasil Pengerjaan Soal Pemahaman Matematis Siswa ... 67

4.5 Contoh Soal Masalah Komunikasi Matematis ... 69

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 83

A.2 Lembar Aktivitas Siswa ... 107

A.3 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 123

A.4 Soal Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 124

A.5 Kisi-Kisi Skala Sikap ... 128

A.6 Skala Sikap ... 129

B.1 Perhitungan Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 132

B.2 Perhitungan Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 135

C.1 Data Pretes, Postes, dan Gain Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Kelas Needham ... 139

C.2 Data Pretes, Postes, dan Gain Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Kelas Konvensional ... 142

C.3 Data Pretes, Postes, dan Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Needham ... 145

C.4 Data Pretes, Postes, dan Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Konvensional ... 148

C.5 Pengolahan Data dan Uji Statistik Pretes, Postes, N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa ... 151

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara karena maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kualitas pendidikan bangsa itu sendiri. Kompleksnya masalah kehidupan yang terjadipun menuntut lahirnya sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetensi. Disinilah salah satu peran pendidikan yang dipandang sebagai sebuah wadah kegiatan yang mampu mencetak sumber daya manusia yang bermutu tinggi.

Dunia pendidikan merupakan sesuatu yang dinamis, sehingga senantiasa harus tanggap dalam menghadapi dan mengantisipasi setiap perubahan globalisasi yang terjadi. Dalam iklim globalisasi, kita dituntut untuk memiliki kemampuan bersaing, mampu bekerja sama, gesit, cerdas, disiplin, jujur, dan hemat. Karakter semacam ini akan berakar pada diri siswa selaku generasi penerus bangsa diantaranya melalui pembelajaran matematika.

Pembentukan karakter siswa diantaranya dilakukan melalui pembelajaran matematika dikatakan benar, sebab belajar matematika akan membentuk kemampuan bernalar pada diri siswa yang tercemin melalui kemampuan berfikir kritis, logis, sistematis, dan mempunyai sifat jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika, bidang lain maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Pada kenyataanya, selalu ada hambatan dalam pembelajaran matematika itu sendiri salah satunya matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit. Menurut Ruseffendi (1982) matematika bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi kalau bukan mata pelajaran yang dibenci. Anggapan tersebut sudah melekat pada anak-anak, sehingga berdampak buruk terhadap proses pembelajaran siswa dalam matematika.

(13)

2

kemungkinan disebabkan oleh sukarnya memahami mata pelajaran matematika. Padahal banyak ilmu yang pengembangannya bergantung kepada matematika. Orang yang berkepentingan dengan matematika, walaupun matematika dikenal sebagai ilmu yang sukar dipahami, akan mencari cara terbaik bagaimana mempelajari bidang tersebut.

Menurut panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BNSP, 2006), pembelajaran matematika di sekolah memiliki tujuan, yaitu agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

(14)

Berkaitan dengan pentingnya pemahaman dalam matematika, Sumarmo (2003) menyatakan bahwa kemampuan pemahaman matematis penting dimiliki siswa karena diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika, masalah dalam disiplin ilmu lain, dan masalah dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan visi pengembangan pembelajaran matematika untuk memenuhi kebutuhan masa kini. Siswa dikatakan memahami ketika mereka sudah dapat menyatakan situasi-gambar-diagram ke dalam bahasa, simbol, ide, model matematika; menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematis secara lisan atau tulisan; mendengarkan, berdiskusi, presentasi, menulis matematika; membaca representasi matematis; dan mengungkapkan kembali suatu uraian matematis dengan bahasa sendiri.

Pemahaman matematis erat kaitannya dengan komunikasi matematis (mathematical communication). Siswa yang sudah mempunyai kemampuan pemahaman matematis dituntut untuk dapat mengkomunikasikannya, agar pemahamannya bisa dimanfaatkan oleh orang lain, dengan mengkomunikasikan ide-ide matematisnya kepada orang lain, siswa bisa meningkatkan pemahaman matematisnya. Hal ini serupa dengan pandangan Huggins (Qohar, 2010) bahwa untuk meningkatkan pemahaman konseptual matematis, peserta didik melakukannya dengan mengemukakan ide-ide matematisnya.

(15)

4

penyelesaian masalah, dan (3) mempresentasikan penyelesaian masalah yang terorganisasi dan terstruktur dengan baik.

Kemampuan mengomunikasikan ide dalam matematika perlu dikembangkan. Hal ini karena kemampuan mengomunikasikan ide mengenai matematika dan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi merupakan salah satu dari daya matematis sebagaimana yang tercantum dalam NCTM (2010) yang menyatakan bahwa daya tarik matematika adalah kemampuan untuk mengeksplorasi, menyusun konjektur, memberikan alasan secara logis, kemampuan untuk menyelesaikan masalah non rutin, mengomunikasikan ide mengenai matematika dan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi, menghubungkan ide-ide dalam matematika, antar matematika, dan kegiatan intelektual lainnya.

Pentingnya menumbuh kembangkan kemampuan komunikasi matematis juga dikemukakan oleh Greenes dan Schulman (Ansari, 2003) bahwa komunikasi merupakan: (a) kekuatan bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi dalam matematika; (b) sebagai modal keberhasilan siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi dalam matematika; dan (c) sebagai wadah bagi siswa untuk berkomunikasi dengan teman, untuk memperoleh informasi, bertukar pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertanyakan ide untuk meyakinkan orang lain.

(16)

.

Gambar 1.1 Soal Pemahaman dan Komunikasi TIMSS 2011

Menurut laporan hasil studi tersebut, hanya 28% siswa Indonesia yang menjawab benar, sedangkan rata-rata internasional 47%. Jika dibandingkan dengan negara lain kemampuan Indonesia dalam menerjemahkan soal ke dalam bahasa atau ide matematika diagram atau grafik ini masih berada di bawah rata-rata (TIMSS, 2011).

Sementara itu, hasil laporan survei Programme for International Student Assessment (PISA) yang merupakan program organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan dunia (OECD) menunjukkan bahwa pada tahun 2009, prestasi siswa Indonesia berada pada posisi 68 dari 74 negara yang disurvei. Skor rata-rata kemampuan matematis siswa Indonesia yaitu 371 di bawah skor rata-rata kemampuan matematis siswa di negara lainnya yaitu 496 Aspek yang dinilai dalam PISA adalah kemampuan pemahaman, pemecahan masalah (problem solving), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan komunikasi (communication).

Hasil TIMSS dan PISA tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu informasi bahwa masih banyak siswa yang belum bisa menjawab soal-soal yang tidak rutin, itu dikarenakan siswa hanya terbiasa mengerjakan soal yang bersifat prosedural dan rutin bukan soal yang memerlukan pemahaman dan komunikasi 480 students were asked to name their faforite sport. The results are shown in this table.

Sport Number of Students

Hockey 60

Football 180

Tennis 120

basketyball 120

Use the information in the table to complete and label this pie chart.

Popularity of Sports

Hockey

Football

Tennis

(17)

6

matematis. Padahal materi-materi matematika yang diajarkan kepada siswa seharusnya bukan sekadar hafalan, namun harus yang menuntut pemahaman dan komunikasi.

Begitu pula Sobaningsih (2008) dalam hasil penelitian pada siswa SMK melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw secara signifikan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Namun kemampuan tersebut masih tergolong rendah. Hasil penelitian lain ditunjukan pula oleh Arvianto (2011) dengan menggunakan Pendekatan Instructional Concrete Representation menjelaskan bahwa masih rendahnya pemahaman konsep siswa dalam belajar matematika. Selain itu pada hasil penelitian Wulanratmini (2010) dengan pembelajaran Creative Problem Solving melalui Media Geogebra, berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematis siswa salah satu SMA di Bandung menunjukkan hasil yang kurang bagus. Kesulitan yang dapat terdeteksi yaitu melalui hasil tes berupa soal menggambar fungsi grafik yang koefisien pangkatnya lebih dari dua pada materi turunan.

Hasil yang sama juga diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman Angraeni (2012) melalui Pendekatan Konstektual dan Strategi Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) menunjukkan kemampuan komunikasi matematis siswa pada salah satu SMK program keahlian pemasaran di Bandung masih kurang, baik dalam melakukan komunikasi secara lisan ataupun tulisan. Hal ini mungkin karena siswa tidak dibiasakan dan tidak diberi kesempatan oleh guru dalam mengemukakan ide ataupun gagasan dalam pembelajaran di kelas, padahal siswa yang mampu mengomunikasikan idenya baik secara lisan ataupun tulisan, akan lebih banyak menemukan cara penyelesaian suatu permasalahan.

(18)

tahu dan mengerti materi yang mana yang ada hubungannya dengan materi yang akan dipelajari; 2) Siswa sangat jarang bertanya karena belum mampu membuat pertanyaan tentang matematika yang dipelajari (siswa tidak dilatih bertanya); 3) Masih banyak siswa yang tidak mampu menyatakan benda nyata, gambar dan diagram kedalam ide matematika, dan juga tidak mampu menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; 4) Ada siswa yang mampu menyelesaikan suatu masalah soal matematika tetapi tidak mengerti apa yang dikerjakan dan kurang memahami apa yang terkandung didalamnya.

Dalam penelitian ini, selain meneliti kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa, peneliti juga akan mengungkap sikap dan karakter siswa dalam belajar matematika. Penelitian Istiqomah (2007) selain mengungkap kemampuan komunikasi matematis juga mengungkap tentang sikap siswa terhadap pelajaran matematika. Hasil penelitian Istiqomah tersebut menyatakan bahwa siswa tidak menyukai pelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Rusefendi (1982) bahwa matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, kalau bukan mata pelajaran yang paling dibenci. Demikian halnya dengan respon siswa, menurut Purniati (2003) respon siswa terhadap soal-soal komunikasi pada umumnya kurang.

Dalam beberapa penelitian di atas dapat terlihat bahwa pada umumnya sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika masih kurang baik, padahal suatu pembelajaran matematika akan berjalan sangat baik apabila siswa berfikir positif. Demikian halnya dengan materi yang diberikan akan lebih mudah dipahami bila siswa mempunyai sikap yang positif terhadap mata pelajaran matematika.

(19)

8

Nair (2005) menjelaskan pembelajaran konstruktivisme model Needham adalah sebuah model pembelajaran yang menyajikan pembelajaran dengan tahapan-tahapan yang terstruktur. Tahapan-tahapan tersebut diantaranya: orientasi, pencetusan ide, penstrukturan semula ide, penggunaan ide, dan refleksi. Pada model pembelajaran ini siswa pada awalnya dikondisikan untuk menimbulkan minat belajar, kemudian menyajikan hal baru dengan cara yang menarik. Setelah itu siswa dibawa untuk mengingat kembali ide-ide dan konsep sebelumnya untuk masuk ke pengetahuan baru, pada tahap ini kemampuan pemahaman matematis siswa sangat dibutuhkan dan dikembangkan, sebab dalam mengingat dan mengaitkan ide baru tentunya membutuhkan pemahaman. Setelah tahap pencetusan ide, siswa dituntut untuk menjabarkan ide-ide mereka secara individu maupun berkelompok dan membina pengetahuan mereka sendiri secara lebih bermakna. Pada tahap ini, kemampuan komunikasi yang akan terlihat pada siswa pada saat siswa melakukan modifikasi atau penyususnan ide-ide secara berurutan. Pada tahap penggunaan ide, kemampuan pemahaman matematis pun dibutuhkan karena pada tahap ini siswa mengaplikasikan pengetahuan yang sudah didapat untuk menyelesaikan masalah dalam situasi baru.

Pembelajaran konstruktivisme model Needham ini terlihat pada setiap tahapannya menuntut pemahaman dan komunikasi matematis, sehingga dengan model ini diharapkan pemahaman dan komunikasi matematis siswa diduga akan meningkat. Dari pemaparan di atas maka penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul “PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMK MELALUI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME MODEL NEEDHAM”.

B. Rumusan Masalah

(20)

1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konstruktivisme model Needham lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konstruktivisme model Needham lebih baik daripada kemampuan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional?

3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan konstruktivisme model Needham?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konstruktivisme model Needham.

2. Untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran konstruktivisme model Needham.

D. Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini dilaksanakan, diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap dunia pendidikan khususnya. Adapun manfaat yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Bagi siswa, belajar matematika dengan menggunakan pembelajaran dengan konstruktivisme model Needham diharapkan dapat membantu meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa.

2. Bermanfaat untuk para pengambil keputusan dalam rangka memilih model-model pembelajaran.

(21)

10

E. Definisi Operasional

Agar diperoleh pengertian yang sama tentang istilah dalam penelitian ini dan tidak menimbulkan intepretasi yang berbeda dari pembaca maka perlu adanya penegasan istilah dalam penelitian ini. Penegasan istilah juga dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup permasalahan sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Pemahaman Matematis

Kemampuan pemahaman matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari, serta malibatkan tiga jenis pemahaman yaitu:

1) Pemahaman mekanis diartikan sebagai kemampuan mengingat dan menerapkan sesuatu secara rutin dalam perhitungan sederhana.

2) Pemahaman induktif, merupakan kemampuan yang mencobakan sesuatu dalam kasus sederhana dan tahu bahwa sesuatu itu berlaku dalam kasus serupa.

3) Pemahaman rasional adalah ketika dapat membuktikan kebenaran atas sesuatu.

2. Komunikasi Matematis

Kemampuan komunikasi matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa untuk mengomunikasikan ide matematis kepada orang lain, serta melibatkan tiga aspek, yaitu:

1) Mengekspresikan, mendemonstrasikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar, tabel, grafik atau model matematika lain.

2) Menyatakan situasi, gambar, diagram atau benda nyata ke dalam bahasa symbol, ide, atau model matematis.

(22)

3. Pembelajaran Konstruktivisme

Pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh siswa melainkan melalui tindakan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.

4. Model Pembelajaran Needham

Pembelajaran konstruktivisme model Needham adalah suatu pembelajaran konstruktivisme yang diadopsi dari proyek pembelajaran yang dikembangkan oleh Needham (1987) dan teman-temannya yaitu “Children’s Learning in Science Project”. Needham merumuskan lima fase pembelajaran yaitu orientasi, pencetusan ide, penstrukturan semula ide, penggunaan ide, dan refleksi.

5. Sikap

(23)

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan pembelajaran matetika dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme model Needham terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa. Dalam penelitian ini, Perlakuan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen diatur sehingga terdapat suatu kondisi yang mengakibatkan hubungan sebab akibat. Menurut Ruseffendi (1998) penelitian yang benar-benar dapat melihat hubungan sebab akibat adalah penelitian eksperimen.

Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen atau eksperimen semu. Pada kuasi eksperimen ini subyek tidak dikelompokkan secara acak tetapi dipilih berdasarkan kelompok-kelompok yang sudah terbentuk secara alamiah.

B. Desain Penelitian

Penggunaan desain ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kelas yang ada telah terbentuk secara acak. Pembentukan kelas baru hanya akan menyebabkan kacaunya jadwal pelajaran yang telah ada. Dengan demikian desain kuasi-eksperimen dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Kelas Eksperimen : O X O

Kelas Kontrol : O O

Di mana : X : Pembelajaran Konstruktivisme Model Needham O : Pemberian Pretes dan Postes

: Subjek tidak dikelompokkan secara acak

(24)

C. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMK Pajajaran Bandung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X dengan sampel penelitian terdiri dari dua kelas, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas yang lainnya sebagai kelas kontrol. Penentuan sampel pada penelitian ini tidak memungkinkan secara acak murni. Oleh karena itu, sampling yang mungkin dilakukan adalah ‘purposive Sampling’ sampel dipilih secara sengaja dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008) sampel yang dipilih yaitu dua kelas dari 6 kelas yang ada.

Adapun beberapa alasan mengapa pemilihan subjek penelitian dilaksanakan di kelas X SMK Pajajaran, sebagai berikut:

1. Kelas X SMK Pajajaran Bandung tidak ada kelas unggulan. Maka dapat asumsikan pembagian kelas-kelas yang ada menyebar secara seimbang.

2. Memiliki prosedur administratif yang relatif mudah

3. Memiliki ketersediaan sarana dan prasarana yang relatif lengkap

D. Instrumen Penelitian

Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian ini, dibuatlah seperangkat instrumen. Adapun instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis

(25)

26

Tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis disusun langkah-langkah sebagai berikut:

1) Membuat kisi-kisi soal yang di dalamnya mencangkup sub pokok bahasan, tingkat kesukaran tiap butir soal, dan jumlah soal yang akan dibuat.

2) Menyusun soal tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis. Kisi-kisi dan soal dapat dilihat dalam lampiran A

3) Menilai kesesuaian antara materi, indikator dan soal-soal tes untuk mengetahui validitas isi dan validitas muka. Kesesuaian tersebut diperoleh melalui dosen pembimbing dan pengajar matematika senior di SMK yang bersangkutan.

Bahan tes diambil dari materi pelajaran matematika SMK kelas X semester genap pada materi program linier. Tes yang akan digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis terdiri atas 3 butir soal uraian. Adapun kriteria pemberian skornya berpedoman pada indikator dalam tabel berikut:

Tabel 3.1

Penskoran untuk Perangkat Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

Indikator Respon/Jawaban Siswa Skor

Mengingat dan menerapkan sesuatu secara rutin atau perhitungan sederhana.

Tidak menjawab 0

Salah dalam penerapan sesuatu secara rutin atau perhitungan sederhana.

1

Benar dalam penarapan sesuatu secara rutin tapi salah dalam perhitungan sederhana

2

Benar dalam penarapan sesuatu secara rutin dan benar dalam perhitungan sederhana

3

Salah mencobakan sesuatu dalam kasus sederhana dan tahu bahwa kasus itu berlaku dalam kasus serupa

1

Benar mencobakan sesuatu dalam kasus sederhana tetapi tidak tahu bahwa kasus itu berlaku dalam kasus serupa

2

Benar mencobakan sesuatu dalam kasus sederhana dan tahu bahwa kasus itu berlaku dalam kasus serupa.

3

Dapat membuktikan kebenaran sesuatu.

Tidak menjawab 0

Salah dalam membuktikan kebenaran sesuatu 1 Kurang tepat membuktikan kebenaran sesuatu 2

(26)

Selain penskoran tes pemahaman, pensekoran juga dilakukan pada tes komunikasi. Tes yang akan digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis terdiri atas 4 butir soal uraian. Adapun kriteria pemberian skornya berpedoman pada indikator dalam tabel berikut:

Tabel 3.2

Penskoran untuk Perangkat Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Indikator Respon/Jawaban Siswa Skor

Mengekspresikan,

Gambar, diagram, atau tabel yang dibuat hanya sedikit yang benar.

1

Membuat gambar, diagram, atau tabel namun kurang lengkap dan benar.

2

Membuat gambar, diagram atau tabel dengan lengkap dan benar.

Hanya sedikit dari model matematika yang benar

1

Membuat model matematika dengan benar dan melakukan perhitungan, namun ada sedikit kesalahan atau salah dalam mendapatkan solusi

2

Membuat model matematika dengan benar, melakukan perhitungan dan mendapatkan solusi secara lengkap dan benar.

3

Hanya sedikit dari penjelasan yang benar 1 Penjelasan secara matematis masuk akal,

namun hanya sebagian lengkap dan benar.

2

Penjelasan secara matematis masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis dan ada sedikit kesalahan

3

Penjelasan secara matematis masuk akal, benar, dan tersusun secara logis

4

(27)

28

1) Analisis Validitas

Suatu alat evaluasi (instrument) dikatakan valid bila alat tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Ruseffendi, 1991). Interpretasi alat evaluasi di sebut valid apabila memiliki korelasi r > 0,3 seperti yang dikemukakan oleh Masrun (Sugiono, 2011).

Nilai hasil uji coba yang diperoleh kemudian dihitung nilai validitasnya dengan bantuan Program Anates 4.0. Hasil uji validitas kemampuan pemahaman matematis disajikan dalam Tabel 3. 3 berikut ini:

Tabel 3.3

Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Tes Pemahaman Matematis No Nomor Soal Korelasi Interpretasi

1 4 0, 793 Valid

2 5 0, 758 Valid

3 7 0,832 Valid

Dari tiga butir soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman siswa, semuanya mempunyai validitas tinggi (baik). Selanjutnya melalui validitas dengan Anates 4.0, diperoleh hasil uji validitas tes kemampuan komunikasi matematis yang disajikan pada tabel 3.4 berikut ini:

Tabel 3.4

Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Tes Komunikasi Matematis No Nomor Soal Korelasi Interpretasi

1 1 0, 665 Valid

2 2 0, 794 Valid

3 3 0,876 Valid

4 6 0, 780 Valid

(28)

2) Analisis Reliabilitas

Reabilitas suatu alat ukur dimaksudkan sebagai suatu alay yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg) (Suherman. dkk, 2003). Penulis menggunakan program Anates Versi 4.0 untuk menghitung seperti pada perhitungan validitas butir soal. Adapun interprestasi koefisien reliabilitas adalah sebagai berikut (Sugiono, 2009):

Tabel 3.5

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Interval Reliabilitas

0,000 ≤ r11≤ 0,200 Sangat Rendah

0,200 ≤ r11<0,400 Rendah

0,400 ≤ r11< 0,600 Sedang

0,600 ≤ r11<0,800 Tinggi

0,800 ≤ r11≤ 1,000 Sangat Tinggi

Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas butir soal secara keseluruhan untuk tes pemahaman matematis diperoleh nilai tingkat reliabilitas sebesar 0,73 sehingga dapat diinterprestasikan bahwa soal tes pemahaman matematis mempunyai reabilitas yang tinggi, sedangkan untuk tes komunikasi matematis diperoleh nilai tingkat reliabilitas sebesar 0,83, sehingga dapat diinterprestasikan bahwa soal tes komunikasi matematis juga mempunyai reliabilitas yang tinggi. Lebih lengkapnya seluruh perhitungan reliabilitas dengan bantuan program Anates 4.0 dapat dilihat dalam Lampiran B.3.

3) Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda menunjukan kemampuan soal tersebut membedakan antara siswa yang pandai (kelompok unggul) dengan siswa yang kurang pandai (kelompok asor). Proses penentuan kelompok unggul dan kelompok asor ini adalah dengan cara terlebih dahulu mengurutkan skor total setiap siswa mulai dari skor tertinggi sampai dengan skor terendah (menggunakan Anates Versi 4.0). Klasifikasi daya pembeda butir soal tersaji dalam berikut ini.

(29)

30

Hasil perhitungan daya pembeda untuk tes pemahaman dan komunikasi matematis disajikan masing-masing dalam Tabel 3.7 dan Tabel 3.8 berikut ini:

Tabel 3.7

Daya Pembeda Tes Pemahaman Matematis

No Nomor Soal Indeks Daya Pembeda % Interpretasi

1 4 57, 14 Baik

2 5 57, 14 Baik

3 7 95, 24 Sangat Baik

Tabel 3.7 menyajikan data hasil perhitungan daya pembeda untuk setiap soal tes kemampuan pemahaman. Dari tiga soal tes, soal nomor 7 memiliki daya pembeda yang paling besar yaitu 95, 24% yang dapat diartikan bahwa butir soal tersebut mempunyai daya pembeda yang sangat baik. Dua soal yang lainnya memiliki kriteria daya pembeda yang sama yaitu pada taraf baik.

Tabel 3.8

Daya Pembeda Tes Komunikasi Matematis

No Nomor Soal Indeks Daya Pembeda % Interpretasi

(30)

4) Analisis Tingkat Kesukaran Soal

Menganalisisi tingkat kesukaran butir soal tes sangat diperlukan karena dari hasil analisis yang dilakukan akan terlihat kualitas butir soal tersebut, apakah soal tersebut tergolong terlalu mudah, mudah, sedang, sukar dan terlalu sukar.

Tabel 3. 9

Kriteria Tingkat Interpretasi Nilai IK Interpretasi

IK = 0,00 Soal terlalu sukar 0,00 < IK ≤ 0,30 Soal sukar 0,30 < IK≤ 0,70 Soal sedang 0,70 < IK < 1,00 Soal mudah

IK = 1,00 Soal terlalu mudah

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Anates Versi 4.0 diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal tes pemahaman dan komunikasi matematis yang terangkum dalam tabel 3.10 dan tabel 3,11 berikut ini:

Tabel 3.10

Tingkat kesukaran Butir Soal Pemahaman Matematis No Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1 4 38, 10% Sedang

2 5 28, 57% Sukar

3 7 47, 62% Sedang

Tabel 3.11

Tingkat kesukaran Butir Soal Komunikasi Matematis No Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1 1 40, 48 Sedang

2 2 64, 29 Sedang

3 3 46, 43 Sedang

4 6 44, 64 Sedang

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk soal tes kemampuan pemahaman matematis yang terdiri dari 3 butir soal, terdapat dua soal tes dengan tingkat kesukaran sedang, yaitu soal no 4 dan 7, sedangkan satu soal nomor 5 tingkat kesukarannya tergolog sedang.

(31)

32

tergolong sedang. Lebih rincinya seluruh perhitungan tingkat kesukaran dengan bantuan program Anates 4.0 dapat dilihat dalam Lampiram B.3.

5) Rekapitulasi Nalisis Hasil Uji Coba Soal Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi

Rekapitulasi dari semua perrhitungan analisis hasil uji coba tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik disajikan secara lengkap dalam tabel 3.12 dan Tabel 3.13 di bawah ini:

Tabel 3. 12

Rekapitulasi Analisis Hasil

Uji Coba Soal Tes Pemahaman Matematis Nomor Soal Interprestasi

Uji Coba Soal Tes Pemahaman Matematis Nomor Soal Interprestasi

(32)

2. Skala Sikap

Yang dimaksud sikap dalam penelitian ini adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan sikap sebagai derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu objek psikologis, atau juga perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada suatu objek tertentu. Dalam penelitian ini ada 3 faktor sikap yang akan diukur yaitu: (1) ada tidaknya sikap siswa terhadap pelajaran matematika, terhadap pembelajaran konstruktivisme model Needham dan terhadap soal-soal pemahaman dan komunikasi matematis; (2) lalu arahnya apakah sikap siswa negatif atau positif; dan (3) apakah intensitasnya besar, kecil, atau sedang.

Pernyataan-pernyataan yang akan mengungkap sikap siswa terhadap pelajaran matematika sebanyak 5 soal, 3 pernyataan yang arahnya positif dan 2 pernyataan yang arahnya negatif. Pernyataan-pernyataan yang akan mengungkap sikap siswa terhadap pembelajaran kontruktivisme model Needham sebanyak 8 pertanyaan, 6 pernyataan yang arahnya positif dan 2 pernyataan yang arahnya negatif. Selanjutnya pernyataan-pernyataan yang mengungkap sikap siswa terhadap soal-soal pemahaman dan komunikasi matematis sebanyak 7 pernyataan, 4 pernyataan yang arahnya positif dan 3 pernyataan yang arahnya negatif. Angket skala sikap siswa serta kisi-kisinya disajikan dalam Lampiran A.5

E. Bahan Ajar

(33)

34

Semua perangkat pembelajaran untuk kelompok eksperimen didesain dengan mengacu pada kelima tahap dalam pembelajaran kontruktivisme model Needham, yaitu 1) Orientasi; 2) Pencetusan ide; 3) Penstrukturan Ide; 4) Aplikasi konsep; 5) Refleksi. Sementara itu, pada kelas kontrol tidak diberikan bahan ajar/LKS dan perangkat pembelajaran mengacu kepada pembelajaran konvensional.

Bahan ajar dikembangkan melalui langkah-langkah :

1. Kememadaian materi soal-soal yang disajikan dalam bahan ajar didasarkan pada pertimbangan dosen pembimbing.

2. Mengujicobakan bahan ajar dengan tujuan sebagai berikut :

1) Mengukur berapa lama waktu yang diperlukan siswa untuk menyelesaikan satu bahan ajar.

2) Untuk melihat kesesuaian soal-soal yang disajikan dengan tujuan yang ingin dicapai.

3) Untuk melihat kememadaian bahan ajar.

3. Setelah uji coba dilakukan diadakan revisi seperlunya terhadap bahan ajar. Untuk lebih jelasnya masing-masing bahan ajar dapat dilihat dalam Lampiran A.

F. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini berupa data hasil tes dan non tes. Data hasil tes diantaranya data hasil tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis, sedangkan data non-tes adalah data yang diperoleh dari angket skala sikap.

1. Analisis Data Kuantitatif

(34)

a. Data Hasil Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

Hasil tes kemampuan pemahaman matematis digunakan untuk menelaah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran konstruktivisme model Needham dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Data yang diperoleh dari hasil tes kemampuan pemahaman matematis diolah melalui tahapan sebagai berikut:

1) Mengolah data pretes kelas eksperimen dan kontrol untuk mengetahui kesamaan kemampuan pemahaman matematis siswa kedua kelas tersebut. Sebelumnya dilakukan uji normalitas terlebih dahulu. Rumusan hipotesisnya yang diuji adalah:

H0: Data berdistribusi normal

Ha: Data tidak berdistribusi normal

Uji statistik yang dilakukan menggunakan Shapiro Wilk dengan hasil uji nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), skor pretes kemampuan pemahaman matematis tidak berdistribusi normal maka H0 ditolak. Dengan begitu data tidak berdistribusi normal maka tidak perlu melakukan uji homogenitas. Selanjutnya dilakukan uji kesamaan skor pretes kedua kelas menggunakan uji

Mann-Whitney U.

Adapun Hipotesis nol dan tandingannya adalah: H0 : pe = pk

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretes kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran Needham dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

Ha : pe  pk

(35)

36

2) Mengolah data postes kelas eksperimen dan kontrol untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemahaman matematis siswa kedua kelas tersebut. skor postes kemampuan pemahaman matemastis berdistrbusi normal dengan hasil uji Sig. (p-value) > α (α =0,05) maka perlu melakukan uji homogenitas. Rumusan hipotesisnya yang diuji adalah:

H0: Data berdistribusi normal

Ha: Data tidak berdistribusi normal

Uji statistik yang dilakukan menggunakan Shapiro Wilk dengan hasil uji nilai Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α =0,05), maka H0 diterima. Dengan begitu data berdistribusi normal maka dilanjutkan uji homogenitas. Rumusan hipotesisnya yang diuji adalah:

H0: Kedua data bervariansi homogen Ha: Kedua data tidak bervariansi homogen

Uji statistik yang dilakukan menggunakan uji Levene dengan hasil uji nilai Sig. (p-value) > α (α =0,05), maka H0 diterima. Dengan begitu kedua data bervariansi homogen. Selanjutnya dilakukan uji perbedaan skor postes kedua kelas menggunakan uji independent samples t’-test.

Untuk menguji hipotesis penelitian yang diajukan di atas, dirumuskan hipotesis statistik sebagai berikut:

H0 : kble = kblk

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata postes kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapat model pembelajaran Needham dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Ha : kble > kblk

Postes kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapat model pembelajaran Needham secara signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

3) Menentukan skor peningkatan kemampuan pemahaman matematis dengan rumus N-gain ternormalisasi (Hake, 1999) yaitu:

(36)

Hasil perhitungan N-gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.14

Klasifikasi Gain Ternormalisasi

4) Mengolah data N-Gain kelas eksperimen dan kontrol untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa kedua kelas tersebut. Sebelumnya dilakukan uji normalitas terlebih dahulu. Rumusan hipotesisnya yang diuji adalah:

H0: Data berdistribusi normal

Ha: Data tidak berdistribusi normal

Uji statistik yang dilakukan menggunakan Shapiro Wilk dengan hasil uji nilai Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α =0,05), maka H0 diterima. Dengan begitu data berdistribusi normal maka dilanjutkan uji homogenitas. Rumusan hipotesisnya yang diuji adalah:

H0: Kedua data bervariansi homogen Ha: Kedua data tidak bervariansi homogen

Uji statistik yang dilakukan menggunakan uji Levene dengan hasil uji nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka H0 ditolak. Dengan begitu data tidak bervariansi homogen. Selanjutnya dilakukan uji perbedaan skor N-gain kedua kelas menggunakan uji independent samples t’-test.

Untuk menguji hipotesis penelitian yang diajukan di atas, dirumuskan hipotesis statistik sebagai berikut:

H0 : kble = kblk

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapat model pembelajaran Needham daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Besarnya N-gain (g)

Klasifikasi

g ≥ 0,70 Tinggi

0,30 ≤ g < 0,70 Sedang

(37)

38

Ha : kble > kblk

Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapat model pembelajaran Needham sevara signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

b. Data Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Hasil tes kemampuan pemahaman matematis digunakan untuk menelaah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran konstruktivisme model Needham dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Data yang diperoleh dari hasil tes kemampuan komunikasi matematis diolah melalui tahapan sebagai berikut:

1) Mengolah data pretes kelas eksperimen dan kontrol untuk mengetahui kesamaan kemampuan komunikasi matematis siswa kedua kelas tersebut. Sebelumnya dilakukan uji normalitas terlebih dahulu. Rumusan hipotesisnya yang diuji adalah:

H0: Data berdistribusi normal

Ha: Data tidak berdistribusi normal

Uji statistik yang dilakukan menggunakan Shapiro Wilk dengan hasil uji nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka H0 ditolak. Dengan begitu data tidak berdistribusi normal maka tidak perlu melakukan uji homogenitas. Selanjutnya dilakukan uji kesamaan skor pretes kedua kelas menggunakan uji

Mann-Whitney U. Adapun Hipotesis nol dan tandingannya adalah : H0 : pe = pk

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretes kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran Needham dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

Ha : pe  pk

(38)

2) Mengolah data postes kelas eksperimen dan kontrol untuk mengetahui kesamaan kemampuan komunikasi matematis siswa kedua kelas tersebut. Sebelumnya dilakukan uji normalitas terlebih dahulu. Rumusan hipotesisnya yang diuji adalah:

H0: Data berdistribusi normal

Ha: Data tidak berdistribusi normal

Uji statistik yang dilakukan menggunakan Shapiro Wilk dengan hasil uji nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka H0 ditolak. Dengan begitu data tidak berdistribusi normal maka tidak perlu melakukan uji homogenitas. Selanjutnya dilakukan uji kesamaan skor pretes kedua kelas menggunakan uji

Mann-Whitney U.

Untuk menguji hipotesis penelitian yang diajukan di atas, dirumuskan hipotesis statistik sebagai berikut:

H0 : kble = kblk

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata postes kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat model pembelajaran Needham dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Ha : kble > kblk

Postes kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat model pembelajaran Needham secara signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

3) Menentukan skor peningkatan kemampuan komunikasi matematis dengan rumus N-gain ternormalisasi (Hake, 1999) yaitu:

Normalized gain = posttest score−� � � score

maximum possible score−� � � score

4) Mengolah data N-Gain kelas eksperimen dan kontrol untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kedua kelas tersebut. Sebelumnya dilakukan uji normalitas terlebih dahulu. Rumusan hipotesisnya yang diuji adalah:

H0: Data berdistribusi normal

(39)

40

Uji statistik yang dilakukan menggunakan Shapiro Wilk dengan hasil uji nilai Jika nilai Sig. (p-value) ≤ α (α =0,05), maka H0 tidak diterima. Dengan begitu data tidak berdistribusi normal maka tidak perlu melakukan uji homogenitas. Selanjutnya dilakukan uji kesamaan skor pretes kedua kelas menggunakan uji

Mann-Whitney U. Rumusan hipotesisnya yang diuji adalah: H0 : pe = pk

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor N-gain kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran Needham dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

Ha : pe  pk

Skor N-gain kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran Needham lebih baik secara signifikan daripada yang mendapat pembelajaran konvensional.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini meliputi tiga tahap kegiatan. Secara rinci setiap tahap diuraikan sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Tahap ini diawali dengan mengidentifikasi permasalahan yang ada di lapangan. Kemudian kegiatan dokumentasi teoritis berupa kajian kepustakaan terhadap teori-teori yang berkaitan. Kemudian masalah tersebut diajukan sebagai rancangan judul tesis. Setelah rancangan judul diterima, selanjutnya dilakukan penyusunan proposal penelitian yang kemudian dilanjutkan dengan seminar proposal penelitian.

(40)

Langkah terakhir pada tahap ini yaitu mengurus perizinan tempat pelaksanaan penelitian serta pemilihan sampel penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:

1 Melaksanakan pretest, yang dimaksudkan sebagai pengumpulan informasi awal tentang kemampuan pemahaman dan Komunikasi matematis siswa.

Pretest diberikan pada kedua kelas.

2 Melaksanakan pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kontruktivisme model Needham pada kelas eksperimen dan konvensional kepada kelas kontrol.

3 Memberikan posttest pada dua kelompok kelas. Hasil tes ini kemudian dianalisis untuk menguji hipotesis yang dirumuskan dalam bagian sebelumnya.

4 Selama proses pembelajaran di kelas eksperimen, melakukan observasi dengan lembar observasi untuk melihat aktivitas siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kontruktivisme model Needham.

3. Tahap Pengolahan Data

(41)

74

Nia Gardenia, 2013

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Berdasarkan penelitian yang telah dikemukakan pada beberapa bab sebelumnya, dalam bab ini akan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi.

A. Kesimpulan

1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konstruktivisme model Needham secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, klasifikasi peningkatan kedua kelas masuk pada klasifikasi sedang.

2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konstruktivisme model Needham secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional dengan, klasifikasi peningkatan kedua kelas masuk pada klasifikasi tinggi.

3. Sikap siswa terhadap pembelajaran model Needham dan soal-soal pemahaman an komunikasi matematis menunjukan suatu persetujuan dan minat serta motivasi yang tinggi. Hal ini telihat berdasarkan tanggapan siswa melalui skala sikap yang diperoleh dari hasil temuan bahwa secara umum tanggapan siswa terhadap pembelajaran konstruktivisme model Needham sangat baik.

B. Implikasi

Mengacu pada hasil-hasil penelitian sebagaimana yang diungkapkan di atas, maka implikasi dari hasil-hasil tersebut diuraikan berikut ini.

(42)

Nia Gardenia, 2013

2. Secara keseluruhan pembelajaran model Needham dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis dan komunikasi matematis siswa SMK.

3. Penerapan pembelajaran model Needham direspon dengan baik, oleh sebab itu model pembelajaran ini dapat dijadikan sebagai salah satu upaya dalam mereformasi pengelolaan pembelajaran yang lebih berkualitas

4. Penerapan pembelajaran model Needham dapat meningkatkan interaksi antar siswa dan antara siswa dengan guru, dapat mengembangkan keyakinan siswa dalam belajar.

C. Rekomendasi

Kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, diajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut:

1. Pembelajaran konstruktivisme model Needham sebaiknya diterapkan di SMK sebagai pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan pemahaman matematis dan komunikasi matematis siswa.

2. Penelitian ini dilakukan peneliti terbatas hanya jenjang SMK, dan materi program linier, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembelajaran konstruktivisme model Needham pada level sekolah yang belum pernah diteliti.

(43)

76

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I (2001). Komunikasi Pembelajaran : Pendekatan Konvergensi dalam Peningkatan Kualitas dan Efektifitas Pembelajaran. Bandung: UPI Depdiknas. Abdull, (2012). Keberkesanan Model Konstruktivisme Lima Fasa Needham dalam

Pengajaran Komsas Bahasa Melayu. Jurnal Pendidikan Bahasa Melayu. 72-92. Ansari, B. I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi

Matematis Siswa melalui Strategi Think-Talk-Write. Desertasi pada SPS UPI, Bandung: tidak diterbitkan.

Anggraeni. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMK Melalui Pendekatan Konstektual dan Strategi Formulate-Share-Listen-Create FSLC. Desertasi pada SPS UPI, Bandung: tidak diterbitkan

Ali. (2009). Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. [Online]. Tersedia: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Ali%20Mahmudi,%20S.Pd,%20M .Pd,%20Dr./Makalah%2006%20Jurnal%20UNHALU%202008%20_Komunikasi% 20dlm%20Pembelajaran%20Matematika_.pdf. [15/11/2012]

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Arvianto, IR. (2011). Penggunaan Multimedia Pembelajaran untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa dengan Pendekatan Instruksional Concrete Representation Abstract. Makalah pada prosiding seminar Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhamadiyah Surakarta.

BNSP. (2006). Draf Final Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Standar Kompentensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Chairhany, S (2007). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Logis Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Generatif (Studi Eksperimen di MAN Tembilahan INHIL RIAU). Tesis pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan. Depdiknas. (2005). Kemampuan Guru dalam Mengajarkan Matematika. [Online].

Tersedia: http://www.dikdasmen.depdiknas.go.id /htm/info-dikdasmen/info-6/hal-07.htm [15/11/2012]

(44)

Eriadi. (2008). Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Menegah Pertama. Tesis pada PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Ester, R. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik Think-Pair-Square Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Kominikasi Matematis Siswa SMK. Tesis pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Fifi. (2008). Pengaruh Penerapan Pembelajaran Timbal Balik (Reciprocal Teaching) terhadap Peningkatan Kemampuan Pengajuan dan Pemecahan Masalah Matematika. Bandung : Skripsi UNPAS Bandung, tidak diterbitkan.

Fitria. (2011). Sikap Belajar Siswa. [Online]. Tersedia: http://rizcafitria.wordpress.com /2011/04/30/sikap-belajar-peserta-didik/. [10/12/2012]

Hake, R. R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Tersedia pada http://www.phsicsIndiana.edu/sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. [13/13/2012].

Hamzah (2007). Pembelajaran Matematika dengan Teori Belajar Konstruktivisme

[Online]. Tersedia: Http://www.pembelajaran-matematika-dengan-teori.html [15/08/2012].

Hastriani, A. (2006). Penerapan Model Pencapaian Konsep Dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Generatif. Disertasi pada SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Istiqomah, N. (2007). Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matemtika Siswa SD Negeri Sekaran 2 pada Materi Pokok KPK dan Pecahan dengan menggunakan Pembelajaran KBK berincikan Pendayagunaan Alat Peraga dan Pendampingan. [online]. Tersedia:

http://digilib.unes.ac.id/gsdl/collect/skripso/archives/HASH01a1/01cb6433.dir/doc. Kariadinata, R. (2011). Peningkatan Pemahaman dan Kemampuan Analogi Matematik Siswa SMU melalui Pembelajaran Kooperatif. Tesis pada SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

(45)

78

Leonard, dkk. (2010). Pengaruh Konsep Diri, Sikap Siswa pada Matematika dan Kecemasan Siswa terhadap Hasil Belajar Matematika. Makalah FT dan FPMIPA Universitas Indraprasta PGRI. [Online]. Tersedia:

http://eprints.uny.ac.id/3382/1/6LEONARD_EDIT.pdf [05/01/2013]

Mazjun (2009). Model Pembelajaran kooperatif. [Online]. Tersedia: Http://www.MAZJUN CHEMIST » Model Pembelajarankooperatif.htm [15/08/2012]

MSTEP-JICA. (1999). Permasalahan Pembelajaran Matematika SD, SMP dan SMU di Kota Bandung. Bandung FPMIPA, UPI.

Mahmudi, A. Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal MIPA UNHALU. [online]. Tersedia:

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/AliMahmudi.pdf [05/01/2013]. Mustika. (2011). Pengeruh Implementasi Pendekatan Konstruktivisme Model needham

terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Matematika Pada Siswa SMP. Bandung : Skripsi UPI Bandung, tidak diterbitkan.

Nair, S. (2005). Penggunaan Model Kronstruktivisme Lima Fasa Needham dalam Pembelajaran Sejarah.Jurnal Pendidik dan Pendidikan. (20), 21-42

NCTM. (2000). Using The NCTM 2000 Principles And Standards With The Learning From Assessment Materials. [online]. Tersedia:

http://www.wested.org/lfa/NCTM2000.PDF. [akses: 8 Oktober 2012].

NCTM.(1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. http://www.mathcurriculumcenter.org/PDFS/CCM/summaries/standards_summary. pdf. [akses: 8 Oktober 2012].

Nuriana. (2006). Model Pembelajaran Creative Problem Solving dengan Video Compact Disk dalam Pembelajaran Matematika. [Online]. Tersedia: Http://www.model-

pembelajaran-creative-problem-solving-dengan-video-compact-disk-dalam-pembelajaran-matematika.html [15/11/2012].

Permana. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Model-Eliciting Activities. Disertasi pada SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

PISA. (2006). First Result, [online]. Tersedia:

(46)

PISA. (2009). First Result, [online]. Tersedia:

http://www.moe.gov.sg/media/press/files/2010/annex-pisa-2010.pdf [05/01/2013] Pranata, O. (2007). Pembelajaran Berdasarkan Tahan Belajar Van Hiele untuk

membantu Pemahaman Siswa Sekolah Dasar dalam Konsep Geometri Bangun Datar (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SD Negeri Sukahening Tasikmalaya). Tesis pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Purniati, T. (2003). Matematika Pembelajar Geometri berdasarkan Tahap-tahap Awal Van Hiele dalam Upaya Mengingkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SLTP.

Disertasi pada SPS UPI, Bandung: tidak diterbitkan.

Qohar. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan Komunikasi Matematis Serta Kemandirian Belajar Matematika Siswa SMP Melalui Reciprocal Teaching. Disertasi pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Riduwan. (2007). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan peneliti pemula. Bandung: Alfabet.

Ruseffendi (1982). Dasar-Dasar Penelitian Matematika Moderen untuk Guru. Bandung: Tarsito

Ruseffendi (1994). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang non-Eksata Lainnya.

Semarang: IKIP Semarang Press.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (2003). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: UPT UNES PRESS.

Shadiq, Fajar. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalah pada Diklat Instruktur/Pengembangan Matematika SMA jenjang Dasar tanggal 6 s.d 19 Agustus 2004 di PPPG Matematika, Yogyakarta. [Online]. Tersedia: http://p4tkmatematika.org/downloads/sma/pemecahanmasalah.pdf.[10/12/2012] Slavin, R. E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. London: Allymand,

Bacon.

(47)

80

Suherman, E., dkk. (2003). Common Textbook (Edisi Revisi) Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA FPMIPA.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (2003b). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah Pada Pelatihan Guru Matematika, Jurusan Matematika ITB Bandung.

Sumarmo, U. (2010). Berfikir Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. [Online]. Tersedia: http://math.sps.upi.edu/wp- content/uploads/2010/02/BERFIKIR-DAN-DISPOSISI-MATEMATIK-SPS-2010.pdf [05/01/2013].

Sobaningsih, N. (2008). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Tesis pada SPS UPI: Tidak Diterbitkan.

Tamur, M. (2012). Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Etnomatika sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Mahasiswa PGSD. Disertasi pada SPS UPI, Bandung: tidak diterbitkan.

Tandililing, E. (2011). Peningkatan Pemahaman dan Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Strategi PQ4R Dan BacaanRefutation Text. Disertasi pada SPS UPI, Bandung: tidak diterbitkan. TIMSS. (1991) International Mathematics Report. Finding from IEA “repeat of the third

International Mathematics and science study at the eight grade. Bostom: The International Center Boston College Lynch School of Education.

TIMSS. (2011). TIMSS 2011 International Result in Mathematics. Bostom: The International Center Boston College Lynch School of Education.

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi pada SPS UPI, Bandung : tidak diterbitkan.

Gambar

Tabel                                                                                                          Halaman
Gambar                                                                                                 Halaman
Gambar 1.1 Soal Pemahaman dan Komunikasi TIMSS 2011
Tabel 3.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sahabat MQ/ operasi pasar yang diadakan Bulog yang bekerjasama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta dan Kecamatan/ mengecewakan mayarakat kecamatan Danurejan// Hal

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

Berdasarkan hasil evaluasi persyaratan administrasi terdapat 1 (satu) peserta lelang yang tidak memenuhi persyaratan administrasi yaitu : CV.DWINIKA, pada ada 2 (dua) SURAT

Adapun profil model mental yang ditemukan yaitu (1) pada konsep konstruksi sel volta sebagian besar siswa (32,35%) mampu memahami konstruksi pada level

berlaku di Indonesia, Perusahaan menghitung, menetapkan dan membayar sendiri besarnya jumlah pajak yang terhutang. Efektif pada tahun pajak 2008 dan tahun-tahun

Sebargari oagarnisarsi politik negaraar Bidarng Tartar Negaraar beafungsi sebargari arlart darai marsyaraarkart yarng mempunyari kekuarsararn untuk mengartua

Data yang diperoleh adalah data sekunder yaitu berupa informasi tertulis mengenai informasi biaya iklan, biaya penjualan personal dan nilai penjualan PT

Aplikasi panduan praktis obat herbal untuk penyakit dalam berbasis Android maupun merupakan pembangunan aplikasi yang memilki tujuan agar bisa menjadi fasilitas penunjang