• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis dampak ekonomi daerah tambak terhadap kesejahteraan ekonomi petani tambak dan masyarakat Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis dampak ekonomi daerah tambak terhadap kesejahteraan ekonomi petani tambak dan masyarakat Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta Utara"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

APRISKA SAGITA MALAGUSLANDA

ANALISIS DAMPAK EKONOMI DAERAH TAMBAK TERHADAP KESEJAHTERAAN EKONOMI PETANI TAMBAK DAN

MASYARAKAT KELURAHAN MARUNDA KECAMATAN CILINCING

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Dampak Ekonomi Daerah Tambak Terhadap Kesejahteraan Ekonomi Petani Tambak dan Masyarakat Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

APRISKA SAGITA MALAGUSLANDA. Analisis Dampak Ekonomi Daerah Tambak Terhadap Kesejahteraan Ekonomi Petani Tambak dan Masyarakat Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan BENNY OSTA NABABAN.

Aktivitas budidaya di daerah tambak berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap masyarakat sekitar, salah satunya adalah dampak ekonomi dari keberadaan daerah tambak itu sendiri. Penelitian ini bertujuan (1) mengidentifikasi karakteristik usaha tambak, unit usaha, dan tenaga kerja lokal di sekitar daerah tambak, (2) mengkaji kesejahteraan petani tambak dari nilai surplus produsen petani, (3) menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh aktivitas budidaya ikan bandeng dan udang windu, (4) memberikan rekomendasi hasil penelitian dalam bentuk saran untuk meningkatkan kesejahteraan petani tambak dan masyarakat lokal daerah tambak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, surplus produsen, dan multiplier. Hasil analisis usaha diperoleh pendapatan tambak polikultur berada diatas Upah Minimum Provinsi yang ditetapkan DKI Jakarta sebesar Rp 2.441.000,00. Petani tambak polikultur di Marunda memperoleh pendapatan sebesar Rp 2.944.586,00 per bulan, dengan keuntungan maksimum surplus produsen sebesar Rp 103.085.133.600,00 di titik produksi 80.569.348 kg, dan hasil rataan produksi di lapangan sebesar Rp 23.649.565,00 di titik produksi 2.199 kg per hektar per tahun. Pendapatan petani tambak monokultur bandeng Rp 1.153.958,00 per bulan, dengan keuntungan maksimum surplus produsen sebesar Rp 3.794.952,00 di titik produksi 455 kg, dan hasil rataan produksi di lapangan sebesar Rp 1.382.692,00 dengan rataan produksi 832 kg. Petani tambak monokultur udang memperoleh pendapatan sebesar Rp 2.348.571,00 per bulan, keuntungan maksimum surplus produsen sebesar Rp 18.396.396,00 di titik produksi 732 kg, dan hasil rataan produksi di lapangan sebesar Rp 15.935.370,00 dengan rataan produksi sebesar 428 kg. Hasil analisis multiplier menunjukan nilai Keynesian Income Multiplier sebesar 0,75. Ratio Income Multiplier Tipe I sebesar 1,05 dan Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1,10. Keuntungan usaha budidaya tambak polikultur lebih besar jika dibandingkan dengan keuntungan petani tambak monokultur dan berada diatas Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta. Petani tambak memperoleh surplus dari kegiatan budidaya tambak, tetapi belum mencapai hasil yang maksimal sehingga perlu peningkatan biaya produksi, penggunaan teknologi intensif, atau perluasan lahan.

(6)
(7)

ABSTRACT

APRISKA SAGITA MALAGUSLANDA. Economic Impact Analysis of Fish Farming Area on Farmers and Local Communities Economic Walfare in Marunda Administrative Village, Cilincing Subdistrict, North Jakarta. Supervised by AKHMAD FAUZI and BENNY OSTA NABABAN.

Cultivation activity at fishpond area caused both direct and indirect impact to the society around, such as economic impact from the fishpond itself. The aims of this research were (1) Identificated fishpond trading characteristic, trading unit, and local labor around its area; (2) recited the fishpond farmer wealth from crop producer surplus value; (3) analyzed economic impact that brought by milkfish and tiger prawn cultivation activity; (4) proposed the research recommendation results to increased fishpond farmer wealth and local society nearby the area. The methods in this research were descriptive analysis, producer surplus and multiplier. Research results found out that fishpond policulture income was higher than Province Minimum Salary decreed by DKI Jakarta which is IDR 2.441.000. Policulture fishpond farmer in Marunda gained the income amount was IDR 2.944.586 every month, with the producer surplus maximum profit were IDR 103.085.133.600 at the production point 80.569.348 kg, and average production results in the field were IDR 23.649.565 at production point 2.199 kg every hectare per year. Monoculture milkfish fishpond farmer income IDR 1.153.958 every month, with the producer surplus maximum profit amount was IDR 3.794.952 at production point 455 kg, and production average in the field was IDR 1.382.692 with production average 832 kg. Monoculture tiger prawn fishpond farmer gained income amount was IDR 2.348.571 every month, producer surplus maximum profit was IDR 18.396.396 at the production point 732 kg, and production average result in the field was IDR 15.935.370 with production average amount 428 kg. Multiplier analysis result showed that Keynesian Income Multiplier was 0,75. Ratio Income Multiplier Type I was 1,05 and Ratio Income Multiplier Type II was 1,10. Policulture fishpond cultivation profit was higher than monoculture technique and its amount was higher than DKI Jakarta Province minimum salary. Fishpond farmer gained surplus from cultivation activity, but still not got the maximum result so it was needed to increased production cost, intensive technology used, or expanded land area.

(8)
(9)

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

APRISKA SAGITA MALAGUSLANDA

ANALISIS DAMPAK EKONOMI DAERAH TAMBAK TERHADAP KESEJAHTERAAN EKONOMI PETANI TAMBAK DAN

MASYARAKAT KELURAHAN MARUNDA KECAMATAN CILINCING

JAKARTA UTARA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilakukan penulis berjudul “Analisis Dampak Ekonomi Daerah Tambak Terhadap Kesejahteraan Ekonomi Petani Tambak dan Masyarakat Kelurahan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara”. Penelitian ini mengkaji dampak ekonomi dari keberadaan daerah tambak terhadap petani tambak dan masyarakat Kelurahan Marunda.

Penulis mengucapkan terima kasih pada kesempatan kali ini kepada :

1. Kedua orang tua penulis, Bapak Ismadjid Subaktiarso, S.T dan Ibu Suprihartini, S.Pd beserta adik penulis, Amirulhuda Nawasaptaaji atas doa, motivasi, dan semangat yang telah diberikan selama ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Bapak Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah mengarahkan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta, Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, Kepala Bidang Perikanan Kecamatan Cilincing, dan seluruh petani tambak Kelurahan Marunda yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai.

4. Marlina Desideria, S.E atas dukungan, kesabaran, kesedian waktunya, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Teman-teman Kosan Chika, Chadefi, Egi, Ratna, Devi, Syari, yang selalu mengingatkan penulis untuk bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat penulis, Dhea, Nana, Dona, Rizaldi, Aldi, Rifal, Amal Retna, Mamal, Melinda, Shiraz, Javid, Yaris, Satria, untuk doa dan pesan-pesannya yang selalu membangkitkan semangat.

(14)

lelah mendoakan kesuksesan dan kelancaran penulis agar dapat segera menyandang gelar sarjana.

8. Teman-teman sebimbingan, Kak Raisa, Syara, Bayu, Dimas Cahyo, Amal Retna, Mamal, Ullan, Putri, dan Taufik serta seluruh teman-teman ESL 47.

Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan budidaya ikan bandeng dan udang windu dalam tambak..

Bogor, Januari 2015

(15)

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Dampak Ekonomi ... 9

2.2 Kesejahteraan Petani Tambak dan Masyarakat ... 9

2.3 Perikanan Budidaya ... 14

2.4 Budidaya Tambak ... 16

2.5 Budidaya Ikan Bandeng ... 19

2.6 Budidaya Udang Windu ... 21

2.6 Penelitian Terdahulu ... 22

III. KERANGKA PENELITIAN ... 27

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 31

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 31

4.3 Metode Pengambilan Contoh ... 32

4.4 Metode Pengelolaan Analisis Data ... 32

4.4.1 Analisis Deskriptif ... 33

4.4.2 Analisis Surplus Produsen ... 33

4.4.3 Analisis Multiplier ... 35

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 37

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37

5.2 Kondisi Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian ... 37

5.3 Gambaran Umum Usaha Budidaya... 40

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

6.1 Identifikasi Karakteristik Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng dan Udang Windu ... 41

6.1.1 Karakteristik Sosial Ekonomi ... 41

6.1.1.1 Usia ... 41

6.1.1.2 Tingkat Pendidikan ... 42

6.1.1.3 Status Pekerjaan Petani Tambak ... 43

6.1.1.4 Lama Usaha Petani Tambak ... 43

6.1.2 Karakteristik Usaha Budidaya Tambak ... 44

(16)

6.1.2.2 Teknologi Budidaya ... 45

6.1.2.3 Proses Budidaya ... 45

6.1.3 Karakteristik Unit Usaha Terkait ... 47

6.1.4 Karakteristik Tenaga Kerja Lokal ... 48

6.2 Kesejahteraan Petani Tambak dari Surplus Produsen Petani Tambak Ikan Bandeng dan Udang Windu ... 50

6.3 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Tambak Ikan Bandeng dan Udang Windu ... 63

6.3.1 Dampak Ekonomi Langsung (Direct Impact) ... 64

6.3.2 Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Effect) ... 66

6.3.3 Dampak Ekonomi Lanjutan (Induced Impact) ... 66

6.3.4 Nilai Multiplier Effect dari Pengeluaran Petani Tambak ... 67

6.4 Rekomendasi Hasil Penelitian untuk Meningkatkan Kesejahteraan Petani Tambak dan Masyarakat Lokal Daerah Tambak Kelurahan Marunda... 69

VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 73

7.1 Simpulan ... 73

7.2 Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN ... 77

(17)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Total volume produksi perikanan Indonesia tahun 2004 2012 ... 1

2. Produksi perikanan budidaya tambak menurut jenis ikan di Kotamadya Jakarta Utara, 2008 - 2012 ... 4

3. Data tambak budidaya ikan air payau di Jakarta Utara 2007 – 2012 ... 4

4. Daftar nama dan alamat kelompok budidaya ikan konsumsi Jakarta Utara tahun 2012 ... 6

5. Tipikal bandeng menurut permintaan ... 20

6. Jumlah penduduk menurut umur Tahun 2014 ... 38

7. Tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Marunda Tahun 2014 ... 39

8. Mata pencaharian masyarakat Kelurahan Marunda Tahun 2014 ... 39

9. Karakteristik petani tambak berdasarkan tingkat usia ... 41

10. Karakteristik petani tambak berdasarkan tingkat pendidikan ... 42

11. Karakteristik petani tambak berdasarkan lama usahanya ... 43

12. Karakteristik usaha budidaya tambak berdasarkan besar lahan ... 44

13. Total pendapatan unit usaha terkait di kawasan Budidaya polikultur perbulan ... 48

14. Sebaran lama bekerja responden tenaga kerja lokal ... 49

15. Lama jam kerja responden tenaga kerja lokal ... 50

16. Rataan penggunaan peralatan dalam kegiatan budidaya Tambak polikultur dan monokultur... 52

17. Rataan komposisi biaya faktor produksi per hektar tambak polikultur di Kelurahan Marunda dalam satu tahun ... 53

18. Rataan komposisi biaya faktor produksi per hektar tambak monokultur bandeng di Kelurahan Marunda dalam satu tahun ... 55

19. Rataan komposisi biaya faktor produksi per hektar tambak monokultur udang di Kelurahan Marunda dalam satu tahun ... 56

20. Nilai rataan panen per hektar tambak di Kelurahan Marunda ... 58

21. Rata-rata pendapatan petani tambak polikultur dan monokultur Kelurahan Marunda dalam satu tahun... 59

22. Total proporsi struktur pengeluaran petani tambak ... 64

23. Komponen pengeluaran petani tambak per musim panen ikan bandeng dan udang windu ... 65

24. Proporsi pendapatan dan biaya produksi terhadap penerimaan total unit usaha terkait di lokasi budidaya ikan bandeng dan udang windu . 65 25. Proporsi pengeluaran tenaga kerja lokal budidaya tambak Kelurahan Marunda ... 67

26. Nilai multiplier effect arus uang di lokasi budidaya tambak ikan bandeng dan udang windu ... 67

(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kurva biaya dan kurva penawaran kompetitif ... 11

2. Surplus konsumen, surplus produsen, dan rente sumberdaya ... 13

3. Ikan Bandeng ... 19

4. Udang Windu ... 21

5. Kerangka Penelitian ... 29

6. Surplus Produsen ... 34

7. Kurva Surplus Produsen Tambak Polikultur Kelurahan Marunda ... 60

8. Kurva Surplus Produsen Tambak Monokultur Bandeng Kelurahan Marunda ... 61

9. Kurva Surplus Produsen Tambak Monokultur Udang Kelurahan Marunda ... 62

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Peta Lokasi Kecamatan Cilincing ... 78

2. Biaya investasi usaha budidaya tambak polikultur Kelurahan Marunda .. 79

3. Biaya tetap usaha budidaya tambak polikultur Kelurahan Marunda ... 82

4. Biaya variabel usaha budidaya tambak polikultur Kelurahan Marunda ... 85

5. Total biaya produksi tambak polikultur ... 88

6. Hasil panen tambak polikultur Kelurahan Marunda ... 91

7. Keuntungan budidaya tambak polikultur ... 94

8. Biaya investasi usaha budidaya tambak monokultur bandeng Kelurahan Marunda ... 97

9. Biaya tetap usaha budidaya tambak monokultur bandeng Kelurahan Marunda ... 98

10. Biaya variabel usaha budidaya tambak monokultur bandeng Kelurahan Marunda ... 99

11. Total biaya produksi tambak monokultur bandeng ... 100

12. Hasil panen tambak monokultur bandeng ... 101

13. Keuntungan tambak monokultur bandeng ... 102

14. Biaya investasi usaha budidaya tambak monokultur udang Kelurahan Marunda ... 103

15. Biaya tetap usaha budidaya tambak monokultur udang Kelurahan Marunda ... 104

16. Biaya variabel usaha budidaya tambak monokultur udang Kelurahan Marunda ... 105

17. Total biaya produksi tambak monokultur udang ... 106

18. Hasil panen tambak monokultur udang ... 107

19. Keuntungan tambak monokultur udang ... 108

20. Regresi total cost dan produksi tambak polikultur ... 109

21. Regresi total cost dan produksi tambak monokultur bandeng ... 110

22. Regresi total cost dan produksi tambak monokultur udang ... 111

23. Kurva surplus produsen tambak polikultur ... 112

24. Kurva marginal cost tambak monokultur bandeng ... 114

25. Kurva marginal cost tambak monokultur udang ... 115

26. Data perhitungan nilai dampak ekonomi ... 116

27. Multiplier effect ... 119

28. Dokumentasi Penelitian ... 121

(20)
(21)
(22)
(23)

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.500 pulau dan memiliki garis panjang pantai terpanjang kedua didunia setelah Kanada (18.000 km2) sehingga luas wilayah Indonesia 2/3 merupakan wilayah lautan (Solikhin, 2005). Negara Indonesia memiliki luas perairan laut sekitar 5,8 juta kilometer persegi yang terdiri dari 0,3 juta km2 perairan laut teritorial, 2,8 juta km2 perairan laut Nusantara dan 2,7 juta km2 laut Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (Bank Indonesia, 2010). Hal tersebut membuktikan bahwa wilayah perairan Indonesia berpotensi untuk dimanfaatkan dalam mendukung peningkatan produksi perikanan Indonesia sehingga berimplikasi pada meningkatnya perekonomian negara.

Tabel 1 Total volume produksi perikanan Indonesia tahun 2008 – 2012

Rincian Volume Produksi Perikanan (juta ton)

2008 2009 2010 2011 2012

I. Perikanan

Tangkap

1. Perikanan

Laut 4,70 4,81 5,04 5,34 5,44

2. Perikanan

Umum 0,30 0,29 0,34 0,37 0,37

Sub Total 5,00 5,10 5,38 5,71 5,81

II. Perikanan

Budidaya

1. Budidaya

Laut 1,97 2,82 3,51 3,73 5,60

2. Tambak 0,96 0,91 1,42 1,73 1,79

3. Kolam

0,48 0,55 0,82 0,96 1,34

4. Keramba 0,07 0,10 0,12 0,12 0,19

5. Jaring Apung 0,26 0,24 0,31 0,33 0,45

6. Sawah 0,11 0,09 0,10 0,10 0,08

Sub Total 3,85 4,71 6,28 6,97 9,45

Total Volume

Produksi 8,85 9,81 11,66 12,68 15,26

(24)

Data Tabel 1 menunjukan total volume produksi perikanan Indonesia terus meningkat dari tahun 2008 yaitu sebesar 8,85 juta ton hingga 15,26 juta ton pada tahun 2012. Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang besar terutama dalam bidang perikanan tangkap laut, perikanan budidaya laut, dan perikanan budidaya tambak. Perikanan budidaya dapat menjadi salah satu alternatif dalam penyediaan ikan mengingat banyaknya kasus overfishing yang terjadi di sektor perikanan tangkap mengakibatkan menurunnya tingkat produksi perikanan Indonesia.

Potensi yang cukup besar dari sektor perikanan budidaya sebaiknya dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah agar tingkat produksi perikanan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan budidaya secara optimal diharapkan mampu mendukung peningkatan ekonomi negara serta taraf hidup masyarakat di wilayah pesisir.

Budidaya perikanan tambak memiliki prospek usaha yang cukup potensial untuk dikembangkan selain budidaya perikanan laut. Tambak merupakan sumberdaya lahan di wilayah pesisir yang hanya dapat dilakukan di air payau. Hal tersebut karena ikan yang dibudidayakan didaerah tersebut hanya dapat hidup di air payau. Salah satu komoditi perikanan yang banyak dibudidayakan di tambak adalah ikan bandeng (Chanos chanos) dan udang windu (Penaeus monodon).

Hal ini disebabkan karena ikan bandeng dapat hidup dalam kepadatan tinggi, relatif tahan terhadap penyakit, teknologi budidaya relatif mudah serta memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi, sedangkan udang windu tahan menghadapi salinitas yang rendah maupun tinggi. Ikan bandeng tidak hanya dapat dibudidayakan di daerah tambak saja, namun juga dapat dibudidayakan di laut dan air tawar. Selain itu, ikan bandeng juga toleran terhadap perubahan mutu lingkungan dan serangan penyakit. Tingkat konsumsinya yang tinggi juga menjadi salah satu faktor ikan konsumsi ini banyak dibudidayakan (Kordi, 2010a).

(25)

belum terpenuhi. Apalagi harga udang yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan komoditas budidaya lain. Harga udang di pasar dalam negeri antara Rp 35.000 – 45.000/kg untuk udang ukuran 50 (dalam 1 kg terdapat 50 ekor) (Kordi, 2010b).

Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta tahun 2014, sekitar 72,56 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta berasal dari sektor tersier (perdagangan, keuangan, jasa, dan pengangkutan), sebesar 26,95 persen berasal dari sektor sekunder (industri pengolahan, konstruksi, dan listrik-gas-air bersih) dan hanya sebesar 0,49 persen dari sektor primer (pertanian dan pertambangan).

Perekonomian DKI Jakarta selain ditunjang oleh sektor perdagangan, jasa, properti, industri, dan keuangan, juga memperoleh pemasukan dari sektor pertanian terutama perikanan yang berada di wilayah utara Jakarta walaupun tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan kondisi geografis DKI Jakarta yang berbatasan langsung dengan Teluk Jakarta. Potensi perikanan yang dikembangkan di DKI Jakarta salah satunya adalah budidaya tambak. Pengembangan budidaya tambak DKI Jakarta diharapkan dapat memicu meningkatnya laju produksi perikanan budidaya dan meningkatkan kegiatan ekonomi di DKI Jakarta terutama di sektor primer.

(26)

Tabel 2 Produksi perikanan budidaya tambak menurut jenis ikan di Kotamadya Jakarta Utara, 2008 - 2012

(Ton)

No. Jenis Ikan Tahun

2008 2009 2010 2011 2012

FISHES

1. Sidat - - - - -

2. Bandeng 1.960,20 660,00 880,00 1.660,70 768,50

3. Belanak 2,84 - - - -

4. Kakap - - - - -

5 Mujair 2,93 - 5,00 5,00 23,00

6. Tawes - - - - -

7. Lainnya - - - - -

Sub Total 1.965,97 660,00 885,00 1.665,70 791,50

CRUSTACEA

1. Udang windu - 100,00 141,50 129,00 58,00

2. Udang putih - - 3,00 - -

3. Udang api-api - - - - -

4. Rebon - - - - -

5. Kepiting - - - - -

6. Rajungan - - - - -

Sub Total - 100,00 144,50 129,00 58,00

Total Produksi

Ikan 1.965,97 760,00 1.029,50 1.794,70 849,50

Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta, 2012

Kecamatan Penjaringan dan Cilincing di Jakarta Utara, merupakan daerah usaha tambak budidaya ikan air payau di Provinsi DKI Jakarta. Kecamatan Penjaringan memiliki luas areal tambak mencapai 154 Ha dengan produksi sebesar 400 ton pada tahun 2012, sedangkan Kecamatan Cilincing memiliki luas areal tambak mencapai 333 Ha dengan produksi sebesar 1.025 ton pada tahun 2012. Hal ini menunjukan bahwa Kecamatan Cilincing merupakan kecamatan dengan kontribusi perikanan air payau terbesar di Jakarta Utara. Wawancara dengan pihak Kecamatan Cilincing menunjukkan bahwa daerah Kelurahan Marunda memiliki lahan budidaya yang cukup besar di kecamatan tersebut. Luas areal lahan tambak dan produksinya sejak tahun 2007 hingga 2012 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Data tambak budidaya ikan air payau di Jakarta Utara, 2007 – 2012 Tahun

Penjaringan Cilincing

Luas Areal (Ha) Produksi

(Ton)/Thn Luas Areal (Ha)

Produksi (Ton)/Thn

2008 30 30 304 1.093

2009 35 60 304 700

2010 154 308 333 360

2011 154 110 333 1.315

2012 154 95 333 1.025

(27)

Aktivitas budidaya di sekitar daerah tambak Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak kepada masyarakat sekitar, salah satunya adalah dampak ekonomi dari keberadaan daerah tambak itu sendiri. Tersedianya daerah tambak dimanfaatkan oleh petani tambak untuk melakukan usaha budidaya ikan bandeng dan udang windu. Pengeluaran dari petani tambak dapat menimbulkan transaksi ekonomi bagi penyedia sektor barang dan jasa. Transaksi tersebut juga dapat menimbulkan dampak pengganda bagi sektor ekonomi lain, seperti usaha penyediaan jaring atau alat pancing, warung makan, penyediaan bahan-bahan kebutuhan budidaya ikan bandeng dan udang seperti benih dan pakan, serta usaha transportasi pengangkutan hasil tambak. Berdasarkan hal tersebut maka, perlu dilakukan penelitian yang mengkaji tentang dampak ekonomi dari keberadaan daerah tambak terhadap kesejahteraan petani dan masyarakat di Kelurahan Marunda.

1.2 Perumusan Masalah

Daerah Cilincing, Jakarta Utara, merupakan salah satu daerah tambak budidaya ikan air payau di Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan data dari suku dinas peternakan, perikanan dan kelautan Jakarta Utara tahun 2012, wilayah ini memiliki luas areal lahan dan produksi budidaya per tahun yang lebih besar dibandingkan dengan daerah penjaringan yang juga merupakan daerah tambak budidaya ikan air payau.

(28)

Tabel 4 Daftar nama dan alamat kelompok budidaya ikan konsumsi Jakarta Utara tahun 2012

No. Nama Pokdakan Alamat Komoditas

1. Mina Sejahtera Suken Jl. SungaiKendal RT. 03/08

Rorotan, Cilincing Lele

2. Budi Lima Sejahtera Jl. Malaka II RT.01/05

Rorotan, Cilincing Lele

3. Bangun Sejahtera Jl. Rorotan IX RT.04/07

Rorotan, Cilincing Lele

4. Barakuda

Jl. Kapuk Raya GG Majid RT.06/02 Kapuk Muara, Penjaringan

Lele

5. Mekar Jaya Jl. Rorotan IX RT.08/07

Rorotan, Cilincing Lele

6. Teguh Jaya Jl. Malaka Rorotan RW 06 Lele

7. Mandiri Jaya Jl. Sungai Tiram RT.06/02

Marunda, Cilincing Udang dan Bandeng

8. Bina Marunda Windu Jl. Sungai Tiram RT.01/04

Marunda, Cilincing Udang dan Bandeng

9. Karang Tengah Jl. Sungai Tiram RT.01/06

Marunda, Cilincing Mujair

Sumber : Sudin Peternakan Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, 2012

Keberadaan daerah tambak di Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara, menjadi penting bagi masyarakat yang telah menggantungkan mata pencahariannya pada sektor budidaya tambak ikan dan udang atau pun unit usaha lain yang terkait didalamnya selama bertahun-tahun. Daerah tambak tersebut dimanfaatkan oleh petani tambak untuk usaha budidaya tambak ikan bandeng dan udang windu. Hasil pendapatan dari usaha budidaya tambak dimanfaatkan oleh petani untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jumlah lahan yang digarap oleh petani hanya sekitar 1-2 hektar saja per petani, sehingga hasil produksi yang diperoleh tidak terlalu besar. Hal ini dikhawatirkan mempengaruhi pendapatan petani yang akan berakibat pada sulitnya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan jumlah pendapatan yang minim. Munculnya usaha budidaya tambak ikan bandeng dan udang windu menyebabkan warga di daerah sekitar tambak membuka usaha pakan dan obat ikan, usaha pembibitan ikan bandeng dan udang windu, warung makan, dan lain-lain. Keberadaan budidaya tambak sendiri secara tidak langsung menimbulkan dampak ekonomi terhadap masyarakat lokal di Kelurahan Marunda.

(29)

1. Bagaimana karakteristik petani tambak, unit usaha, tenaga kerja, dan masyarakat di sekitar daerah tambak ?

2. Bagaimana kesejahteraan petani tambak dikaji dari surplus produsen petani tambak tersebut ?

3. Bagaimana dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh aktivitas budidaya ikan bandeng dan udang windu di daerah tambak Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Kotamadaya Jakarta Utara terhadap masyarakat lokal ?

4. Apa rekomendasi hasil penelitian yang dapat diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan petani tambak dan masyarakat lokal daerah tambak Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi karakteristik usaha tambak, unit usaha, dan tenaga kerja lokal di sekitar daerah tambak.

2. Mengkaji kesejahteraan petani tambak dikaji dari surplus produsen petani tambak tersebut.

3. Menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh aktivitas budidaya ikan bandeng dan udang windu di daerah tambak Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Kotamadaya Jakarta Utara terhadap masyarakat lokal.

4. Memberikan rekomendasi hasil penelitian dalam bentuk saran untuk meningkatkan kesejahteraan petani tambak dan masyarakat lokal daerah tambak Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :

(30)

bandeng dan udang windu di wilayah Jakarta Utara. Diharapkan pula penelitian ini dapat menjadi masukan atau pertimbangan dalam menentukan atau membuat kebijakan pengelolaan sehingga dapat tercipta kesejahteraan petani tambak dan masyarakat sekitar daerah tambak yang lebih baik.

2. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sarana untuk memperoleh tambahan pengetahuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

3. Bagi akademisi sebagai bahan rujukan atau referensi untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Batasan-batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Wilayah penelitian ini adalah daerah tambak Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara.

2. Responden dalam penelitian ini adalah para petani tambak polikultur dan monokultur, pemilik unit usaha, dan tenaga kerja lokal sekitar daerah tambak Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara.

3. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesejahteraan petani tambak dilihat dari surplus produsennya. Hasil dari kajian mengenai tingkat kesejahteraan petani tambak tersebut dapat dijadikan sebagai informasi untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan petani tambak di Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara.

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dampak Ekonomi

Kegiatan budidaya akan menimbulkan dampak terhadap masyarakat di sekitar lokasi tambak. Dampak yang paling terasa adalah adanya dampak ekonomi. Dampak ekonomi dapat berupa dampak negatif dan positif. Dampak ekonomi yang positif dapat berupa dampak langsung (direct), dampak tidak langsung (indirect), dan dampak lanjutan (induced impact). Dalam pengukuran dampak ekonomi dapat digunakan multiplier effect dari pengeluaran pemilik usaha yang ditimbulkan dari suatu kegiatan usaha, yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan sebagai dasar pengambilan kebijakan (Larastiti, 2011).

Peningkatan yang terjadi pada kegiatan basis akan menimbulkan efek pengganda (Multiplier effect) pada perekonomian wilayah secara keseluruhan. Menurut Glasson J (1977) dalam Triana (2010) menyatakan bahwa peningkatan pada kegiatan basis akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang dan jasa di dalamnya dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis. Ekonomi lokal akan semakin kuat jika ekonomi di wilayah tersebut memiliki jaringan yang lebih luas di wilayah lain, tidak semata-mata tergantung pada permintaan lokal. Hal ini diperkuat dengan asumsi bahwa ekonomi yang memiliki keterkaitan keluar akan bisa survive dari tekanan melemahnya permintaan lokal karena diharapkan kuatnya permintaan dari luar dapat menyelamatkan ekonomi di daerah lokal tersebut (Fauzi, 2010b).

2.2 Kesejahteraan Petani Tambak dan Masyarakat

(32)

penghasilan secara kuantitatif, adanya kesehatan keluarga yang lebih baik secara kualitatif, dan adanya investasi ekonomis keluarga berupa tabungan. Peningkatan kesejahteraan hidup ini tidak membuat seseorang yang kebetulan miskin serta merta menjadi tidak miskin lagi. Peningkatan kesejahteraan hidup ini merupakan suatu indikator adanya pergerakan kualitas hidup seseorang setapak demi setapak untuk mencapai penghidupan yang lebih baik lagi dari kehidupan sebelumnya, meskipun masih berada di bawah garis kemiskinan (Anshori, 1983). Menurut Arthur Dunham dalam Sumarnonugroho (1987) menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial didefinisikan sebagai kegiatan yang terorganisisr dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuain sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan, dan hubungan-hubungan sosial.

Ekonomi diketahui sebagai kegiatan manusia dengan masyarakat untuk memanfaatkan dan mempergunakan unsur-unsur produksi dengan sebaik-baiknya guna memenuhi berbagai rupa kebutuhan. Salah satu bentuk usaha masyarakat Kelurahan Marunda untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi adalah dengan mengelola usaha tambak. Apabila pengelolaan tambak tersebut semakin baik, akan berimplikasi pada penghasilan petani tambak yang bertambah. Bertambahnya penghasilan ini pada akhirnya akan berdampak pada kesejahteraan ekonomi masyarakat (Asriyah, 2007).

Dengan berkembangnya usaha, kebutuhan masyarakat semakin tercukupi. Masyarakat bebas berproduksi dengan mengembangkan daya kreasi dan daya ciptanya. Dengan demikian setiap produk yang dihasilkan dapat meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya (Anoroga, 1992). Kesejahteraan ekonomi pada petani tambak ini dapat dianalisis melalui surplus produsen yang diperolehnya.

(33)

harga kesediaan minimal tersebut, produsen memperoleh surplus. Disebut surplus karena pada tingkat harga yang paling rendah pun telah mencerminkan kedudukan terbaik (optimal) baginya. Besarnya surplus yang berlaku bagi seorang produsen sampai dengan besarnya perbedaan harga tersebut dikalikan dengan kuantitas yang berhasil dijualnya pada harga pasar (Sudarsono, 1983).

Bagi ekonomi sumberdaya alam, salah satu hal yang penting adalah bagaimana surplus dari sumberdaya alam dimanfaatkan secara optimal. Kita harus memahami terlebih dahulu kurva permintaan dan penawaran agar konsep surplus dapat diturunkan secara lebih rinci. Kurva penawaran dari suatu barang dan jasa mengambarkan kuantitas dari barang atau output (x) yang dapat ditawarkan produsen pada tingkat harga tertentu. Kurva penawaran di turunkan dari fungsi biaya. Bentuk umum kurva biaya yang dihadapi oleh produsen ditunjukkan dalam Gambar 1.

Sumber : Fauzi, 2010a

Gambar 1 Kurva biaya dan kurva penawaran kompetitif

(34)

merupakan tangent dari kurva biaya total (MC(x) = ∂ TC(x)/∂(x)) akan mengalami titik minimum pada x1 karena pada titik inilah slope atau kemiringan dari kurva biaya sama dengan nol. Kurva biaya rata-rata dapat ditentukan dengan membuat garis lurus dari titik 0 ke kurva yang memotong kurva TC(x). Secara matematis kurva AC(x) diturunkan dari TC(x)/x sehingga kurva biaya rata-rata akan mencapai titik minimum pada tingkat x2. Bagian dari biaya marjinal diatas daerah p = AC(x) merupakan kurva penawaran (Fauzi, 2010a).

Hubungan antara kurva biaya marjinal dan biaya rata-rata adalah kurva biaya marjinal akan memotong kurva biaya rata-rata dari arah bawah dan titik perpotongannya akan terjadi pada saat kurva minimum. Secara matematik sifat tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut :

Komponen di sebelah kiri adalah biaya marjinal (MC), sementara di sebelah kanan adalah biaya rata-rata (AC). Dengan kata lain, biaya marjinal akan sama dengan biaya rata-rata pada saat biaya rata-rata minimum (min AC). Pada dasarnya konsep surplus menempatkan nilai moneter terhadap kesejahteraan dari masyarakat dari mengekstraksi dan mengkonsumsi sumberdaya alam. Surplus juga merupakan manfaat ekonomi yang merupakan selisih antara manfaat kotor (gross benefit) dan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengekstraksi sumberdaya alam. Surplus ekonomi yang seringkali dikaji dalam sumberdaya adalah surplus konsumen, surplus produsen, dan resource rent atau rente sumberdaya (Fauzi, 2010a).

(35)

Secara matematis, besaran surplus (PS) diukur berdasarkan hasil perkalian antara kuantitas output suatu barang (x) dengan turunan kedua dari biaya output (C”(x)) dikurangi dengan biaya memproduksi output (C(x)):

PS(x) = xC′(x) – C(x)

Secara matematik, luas area surplus produsen (PS) adalah : PS(x0) = P0x0–X0∫0 S(x)dx

= P0x0–X0∫0 MC(x)dx

Luas area surplus produsen diperoleh dari hasil perkalian antara kuantitas output barang (x0) dengan harga (P0) dikurangi dengan hasil integral dari kurva

penawaran (S(x)) atau biaya marginal (MC(x)). Komponen lain dalam pengukuran surplus ekonomi sumberdaya alam adalah resource rent (RR) atau rente sumberdaya. Secara matematis rente sumberdaya ini dapat ditulis :

RR(x) = x[U′(x) - C′(x)]

Rente sumberdaya ini merupakan surplus yang dapat dinikmati oleh pemilik sumberdaya yang merupakan selisih antara jumlah yang diterima dari pemanfaatan sumberdaya (U’(x)) dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengekstraksinya (C’(x)) (Fauzi, 2010a). Penjelasan mengenai surplus produsen dan rente sumberdaya digambarkan pada Gambar 2.

Sumber : Fauzi, 2010a

(36)

Pada Gambar 2 biaya marginal (MC) merupakan turunan pertama dari biaya (C’(x)) dan kurva permintaan ditunjukkan dengan simbol U’(x). Daerah surplus produsen ekuivalen dengan daerah di atas kurva penawaran dan di bawah garis harga P2 atau berada di area C. Area A+B+C+D dikurangi area dibawah kurva penawaran (area D) merupakan surplus sosial. Surplus konsumen ekuivalen dengan area A ditambah daerah yang dibatasi oleh P1FEP0 (Fauzi, 2010a).

2.3 Perikanan Budidaya

Perikanan Budidaya adalah kegiatan ekonomi dalam bidang budidaya ikan/binatang air lainnya/tanaman air (KKP, 2012). Kegiatan budidaya berupa pembudidayaan ikan, yang dahulu hidup liar, menjadi ikan kultur (peliharaan). Pembudidayaan yang pertama kali dilakukan terhadap suatu jenis ikan telah dilakukan oleh kulturis ikan pada zaman lampau. Para kulturis ikan berikutnya dapat menikmati hasil pembudidayaan itu saja, yaitu berupa ikan kultur yang telah jinak dan dapat menghasilkan telur ikan di dalam pengawasan pembudidaya di kolam. Sehingga usaha membudidayakan ikan ini seringkali disebut dengan istilah budidaya ikan (Soeseno, 1983). Pada umumnya budidaya perairan dikelilingi tanggul, seperti tambak atau kolam, pagar, dan lain-lain. Budidaya yang dilakukan dapat merupakan milik perseorangan atau kelompok.

Budidaya perikanan dibagi atas ekosistem perairan, yaitu budidaya air tawar, budidaya air payau, dan budidaya laut (Sudradjat, 2008). Budidaya ikan dilakukan untuk menghasilkan bahan pangan, ikan hias, dan rekreasi. Budidaya perikanan sebagian besar dilakukan oleh para petani ikan di kolam air tawar (juga petakan sawah dan sawah tambak), dan oleh para petani tambak di empang air payau.

(37)

berakhir, selalu ditebarkan benih baru yang dikumpulkan dari laut, apabila usaha tersebut ingin dilakukan kembali dalam masa pemeliharaan selanjutnya (Soeseno, 1983).

Bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dan ketersediaan teknologi yang memungkinkan dihasilkannya berbagai jenis produk hasil laut melalui akukultur. Akuakultur diartikan sebagai budidaya perairan, seperti ikan, kerang, krustasea, dan tanaman air. Kegiatan budidaya melakukan intervensi dalam proses pemeliharaan untuk meningkatkan produksi, seperti penebaran, pemberian pakan, pemberantasan hama-penyakit (Sudradjat, 2008).

Biota laut di Indonesia banyak yang berpotensi untuk dibudidayakan karena harga jualnya yang cukup tinggi dan memiliki pertumbuhan relatif cepat. Kegiatan budidaya laut yang relatif baru telah mulai berkembang. Komoditas perikanan yang dibudidayakan meliputi jenis ikan, seperti ikan kerapu, kakap putih, kakap merah, ikan kuwe, dan bandeng. Selain ikan, jenis krutasea, kekerangan, jenis Echinodermata, dan rumput laut juga dibudidayakan (Sudradjat, 2008).

Permintaan ikan yang tinggi di seluruh dunia menyebabkan overfishing di sektor perikanan tangkap. Budidaya ikan menjadi salah satu sumber alternatif penyediaan ikan. Berdasarkan data FAO, total ikan yang dibudidayakan secara global pada tahun 2008 mencapai 33,8 juta ton dengan nilai mencapai US$ 60 miliar.

Pada pasal 9 Code of Conduct of Responsible Fisheries yang diterbitkan oleh badan pangan dan pertanian PBB (FAO) tahun 1995 mengatur tentang pembangunan akuakultur berkelanjutan. Code of Conduct tersebut menekankan agar tiap negara menerbitkan sistem hukum dan administratif bagi pelaksanaan perikanan bertanggung jawab. Sistem tersebut memberikan penekanan pada pentingnya melakukan evaluasi pendahuluan mengenai dampak akuakultur terhadap keragaman genetik, keutuhan ekosistem, dan kehidupan masyarakat setempat (Sudradjat, 2008).

(38)

dan instansi pemerintah terkait, seperti dinas kelautan dan perikanan serta pemerintah daerah (Sudradjat, 2008).

2.4 Budidaya Tambak

Tambak merupakan lahan budidaya hewan air payau yang dibangun di wilayah pesisir. Budidaya tambak bukanlah hal yang baru bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi masyarakat yang bermukim di sekitar perairan air tawar dan pesisir pantai. Bangsa Indonesia telah mengenal budidaya ikan sejak zaman Hindu, sekitar 700 tahun lalu. Pada zaman Hindu Abad 13-14, dalam Kitab Kutaramenawa telah dituliskan undang-undang tentang pengaturan air yang dianggap sebagai awal pemeliharaan bandeng dalam tambak di Indonesia (Nontji, 1987 dalam Kordi, 2010a). Kegiatan budidaya tambak di Indonesia semakin berkembang setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tahun 1980. Pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden untuk melarang penggunaan Pukat Harimau yang banyak digunakan untuk menangkap udang di lepas pantai, maka dikembangkanlah kegiatan budidaya udang pada lahan tambak untuk mengimbangi produksi udang yang mengalami penurunan (Puspita, et al., 2005).

(39)

untuk menghasilkan hewan budidaya yang berkualitas dan dapat mempengaruhi tingkat produktivitas tambak (Chen, 2000 dalam Puspita, et al., 2005).

Tambak juga memiliki manfaat ekonomis antara lain, menghasilkan berbagai sumber daya alam bernilai ekonomi dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Tambak sebagai penghasil berbagai sumberdaya alam yang ekonomis menghasilkan berbagai sumber daya alam perikanan khas pesisir. Budidaya ikan dan udang di tambak pun telah memiliki banyak pilihan dalam hal jenis komoditas budidaya. Komoditas ikan ekonomi dan bernilai jual tinggi yang dapat dibudidayakan adalah ikan bandeng, beronang, kakap putih, kerapu bebek, kerapu lumpur, kerapu malabar, kerapu macan, dan nila. Tambak dapat bermanfaat pula untuk budidaya rumput laut, teripang, udang windu, dan udang galah. Komoditas tersebut dibudidayakan dalam rangka untuk memenuhi permintaan konsumsi dari dalam maupun luar negeri. Tambak diketahui dapat meningkatkan perekonomian masyarakat karena kegiatan usaha budidaya perikanan di daerah tambak dapat menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat di wilayah pesisir. Usaha tambak membutuhkan modal yang cukup besar dan pengelolaan yang baik pula, bila terkelola dengan baik usaha tambak dapat menghasilkan produksi yang cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat yang menggeluti usaha tambak tersebut (Puspita, et al., 2005).

Keberhasilan dalam usaha pertambakan bergantung pada pemilihan lokasi, konstruksi tambak, dan sistem pengelolaan. Dalam pemilihan lokasi tambak, hal penting yang harus diperhatikan adalah elevasi dan topografi areal pantai, sumber air dan karakteristik pasang surut, sifat fisik dan kimiawi tanah, kondisi vegetasi mangrove, dan keadaan prasarana untuk mengangkut bahan kebutuhan budidaya dan memasarkan hasil produksi budidaya tambak (Puspita, et al., 2005). Faktor penting lain yang mempengaruhi pertambakan adalah kondisi iklim, melingkupi curah hujan, suhu, arah dan kecepatan angin, kecepatan penguapan, dan kisaran musim.

(40)

1983). Pembangunan tipe tambak tertentu sangat bergantung pada kondisi lingkungan setempat. Tipe tambak berdasarkan letak, antara lain :

1. Tambak Layah

Tambak ini terletak dekat dengan laut, yaitu daerah yang datar sekali pantainya serta sangat besar perbedaan tinggi antara permukaan air laut pasang tertinggi dan air surut terendah.

2. Tambak Biasa

Tambak biasa terletak di belakang Tambak Lanyah dan terisi oleh campuran air asin dari laut dan air tawar dari sungai. Air asin diperoleh pada saat tambak terisi oleh air pasang yang tinggi dan memperoleh air tawar saat tambak terisi oleh air sungai yang leluasa mengalir ke arah pantai pada waktu laut sedang surut.

3. Tambak Darat

Tambak darat terletak jauh dari laut. Suplai air hanya cukup dipertahankan selama musim hujan saja. Jika intensitas hujan rendah, maka sebagian tambak akan menjadi kering, sehingga pengoperasian tambak darat hanya dapat berlangsung selama sembilan bulan saja setiap tahunnya.

Bagi daerah dengan kondisi yang tidak cocok bagi tipe tambak mana pun, perlu dipikirkan modifikasi tertentu, yang mengubah disain tambak yang akan dibangun, sesuai keadaan lapangan, namun tidak terlalu jauh menyimpang dari tipe dasar yang ada. Modifikasi ini antara lain, tipe jawa barat, tipe porong, tipe taman, tipe filipina, dan tipe taiwan (Soeseno, 1983).

(41)

yang dapat ditemukan di ekosistem tambak antara lain ikan, udang, ketam, reptilia, mamalia, dan burung (Martosudarmo, 1992).

2.5 Budidaya Ikan Bandeng

Sebelumnya telah disebutkan bahwa Kitab Kutaramenawa telah menuliskan undang-undang tentang pengaturan air yang diduga sebagai awal pemeliharaan bandeng dalam tambak di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa ikan bandeng telah menjadi ikan konsumsi yang penting bagi masyarakat Indonesia sejak dahulu. Ikan Bandeng menjadi komoditas budidaya yang penting karena selain rasanya yang gurih, harganya dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, tahan terhadap serangan penyakit, serta dapat dibudidayakan di berbagai habitat, yaitu air payau, laut, dan tawar (Kordi, 2010a). Gambar ikan bandeng disajikan pada Gambar 3.

Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan, 1994

Gambar 3 Ikan Bandeng

Jenis ikan bandeng tersebar mulai dari pantai Afrika Timur sampai ke Kepulauan Tuamotu, sebelah timur Tahiti, dan dari Jepang selatan sampai Australia Utara (Soeseno, 1983). Di dunia internasional, bandeng disebut milkfish. Sementara itu, nama lokal di Indonesia antara lain bandang, bandeng, bolu, ikan bebi, muloh, dan ikan agam (Kordi, 2010a).

Menurut Kordi, 2010a, Ikan Bandeng memiliki klasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Pisces

(42)

Famili : Chanidae Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos

Keunggulan komoditas ini dibandingkan dengan komoditas lain, diantaranya indukan memiliki fekunditas yang tinggi dan teknik pembenihannya telah dikuasai sehingga pasok nener tidak tergantung dari alam, teknologi budidaya relatif mudah, bersifat eurihalin antara 0-50 ppt, bersifat herbivora, namun dapat juga menjadi omnivora dan tanggap terhadap pakan buatan, pakan relatif murah dan tersedia secara komersial, tidak bersifat kanibal sehingga dapat hidup dalam kepadatan tinggi, dan dapat dibudidayakan dengan cara polikutur bersama komoditas lainnya.

Induk bandeng baru dapat memijah setelah mencapai umur 5 tahun dengan panjang 0,5 – 1,5 m dan berat badan 3 – 12 kg. Jumlah telur yang dihasilkan oleh induk bandeng sekitar 0,5 – 1,0 juta butir tiap kg berat badan. Pertumbuhan ikan bandeng pun relatif cepat, yaitu 1,1 – 1,7 % bobot badan/hari. Pada saat pendederan ikan bandeng, penambahan bobot perhari berkisar 40 – 50 mg (Sudradjat, 2008).

Ikan Bandeng memiliki tingkat konsumsi yang tinggi khusus di daerah Jawa dan Sulawesi Selatan. Selain sebagai ikan konsumsi, ikan bandeng banyak pula digunakan sebagai umpan hidup dalam usaha penangkapan ikan tuna (Thunnus spp.) dan cakalang (Katsuwonus pelamis). Ikan Bandeng juga memiliki permintaan yang tinggi untuk keperluan induk (Sudradjat, 2008).

Bandeng diproduksi dalam berbagai tipikal ukuran, yaitu untuk umpan dalam penangkapan tuna dan cakalang, konsumsi dalam negeri, ekspor, serta untuk induk.

Tabel 5 Tipikal bandeng menurut permintaan

No. Target Produk Ukuran (g/ ekor) Kebutuhan Kekurangan

1. 2. 3. 4.

Umpan Konsumsi Ekspor Induk

100 – 200

300 – 500

500 – 800

>4000

200 juta ekor 6 juta ekor - -

- 639.000 ton/thn - 13.200 ekor/thn

(43)

2.6 Budidaya Udang Windu

Udang Windu merupakan salah satu jenis udang yang hidup di wilayah perairan Indonesia selain udang putih, udang api-api, udang vanname, udang rostris, dan udang galah. Jumlah spesies udang laut di Indonesia tergolong beragam. Terdapat setidaknya 11 spesies yang dikategorikan memiliki nilai ekonomi penting yang tergolong dalam dua marga yakni Penaeus dan Metapenaeus (Kordi, 2010b).

Sumber : Food and Agriculture Organization, 1980 Gambar 4 Udang Windu

Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), 1980, udang windu memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda

Kelas : Malacostraca Ordo : Decapoda

Famili : Penaeidae Genus : Penaeus

Spesies : Penaeus monodon

(44)

Indonesia, Philipina, Thailand, dan Vietnam. Sedangkan perairan di negara-negara produsen udang lain memiliki spesies udang dengan ukuran yang lebih kecil sehingga usaha budidaya udang windu hanya efisien dibudidayakan disejumlah negara tersebut. Terbatasnya negara pesaing menguntungkan negara-negara produsen udang windu sehingga dapat memonopoli perdagangan udang berukuran besar (Kordi, 2010b).

Udang windu memiliki kulit tubuh yang keras, berwarna hijau kebiruan dan berloreng-loreng besar. Udang dewasa yang hidup di laut memiliki warna kulit merah muda kekuningan dengan ujung kaki renang berwarna merah. Sedangkan udang muda memiliki ciri khas totol-totol hijau pada tubuhnya. Habitat hidup udang windu adalah laut. Saat muda udang windu berada diperairan yang dangkal di tepi pantai bahkan ada yang memasuki muara sungai dan tambak air payau, sedangkan udang windu dewasa mencari tempat yang dalam di tengah laut. Udang merupakan hewan euryhaline (dapat mentolerir kisaran salinitas yang luas). Udang windu hidup pada salinitas 3-35 ppt. Udang windu tergolong hewan nokturnal atau hewan yang aktif di malam hari. Udang dikenal juga sebagai hewan kanibalisme, yaitu memiliki sifat suka memangsa jenisnya sendiri. Sifat kanibal seringkali muncul pada udang yang tengah lapar. Sifat kanibal ini juga muncul pada udang yang sehat yang tidak sedang berganti kulit. Sasarannya adalah udang-udang yang tengah berganti kulit. Udang memiliki kerangka luar yang keras dan untuk tumbuh menjadi besar udang perlu membuang kulit lama dan menggantinya dengan kulit yang baru. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan moulting atau ecdysis. Selain bersifat euryhaline, udang windu juga bersifat eurythermal, yaitu hewan yang dapat mentolerir perubahan suhu yang luas. Pada siang hari di musim kemarau suhu mencapai 32 derajat celcius dan pada malam hari suhu menurun menjadi 22 derajat celcius masih dapat ditolerir oleh udang. Udang windu tergolong hewan pemakan segala (omnivor), baik hewan maupun tumbuhan (Kordi, 2010b).

2.7 Penelitian Terdahulu

(45)

Barat“. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus, data dianalisis menggunakan analisis Location Quotient, Multiplier Effect dan penentuan sektor unggulan. Salah satu bahasan dalam skripsinya menjelaskan tentang peranan dan dampak sektor perikanan dan kelautan dalam pembangunan wilayah dengan menganalisis multiplier effect. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa multiplier effect sektor perikanan dan kelautan menunjukan nilai yang fluktuatif selama periode analisis, dengan nilai rata-rata multiplier effect sebesar 89,89.

Ria Larastiti (2011) melakukan penelitian “Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng Di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon”. Penelitian tersebut dianalisis dengan menggunakan fungsi Cobb-Douglas dan uji kriteria Ekonometrika untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng. Residual Rent digunakan untuk mengestimasi nilai pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng. Analisis dampak ekonomi kegiatan budidaya ikan bandeng terhadap masyarakat lokal dianalisis dengan Multiplier Effect. Hasil analisis menunjukan unit usaha yang berkembang di Desa Ambulu memberikan pendapatan bersih perbulan sebesar Rp 2.008.116,00 untuk usaha penjualan benih bandeng, Rp 2.587.500,00 untuk penjualan pakan, pupuk dan obat-obatan, Rp 660.000,00 untuk usaha pembuatan bubu, Rp 244.450,00 untuk penyewaan alat panen, serta Rp 965.000,00 untuk usaha bakul/ tengkulak. Hasil analisis regresi Cobb-Douglas menunjukan bahwa usaha tambak ikan bandeng di Desa Ambulu berada dalam kondisi belum optimal. Sedangkan Nilai Rent dari total pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu adalah sebesar Rp 2.810.262.630,00 dalam satu tahun. Dampak ekonomi dari kawasan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu dapat dilihat dari nilai Keynesian Income Multiplier adalah 0,60, Ratio Income Multiplier Tipe I sebesar 1,14 dan Ratio Income Multiplier Tipe II adalah 1,59.

(46)

Subang)”. Penelitian tersebut dianalisis dengan menggunakan Fungsi Produksi Cobb-Douglas, uji kriteria Ekonometrika, dan Residual Rent untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani tambak polikultur. Analisisi dampak ekonomi kegiatan budidaya tambak polikultur terhadap masyarakat lokal dianalisis dengan menggunakan Multiplier Effect. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petai tambak yang diduga menggunakan model fungsi Cobb-Douglas adalah, hasil panen ikan bandeng dan hasil panen udang windu. Nilai rent diperoleh dengan mengasumsikan semua tambak yang berstatus tanah milik petani tambak di Desa Langensari yang berjumlah 71 hektar berproduksi dan melakukan tiga kali panen dalam satu tahun adalah Rp 1.066.847.630,00. Dampak ekonomi langsung yang diterima oleh pemilik usaha sebesar 80,30%, dampak ekonomi tidak langsung yang diterima oleh tenaga kerja lokal adalah 1,74% dan dampak ekonomi lanjutan yang merupakan pengeluaran yang dilakukan oleh tenaga kerja lokal sebesar 77,42%. Nilai Keynesian Income Multiplier sebesar 0,34. Ratio Income Multiplier Tipe 1 sebesar 1,02 dan Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1,25. Besarnya rata-rata total pendapatan petani tambak polikultur yang tidak terdapat mangrove sebesar Rp 15.693.753,00/ha/tahun, sedangkan rata-rata total pendapatan petani tambak polikultur yang tidak terdapat mangrove sebesar Rp 10.701.683,00/ha/tahun, sehingga surplus pendapatan sebesar Rp 4.992.070,00/ha/tahun.

(47)
(48)
(49)

III. KERANGKA PENELITIAN

Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya potensi daerah tambak di Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Potensi ini menjadikan daerah tersebut sebagai daerah usaha budidaya ikan bandeng dan udang windu yang cukup terkenal di daerah Jakarta Utara. Keberadaan tambak di daerah tersebut juga menjadi salah satu sumber mata pencaharian bagi masyarakat sekitar.

Data yang diperoleh Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara mencatat bahwa Kecamatan Penjaringan dan Cilincing di Jakarta Utara merupakan daerah tambak budidaya ikan air payau seperti ikan bandeng dan udang windu dengan hasil produksi dan luas area tambak yang cukup besar. Kelurahan Marunda memiliki kelompok-kelompok budidaya ikan konsumsi yang menghasilkan komoditas berupa ikan bandeng dan udang windu. Kelompok tersebut berada di RW 02, RW 04, dan RW 06 Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara. Kesejahteraan petani tambak dapat diukur melalui surplus produsen yang diperolehnya dari kegiatan usaha budidaya tambak. Meningkatnya permintaan komoditas ikan konsumsi merupakan akibat dari semakin tingginya tingkat pertumbuhan penduduk. Perikanan budidaya memiliki kecenderungan sifat lebih mudah mengatur jumlah produksi dibandingkan dengan perikanan tangkap, oleh karena itu peningkatan jumlah penduduk secara tidak langsung akan meningkatkan aktivitas pemanfaatan daerah tambak untuk kegiatan budidaya. Peningkatan aktivitas tersebut akan mempengaruhi aktivitas unit usaha lain untuk memenuhi kebutuhan petani tambak, sehingga memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat lokal baik dari segi tenaga kerja, ekonomi, maupun jasa dengan menggunakan multiplier effect.

(50)
(51)

Gambar 5 Kerangka Penelitian Daerah Tambak Ikan Bandeng

dan Udang Windu Kelurahan Marunda, Cilincing

Jasa

Dampak Ekonomi Daerah Tambak

Budidaya Tambak

Kesejahteraan Ekonomi Petani Tambak Analisis Surplus

Produsen Mengkaji Kesejahteraan Petani

Tambak Masyarakat Sekitar Tambak

Identifikasi Masyarakat Sekitar Daerah Tambak

Analisis Multiplier Effect untuk Masyarakat Karakteristik

Ekonomi Tenaga

Kerja

Analisis Deskriptif

Rekomendasi Penelitian Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Petani Tambak

(52)
(53)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini terletak di Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara, DKI Jakarta (Lampiran 1). Pemilihan ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu daerah penghasil tambak budidaya ikan air payau di Jakarta Utara dan memiliki potensi lahan yang cukup besar untuk dikembangkan.

Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah proses pengumpulan data yang dilaksanakan pada Bulan Mei hingga Juni 2014. Tahapan selanjutnya adalah proses pengolahan dan analisis data serta penyusunan skripsi. Tahapan ini dilakukan sampai dengan akhir bulan Juli 2014.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data cross section, yaitu data aktivitas yang terkait dengan budidaya tambak ikan bandeng dan udang windu yang terjadi dalam jangka waktu satu tahun berjalan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian diperoleh dari wawancara terhadap petani budidaya tambak ikan bandeng dan udang windu, pemilik unit usaha sekitar daerah tambak, dan tenaga kerja lokal yang berada di Kelurahan Marunda. Data primer yang dibutuhkan dari wawancara responden antara lain : 1. Karakteristik petani budidaya tambak ikan bandeng dan udang windu yang

meliputi umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan petani, lama usaha, status usaha dan kepemilikan lahan, luasan lahan, sarana dan teknologi produksi, penerimaan petani tambak serta produktivitas per hektar budidaya tambak ikan bandeng dan udang windu.

2. Biaya operasional, investasi, dan variabel petani budidaya tambak ikan bandeng dan udang windu.

3. Struktur biaya, pendapatan, dan penerimaan pemilik unit usaha dan tenaga kerja lokal.

(54)

Kecamatan Cilincing, upah minimum Provinsi DKI Jakarta, pendapatan per kapita Kelurahan Marunda, pendapatan per kapita Kecamatan Cilincing, pendapatan per kapita Kotamadya Jakarta Utara, serta produksi dan konsumsi produk perikanan lokasi penelitian. Data tersebut diperoleh melalui studi literatur, pengumpulan data dari pemerintah daerah setempat, Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta, Badan Pusat Statistik (BPS), Kementrian Kelautan dan Perikanan, buku, internet, dan literatur-literatur lain yang mendukung.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh petani tambak dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Responden yang berasal dari petani tambak dipilih dan disesuaikan dengan kriteria tertentu, yaitu petani budidaya tambak yang status kepemilikan lahannya adalah lahan sewa. Populasi petani tambak di Kelurahan Marunda sebanyak 95 orang yang terbagi atas petani tambak polikultur sebanyak 75 orang dan petani tambak monokultur sebanyak 20 orang. Peneliti melakukan penelitian terhadap 40 petani tambak polikultur dan 13 petani tambak monokultur, yang terbagi atas 7 petani tambak monokultur bandeng dan 6 petani tambak monokultur udang.

Metode pengambilan contoh untuk melihat dampak ekonomi sebagai contoh unit usaha, tenaga kerja, dan jasa dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, dimana responden dipilih dan disesuaikan dengan kriteria tertentu, yaitu berdasarkan pada jenis usaha yang berhubungan langsung dengan usaha budidaya tambak yang banyak dijalani oleh masyarakat di kelurahan Marunda. Keuntungan dari teknik ini adalah penelitian dapat dilakukan dengan cepat, mudah dan murah, serta relevan dengan tujuan penelitian. Responden unit usaha yang diteliti sebanyak 6 unit usaha yang berada di sekitar daerah tambak Kelurahan Marunda, tenaga kerja lokal sebanyak 17 responden baik pekerja sewa maupun pekerja tetap yang bekerja di sekitar daerah tambak.

4.4 Metode Pengelolaan Analisis Data

(55)

4.4.1 Analisis Deskriptif

Identifikasi karakteristik responden petani tambak, unit usaha, tenaga kerja, jasa, dan masyarakat lokal dilakukan secara deskriptif melalui analisis deskriptif tabulatif dan narasi. Analisis deskriptif tabulasi dan narasi bertujuan untuk membuat gambaran-gambaran secara aktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada di lapangan, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis deskriptif akan dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel 2007.

4.4.2 Analisis Surplus Produsen

Kurva penawaran merupakan turunan dari fungsi biaya. Kurva penawaran diturunkan dengan memisalkan fungsi keuntungan produsen sebagai berikut (Fauzi, 2010a) :

... ( 4.1 ) Keterangan :

π = Keuntungan Petani Tambak (Rp/ha/tahun)

p = Harga jual ikan bandeng dan udang windu (Rp/kg)

x = Jumlah produksi ikan bandeng dan udang windu (kg/ha/tahun) C (x) = Biaya Produksi (Rp/ha/tahun)

Maka maksimisasi keuntungan akan menghasilkan :

... ( 4.2 ) Keterangan :

p = Harga jual ikan bandeng dan udang windu (Rp/kg)

MC (x) = Biaya Marjinal produksi ikan bandeng dan udang windu (Rp)

Produsen hanya akan memproduksi jika harga output sama dengan biaya marjinal untuk memproduksinya. Tidak semua tingkat harga akan memenuhi syarat untuk memproduksi barang. Jika kita tuliskan persamaan 2 dalam bentuk lain sebagai berikut :

(56)

Pada tingkat harga lebih besar atau sama dengan biaya rata-rata, produsen akan memperoleh keuntungan dan output akan diproduksi. Surplus produsen ialah pembayaran paling minimum yang dapat diterima oleh produsen dikurangi dengan biaya produksi barang x (Parluhut, 2007). Pengukuran surplus produsen dalam kurva dapat ditentukan dengan mengidentifikasi daerah yang berada di atas kurva penawaran yang dibatasi oleh garis harga. Kurva penawaran atau supply menggambarkan kuantitas barang yang bersedia ditawarkan produsen bila harganya minimal sama dengan tingkat harga pada kurva penawaran. Apabila harga yang berlaku di pasar lebih tinggi dari harga kesediaan minimal, maka produsen akan memperoleh surplus karena pada tingkat harga yang rendah sekalipun telah memberikan kedudukan yang optimal bagi produsen. Pada kurva, daerah yang diarsir merupakan surplus produsen karena berada diatas kurva penawaran dan dibatasi oleh harga yang berlaku di pasar yang lebih tinggi dari harga minimalnya. Penjelasan mengenai surplus produsen disajikan pada Gambar 6.

Sumber : Fauzi, 2010a

(57)

4.4.3 Analisis Multiplier

Dampak ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat sekitar daerah tambak dapat diukur menggunakan efek pengganda (multiplier) dari arus uang yang terjadi. Dampak ekonomi dari kegiatan budidaya tambak ini dapat diukur dengan dua tipe pengganda (META, 2001), yaitu :

1. Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan berapa besar pengeluaran kegiatan budidaya tambak berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal.

2. Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran kegiatan budidaya tambak yang memberikan dampak kepada perekonomian lokal. Efek pengganda ini mengukur dampak tidak langsung (indirect) yang digambarkan dengan Ratio Income Multiplier Tipe I dan lanjutan (induced) yang digambarkan dengan Ratio Income Multiplier Tipe II. Secara matematis dirumuskan :

Keynesian Local Multiplier Income ... ( 4.4 )

Ratio Income Multiplier, Tipe I ... ( 4.5 )

Ratio Income Multiplier, Tipe II ... ( 4.6 )

dimana :

E = pengeluaran budidaya tambak (Rp)

D = pendapatan lokal yang diperoleh secara langsung dari E (Rp) N = pendapatan lokal yang diperoleh seara tidak langsung dari E

(Rp)

U = pendapatan lokal yang diperoleh secara induced dari E (Rp)

Nilai dari ketiga rumusan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

(58)

2. Besaran nilai antara nol dan satu (0 < x < 1), maka daerah tambak Kelurahan Marunda memberikan dampak ekonomi yang masih relatif rendah.

3. Besaran nilai lebih besar dari satu ( ≥ 1 ), maka tambak Kelurahan Marunda telah memberikan dampak ekonomi yang cukup besar bagi daerah setempat.

Gambar

Tabel 1  Total volume produksi perikanan Indonesia tahun 2008 – 2012
Tabel 3  Data tambak budidaya ikan air payau di Jakarta Utara, 2007 – 2012
Tabel 4  Daftar nama dan alamat kelompok budidaya ikan konsumsi Jakarta Utara tahun 2012
Gambar 1 Kurva biaya dan kurva penawaran kompetitif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini yaitu: (1) mengidentifikasi karakteristik wisatawan, unit usaha dan tenaga kerja di Wana Wisata Cikole, (2) menganalisis dampak ekonomi kegiatan

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi, persepsi, dan pola adaptasi masyarakat mengenai kenaikan muka air laut dan

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik pengunjung, unit usaha, dan tenaga kerja daerah wisata Floating Market

Analisis Nilai Ekonomi Usaha Tambak Nila, Bandeng dan Udang Terhadap Kesejahteraan Petambak Di Kawasan Mangrove Kelurahan Nelayan Indah Medan Labuhan.. Dibimbing

Wawancara ini bertujuan untuk mencari data atau informasi mengenai kegiatan praktik rentenir yang terjadi ditengah masyarakat serta dampaknya bagi kesejahteraan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang kondisi sosial ekonomi keluarga petani tambak di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur

Sektor pertanian, khususnya usaha tani lahan sawah dengan menggunakan diversifikasi memiliki nilai multifungsi yang besar dalam peningkatan pendapatan, kesejahteraan

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik pengunjung, unit usaha, dan tenaga kerja daerah wisata Floating Market