• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS DIPONEGORO PEMBENTUK KETAHANAN SOSIAL EKONOMI PETANI TAMBAK MELALUI UPAYA SYLVOFISHERY DI KELURAHAN MANGUNHARJO TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS DIPONEGORO PEMBENTUK KETAHANAN SOSIAL EKONOMI PETANI TAMBAK MELALUI UPAYA SYLVOFISHERY DI KELURAHAN MANGUNHARJO TUGAS AKHIR"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS DIPONEGORO

PEMBENTUK KETAHANAN SOSIAL EKONOMI PETANI

TAMBAK MELALUI UPAYA SYLVOFISHERY

DI KELURAHAN MANGUNHARJO

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Oleh:

WAWARGITA PERMATA WIJAYANTI

L2D 007 074

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

SEMARANG

JUNI 2011

(2)

UPAYA SYLVOFISHERY DI KELURAHAN MANGUNHARJO

ABSTRAK

Oleh :

Wawargita Permata Wijayanti L2D007074

Perubahan iklim merupakan dampak pemanasan global, yang menimbulkan kerentanan fisik, sosial, dan ekonomi di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Semarang. Kondisi ini disebabkan oleh naiknya muka air laut, abrasi, serta kerusakan lingkungan pesisir. Kerentanan fisik telah diantisipasi dengan penanaman mangrove sebanyak 1.745.600 pohon dan pembangunan sabuk pantai Mangunharjo sepanjang 2,5 km (Kelompok Bumi Lestari, 2010). Namun, upaya tersebut belum mampu menyelesaikan kerentanan sosial ekonomi yang dialami masyarakat, khususnya petani tambak. Pada tahun 1995, pendapatan petani tambak mencapai Rp 1.000.000,00/hari, tetapi terus menurun hingga Rp 10.000,00 sampai Rp 30.000,00/hari (tidak menentu) pada awal tahun 2000an. Penurunan pendapatan disebabkan oleh tenggelamnya tambak atau tambak yang kurang produktif akibat perubahan salinitas. Selain itu, kondisi sosial juga berubah. Petani tambak jarang berinteraksi satu sama lain, baik antar individu maupun kelompok. Mereka sibuk memikirkan kehidupan ekonomi masing-masing. Pertemuan yang biasanya diadakan satu bulan sekali, hanya diadakan tiga bulan sekali dengan tingkat kehadiran rendah (Hasil wawancara, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa dampak perubahan iklim mempengaruhi tatanan sosial ekonomi. Oleh karena itu, petani tambak tergolong populasi rentan. Populasi rentan memerlukan usaha adaptif untuk mengembalikan kestabilan kehidupan sosial dan ekonomi.

Salah satu cara beradaptasi adalah menggali potensi kegiatan ekonomi dengan memperhitungkan sumberdaya lokal yang dimiliki. Terkait sumberdaya lokal, potensi yang dapat dimanfaatkan di Kelurahan Mangunharjo adalah mangrove. Dengan memanfaatkan mangrove, masyarakat mulai mengembangkan kegiatan sylvofishery. Sylvofishery adalah suatu bentuk usaha terpadu antara budidaya mangrove (pohon bakau) dan budidaya perikanan air payau (Harahab, 2010:138). Tujuan adaptasi masyarakat adalah untuk

membentuk ketahanan sosial ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pembentuk ketahanan sosial ekonomi petani tambak

melalui upaya sylvofishery sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim di Kelurahan Mangunharjo. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, untuk memahami fenomena dan memperbanyak pemahaman tentang objek penelitian dengan cara mengeksplorasi informasi sebanyak-banyaknya. Analisis yang digunakan adalah deksriptif kualitatif. Analisis ini mampu memberikan penggambaran objek secara detail sehingga keunikan objek akan terlihat. Hasil dari analisis ini adalah ditemukannya faktor alam dan faktor manusia yang mendukung dan menghambat sylvofishery, value added (nilai tambah) sylvfishery dari manfaat fisik, ekonomi, dan sosial sylvofishery, serta tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholders dalam adaptasi di Kelurahan Mangunharjo.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh faktor beberapa pembentuk ketahanan, yaitu faktor alam terdiri atas kesesuaian kondisi fisik tambak untuk pengembangan sylvofishery dan dukungan luas tambak (>

3000 m2). Kedua, faktor manusia, yaitu terbukanya akses untuk memenuhi kebutuhan hidup, keberanian

petani tambak untuk berinovasi, kemauan belajar dari pengalaman/pembelajaran lain, munculnya kerjasama dan interaksi antar petambak, dan adanya peningkatan kemampuan petani tambak. Ketiga, dukungan institusi, yaitu dengan terbangunnya konektivitas/hubungan antar petani tambak dengan stakeholders dan antar stakeholders. Namun, pembentuk ketahanan sosial ekonomi tersebut belum optimal. Hal ini disebabkan oleh adaptasi hanya berkembang pada delapan orang, masih dilakukan secara individu dan belum dimanfaatkannya peluang terhadap akses (modal, pengetahuan, dan sebagainya) untuk beradaptasi. Oleh karena itu, kondisi 8 orang petani tambak berada dalam tahap mengarah (embrio) pada kondisi ketahanan sosial ekonomi. Jika mereka memanfaatkan peluang yang ada untuk beradaptasi dan adaptasi mampu dikembangkan berkelompok maka terciptanya ketahanan sosial ekonomi semakin terbuka. Manfaat akan semakin besar jika kegiatan tersebut diarahkan pada pengembangan bisnis lokal. Dengan demikian, masyarakat dapat bertahan hidup dalam lingkungannya, memanfaatkan seluruh potensi yang ada, serta dapat meningkatkan kesejahteraaan hidupnya.

(3)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN ORIGINALITAS ... iii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan dan Sasaran ... 5

1.3.1 Tujuan ... 5

1.3.2 Sasaran ... 6

1.4 Ruang Lingkup ... 6

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah ... 6

1.4.2 Ruang Lingkup Materi ... 8

1.4.3 Definisi Operasional ... 8 1.5 Manfaat Penelitian ... 9 1.6 Keaslian Penelitian ... 10 1.7 Kerangka Pemikiran ... 11 1.8 Metode Penelitian ... 11 1.8.1 Proses Penelitian ... 13 1.8.2 Pengumpulan Data ... 14 1.8.3 Verifikasi Data ... 16

(4)

1.9 Sistematika Penulisan ... 18

BAB II PEMBENTUK KETAHANAN SOSIAL EKONOMI PETANI TAMBAK DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM ... 21

2.1 Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Wilayah Pesisir ... 21

2.1.1 Dampak Kenaikan Muka Air Laut terhadap Wilayah Pesisir... 21

2.1.2 Kerentanan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir ... 23

2.2 Adaptasi untuk Mengurangi Kerentanan Akibat Perubahan Iklim ... 26

2.3 Pengelolaan Mangrove dan Tambak Terpadu (Sylvofishery) sebagai Upaya Adaptasi terhadap Perubahan Iklim ... 29

2.4 Upaya Adaptasi dalam Mewujudkan Ketahanan Sosial Ekonomi ... 32

2.4.1 Ketahanan Masyarakat Pesisisr ... 32

2.4.2 Pembentuk Ketahanan Sosial Ekonomi ... 35

2.4.3 Peran Serta Stakeholders dalam Membentuk Ketahanan Sosial Ekonomi ... 39

2.4.4 Ketahanan Sosial Ekonomi dalam Pengembangan Ekonomi Lokal ... 39

2.5 Lesson Learned ... 40

2.6 Sintesis Literatur Pembentuk Ketahanan Sosial Ekonomi dalam Menghadapi Perubahan Iklim ... 41

BAB III SYLVOFISHERY SEBAGAI BENTUK ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI KELURAHAN MANGUNHARJO ... 45

3.1 Kronologi Kerentanan Akibat Perubahan Iklim Kelurahan Mangunharjo ... 45

3.1.1 Wilayah Pesisir Kelurahan Mangunharjo Tahun 1995 hingga Tahun 1998 ... 45

3.1.2 Wilayah Pesisir Kelurahan Mangunharjo dan Kegiatan Penanaman Mangrove Tahun 1999 hingga Tahun 2004 ... 47

3.1.3 Kondisi Wilayah Pesisir dan Berkembangnya Upaya Sylvofishery Tahun 2005 hingga Tahun 2010 ... 50

3.2 Pengembangan Sylvofishery sebagai Upaya Adaptasi di Kelurahan Mangunharjo ... 54

3.2.1 Proses Berkembangnya Sylvofishery di Kelurahan Mangunharjo ... 54

3.2.2 Komposisi Petani Tambak Pengembang Sylvofishery ... 55

3.2.3 Karakteristik Pengembangan Sylvofishery di Mangunharjo ... 58

3.3 Potensi Pengembangan Sylvofishery di Kelurahan Mangunharjo ... 59

(5)

3.3.3 Dukungan dan Peran Kelompok Masyarakat dan Institusi Lainnya ... 61

3.4 Kendalayang Dihadapi Petani Tambak dalam Pengembangan Sylvofishery untuk Mewujudkan Ketahanan Sosial Ekonomi ... 62

BAB IV ANALISIS PEMBENTUK KETAHANAN SOSIAL EKONOMI PETANI TAMBAK MANGUNHARJO ... 64

4.1 Faktor Berpengaruh terhadap Pengembangan Sylvofishery di Mangunharjo ... 64

4.1.1 Petani Tambak yang Beradaptasi dengan Sylvofishery ... 64

4.1.2 Faktor Alam yang Dapat Berpengaruh padaUpaya Sylvofishery ... 71

4.1.3 Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pengembangan Sylvofishery ... 75

4.2 Analisis Nilai Tambah Sylvofishery dalam Membentuk Ketahanan ... 77

4.2.1 Nilai Tambah Pengembangan Sylvofishery untuk Ketahanan Ekonomi ... 78

4.2.2 Nilai Tambah Pengembangan Sylvofishery untuk Ketahanan Sosial ... 86

4.3 Analisis Keterlibatan Stakeholders dalam Kegiatan Adaptasi (Sylvofishery) ... 89

4.4 Sintesis Analisis ... 94 BAB V PENUTUP ... 101 5.1 Temuan Penelitian ... 101 5.2.1 Temuan Studi... 101 5.2.2 Temuan Lapangan... 102 5.2 Kesimpulan ... 102 5.3 Rekomendasi ... 104

5.4 Keterbatasan Studi dan Rekomendasi bagi Studi Selanjutnya ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 107 LAMPIRAN

(6)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Penyusunan Bab I bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai fokus penelitian beserta justifikasi pemilihan topik sehingga penelitian menarik dan layak diteliti. Daya tarik dan kelayakan topik penelitian dapat terlihat pada bagaimana fenomena perubahan iklim, khususnya kenaikan muka air laut dapat mempengaruhi kehidupan wilayah pesisir, khususnya pada kehidupan sosial ekonomi petani tambak, dan upaya adaptasi yang telah dilakukan dalam menghadapi perubahan iklim. Kedua hal tersebut dijelaskan secara berurutan dengan didukung oleh beberapa fakta guna memperkuat justifikasi topik penelitian. Bagian ini juga memberikan gambaran mengenai dasar pemikiran studi, input, proses hingga output, yang dijelaskan dalam bentuk kerangka pemikiran studi. Selain itu, turut dijelaskan metode penelitian yang dilakukan, mulai dari tahap pengumpulan data hingga analisis data. Dengan demikian, keseluruhan tahapan penelitian dan sistematika untuk mencapai tujuan penelitian tampak jelas dan runtut.

1.1 Latar Belakang

Pemanasan global atau global warming merupakan fenomena yang sedang hangat diperbincangkan masyarakat dunia. Pemanasan global dapat disebabkan oleh kurang diperhatikannya keseimbangan lingkungan dalam pembangunan, seperti semakin meluasnya konversi hutan menjadi lahan terbangun. Konversi hutan mengakibatkan hilangnya populasi vegetasi yang mampu menyerap energi matahari dan gas hasil pembakaran. Gas hasil pembakaran, seperti uap air, karbondioksida, dan metana menjadi terperangkap di atmosfer. Gas-gas tersebut menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi. Akibatnya panas tersimpan di permukaan bumi dan suhu bumi pun meningkat. Kondisi inilah yang disebut pemanasan global.

Salah satu dampak pemanasan global adalah perubahan iklim. Perubahan iklim ditandai dengan kenaikan suhu global, perubahan pola cuaca dan perubahan intensitas curah hujan (Meiviana, 2004: 3). Saat ini suhu permukaan rata-rata global meningkat sebesar 0,76⁰ C dan diperkirakan akan meningkat antara 1,8⁰C hingga 2,9⁰C pada tahun 2100 (IPCC, 2007). Perubahan ini menyebabkan peningkatan kejadian cuaca ekstrem dan kenaikan muka air laut.

Kenaikan muka air laut tentunya mengancam wilayah-wilayah yang berada di pesisir. Naiknya muka air laut berpotensi menghilangkan daratan, menenggelamkan pulau-pulau kecil serta mengancam kehidupan masyarakat di wilayah pesisir. Peningkatan muka air laut yang terjadi

(7)

dalam 100 terakhir setinggi 10-25 cm dan diperkirakan meningkat 15-95 cm pada tahun 2100 (Greenpeace, dalam Meiviana, 2004:5). Bahkan, dalam sebuah hasil penelitian disebutkan bahwa setiap kenaikan muka air laut setinggi 1 meter, diperkirakan akan menghilangkan 450.000 ha lahan pesisir, termasuk gugusan pulau kecil (Indonesian Country Report, 2007: 24). Oleh karena itu, wilayah pesisir rentan terhadap perubahan iklim.

Salah satu wilayah pesisir yang rentan adalah Kota Semarang. Kota ini berada di pantai utara yang berbatasan langsung dengan laut Jawa. Semarang dipredikasikan mengalami kenaikan muka air laut hingga 15,5 cm pada 2030 dan 46,5 cm pada tahun 2070 (Hasil Kajian Ristek DKP, Undip, dan IPB, 2009). Prediksi tersebut diperkuat kajian ACCRN dan Mercy Corps, 2010, yang memetakan lokasi di Kota Semarang dengan tingkat kerentanan tinggi terhadap perubahan iklim. Salah satu lokasi yang teridentifikasi rentan adalah Kelurahan Mangunharjo, yang terletak di pesisir barat Kota Semarang. Kelurahan ini mengalami kerentanan fisik, ekonomi, dan sosial akibat fenomena perubahan iklim.

Kerentanan merupakan ketidakmampuan suatu sistem (termasuk ekosistem, sosial ekonomi, dan kelembagaan) untuk mengatasi dampak perubahan iklim yang terjadi (Muhammad, 2007). Perubahan cuaca, kenaikan muka air laut, dan terjadinya abrasi pantai adalah beberapa contoh peristiwa yang mengancam kehidupan sosial dan ekonomi (Asian Development Bank, 2009). Kenaikan muka air laut dan abrasi di Mangunharjo mengakibatkan tambak tenggelam. Kondisi ini mengakibatkan pendapatan petani tambak menurun dari Rp 1.000.000,00 per hari pada tahun 1995-1996 menjadi Rp 10.000,00 Rp 30.000,00 per hari/tidak menentu pada awal tahun 2000an. Selain perubahan iklim, hilangnya tambak di Kelurahan Mangunharjo disebabkan oleh kerusakan mangrove. Pada era 1990an, lahan mangrove seluas ± 256 ha dialihfungsikan menjadi tambak untuk budidaya udang windu. Penurunan pendapatan tersebut akhirnya turut berpengaruh terhadap kehidupan sosial. Kondisi sosial petani tambak Mangunharjo pun mulai berubah. Jaringan dan interaksi yang terbentuk di antara mereka mulai hilang. Pertemuan rutin warga dan kegiatan kelompok sudah jarang dilakukan. Hal ini disebabkan karena mereka sibuk memikirkan kehidupan masing-masing, mencari penghidupan untuk keluarganya. Petani tambak menjadi acuh terhadap kehidupan sosial di lingkungannya.

Secara umum, kerentanan dapat diatasi masyarakat dengan melakukan suatu upaya adaptasi. Adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan salah satu cara penyesuaian yang dilakukan secara spontan ataupun terencana untuk memberikan reaksi terhadap perubahan iklim (Murdiyarso, 2001). Pentingnya adaptasi dilakukan karena petambak berkeinginan untuk tetap bertempat tinggal dan bekerja di wilayah Mangunharjo sehingga mereka harus menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang telah berubah. Langkah pertama dalam kegiatan adaptasi di Kelurahan Mangunharjo adalah rehabilitasi pesisir dengan penanaman mangrove. Kegiatan ini

(8)

dipilih untuk melindungi pesisir Mangunharjo akibat naiknya muka air laut dan abrasi. Secara ekologis, mangrove mempunyai kemampuan menahan gelombang pasang dan melindungi daratan dari abrasi pantai. Kegiatan penanaman mangrove ini dimulai pada tahun 2000. Hingga tahun 2010, penanaman mangrove mencapai 1.745.600 pohon dan pembangunan sabuk pantai sepanjang 2,5 km di pesisir Kelurahan Mangunharjo (Kelompok Bumi Lestari, 2010). Keberhasilan tersebut tercapai berkat dukungan dan kerjasama seluruh masyarakat Mangunharjo, bantuan instansi pemerintah, akademisi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat.

Kembalinya populasi mangrove secara perlahan mulai memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat Mangunharjo, terutama dalam melindungi dan menahan gelombang air laut. Namun, bentuk adaptasi tersebut belum mampu mengembalikan kondisi perekonomian masyarakat Mangunharjo, terutama bagi petani tambak. Oleh karena itu, sebagian petambak beralih mata pencaharian menjadi tukang ojek, buruh industri, pedagang, buruh bangunan, dan pekerjaan lainnya. Sebagian petambak yang tidak beralih mata pencaharian (tetap mempertahankan tambak), berusaha mencari cara agar tambak produktif kembali. Petani tambak tersebut berusaha menciptakan atau menemukan bentuk potensi kegiatan ekonomi dengan memperhitungkan sumberdaya lokal yang dimiliki dan sesuai dengan kondisi lingkungan yang telah berubah. Sumberdaya lokal yang dapat dimanfaatkan saat ini adalah vegetasi mangrove.

Untuk menemukan bentuk kegiatan tersebut, petani tambak melakukan pengamatan terhadap pohon mangrove. Atas pengamatan yang telah dilakukan, mereka menemukan upaya sylvofishery. Sylvofishery merupakan upaya pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari dengan mengkombinasikan kegiatan kehutanan (mangrove) dan perikanan (budidaya tambak) di dalam satu lokasi (Fitzgerald dan Savitri, 2002). Adanya dukungan dari pihak luar, terutama instansi pemerintah turut mendorong masyarakat untuk mencoba upaya sylvofishery ini.

Upaya ini dilakukan dengan melakukan kombinasi dalam pengelolaan tambak. Pada setiap unit tambak ditanami tanaman mangrove, baik di tengah tambak atau di tepi tambak. Fungsi vegetasi mangrove dalam lingkungan tambak adalah sebagai penahan gelombang dan arus, sebagai tempat pemijahan dan perlindungan ikan atau udang. Rangkaian kegiatan ini bertujuan mendapatkan fungsi ekonomis dan ekologis secara bersamaan dan seimbang. Lain halnya, dengan pengelolaan tambak tanpa mangrove. Tambak mudah tergerus dan tenggelam oleh air laut dan abrasi akibat tidak adanya tanaman mengrove sebagai penahan gelombang dan arus. Selain itu, kondisi fisik tambak, seperti salinitas, kadar oksigen, suhu, dan sifat lainnya mudah berubah. Perubahan kondisi tersebut berpengaruh pada produktivitas tambak, yang berujung pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

Upaya adaptasi yang dilakukan (sylvofishery) ternyata mampu mengembalikan produktivitas tambak. Bahkan, penghasilan yang diperoleh dua kali lebih besar dibandingkan

(9)

dengan tambak non-sylvofishery. Sylvofishery juga mampu membuka peluang kegiatan ekonomi yang lain yaitu pengolahan buah mangrove menjadi masakan dan pembibitan mangrove. Selain itu, kegiatan adaptasi (sylvofishery) mampu menjalin kembali interaksi antar petambak yang sempat hilang. Upaya adaptasi merupakan kegiatan baru sehingga mereka saling sharing pengetahuan dan pengalaman tentang budidaya tambak tersebut. Petani tambak mulai menyadari bahwa dibutuhkan tindakan kolektif untuk mengatasi kerentanan akibat perubahan iklim ini. Oleh karena itu, mereka mulai mengikatkan diri kembali satu sama lain sehingga kehidupan sosial mereka mulai tertata kembali.

Perbaikan kondisi sosial ekonomi diharapkan mampu mewujudkan ketahanan sosial ekonomi. Hal ini sesuai dengan tujuan adaptasi terhadap perubahan iklim. Namun, terbentuknya ketahanan sosial ekonomi tidak dapat diprediksikan dan diukur secara cepat dan mudah. Oleh karena itu, fokus utama saat ini adalah menyediakan kondisi yang mendukung kegiatan adaptasi dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat membentuk ketahanan dari adaptasi yang sedang dilakukan petani tambak Mangunharjo. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu ditemukan faktor pembentuk ketahanan dari upaya sylvofishery. Pembentuk ketahanan sosial ekonomi akan menjadi tolak ukur untuk mengembangkan kegiatan sylvofishery selanjutnya. Dengan teridentifikasinya pembentuk ketahanan ini diharapkan kegiatan sylvofishery dapat terus dilakukan, ditularkan pada masyarakat lain, memberikan nilai tambah bagi kehidupan sosial ekonomi, dan mewujudkan ketahanan sosial ekonomi di Kelurahan Mangunharjo.

1.2 Perumusan Masalah

Perubahan iklim memicu kerentanan dalam kehidupan petani tambak di Kelurahan Mangunharjo. Kerentanan bukan hanya aspek fisik, tetapi mencakup sosial dan ekonomi. Kerentanan fisik karena naiknya muka air laut, abrasi pantai, dan kerusakan vegetasi mangrove telah mengakibatkan 161 ha tambak tenggelam. Tambak yang tenggelam menjadi tidak produktif sehingga petani tambak tidak mempunyai penghasilan. Padahal, budidaya tambak merupakan satu-satunya sumber mata pencaharian mereka. Kondisi inilah yang mengakibatkan terjadi kerentanan sosial ekonomi di Kelurahan Mangunharjo.

Kerentanan akibat perubahan iklim dapat diatasi dengan upaya adaptasi. Adaptasi dilakukan karena perubahan iklim yang terjadi (yang mengakibatkan naiknya muka air laut dan abrasi pantai) tidak dapat dicegah. Di sisi lain, petani tambak juga mempunyai keterbatasan sumberdaya, baik financial, pengetahuan, dan sebagainya. Oleh karena itu, mereka harus menemukan cara beradaptasi yang tepat sesuai dengan kondisi lingkungan dan kemampuan (finansial dan pengetahuan) yang dimiliki. Untuk beradaptasi tersebut, petani tambak harus menemukan cara adaptasi dengan memanfaatkan potensi yang ada. Potensi yang masih dimiliki

(10)

petani tambak Mangunharjo adalah kepemilikan tambak yang tidak tenggelam dan vegetasi mangrove.

Sesuai potensi yang dimiliki, petani tambak memilih beradaptasi dengan mengubah cara budidaya tambak. Budidaya tambak dilakukan dengan cara terpadu, yang dikenal dengan nama sylvofishery. Sylvofishery dilakukan dengan memanfaatkan vegetasi mangrove untuk menunjang kegiatan budidaya ikan dan udang. Pengembangan sylvofishery bertujuan untuk mengembalikan produktivitas tambak, memperbaiki dan menjaga lingkungan tambak. Dalam kegiatan tersebut, budidaya ikan dan udang dilakukan bersamaan dengan mengelola mangrove di satu lokasi. Oleh karena itu, diharapkan akan tercipta keseimbangan fungsi ekologis dan ekonomis.

Adaptasi terhadap perubahan iklim bertujuan untuk menciptakan ketahanan sosial ekonomi masyarakat. Ketahanan sosial ekonomi terbentuk dari proses adaptasi kolektif. Kekolektifan dalam beradaptasi bukan hanya memudahkan dalam proses kegiatan, tetapi manfaat yang diperoleh akan lebih dirasakan masyarakat. Selain itu, masih banyak faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap pengembangan sylvofishery. Misalnya masih adanya ancaman terhadap perubahan iklim yang dapat mengganggu keseimbangan lingkungan, perilaku petani tambak dalam beradaptasi, atau keterlibatan stakeholders dalam kegiatan adaptasi. Oleh karena itu, mereka harus teliti dalam mengantisipasi faktor-faktor tersebut sehingga tidak membawa kerugian bagi pengembangan sylvofishery.

Untuk mewujudkan ketahanan sosial ekonomi, maka harus diketahui pembentuk ketahanan dari upaya adaptasi yang telah dilakukan (sylvofishery). Diketahuinya pembentuk ketahanan akan mempermudah petani tambak dalam memetakan potensi mana yang dapat dioptimalkan dan unsur apa yang harus diminimalkan. Pembentuk ketahanan sosial ekonomi nantinya diperlukan untuk pertimbangan dalam pengembangan sylvofishery selanjutnya. Dengan demikian, perkembangan sylvofishery akan lebih baik dan mengarah pada ketahanan pada jangka panjang. Pembentuk ketahanan yang terlihat nantinya akan sesuai dengan karakteristik masyarakat di Kelurahan Mangunharjo. Berdasarkan uraian tersebut, didapatkan suatu hal yang menarik untuk diketahui lebih lanjut, bagaimanakah ketahanan sosial dan ekonomi dapat tercipta dalam kehidupan petani tambak di Kelurahan Mengunharjo melalui upaya sylvofishery?

1.3 Tujuan dan Sasaran 1.3.1 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pembentuk ketahanan sosial ekonomi dalam kehidupan petani tambak di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Semarang melalui upaya pengelolaan mangrove dan tambak terpadu (sylvofishery) sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim.

(11)

1.3.2 Sasaran

Sasaran yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian tersebut adalah :

1. Menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan sylvofishery di Kelurahan Mangunharjo, yaitu faktor sumberdaya manusia dan faktor alam.

2. Menganalisis nilai tambah (value added) dari pengembangan sylvofishery di Kelurahan Mangunharjo untuk membentuk ketahanan sosial dan ekonomi.

3. Menganalisis peran stakeholders dalam upaya pengembangan sylvofishery guna mencapai ketahanan sosial ekonomi.

1.4 Ruang Lingkup

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup spasial penelitian ini adalah Kelurahan Mangunharjo. Kelurahan Mangunharjo merupakan salah satu dari tujuh kelurahan pesisir di Kecamatan Tugu. Kelurahan ini mempunyai luas wilayah sebesar 347,12 ha dengan panjang garis pantai 1960 meter dan berbatasan langsung dengan pantai utara Pulau Jawa. Dengan demikian, kelurahan ini tergolong pada kategori rentan terhadap fenomena perubahan iklim, terutama kenaikan muka air laut. Untuk batas-batas wilayah Kelurahan Mangunharjo dapat dilihat dalam Gambar 1.1 pada halaman 7.

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, terutama yang berkaitan dengan fenomena perubahan iklim. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat justifikasi pemilihan Kelurahan Mangunharjo sebagai berikut:

1. Kelurahan Mangunharjo merupakan salah satu kelurahan pesisir di Kota Semarang, yang mempunyai kecenderungan rentan tinggi terhadap perubahan iklim.

2. Berdasarkan identifikasi dan penilaian kerentanan terhadap dampak perubahan iklim di Kota Semarang yang dilakukan oleh Asian Cities Climate Change Resilience Network (ACCCRN) dan Mercy Corps, salah satu lokasi yang mempunyai potensi kerentanan tinggi adalah Kelurahan Mangunharjo. Potensi kerentanan ini dilihat dari beberapa kriteria yaitu:

a. Identifikasi kelompok sasaran, misalnya kelompok yang mengalami kerentanan, lokasi tempat tinggal, bagaimana kelompok tersebut terpengaruh perubahan iklim, dan sebagainya.

b. Kerentanan terkait dengan indikator sosial, misalnya kemiskinan dan akses terhadap layanan publik, indikator ekonomi, misalnya akses terhadap pemenuhan kebutuhan hidup, serta kerentanan ruang fisik.

c. Analisis risiko klimatis, yaitu analisis terhadap perubahan cuaca, intensitas air hujan, kecepatan angin, dan lain-lain.

(12)

3. Naiknya muka air laut, abrasi pantai, dan kerusakan vegetasi mangrove mengakibatkan 161 ha lahan tambak di Kelurahan Mangunharjo kehilangan produktivitas sehingga pendapatan masyarakat menurun, yang mengindikasikan terjadinya kerentanan secara sosial dan ekonomi.

Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2011 GAMBAR 1.1

LOKASI PENELITIAN

Lokasi tambak dengan sylvofishery Lokasi tambak yang tenggelam

Lokasi penanaman mangrove Lokasi tambak dengan sylvofishery

(13)

4. Beberapa petani tambak di Kelurahan Mangunharjo telah melakukan usaha adaptasi terhadap perubahan iklim dengan sylvofishery untuk mengembalikan perekonomian dan menjaga kelestarian populasi mangrove.

1.4.2 Ruang Lingkup Materi

Sasaran penelitian ini adalah upaya adaptasi yang dilakukan masyarakat sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap perubahan iklim di Kelurahan Mangunharjo. Upaya adaptasi yang akan dikaji adalah budidaya tambak dengan sylvofishery, yang hanya dilakukan oleh beberapa petani tambak di Mangunharjo.

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka ruang lingkup materi dalam penelitian ini fokus pada faktor yang dapat membentuk ketahanan sosial ekonomi petani tambak Mangunharjo melalui sylvofishery. Substansi atau materi yang diuraikan akan dijadikan sebagai petunjuk guna mencapai tujuan penelitian, yaitu teridentifikasinya faktor pembentuk ketahanan sosial ekonomi melalui upaya sylvofishery. Adapun subtansi atau materi dalam penelitian ini adalah :

1. Faktor sumberdaya manusia (dalam masyarakat yang telah beradaptasi) dan pengaruh faktor alam dalam membentuk ketahanan. Perlunya analisis ini adalah untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam upaya sylvofishery. Dengan teridentifikasinya faktor tersebut maka terlihat faktor mana yang menunjang keberlangsungan kegiatan sylvofishery dalam menciptakan ketahanan. Faktor pendukung dan penghambat dianalisis dengan teknik kualitatif.

2. Nilai tambah (value added) pengembangan sylvofishery. Nilai tambah ini dilihat dari manfaat sylvofishery secara fisik, ekonomi, dan lingkungan. Tujuan menganalisis ketiga hal tersebut adalah untuk mengetahui manfaat mana yang dapat berkontribusi untuk membentuk ketahanan sosial ekonomi. Teknik analisis terhadap nilai tambah sylvofishery juga dilakukan dengan cara kualitatif.

3. Peran stakeholders dalam upaya sylvofishery di Kelurahan Mangunharjo. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholders yang terlibat pengembangan sylvofshery. Oleh karena itu, diperlukan analisis stakeholders. Analisis ini dilakukan secara kualitatif dengan diagram analisis stakeholders sehingga ditemukan peran mereka dalam membentuk ketahanan sosial ekonomi.

1.4.3 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah salah satu unsur penelitian yang bertujuan untuk memberikan pemahaman dan batasan yang sama dalam penelitian. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya perbedaan persepsi dalam penelitian yang akan dilakukan. Adapun subtansi yang penting dan mendasar dalam penelitian ini adalah:

(14)

TABEL I.1

DEFINISI OPERASIONAL

Substansi Definisi Operasional

Kerentanan

Kerentanan merupakan kondisi ketika individu atau komunitas tidak mampu mengatasi ancaman yang terjadi pada lingkungan alam ataupun pada kehidupan sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya suatu fenomena.

Adaptasi terhadap perubahan iklim

Adaptasi adalah suatu bentuk penyesuaian terhadap sistem sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam merespon hal yang sebenarnya atau kondisi yang diprediksikan dari faktor pemicu dan dampak perubahan iklim

Sylvofishery

Sylvofishery merupakan suatu bentuk usaha terpadu antara budidaya mangrove dan

budidaya perikanan air payau dengan tujuan konservasi dan pemanfaatan sumberdaya mangrove sehingga memberikan peluang untuk mengembalikan fungsi ekologis dan mengembangkan perikanan air payau untuk mendapatkan fungsi ekonomis.

Ketahanan sosial ekonomi

Ketahanan sosial ekonomi adalah kemampuan suatu sistem untuk mengatasi ancaman yang datang, mampu bertahan, dan mengembalikan fungsi dan kondisi kestabilan aktivitas kehidupan masyarakat secara bertahap serta terhindar dari gangguan pengaruh eksternal sosial kemasyarakatan, politik, atau tekanan dari lingkungan sekitar.

Sumber: Hasil olahan penyusun dari berbagai sumber, 2011

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian adalah teridentifikasinya pembentuk ketahanan sosial ekonomi dalam kehidupan petani tambak di Kelurahan Mangunharjo. Secara sosial ekonomi, sylvofishery mampu memperbaiki penghasilan dan membentuk kembali jaringan sosial di antara petani tambak. Oleh karena itu, pembentuk ketahanan dari kegiatan sylvofishery ini dapat digunakan sebagai input untuk kegiatan pengembangan ekonomi lokal di Kelurahan Mangunharjo. Dalam pengembangan ekonomi lokal ada dua elemen yang berpengaruh yaitu dimensi sosial dan ekonomi, serta menekankan pada konteks spasial yang bersifat lokal.

Kegiatan adaptasi (sylvofishery) dapat membuka peluang kegiatan baru, seperti pembibitan dan pengolahan buah mangrove. Kegiatan tersebut dikombinasikan dengan kegiatan pesisir yang lain, seperti penanaman mangrove, budidaya kepiting, dan ditambah kegiatan inovasi lainnya (tour pesisir, kuliner, dan sebagainya. Berkembangnya kegiatan-kegiatan pesisir dapat dimanfaatkan untuk kegiatan bisnis lokal dengan orientasi lingkungan. Pengembangan bisnis secara bersama ini dapat memperbaiki kondisi perekonomian masyarakat dan kehidupan sosial masyarakat. Bentuk kegiatan ekonomi yang dilakukan secara kolektif ini sesuai dengan konsep pengembangan ekonomi lokal. Dari pengembangan ekonomi lokal ini diharapkan terwujud ketahanan sosial ekonomi karena masyarakat mampu berkembang secara bersamaan, baik secara ekonomi maupun sosial.

Konsep pengembangan ekonomi lokal ini termasuk dalam konteks pengembangan wilayah, yang terdiri atas unsur lingkungan, sosial, ekonomi, tata kelola (institusi dan kebijakan), dan tata ruang. Selain itu, hasil penelitian secara tidak langsung juga dapat digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan kebijakan strategi adaptasi di wilayah lain yang mempunyai potensi dan permasalahan di wilayah pesisir yang sejenis.

(15)

1.6 Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian menunjukkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait dengan pengembangan sylvofishery dan penelitian yang disusun oleh peneliti. Keduanya ditunjukkan pada tabel berikut ini:

TABEL I.2

KEASLIAN PENELITIAN

No Nama Peneliti Judul Penelitian Lokasi dan Tahun

Penelitian Materi Penelitian Teknik Analisis

Hasil Penelitian

1 Trisnanti Widi

Rineksi Penyusunan Indikator Keberlanjutan Konservasi Mangrove Kota Semarang

Semarang, 2006 Membangun indikator keberlanjutan konservasi sebagai tolak ukur tingkat keberlanjutan konservasi mangrove di Kota Semarang. Keberlanjutan diukur dengan indikator yang bersifat lokal.

Pendekatan kualitatif fenomenologi. Analisis deskriptif kualitatif dan komparatif. Indikator keberlanjutan konservasi Mangrove di wilayah pesisir. 2 Bill Fitzgerald dan Laksmi A Savitri Integration of Sylvofisheries into Coastal Management and Mangrove Rehabilitation in Java, Indonesia Kabupaten Indramayu (Jawa Barat) dan Kabupaten Pemalang (Jawa Tengah), 2002 Penerapan sylvofishery dalam program pengelolaan sumberdaya pesisir terpadu. Pendekatan kualitatif. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis biaya-keuntungan. Perbandingan nilai ekonomi dan sosial dari

sylvofishery, yang digunakan dalam pengelolaan tambak udang sebagai bagian dari proses pemberdayaan masyarakat. 3 Wawargita Permata Wijayanti Pembentuk Ketahanan Sosial Ekonomi Petani Tambak melalui Upaya Sylvofishery di Kelurahan Mangunharjo Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Semarang, 2010 Mengkaji bagaiamana upaya sylvofishery dapat membantuk mewujudkan ketahanan sosial ekonomi Metode analisis menggunakan teknik kualitatif, dengan analisis deskriptif. Pembentuk ketahanan sosial ekonomi melalui sylvofishery.

Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2011

Penelitian yang dilakukan tergabung dalam penelitian bersama bertemakan “Ketahanan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir”. Dalam penelitian tersebut, masing-masing mempunyai fokus penelitian berbeda. Berikut gambar yang memperlihatkan fokus kedelapan penelitian yang dilakukan:

(16)

1.7 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran studi ini memberikan gambaran mengenai hal-hal yang mendasari dilakukannya penelitian mengenai sylvofishery sebagai bentuk adaptasi petani tambak Mangunharjo. Selain itu, kerangka pemikiran ini juga menggambarkan input, proses, serta ouput penelitian. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.2 di halaman 12.

1.8 Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan mengkaji pembentuk ketahanan sosial ekonomi petani tambak Mangunharjo melalui pengelolaan mangrove dan tambak terpadu (sylvofishery) sebagai upaya adaptasi terhadap perubahan iklim. Pada tahap awal, peneliti mengkaji perubahan iklim di wilayah pesisir, kerentanan yang terjadi akibat perubahan iklim, upaya adaptasi yang sesuai, hingga pengembangan sylvofishery. Langkah selanjutnya, peneliti harus menemukan karakteristik masyarakat dan alam sebagai faktor pendukung dan penghambat dalam pengembangan sylvofishery, nilai tambah (value added) sylvofishery yang membantu mewujudkan ketahanan, dan peran stakeholders dalam upaya sylvofishery.

Sumber : Hasil Analisis Penyusun, 2011 GAMBAR 1.2

BAGAN PENELITIAN BERSAMA

t 1.3.1 k eamanan 1.3.2 w aktu adaptasi 1.3.3 p

eluang aktivitas baru

1.3.4 l

eadership and vision

1.3.5 j

aringan sosial yang tebentuk

1.3.6 t

ingkat interaksi

1.3.7 p

engetahuan lokal tradisional

1.3.8 t

ransfer pengetahuan

1.3.9 k

olaborasi yang terjadi

1.3.10 p

enyelesaian konflik

ery sebagai upaya adaptasi.

1.4.1 l

ders

peran masing-masing stakeholder

Untuk melihat nilai tambah sylvofishery yang dilihat dari segi sosial ekonomiManfaat ekonomi dan sosial dari sylvofishery

1.3.11 p

endapatan dan sumber pendapatan

1.3.12 k epemilikan aset 1.3.13 k eamanan 1.3.14 w aktu adaptasi

Riska Tresia Sibuea Kajian Praktik Ketahanan Sosial Ekonomi Masyarakat Kampung Melayu dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim

Risa Marfirani

Adaptasi Kelompok Nelayan terhadap Perubahan Iklim di Desa Batu Belubang, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah

Tiara Citra Septiana

Peralihan Mata Pencaharian sebagai Bentuk Ketahanan Masyarakat terhadap Fenomena Perubahan Iklim di Kelurahan Mangunharjo

Yogi Ananto

Kapasitas Masyarakat Kelurahan Tandang dalam Menghadapi Perubahan Iklim Tanah Longsor melalui Vegetasi Vetiveria

Aditya Yuva

Ketahanan Masyarakat Perajin Batik terhadap Perubahan Iklim Kota Pekalongan

Wawargita Permata W Pembentuk Ketahanan Sosial Ekonomi Petani Tambak Melalui Upaya Sylvofishery di Kelurahan Mangunharjo

Yogo Prakoso

Upaya Peningkatan Ketahanan Sosial Ekonomi Masyarakat Kecamatan Sayung ditinjau dari Sumber Daya Pedesaan

Irine Kusumatantya

Kerjasama Pemangku Kepentingan dalam Membangun Ketahanan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kelurahan Panjang Baru Kota Pekalongan

KETAHANAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PESISIR

(17)

Pembentuk Ketahanan Sosial dan Ekonomi dalam Kehidupan Petani Tambak Kelurahan Mangunharjo

OUTPUT PERTANYAAN PENELITIAN

Research Question

bagaimanakah ketahanan sosial dan ekonomi dapat tercipta dalam kehidupan petani tambak di Kelurahan Mengunharjo melalui upaya sylvofishery?

Perubahan kondisi lingkungan alam dan keterbatasan sumberdaya menyebabkan petani tambak beradaptasi. Namun, banyak faktor yang berpengaruh terhadap tindakan adaptasi, misal ancaman perubahan iklim, perilaku masyarakat dan stakeholders. Lalu, bagaimana sylvofishery dikembangkan sehingga berpengaruh untuk mengurangi kerentanan sosial ekonomi dan membentuk ketahanan.

PERUMUSAN MASALAH

Sumber : Hasil Analisis Penyusun, 2011 GAMBAR 1.3

KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN

Kelestarian Populasi Mangrove Kenaikan muka air laut, abrasi,

dan kerusakan pesisir.

Tenggelamnya tambak dan penurunan produktivitas tambak di Mangunharjo

Upaya Adaptasi Petani Tambak terhadap Perubahan Iklim

Upaya Sylvofishery

(Pengelolaan Tambak dan Mangrove Terpadu)

Pengembalian Produktivitas Tambak

LATAR BELAKANG

Kerentanan Sosial dan Ekonomi Masyarakat

Analisis faktor alam dan sumberdaya manusia yang berpengaruh terhadap

sylvofishery

Mengkaji Pembentuk Ketahanan Sosial dan Ekonomi

Analisis nilai manfaat (value added) pengembangan sylvofishery

Analisis peran stakeholders dalam pengembangan sylvofishery

Menemukan faktor yang pendorong dan penghambat keberlangsungan sylvfishery

dalam pembentukan ketahanan

Menemukan nilai tambah sylvofishery yang dapat membentuk ketahanan sosial

ekonomi

Menemukan kepentingan dan pengaruh stakeholders dalam pengembangan

sylvofishery

Sintesis analisis

(18)

Untuk menemukan hal-hal tersebut, peneliti harus mengeksplorasi informasi sebanyak-banyaknya melalui wawancara dan observasi lapangan. Oleh karena itu, metode yang cocok digunakan adalah metode kualitatif. Metode kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena dan memperbanyak pemahaman mengenai kondisi yang terjadi dalam objek penelitian sehingga ditemukan keunikan (Moleong, 2010: 6). Justifikasi peneliti menggunakan metode kualitatif adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengkaji dan memahami pengembangan sylvofishery untuk membentuk ketahanan sosial ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan keunikan dan kedalaman informasi tentang objek penelitian sehingga membantu ditemukannya tujuan penelitian

2. Informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah data yang bersifat kualitatif. Data kualitatif ini diperoleh dalam bentuk pernyataan atau tindakan dari narasumber yang menunjukkan kegiatan sylvofishery yang sedang dikaji.

3. Objek penelitian adalah masyarakat yang mengembangkan upaya sylvofishery secara langsung. Oleh karena itu, peneliti dapat langsung berinteraksi dengan mereka untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya serta mendalam.

1.8.1 Proses Penelitian

Proses penelitian menggambarkan tahapan penetilian yang dilakukan, mulai dari tahap pra survei hingga penyusunan laporan. Proses penelitian dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

TABEL I.3 PROSES PENELITIAN

Tahapan Jenis Kegiatan

Pra Survei

Studi literatur. Tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi tentang perubahan iklim, adaptasi, dan pengembangan sylvofishery melalui literatur serta best practice dari wilayah lain. Selain itu, dilakukan penjaringan informasi dengan media internet.

Preliminary survey, dilakukan untuk melakukan verifikasi bahwa fenomena perubahan iklim terjadi

di wilayah studi, melakukan identifikasi terhadap perkembangan upaya adaptasi masyarakat dan pengembangan sylvofishery.

Menyusun proposal penelitian dan mempersiapkan kelengkapan survei (kebutuhan data, panduan wawancara, surat survei, camera, alat perekam, dan sebagainya)

Survei Survei dilakukan dengan pengumpulan data primer (wawancara dan observasi lapangan) dan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan survei instansional.

Pasca Survei

Kompilasi data dan analisis. Sebelum proses kompilasi data, hasil wawancara dari beberapa narasumber dituangkan dalam bentuk manuskrip wawancara. Selanjutnya, dari manuskrip wawancara ini, cuplikan data dapat dibuat dalam bentuk kartu informasi, untuk mempermudah proses analisis.

Penyusunan laporan akhir, sesuai dengan kerangka (outline) yang telah disusun sebelumnya. Penyusunan laporan terdiri atas pendahuluan, kajian literatur, karakteristik obyek penelitian, potensi dan permasalahan, hasil analisis, temuan studi, dan rekomendasi.

(19)

1.8.2 Pengumpulan Data

Sebelum mengumpulkan data, perlu disusun tabel kebutuhan data. Tabel kebutuhan data berisi data apa saja yang diperlukan dalam penelitian. Data-data yang diperlukan harus terekam dalam tabel kebutuhan data sehingga akan memudahkan dalam pencarian data. Kebutuhan data untuk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel I.7 di halaman 17.

Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan dua cara, yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data secara primer dan sekunder dimaksudkan agar data yang didapatkan dapat saling melengkapi dan mendukung untuk menemukan hasil penelitian. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

TABEL I.4 PENGUMPULAN DATA Teknik Pengumpulan Data Cara Pengumpulan Data Rincian Sumber Pengumpulan data sekunder Studi literatur

Pengumpulan data dilakukan dengan mencari informasi berupa angka atau data yang berkaitan dengan kerentanan wilayah pesisi, upaya adaptasi, dan sylvofishery. Infomasi yang telah didapatkan ini kemudian dibuktikan melalui observasi lapangan.

Jurnal, makalah, laporan, dan internet.

Survei instansional

Mengumpulkan informasi berupa dokumen dan peta yang berkaitan dengan perubahan iklim, kerentanan wilayah pesisir, pengembangan adaptasi dengan sylvofishery, dan peran instansi dalam adaptasi tersebut.

DKP Kota Semarang, BLH Kota Semarang, Dinas PSDA, LSM Biota, dan LSM Bintari.

Pengumpulan data primer

Observasi lapangan

Observasi dilakukan untuk memperoleh bukti nyata yang dapat menggambarkan kondisi atau fenomena wilayah studi. Objek yang diamati adalah kondisi pesisir Mangunharjo, populasi mangrove di pesisir, pengembangan sylvofishery, perilaku masyarakat dalam mengelola sylvofishery, kegiatan pembibitan mangrove, dan kegiatan kelompok di Mangunharjo

Wilayah pesisir Mangunharjo, lokasi mangrove, lokasi tambak penduduk, dan lingkungan Kelurahan Mangunharjo.

Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lengkap dari narasumber. Dalam melakukan wawancara, peneliti dibantu dengan panduan wawancara, berisi kisi-kisi yang akan ditanyakan pada narasumber yang telah disesuaikan dengan kebutuhan data penelitian.

DKP Kota Semarang, BLH Kota Semarang, Dinas PSDA, LSM Biota, dan LSM Bintari, serta Masyarakat pengembang

sylvofishery. Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2011

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan purposive sampling untuk memilih sampel penelitian. Justifikasi pemilihan purposive sampling adalah:

1. Melalui teknik ini, memungkinkan peneliti mendapatkan informasi yang detail dan mendalam. Oleh sebab itu, peneliti dapat mengungkap hal-hal yang belum diketahui sebelumnya dan menjadi daya tarik untuk temuan studi.

(20)

2. Mempermudah pencarian narasumber yang representatif dan menguasai obyek penelitian tentang adaptasi dengan sylvofishery. Dengan demikian, peneliti dapat menghemat waktu dan biaya.

3. Untuk mencapai tujuan penelitian diperlukan perolehan informasi yang mendalam dari narasumber yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian maka jumlah narasumber bukan menjadi hal yang utama sehingga teknik purposive sampling cocok digunakan.

4. Dapat memperoleh informan kunci yang memahami dan menguasai kondisi eksisting di Kelurahan Mangunharjo, serta mengikuti proses pengembangan sylvofishery.

Kriteria pemilihan narasumber yang sesuai untuk penelitian yang akan dilakukan adalah:

1. Narasumber merupakan penduduk yang bermukim di lokasi pengembangan sylvofishery, yaitu di Kelurahan Mangunharjo selama lebih dari 5 tahun (dari masyarakat) atau individu yang bertugas dalam pengelolaan wilayah pesisir (dari instansi pemerintah atau LSM).

2. Merupakan seseorang yang mempunyai pengetahuan mengenai pengelolaan tambak dan mangrove terpadu (sylvofishery) atau masyarakat yang mengembangkan sylvofishery. 3. Merupakan individu yang dapat bersifat netral, jujur, dan terbuka sehingga diperoleh

informasi yang obyektif.

Dari beberapa narasumber yang diwawancara ditemukan seorang informan kunci penelitian, yaitu Bapak Sururi. Beliau merupakan tokoh konservasi mangrove dan Ketua Kelompok Bumi Lestari, pelopor penanaman mangrove sejak tahun 2000, sekaligus pelopor pengembangan sylvofishery di Kelurahan Mangunharjo. Berikut adalah daftar narasumber dalam penelitian ini:

TABEL I.5

NARASUMBER PENELITIAN

No Nama Keterangan Responden Kode

1 Pak Siswanto Kabid. Pengelolaan Kelautan dan Pesisir DKP Semarang INS-01 2 Ibu Siky Bidang Pengelolaan Kelautan dan Pesisir DKP Semarang INS-02 3 Pak Gunawan W Kabid. Penanganan Sengketa Lingkungan dan Pemulihan Kualitas Lingkungan BLH Semarang INS-03 4 Pak Nasril Bagian Pengelolaan Dinas PSDA Semarang INS-04 5 Pak Sururi Tokoh konservasi mangrove, pengembang sylvofishery, usaha pembibitan mangrove, Ketua Bumi Lestari MSY-1 6 Pak Masruhi Pengembang sylvofishery, petani sawah MSY-2 7 Pak Ngari Pengembang sylvofishery MSY-3 8 Pak Ali Imran Pengembang sylvofishery, pembibitan mangrove, usaha air minum isi ulang MSY-4 9 Pak H.Sis Pengembang sylvofishery MSY-5 10 Pak Fery Pengembang sylvofishery MSY-6

(21)

No Nama Keterangan Responden Kode

11 Pak Abdul Azis Pembudidaya kepiting, pengurus LSM Biota LSM-01 12 Mas Rofiq Aktivis Yayasan Bintari LSM-02

Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2011

1.8.3 Verifikasi Data

Verifikasi data bertujuan untuk menguji data yang diperoleh, terutama terhadap data hasil wawancara. Teknik verifikasi dilakukan dengan triangulasi sumber data. Triangulasi sumber data dilakukan dengan membandingkan dan memeriksa kembali derajad kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan cara yang berbeda (Bungin, 2007: 256). Cara verifikasi yaitu membandingkan hasil wawancara dengan hasil observasi. Apabila terdapat perbedaan dalam jawaban narasumber, maka dapat diberi pertanyaan susulan untuk memperoleh keterangan lanjutan. Manfaat menggunakan cara verifikasi ini adalah peneliti dapat memperoleh tambahan informasi baru.

1.8.4 Pengolahan dan Penyajian Data

Kegiatan pengolahan data penelitian dilakukan untuk memperoleh informasi dari data hasil wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah kategorisasi data. Tahapan dalam kategorisasi data adalah:

1. Mengelompokkan data sesuai dengan cara pengumpulan data, misalnya wawancara (W), obervasi (O), dan telaah dokumen dari instansi (I). Untuk wawancara, informasi yang telah didapatkan disusun terlebih dahulu dalam manuskrip wawancara.

2. Pemberian kode dengan mencantunkan jenis informasi, cara pengumpulan data, identitas responden, dan urutan paragraf. Misalnya MS/W/MSY-2/76, artinya untuk kode MS (motivasi sylvofishery), W (wawancara), MSY-2 (narasumber dari masyarakat ke-2) dan 76 (urutan cuplikan dalam manuskrip wawancara).

3. Penyajian melalui pembuatan kartu informasi. Dalam kartu informasi terdapat cuplikan hasil wawancara dan kode informasi, yang akan membantu proses analisis.

TABEL I.6

FORMAT KARTU INFORMASI

No Cuplikan Informasi Kode

1 Setelah itu mangrove hilang, baru sadar dengan adanya kerusakan lingkungan kita. Nah, terus dengan adanya mangrove ini sekarang kita kembali lagi ke arah tradisional berarti yang tidak meracuni lahan, yang tidak meninggalkan bekas-bekas kimiawi.

MS/W/MSY-2/76

(22)

Setelah data diolah, informasi yang diperoleh dapat disajikan dalam beberapa bentuk. Bentuk penyajian data antara lain:

1. Deskriptif, dengan cara hasil wawancara dan observasi direkap dan dideskripsikan dengan mengambil hasil cuplikan wawancara sebagai satuan terkecil. Untuk memberikan tanda pada cuplikan wawancara akan diberi kode informasi.

2. Gambar dan peta. Gambar digunakan untuk memberikan visualisasi secara nyata pada obyek penelitian. Peta dipergunakan untuk memberikan gambaran konstelasi penelitian dalam konteks keruangan.

3. Bentuk bagan dan diagram, digunakan untuk menggambarkan alur suatu proses. 1.8.5 Analisis Data

Tahap analisis penting dalam proses penelitian. Data dan informasi yang didapatkan, diolah dan diinterpretasikan serta dianalisis sesuai kebutuhan penelitian. Dari hasil analisis diperoleh keterkaitan antar hasil analisis dan dapat digunakan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan dan tujuan penelitian. Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik deskriptif. Teknik kualitatif deskriptif dilakukan untuk memberikan penggambaran realitas objek penelitian secara objektif dan detail sehingga dapat ditemukan keunikan dalam penelitian ini. Metode kualitatif memperlihatkan keragaman yang bermuara pada alasan-alasan (reason) yang tersembungi di balik tindakan pelaku (Bungin, 2007: 146). Adapun analisis yang digunakan adalah:

TABEL I.7

JENIS ANALISIS DAN DATA YANG DIGUNAKAN

No Tujuan Analisis Data yang Digunakan

Cara Pengumpulan

Data Sumber

1 Untuk menemukan faktor yang mendorong dan menghambat keberlangsungan

sylvofishery dalam

membentuk ketahanan.

Analisis faktor alam dan masyarakat (sumberdaya manusia) yang berpengaruh terhadap pengembangan sylvofishery  perilaku masyarakat sebelum dan sesudah adaptasi (sylvofishery)  kapasitas adaptif masyarakat (ekonomi, sosial, fisik)  kondisi fisik lingkungan

 gangguan alam yang muncul Wawancara, observasi lapangan, dan telaah dokumen Dinas Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang, BLH Semarang, Kelurahan Mangunharjo, kelompok masyarakat, LSM Biota dan Yayasan Bintari 2 Untuk menemukan faktor pembentuk ketahanan sosial ekonomi dari nilai tambah pengembangan

sylvofishery di

Mangunharjo.

Analisis nilai tambah (value added) dalam pengembangan

sylvofishery. Nilai

tambah sylvofishery yang dilihat dari segi sosial ekonomi i  pendapatan dan sumber pendapatan  kepemilikan aset  keamanan  waktu adaptasi

 peluang aktivitas baru

leadership and vision

Wawancara, observasi lapangan. Kelompok masyarakat, LSM Biota dan Yayasan Bintari

(23)

No Tujuan Analisis Data yang Digunakan Pengumpulan Cara Data Sumber dikaitkan kemungkinannya dalam membentuk ketahanan sosial dan ekonomi.

 jaringan sosial yang tebentuk  tingkat interaksi  pengetahuan lokal tradisional  transfer pengetahuan  kolaborasi yang terjadi  penyelesaian konflik 3 Untuk menemukan kepentingan dan pengaruh stakeholders dalam pengembangan sylvofishery dalam membentuk ketahanan Analisis stakeholders yang terkait dengan upaya sylvofishery berdasarkan peran dan keterlibatan dalam upaya adaptasi.  peran masing-masing stakeholders  kerjasama dalam adaptasi  proses transfer pengetahuan dan pendampingan masyarakat  respon dan partisipasi masyarakat  hambatan yang dihadapi Wawancara dan

telaah dokumen. Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang, BLH Semarang,Dinas PSDA, Kelurahan Mangunharjo, kelompok masyarakat, LSM Biota dan Yayasan Bintari

Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2011

Untuk memperjelas proses analisis penelitian, dapat dilihat pada kerangka analisis di halaman 18.

1.9 Sistematika Penulisan

Tugas Akhir ini terdiri atas 5 bab yang disajikan secara sistematis, dengan masing-masing pembahasan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab I disusun untuk memberikan gambaran dan pemahaman awal tentang topik yang menjadi fokus penelitian beserta justifikasi pemilihan topik dan wilayah penelitian. Selain itu, Bab I ini juga menjelaskan tentang tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, metode yang digunakan dan sistematika penulisan hasil penelitian.

BAB II PEMBENTUK KETAHANAN SOSIAL EKONOMI PETANI TAMBAK DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM

Bab II berisi beberapa hal yang dapat digunakan sebagai dasar penelitian dan membantu proses penyusunan analisis. Dalam bagian ini, dijelaskan mengenai dampak perubahan iklim di wilayah pesisir, pentingnya adaptasi dalam mengatasi kerentanan, hingga bagaimana ketahanan sosial ekonomi dapat

(24)

Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2011 GAMBAR 1.4

KERANGKA ANALISIS

Menganalisis nilai tambah (value added) dari sylvofishery yang dapat membentuk ketahanan sosial ekonomi.

Manfaat ekonomi dan sosial dari

sylvofishery

 pendapatan dan sumber pendapatan

 kepemilikan aset

 keamanan

 waktu adaptasi

 peluang aktivitas baru

leadership and vision

 jaringan sosial yang tebentuk

 tingkat interaksi

 pengetahuan lokal tradisional

 transfer pengetahuan

 kolaborasi yang terjadi

 penyelesaian konflik

Analisis nilai tambah (value added) pengembangan sylvofishery

Untuk melihat nilai tambah sylvofishery yang dilihat dari segi sosial ekonomi dan dikaitkan kemungkinannya dalam membentuk ketahanan sosial dan ekonomi.

Menemukan nilai tambah

sylvofishery untuk membentuk

ketahanan sosial ekonomi

Si nt es is an al is is p em be nt uk k et ah an an s os ia l e ko no m i m as ya ra ka t M an gu nh ar jo d ar i up ay a sy lv of is he ry Menganalisis peran stakeholders dalam pengembangan sylvofishery guna membentuk ketahanan sosial ekonomi

 peran masing-masing stakeholders

 kerjasama yang terjadi dalam adaptasi

 proses transfer pengetahuan dan pendampingan masyarakat

 respon dan partisipasi masyarakat

 hambatan yang dihadapi

 pengaruh keterlibatan stakeholders

Analisis stakeholders

Untuk menganalisis peran dari masing-masing stakeholders yang terlibat dalam upaya adaptasi.

Menemukan kepentingan dan pengaruh stakeholders dalam pengembangan sylvofishery Menganalisis faktor

sumberdaya manusia (masyarakat) dan alam yang berpengaruh terhadap pengembangan sylvofishery

 Perilaku masyarakat sebelum dan sesudah adaptasi (sylvofishery)  Karakteristik masyarakat yang

terbentuk

 Kapasitas adaptif masyarakat, terdiri atas kapasitas fisik, sosial, dan ekonomi.

 Kondisi fisik lingkungan.  Gangguan alam yang muncul.

Analisis faktor berpengaruh terhadap

sylvofishery

Untuk menganalisis karakteristik masyarakat dan faktor alam terhadap sylvofishery sehingga ditemukan sfaktor pendorong dan penghambat dalam pengembangan

sylvofishery.

Menemukan faktor yang menunjang keberlangsungan

sylvofishery untuk membentuk

(25)

terbentuk. Selain itu, juga terdapat beberapa lesson learned mengenai kegiatan sylvofishery sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim, yang mendukung pembentukan ketahanan sosial dan ekonomi. Tujuan akhir penyusunan Bab II adalah menemukan variabel penelitian untuk membantu proses pengumpulan data.

BAB III SYLVOFISHERY SEBAGAI BENTUK ADAPTASI TERHADAP

PERUBAHAN IKLIM DI KELURAHAN MANGUHARJO

Bagian ini berfungsi untuk memberikan gambaran wilayah studi, khususnya yang terkait dengan kondisi wilayah Kelurahan Mangunharjo. Karakteristik wilayah studi dimulai dari kronologi kerentanan akibat perubahan iklim, bentuk kerentanan sosial ekonomi, hingga dilakukannya pengembangan sylvofishery sebagai bentuk adaptasi. Selain itu, juga diuraikan potensi dan permasalahan dalam sylvofishery.

BAB IV ANALISIS PEMBENTUK KETAHANAN SOSIAL EKONOMI PETANI

TAMBAK MANGUNHARJO

Bagian ini berisi tentang ketiga jenis analisis, sesuai dengan sasaran penelitian. Temuan studi akan didapatkan dengan mengetahui faktor pendukung dan penghambat pengembangan sylvofishery, nilai tambah (value added) dari sylvofishery, dan peran stakeholders dalam upaya adaptasi tersebut. Hasil ketiga analisis akan disintesisikan kembali secara komprehensif untuk menjawab pertanyaan penelitian berupa pembentuk ketahanan sosial ekonomi.

BAB V PENUTUP

Bagian terakhir ini memberikan penjelasan mengenai temuan penelitian, kesimpulan penelitian yang telah dilakukan, rekomendasi, serta keterbatasan studi.

Gambar

GAMBAR 1.1  LOKASI PENELITIAN
TABEL I.4  PENGUMPULAN DATA  Teknik  Pengumpulan  Data  Cara  Pengumpulan Data  Rincian  Sumber  Pengumpulan  data sekunder  Studi literatur

Referensi

Dokumen terkait

COSO membangun konsep fundamental berdasarkan definisi manajemen risiko bahwa Enterprise Risk Management (ERM) merupakan suatu proses yang berjalan dan mengalir

Berpidato merupakan keterampilan berbahasa yang bertujuan untuk mengungkapkan ide, gagasan, serta perasaan secara lisan sebagai proses komunikasi kepada orang

suasana kegiatan yang kondusif, membangun interaksi yang aktif dan positif anta peserta didik dengan guru, sesama peserta didik, dalam kegiatan bersama di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) kualitas game edukasi kimia berbasis Role Playing Game (RPG) berdasarkan penilaian ahli materi, ahli media, guru mata pelajaran

Berdasarkan pendekatan elastisitas permintaan diketahui bahwa pemasaran benih ikan lele dumbo dari pembenih ke bandar di Desa Sagaracipta bersifat tidak efisien bagi

Penertiban tanah terlantar di Propinsi Riau telah dilaksanakan sesuai PP No.11 Tahun 2010, tetapi redistribusi tanah terlantar ini belum dapat sepenuhnya dilakukan. Hal ini

Pemilik Hak Atas Tanah yang Termasuk Tanah Terlantar adalah orang yang secara sah atau secara hukum memiliki sertifikat hak atas tanah yang diberikan oleh negara kepada orang