• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Identifikasi Karakteristik Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng

6.1.2 Karakteristik Usaha Budidaya Tambak

Data Suku Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Jakarta Utara Tahun 2012 mencatat bahwa Kelurahan Marunda memiliki luas areal tambak sebesar 332,7 hektar. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 56 Tahun 1960 tentang penetapan luas tanah pertanian, menetapkan bahwa luas maksimum tanah pertanian yang dapat dimiliki atau dikuasai oleh seseorang ditentukan berdasarkan kepadatan penduduk tiap kilometer persegi. Berdasarkan hasil analisis data dari 53 responden, petani tambak mengelola lahan tambak mulai dari luas lahan sebesar 0,2 hektar hingga 5 hektar. Besarnya lahan yang dikelola oleh petani tambak Kelurahan Marunda disajikan dalam Tabel 12.

Tabel 12 Karakteristik usaha budidaya tambak berdasarkan besar lahan

No Luas Lahan (Hektar) Jumlah (Orang) Presentase (%)

1 0,2-0,9 11 20,75

2 1-2 34 64,15

3 2,5-5 8 15,09

Total 53 100,00

Sumber : Hasil Analisis Data, 2014

Sebagian besar petani tambak Kelurahan Marunda mengelola lahan seluas 1-2 hektar yaitu sebanyak 34 orang (64,15%), sedangkan petani tambak lainnya yang mengelola lahan seluas 0,2-0,9 hektar sebanyak 11 orang (20,75%) dan lahan seluas 2,5-5 hektar dikelola oleh 8 orang petani tambak (15,09%). Lahan yang dikelola oleh petani tambak di Kelurahan Marunda tidak lebih dari 5 hektar, hal ini disebabkan karena daerah tambak tersebut berada pada daerah dengan kepadatan penduduk yang tergolong sangat padat. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, dketahui pula bahwa status kepemilikan lahan di Kelurahan

Marunda dimiliki oleh Angkatan Laut. Masyarakat Kelurahan Marunda hanya sebagai pengelola tambak dengan status kepemilikan sewa.

6.1.2.2 Teknologi Budidaya

Hasil wawancara terhadap 53 petani tambak, mengatakan bahwa sistem tambak yang digunakan di Kelurahan Marunda adalah sistem tambak tradisional. Namun melihat dari kondisi lahan tambak Kelurahan Marunda dengan berdasar pada literatur, sistem budidaya yang digunakan di Kelurahan Marunda adalah perpaduan sistem tambak tradisional dan sistem semi-intensif (Kordi, 2010). Padat penebaran tambak di Kelurahan Marunda yaitu sekitar 2.000 ekor/ha untuk ikan bandeng dan sekitar 10.000 ekor/ha untuk udang yang dikategorikan sebagai sistem tambak tradisional. Persiapan tambak pun telah dilakukan dengan pengeringan, pengapuran, dan pemupukan. Pengelolaan tambak ini dikenal sebagai tambak tradsional plus. Pengelolaan air di tambak telah menggunakan pompa air meskipun belum dilengkapi dengan adanya kincir. Pakan yang digunakan pun menggunakan pakan alami (klekap) yang pertumbuhannya dirangsang dengan pemupukan. Pemberian pakan tambahan pun dilakukan secara tidak teratur.

Dilihat berdasarkan padat penebaran benih ikan bandeng dan udang, persiapan lahan tambak, pengelolaan air, dan pemberian pakan maka sistem budidaya polikultur yang digunakan di Kelurahan Marunda adalah sistem budidaya tradisional. Penggunaan pompa air yang tergolong pada ciri tambak sistem semi-intensif merupakan salah satu cara petani untuk meningkatkan hasil produksinya agar usaha budidaya tambak polikultur dan monokultur semakin baik lagi.

6.1.2.3 Proses Budidaya

Tambak dapat berfungsi dengan optimal bila lahan tambak dikelola dengan baik. Pengelolaan tambak meliputi pengelolaan lahan, pemberian unsur tambahan, dan pengaturan pengairan. Pengolahan lahan dilakukan dengan melakukan perbaikan bagian-bagian tambak seperti pematang dan pintu air, serta

kegiatan utama seperti pengeringan, pembajakan atau pengolahan tanah, pengapuran dan pemupukan.

Pada tambak yang beroperasi, dilakukan penyingkiran bahan organik seperti sisa pakan, kotoran udang dan bandeng, organisme dan plankton yang mati, dan lain-lain, yang dapat berdampak buruk pada kualitas air, pertumbuhan, kelangsungan hidup dan kesehatan bandeng serta udang bila dibiarkan. Oleh karena itu, limbah yang mengendap di dasar lahan tambak dapat dihilangkan dengan mengeruk lapisan permukaan tanah untuk kemudian di buang atau diganti. Setelah pencucian, tambak dibiarkan selama 7-10 hari. Pada masa pengeringan sebelum tebar benih, lebih baik mengairi tambak selama beberapa hari untuk membasahi dasar tambak, dan kemudian mengeringkannya kembali. Tambak Kelurahan Marunda sering beroperasi sehingga perlu diberikan masa istirahat agar lahan mampu mengembalikan kualitasnya yaitu sekitar 2 bulan lamanya (Kordi, 2010a).

Setelah pengeringan, dasar tambak kemudian dibajak hingga kedalaman kira-kira 15 cm. Pengolahan lahan tambak ini membutuhkan bantuan tenaga kerja. Lahan tambak sebesar 1 hektar biasanya membutuhkan bantuan 1-2 orang tenaga kerja dengan upah sebesr Rp 100.000,00 per tenaga kerja. Pengolahan tambak ini bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah agar menjadi subur, meningkatkan pH tanah dan pH air, memperbaiki lapisan tanah dasar yang porous menjadi kedap air, dan memperbaiki dasar pelataran agar pengeringan air sewaktu-waktu lebih lancar (Kordi, 2010a).

Setelah dilakukan proses pengeringan pada lahan tambak maka proses selanjutnya yang dilakukan adalah proses pemupukan. Pemupukan dibutuhkan untuk merangsang pertumbuhan fitoplankton. Pupuk yang banyak digunakan di Kelurahan Marunda adalah jenis pupuk Urea dan TSP. Setelah proses pemupukan selesai maka dilakukan proses pengapuran. Pengapuran pada lahan tambak dilakukan untuk mengembalikan pH tanah. Pengapuran lahan tambak juga berfungsi untuk membakar jasad-jasad renik penyebab penyakit dan hewan liar, mengendapkan butiran lumpur halus, memperbaiki kualitas tanah, dan meningkatkan fosfor (Kordi, 2010a).

Tambak yang telah melalui proses persiapan tambak kemudan dilakukan pengisian air secara bertahap agar proses reaksi antara pupuk, kapur, dan air berjalan sempurna. Benih udang kemudian ditebar dengan kepadatan 10.000 ekor/ha. Setelah sekitar 45 hari, klekap telah mulai bermuculan. Kemudian tebar benih ikan bandeng dengan kepadatan 2.000 ekor/ha. Selanjutnya yang dilakukan setelah penebaran adalah pemberian pakan, pengontrolan, pergantian air, dan pemupukan.

Pemanenan bandeng dilakukan setiap 6 bulan sekali, sedangkan panen udang dilakukan setiap 3-4 bulan sekali. Berdasarkan hasil wawancara, satu hektar lahan tambak dapat menghasilkan bandeng sebanyak kurang lebih 200-500 kg/ha dengan kisaran harga sekitar Rp 15.000,00 – Rp 20.000,00, sedangkan udang dapat menghasilkan kurang lebih 100-150 kg/ha dengan kisaran harga Rp 80.000,00 – Rp 100.000,00. Proses pemanenan ini membutuhkan bantuan tenaga kerja panen sebanyak 1-3 orang dengan upah sebesar Rp 100.000,00 per tenaga kerja. Hasil panen yang diperoleh biasanya dijual kepada pengumpul atau tengkulak.

Dokumen terkait