• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.2 Kesejahteraan Petani Tambak dari Surplus Produsen Petani Tambak

Lahan tambak ikan bandeng dan udang windu di Kelurahan Marunda merupakan daerah tambak yang masih bertahan keberadaannya hingga saat ini ditengah tingginya perkembangan industrialisasi di Jakarta Utara. Meskipun begitu, lahan tambak yang masih bertahan tersebut tetap dapat memberikan pemasukan pendapatan kepada para petani tambak sehingga tak sedikit pula warga Kelurahan Marunda yang tetap menjadikan usaha budidaya tambak ikan bandeng dan udang windu ini sebagai profesi perkerjaan yang utama. Kesejahteraan kehidupan petani tambak bergantung pada pendapatan yang diperolehnya dari kegiatan budidaya tambak itu sendiri. Bila pendapatan yang diperoleh petani tambak dari kegiatan usaha budidaya tambak ikan bandeng dan udang windu setara atau berada diatas tingkat Kebutuhan Hidup Layak Provinsi (KHL), maka petani tambak dapat dikatakan memiliki kehidupan yang sejahtera. Berdasarkan Peraturan Menteri No.17 tahun 2005 tentang komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak, standar KLH terdiri dari beberapa komponen, yaitu makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi dan tabungan.

Analisis usaha dibutuhkan untuk mengetahui total biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani tambak, penerimaan yang diterima dari hasil panen ikan bandeng dan udang, serta pendapatan yang diperoleh setelah penerimaan dikurangi total biaya produksi. Peneliti melakukan analisis usaha terhadap dua

jenis usaha budidaya tambak, yaitu budidaya tambak polikultur serta budidaya tambak monokultur ikan bandeng dan tambak monokultur udang windu. Biaya faktor produksi adalah komponen biaya pemakaian barang dan jasa dalam kegiatan usaha budidaya tambak polikultur dan monokultur yang dikeluarkan petani selama berlangsungnya kegiatan budidaya. Biaya faktor produksi terbagi kedalam biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel. Biaya investasi atau modal usaha merupakan biaya awal yang harus dikeluarkan pada awal menjalankan suatu usaha atau biaya pemakaian sarana atau peralatan yang dapat digunakan dalam jangka waktu cukup panjang.

Biaya modal dalam usaha budidaya tambak polikultur dan monokultur adalah biaya sewa lahan atau pajak lahan serta peralatan budidaya yang dibutuhkan selama kegiatan usaha budidaya tambak berlangsung. Sumber permodalan yang digunakan biasanya berasal dari biaya pribadi petani tambak yang diinvestasikan untuk usaha budidaya tambak itu sendiri.

Peralatan yang digunakan dalam usaha budidaya tambak ikan bandeng dan udang windu Kelurahan Marunda antara lain bubu yang dapat digunakan selama 2 tahun, berfungsi debagai perangkap yang dipasang pada pintu air untuk menangkap ikan atau udang (kecuali ikan bandeng dan udang windu) yang terbawa oleh arus air laut, hasil tangkapannya biasanya digunakan sebagai konsumsi pribadi atau dijual. Pompa air digunakan oleh sebagian besar petani tambak di Kelurahan Marunda dan biasanya digunakan selama 3 tahun. Pompa air berfungsi sebagai alat untuk mengisi dan mengeluarkan air dari tambak setelah panen atau sebelum panen. Petani tambak yang tidak mampu membeli pompa air untuk digunakan dalam kegiatan produksi tambak, biasanya menyewa pompa air pada petani tambak yang memiliki unit pompa air lebih dari satu buah.

Pintu air dan laha digunakan selama 4 tahun, pintu air berfungsi sebagai pintu keluar masuknya arus air dalam tambak sedangkan laha adalah bambu yang disusun sedemikian rupa di sekeliling pintu air untuk mencegah ikan bandeng dan udang windu keluar dari dalam tambak. Waring dan jaring dapat digunakan selama 3 tahun, berfungsi sebagai alat untuk mencegah keluarnya ikan-ikan bandeng dan udang windu kecil dari dalam tambak. Cangkul digunakan untuk mencangkul atau mengaduk tanah di lahan tambak yang biasanya digunakan

selama 4 tahun. Rumah jaga merupakan sebuah bangunan kecil yang terbuat dari kayu sebagai tempat jaga bagi petani tambak saat melakukan penjagaan lahan tambak di pagi, siang, atau sore hari serta sebagai tempat istirahat setelah bekerja di tambak. Rumah jaga tersebut dapat bertahan selama kira-kira 6-10 tahun lamanya.

Bensin digunakan sebagai bahan bakar penggerak pompa air dan biasanya dalam satu kali panen dapat menghabiskan sekitar 260 liter bensin bagi tambak polikultur, 210 liter bensin bagi tambak monokultur bandeng, dan 255 liter bensin bagi tambak monokultur udang. Paralon digunakan sebagai saluran air, dapat digunakan selama 1-4 tahun dan memiliki fungsi yang sama seperti pintu air. Penggunaan peralatan budidaya ikan bandeng dan udang pada budidaya polikultur dan monokultur secara rinci dapat dilihat pada Tabel 16. Rincian pengeluaran biaya investasi petani tambak polikultur dan monokultur secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran 2, Lampiran 8, dan Lampiran 14.

Tabel 16 Rataan penggunaan peralatan dalam kegiatan budidaya tambak polikultur dan monokultur

No Jenis Rata-rata Biaya Penyusutan

(Rp/tahun) POLIKULTUR

1 Bubu 42.500

2 Pompa Air 615.417

3 Pintu Air dan Laha 530.500

4 Jaring 23.485 5 Waring 41.238 6 Rumah Jaga 394.542 7 Cangkul 10.284 8 Paralon 14.226 MONOKULTUR BANDENG 1 Bubu 190.476 2 Pompa Air 623.810

3 Pintu Air dan Laha 764.762

4 Jaring 138.571 5 Waring 55.179 6 Rumah Jaga 738.095 7 Cangkul 16.893 8 Paralon 40.000 MONOKULTUR UDANG 1 Bubu 533.333 2 Pompa Air 923.611

3 Pintu Air dan Laha 533.333

4 Jaring 158.333

5 Waring 39.000

6 Rumah Jaga 216.270

7 Cangkul 10.761

Biaya tetap adalah biaya yang tidak terkait langsung dengan jumlah ikan bandeng dan udang windu satu masa panen, sedangkan biaya variabel tergantung pada jumlah produksi budidaya tambak ikan bandeng dan udang windu. Rataan komposisi biaya faktor produksi per unit tambak di Kelurahan Marunda dalam satu tahun untuk tambak polikultur disajikan dalam Tabel 17, tambak monokultur bandeng pada Tabel 18, dan tambak monokultur udang pada Tabel 19. Rincian pengeluaran baik biaya tetap dan biaya variabel petani tambak secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran 3, Lampiran 4, Lampiran 9, Lampiran 10, Lampiran 15, dan Lampiran 16.

Tabel 17 Rataan komposisi biaya faktor produksi per hektar tambak polikultur di Kelurahan Marunda dalam satu tahun

No Jenis Jumlah (Rp) Presentase (%)

1 Biaya Investasi

Bubu 42.500 0,17

Pompa Air 615.417 2,51

Pintu Air dan Laha 530.500 2,16

Jaring 23.485 0,10

Waring 41.238 0,17

Rumah Jaga 394.542 1,61

Cangkul 10.284 0,04

Paralon 14.226 0,06

Total Biaya Investasi 1.672.192 6,82

2 Biaya Tetap

Pajak Tambak 100.000 0,41

Biaya Rehab Tambak 1.982.500 8,08

Sewa Alat Panen 137.550 0,56

Upah Tenaga Kerja 592.900 2,42

Sewa Lahan 2.099.500 8,56

Total Biaya Tetap 4.912.450 20,03

3 Biaya Variabel

Pembelian Benih Bandeng 1.306.050 5,32

Pembelian Benih Udang 3.748.500 15,28

Pembelian Pakan 8.366.325 34,10

Pembelian Obat 1.013.350 4,13

Pembelian Pupuk 908.050 3,70

Bensin 1.485.250 6,05

Upah Tenaga Kerja Panen 1.120.800 4,57

Total Biaya Variabel 17.948.325 73,15

Total Biaya Produksi 24.532.967 100,00

Sumber : Hasil Analisis Data, 2014

Pada Tabel 17 diketahui bahwa jumlah biaya investasi tambak polikultur setiap tahun rata-rata sebesar Rp 1.672.192,00 atau sekitar 6,82% dari total biaya

produksi, biaya tetap tambak polikultur setiap tahun rata-rata sebesar Rp 4.912.450,00 atau 20,03% dari total biaya produksi, dan biaya variabel tambak polikultur setiap tahunnya rata-rata sebesar Rp 17.948.325,00 atau 73,15% dari total biaya produksi. Seluruh lahan tambak polikultur yang berstatus sewa diasumsikan berproduksi, maka total biaya investasi yang dikeluarkan selama satu tahun oleh tambak polikultur adalah Rp 66.887.650,00, total biaya tetap tambak polikultur selama satu tahun adalah Rp 196.498.000,00, dan total biaya variabel yang dikeluarkan oleh tambak polikultur selama satu tahun adalah sebesar Rp 717.933.000,00.

Pada biaya investasi tambak polikultur yang paling besar proporsinya adalah pompa air, dengan proporsi sebesar 2,51% dari total biaya produksi atau Rp 615.417,00. Hal ini dikarenakan pompa air merupakan salah satu alat produksi yang sangat penting keberadaannya bagi petani tambak untuk mengisi atau mengeluarkan air kolam pada saat musim panen tiba atau sebelum panen. Pada biaya tetap sewa lahan memiliki proporsi terbesar dari pengeluaran biaya tetap yaitu sebesar 8,56% dari total biaya produksi atau Rp 2.099.500,00. Biaya variabel sangat mempengaruhi jumlah produksi budidaya polikultur. Biaya variabel terdiri atas biaya pembelian benih ikan bandeng, pembelian benih udang windu, pembelian pakan, pembelian obat, pembelian pupuk, bensin, dan upah tenaga kerja panen. Pembelian pakan memiliki proporsi yang cukup besar dalam biaya variabel, yaitu sebesar 34,10% dari total biaya produksi atau sebesar Rp 8.366.325,00. Biaya pembelian benih udang windu memiliki proporsi yang juga cukup besar dalam biaya variabel yaitu sebesar Rp 3.748.500,00 bagi pembelian benih udang windu atau 15,28% dari total biaya produksi dengan harga pembelian benih udang windu seharga Rp 50,00. Selain membeli benih udang windu, petani tambak polikultur juga membeli benih ikan bandeng dengan harga Rp 300,00 kurang lebih sebanyak 2.000 ekor dan benih udang windu sebanyak 20.000 ekor.

Pada Tabel 18 diketahui bahwa jumlah biaya investasi tambak monokultur bandeng setiap tahun rata-rata sebesar Rp 2.567.786,00 atau sekitar 13,04% dari total biaya produksi, biaya tetap tambak monokultur setiap tahun rata-rata sebesar Rp 5.532.143,00 atau 28,09% dari total biaya produksi, dan biaya variabel tambak monokultur setiap tahunnya rata-rata sebesar Rp 11.595.429,00 atau 58,87% dari

total biaya produksi. Seluruh lahan tambak monokultur yang berstatus sewa diasumsikan berproduksi, maka total biaya investasi yang dikeluarkan selama satu tahun oleh tambak monokultur bandeng adalah Rp 17.974.500,00, total biaya tetap tambak monokultur bandeng selama satu tahun adalah Rp 38.725.000,00, dan total biaya variabel yang dikeluarkan oleh tambak monokultur bandeng selama satu tahun adalah sebesar Rp 81.168.000,00.

Tabel 18 Rataan komposisi biaya faktor produksi per hektar tambak monokultur bandeng di Kelurahan Marunda dalam satu tahun

No Jenis Jumlah (Rp) Presentase (%)

1 Biaya Investasi

Bubu 190.476 0,97

Pompa Air 623.810 3,17

Pintu Air dan Laha 764.762 3,88

Jaring 138.571 0,70

Waring 55.179 0,28

Rumah Jaga 738.095 3,75

Cangkul 16.893 0,09

Paralon 40.000 0,20

Total Biaya Investasi 2.567.786 13,04

2 Biaya Tetap

Biaya Rehab Tambak 2.314.286 11,75

Upah Tenaga Kerja 1.942.857 9,86

Sewa Lahan 1.275.000 6,47

Total Biaya Tetap 5.532.143 28,09

3 Biaya Variabel

Pembelian Benih Bandeng 4.160.000 21,12

Pembelian Pakan 2.859.429 14,52

Pembelian Obat 676.000 3,43

Pembelian Pupuk 780.000 3,96

Bensin 1.745.714 8,86

Upah Tenaga Kerja Panen 1.374.286 6,98

Total Biaya Variabel 11.595.429 58,87

Total Biaya Produksi 19.695.358 100,00

Sumber : Hasil Analisis Data, 2014

Pada tambak monokultur bandeng biaya investasi yang paling besar proporsinya adalah pintu air dan laha, dengan proporsi sebesar 3,88% dari total biaya produksi atau Rp 764.762,00. Pengeluaran biaya tetap terbesar pada tambak monokultur bandeng terdapat pada biaya rehab tambak dengan proporsi sebesar Rp 2.314.286,00 atau 11,75% dari total biaya produksi. Hal ini disebabkan rehab tambak seperti, perbaikan pintu air, atau perbaikan tanggul tambak yang membutuhkan tenaga kerja menghabiskan biaya yang cukup besar. Pembelian

benih bandeng yang terdapat pada biaya variabel memiliki proporsi yang besar, yaitu 21,12% dari total biaya produksi atau sebesar Rp 4.160.000,00.

Pada Tabel 19 diketahui bahwa jumlah biaya investasi tambak monokultur udang setiap tahun rata-rata sebesar Rp 2.414.641,00 atau sekitar 7,47% dari total biaya produksi, biaya tetap tambak monokultur udang setiap tahun rata-rata sebesar Rp 4.058.333,00 atau 12,55% dari total biaya produksi, dan biaya variabel tambak monokultur udang setiap tahunnya rata-rata sebesar Rp 25.860.834,00 atau 79,98% dari total biaya produksi. Seluruh lahan tambak monokultur udang yang berstatus sewa diasumsikan berproduksi, maka total biaya investasi yang dikeluarkan selama satu tahun oleh tambak monokultur udang adalah Rp 14.487.852,00, total biaya tetap tambak monokultur udang selama satu tahun adalah Rp 24.350.000,00, dan total biaya variabel yang dikeluarkan oleh tambak monokultur udang selama satu tahun adalah sebesar Rp 155.165.000,00.

Tabel 19 Rataan komposisi biaya faktor produksi per hektar tambak monokultur udang di Kelurahan Marunda dalam satu tahun

No Jenis Jumlah (Rp) Presentase (%)

1 Biaya Investasi

Bubu 533.333 1,65

Pompa Air 923.611 2,86

Pintu Air dan Laha 533.333 1,65

Jaring 158.333 0,49

Waring 39.000 0,12

Rumah Jaga 216.270 0,67

Cangkul 10.761 0,03

Total Biaya Investasi 2.414.641 7,47

2 Biaya Tetap

Biaya Rehab Tambak 2.250.000 6,96

Sewa Alat Panen 350.000 1,08

Sewa Lahan 1.458.333 4,51

Total Biaya Tetap 4.058.333 12,55

3 Biaya Variabel

Pembelian Benih Udang 3.316.667 10,26

Pembelian Pakan 11.502.500 35,57

Pembelian Obat 3.142.917 9,72

Pembelian Pupuk 3.533.750 10,93

Bensin 3.315.000 10,25

Upah Tenaga Kerja Panen 1.050.000 3,25

Total Biaya Variabel 25.860.834 79,98

Total Biaya Produksi 32.333.808 100,00

Pada tambak monokultur udang biaya investasi yang paling besar proporsinya adalah pompa air, dengan proporsi sebesar 2,86% dari total biaya produksi atau Rp 923.611,00. Pengeluaran biaya tetap terbesar pada tambak monokultur udang terdapat pada biaya rehab tambak dengan proporsi sebesar Rp 2.250.000,00 atau 6,96% dari total biaya produksi. Pembelian pakan yang terdapat pada biaya variabel memiliki proporsi yang besar, yaitu 35,57% dari total biaya produksi atau sebesar Rp 11.502.500,00.

Berdasarkan ketiga komposisi rataan biaya faktor produksi tambak polikultur, monokultur bandeng, dan monokultur udang tersebut dapat terlihat bahwa biaya produksi yang di keluarkan oleh petani tambak polikultur lebih kecil jumlahnya dibandingkan dengan biaya produksi petani tambak monokultur udang dan tidak jauh berbeda jumlah biayanya dengan biaya monokultur bandeng. Pada petani tambak polikultur biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp 24.532.967,00 sedangkan biaya produksi tambak monokultur bandeng sebesar Rp 19.695.358,00 dan biaya produksi tambak monokultur udang sebesar Rp 32.333.808,00. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani tambak polikultur dianggap lebih efisien karena dengan biaya produksi yang tidak jauh berbeda serta relatif lebih kecil daripada tambak monokultur, petani tambak dapat memproduksi dua jenis komoditi sekaligus dalam satu lahan. Sedangkan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani monokultur hanya digunakan untuk memproduksi satu jenis komoditi saja, yaitu ikan bandeng atau udang windu.

Ikan bandeng dan udang windu dalam budidaya polikultur dan monokultur memiliki waktu tumbuh selama 3-4 bulan untuk sampai pada ukuran siap jual. Hasil produksi budidaya tambak polikultur maupun monokultur tidak selalu signifikan dari musim ke musim, hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya perubahan pada kondisi lahan, perubahan pada suhu air, perubahan cuaca, adanya predator, dan lain-lain. Nilai rata-rata panen tambak dalam satu tahun diperoleh dengan mengalikan hasil panen (kg) per unit tambak dalam satu tahun dengan harga jual produk (Rp) yang berlaku di pasar. Rataan panen budidaya polikultur dan monokultur dalam satu tahun disajikan pada Tabel 20 dan untuk penghitungan hasil panen responden yang lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6, Lampiran 12, dan Lampiran 18.

Tabel 20 Nilai rataan panen per hektar tambak di Kelurahan Marunda

Penerimaan Usaha Panen/

tambak (kg)

Harga (Rp/kg)

Nilai Total Panen

Permusim Pertahun

POLIKULTUR

Ikan Bandeng 411 17.000 6.988.519 14.151.750

Udang Windu 155 96.500 14.988.934 45.716.250

Total Hasil Panen 21.977.453 59.868.000

MONOKULTUR BANDENG

Ikan Bandeng 514 17.571 9.030.769 33.542.857

Total Hasil Panen 9.030.769 33.542.857

MONOKULTUR UDANG

Udang Windu 221 86.667 19.110.526 60.516.667

Total Hasil Panen 19.110.526 60.516.667

Sumber : Hasil Analisis Data, 2014

Tabel 20 merupakan nilai rataan panen dari 40 responden petani tambak polikultur, 7 responden petani tambak monokultur bandeng, dan 6 responden petani tambak monokultur udang di Kelurahan Marunda. Harga ikan bandeng dan udang windu yang berlaku di tingkat petani saat penelitian berlangsung adalah Rp 17.000,00/kg untuk ikan bandeng hasil tambak polikultur dan Rp 96.500,00/kg untuk udang windu hasil tambak polikultur. Harga ikan bandeng hasil tambak monokultur berada pada kisaran Rp 17.571,00/kg dan untuk udang windu berada pada kisaran harga Rp 86.667,00/kg. Hasil panen ikan bandeng tahun ini berkisar antara 100-500 kg dengan nilai rata-rata 411 kg per tambak polikultur dan 514 kg per tambak monokultur, sedangkan hasil panen udang windu tahun ini berkisar antara 100-200 kg dengan nilai rata-rata 155 kg per hektar tambak polikultur dan 221 kg per tambak monokultur. Bila seluruh tambak yang berstatus sewa berproduksi, maka rata-rata panen tambak polikultur dalam satu tahun adalah Rp 59.868.000,00, rata-rata panen tambak monokultur bandeng dalam satu tahun adalah Rp 33.542.857,00, dan rata-rata panen monokultur udang Kelurahan Marunda dalam satu tahun sebesar Rp 60.516.667,00.

Pendapatan atau keuntungan petani tambak diperoleh dari penerimaan hasil panen dikurangi dengan total biaya produksi. Pendapatan yang diperoleh petani tambak polikultur dan monokultur Kelurahan Marunda dalam satu tahun disajikan dalam Tabel 21.

Tabel 21 Rata-rata pendapatan petani tambak polikultur dan monokultur Kelurahan Marunda dalam satu tahun

No Jenis Total Hasil Panen Total Penerimaan

per Tahun (Rp) Total Biaya Usaha (Rp) Total Pendapatan per Tahun (Rp) 1 Tambak Polikultur 59.868.000 24.532.967 35.335.033 2 Tambak Monokultur Bandeng 33.542.857 19.695.358 13.847.499 Udang 60.516.667 32.333.808 28.182.859

Sumber : Hasil Analisis Data, 2014

Tabel 21 merupakan hasil penghitungan pendapatan yang diperoleh petani tambak polikultur dan monokultur kelurahan Marunda dalam satu tahun. Penghitungan dalam Tabel 21 menunjukkan bahwa petani tambak polikultur Kelurahan Marunda memperoleh pendapatan sebesar Rp 35.335.033,00 dalam satu tahun, yang berarti bahwa setiap bulannya petani tambak memperoleh pendapatan sebesar Rp 2.944.586,00. Pendapatan petani tambak polikultur ternyata lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan pendapatan petani tambak monokultur yang dalam setahun memperoleh pendapatan sebesar Rp 13.847.499,00 atau Rp 1.153.958,00 per bulan untuk tambak monokultur bandeng dan pendapatan per tahun sebesar Rp 28.182.859,00 atau Rp 2.348.571,00 per bulan untuk tambak monokultur udang.

Kurva MC (Marginal Cost) menunjukkan berapa jumlah biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani tambak setiap menambah 1 kg produksi ikan bandeng dan udang windu. Surplus produsen atau keuntungan petani tambak dapat dilihat melalui kurva penawaran yang terbentu dari kurva MC (Marginal Cost) tambak polikultur dan monokultur. Produsen hanya akan berproduksi bila harga output sama dengan biaya marginal untuk memproduksinya. Pada tingkat harga yang lebih besar atau sama dengan biaya, produsen akan memperoleh keuntungan dan output akan di produksi. Pengukuran surplus produsen dan kurva dapat ditentukan dengan mengidentifikasi daerah yang berada diatas kurva penawaran yang dibatasi oleh garis harga. Kurva penawaran menggambarkan jumlah barang yang ditawarkan produsen bila harganya minimal sama dengan tingkat harga pada kurva penawaran. Kurva surplus produsen pada Gambar 7, Gambar 8, dan Gambar 9 belum sesuai dengan kurva teori biaya. Hal tersebut

disebabkan karena harga yang terdapat dalam penghitungan menggunakan satu harga saja, adanya keterbatasan dalam data di lapangan, dan kurva biaya marginal yang tidak memiliki bentuk kubik sehingga kurva tidak membentuk U. Kurva marginal cost dari analisis 40 responden petani tambak polikultur dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Kurva Surplus Produsen Tambak Polikultur Kelurahan Marunda

Pada Gambar 7 terlihat bahwa pada tingkat harga sebesar Rp 19.300,00 petani memperoleh surplus produsen karena tingkat harga tersebut berada diatas kurva penawaran dan dibatasi oleh harga yang lebih tinggi dari harga minimalnya. Tingkat harga tersebut diperoleh dari hasil konversi harga udang windu terhadap harga ikan bandeng hasil produksi tambak polikultur. Harga udang windu terendah sebesar Rp 80.000,00/kg setara dengan 5 kali harga ikan bandeng, dimana harga bandeng per kilogramnya ialah sebesar Rp 15.000,00. Konversi tingkat harga dilakukan dengan membagi rata-rata harga udang windu dengan 5 kali harga ikan bandeng sehingga akan diperoleh tingkat harga sebesar Rp 19.300,00 untuk kurva surplus produsen tambak polikultur. Daerah A-B-C pada kurva merupakan surplus produsen yang akan diterima oleh petani tambak polikultur per hektar per tahun bila P=MC, harga berpotongan dengan marginal cost (keuntungan maksimum) pada titik produksi sebesar 80.569.348 kg yaitu

sebesar Rp 103.085.133.600,00. Surplus produsen hingga titik keuntungan maksimum tersebut dapat dicapai bila petani tambak mengoptimalkan pula biaya produksinya, baik dari segi teknologi, penambahan peralatan yang digunakan, atau penambahan luas lahan yang dimiliki petani tambak polikultur. Hasil rata- rata produksi yang diperoleh petani tambak Kelurahan Marunda di lapangan hanya sekitar 2.199 kg per hektar per tahun dengan surplus produsen sebesar Rp 23.649.565,00. Hal ini disebabkan karena sedikitnya jumlah lahan sewa yang dimiliki petani tambak sebagai akibat dari konflik dengan angkatan laut yang memiliki hampir sebagian besar lahan tambak di Kelurahan Marunda. Rata-rata produksi tersebut diperoleh setelah mengkonversi berat ikan bandeng menjadi berat udang windu pada tambak polikultur sehingga diperoleh satuan berat yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa dengan produksi sebesar 2.199 kg per hektar per tahun, petani telah memperoleh surplus produsen karena luas daerah surplusnya berada di atas kurva penawaran dan berada dibawah tingkat harga namun belum mencapai keuntungan maksimum. Bila petani tambak polikultur Kelurahan Marunda ingin memperoleh surplus produsen yang lebih besar lagi, petani tambak dapat meningkatkan produksinya hingga mencapai titik keuntungan maksimum P=MC.

Gambar 8 Kurva Surplus Produsen Tambak Monokultur Bandeng Kelurahan Marunda

Pada Gambar 8 petani tambak monokultur ikan bandeng akan memperoleh surplus produsen pada tingkat harga sebesar Rp 17.571,00. Tingkat harga tersebut diperoleh dari rata-rata harga ikan bandeng hasil produksi tambak monokultur. Daerah D-E-F pada kurva surplus produsen tambak monokultur ikan bandeng menunjukkan surplus produsen yang akan diperoleh petani tambak per hektar per tahun pada saat P=MC, keuntungan maksimum yaitu sebesar Rp 3.794.952,00 dengan produksi sebesar 455 kg ikan bandeng. Surplus produsen aktual petani tambak monokultur ikan bandeng Kelurahan Marunda ialah sebesar Rp 1.382.629,00 dengan rata-rata produksi sebesar 832 kg ikan bandeng.

Gambar 9 Kurva Surplus Produsen Tambak Monokultur Udang Kelurahan Marunda

Pada Gambar 9 tingkat harga sebesar Rp 86.667,00 akan memberikan keuntungan atau surplus bagi petani monokultur udang windu. Tingkat harga tersebut diperoleh dari rata-rata harga udang windu hasil produksi monokultur. Daerah G-H-I pada kurva surplus produsen tambak monokultur udang windu menunjukkan surplus produsen yang akan diterima oleh petani per hektar per tahun pada saat keuntungan maksimum yaitu sebesar Rp 18.396.396,00 dengan tingkat produksi sebesar 732 kg udang windu. Surplus produsen aktual petani

tambak monokultur udang windu ialah Rp 15.935.370,00 dengan rata-rata produksi sebesar 428 kg udang windu. Hasil tersebut menunjukkan bahwa petani tambak monokultur udang windu telah memperoleh surplus produsen pada tingkat produksi sebesar 428 kg karena daerah surplus produsennya berada diatas kurva penawaran dan dibawah tingkat harga namun belum mencapai titik maksimal sehingga perlu ditingkatkan lagi.

6.3 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Tambak Ikan Bandeng

Dokumen terkait