No. Daftar FPEB : 19/UN40.FPEB.1.PL/2013
PENGARUH BIAYA KUALITAS TERHADAP LABA KOTOR DENGAN
PENJUALAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
(Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Sidang Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi
Disusun oleh : Rasna Ulfah NIM. 0805440
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
No. Daftar FPEB : 19/UN40.FPEB.1.PL/2013
PENGARUH BIAYA KUALITAS TERHADAP
LABA KOTOR DENGAN PENJUALAN
SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
(STUDI KASUS PADA TIGA BUMN INDUSTRI
STRATEGIS DI KOTA BANDUNG)
Oleh :
Rasna Ulfah
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis
© Rasna Ulfah 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
April 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
ABSTRAK
PENGARUH BIAYA KUALITAS TERHADAP LABA KOTOR DENGAN
PENJUALAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
(Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung)
Oleh :
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh biaya kualitas terhadap penjualan serta implikasinya terhadap laba kotor. Variabel independen dalam penelitian ini ialah biaya kualitas dan variabel dependennya ialah laba kotor dengan penjualan sebagai variabel intervening atau mediator.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan sumber data sekunder. Sedangkan jenis data yang digunakan ialah data panel yang merupakan gabungan dari data silang (cross section) dan data runtun waktu (time series). Maka, data yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah laporan biaya kualitas serta laporan rugi/laba konsolidasian PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD, dan PT. LEN Industri periode tahun 2007-2011. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis regresi sederhana untuk mengetahui pengaruh positif atau negatif variabel independen terhadap variabel dependen dengan bantuan program Eviews 6 for Windows.
Berdasarkan perhitungan analisis regresi sederhana diperoleh hasil bahwa setiap kenaikan biaya kualitas (X) akan mengakibatkan kenaikan penjualan (Z). Hal tersebut ditunjukan dengan persamaan Z = -7,69(10)10+55,30919X. Dari
persamaan tersebut dapat diartikan bahwa terdapat pengruh positif antara biaya kualitas terhadap penjualan pada tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung. Kemudian, berdasarkan perhitungan analisis regresi sederhana yang kedua diperoleh hasil bahwa setiap kenaikan penjualan (Z) akan mengakibatkan kenaikan laba kotor (Y). Hal tersebut ditunjukan dengan persamaan Y = 36,9(10)10+0,145085Z. Dari persamaan tersebut dapat diartikan bahwa terdapat
pengaruh positif antara penjualan terhadap laba kotor pada tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung.
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF THE QUALITY COST TOWARDS GROSS PROFIT
ON SALES AS VARIABLE INTERVENING
(Case Study in Three State-Owned Companies Strategic Industry in Bandung)
By :
Research is aimed to test the influence of the cost of quality to sales and by implication towards gross profit. The independent variable in this research is the cost of quality and the variable dependent is the gross profit and sales as the intervening variable.
The methods used in this research is the method descripstive with secondary data sources. While the types of data used is the data panel is a combination of cross section data and time series data. Thus, the data used in this study were reports the cost of quality as well as the consolidated profit/loss report PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD and PT. LEN Industrial period 2007-2011. In this research, the author uses simple regression analysis to determine the influence of positive or negative towards the dependent variable independent variable with the help of Eviews 6 program for Windows.
Simple regression analysis calculation based on obtained results that any increase in the cost of the quality of (X) will result in an increase in sales (Z). This is indicated by the equation Z = -7,69(10)10+55,30919X. From the equation means that there is a positive influence between the cost of the quality of sales at three STATE-OWNED ENTERPRISES strategic industries in Bandung. Then, a simple regression analysis calculation based on the results obtained that any increase in sales (Z) will result in an increase in gross profit (Y). This is indicated by the equation Y = 36,9(10)10+145085Z. From the equation means that there is a positive influence between the sale of the gross profit on the three STATE-OWNED ENTERPRISES strategic industries in Bandung.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 13
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 14
1.3.1 Maksud Penelitian ... 14
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 14
1.4 Kegunaan Penelitian ... 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 16
2.1Kajian Pustaka ... 16
2.1.1 Definisi Biaya ... 16
2.1.2 Penggolongan Biaya ... 17
2.1.3 Definisi Kualitas ... 21
2.1.5 Komponen Biaya Kualitas ... 23
2.1.6 Laporan Biaya Kualitas ... 28
2.1.7 Manfaat Informasi Biaya Kualitas ... 30
2.1.8 Definisi Penjualan ... 30
2.1.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penjualan ... 31
2.1.10 Definisi Laba Kotor ... 34
2.1.11 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laba Kotor ... 35
2.1.12 Definisi Total Quality Management (TQM) ... 36
2.1.13 Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor dengan Penjualan sebagai Variabel Intervaning ... 37
2.1 Kerangka Pemikiran ... 39
2.2 Hipotesis ... 45
BAB III METODE PENELITIAN ... 47
3.1Objek Penelitian ... 47
3.2Desain dan Metode Penelitian ... 47
3.3Operasionalisasi Variabel ... 49
3.4Sumber Data ... 51
3.5Teknik Pengumpulan Data ... 52
3.6Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 54
3.6.1 Teknik Analisis Data ... 54
3.6.2 Pengujian Hipotesis ... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59
4.1Gambaran Objek Penelitian ... 59
4.1.1 Sejarah PT. Dirgantara Indonesia ... 59
4.1.2 Visi dan Misi PT. Dirgantara Indonesia ... 62
4.1.3 Aspek-Aspek Kegiatan PT. Dirgantara Indonesia ... 63
4.1.4 Produk-Produk Buatan PT. Dirgantara Indonesia ... 64
4.1.5 Sejarah PT. PINDAD ... 65
4.1.6 Visi dan Misi PT. PINDAD ... 68
4.1.7 Aspek-Aspek Kegiatan PT. PINDAD ... 68
4.1.8 Produk-Produk Buatan PT. PINDAD ... 70
4.1.9 Sejarah PT. LEN Industri ... 71
4.1.10 Visi dan Misi PT. LEN Industri ... 76
4.1.11 Aspek-Aspek Kegiatan PT. LEN Industri ... 76
4.1.12 Produk-Produk Buatan PT. LEN Industri ... 77
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 79
4.2.1 Deskripsi Biaya Kualitas pada PT. Dirgantara Indonesia . 80 4.2.2 Deskripsi Biaya Kualitas pada PT. PINDAD ... 82
4.2.3 Deskripsi Biaya Kualitas pada PT. LEN Industri ... 84
4.2.4 Deskripsi Penjualan pada PT. Dirgantara Indonesia ... 86
4.2.5 Deskripsi Penjualan pada PT. PINDAD ... 88
4.2.6 Deskripsi Penjualan pada PT. LEN Industri ... 90
4.2.7 Deskripsi Laba Kotor pada PT. Dirgantara Indonesia ... 92
4.2.9 Deskripsi Laba Kotor pada PT. LEN Industri ... 96
4.2.10 Ikhtisar Total Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Rugi pada PT. Dirgantara Indonesia ... 98
4.2.11 Ikhtisar Total Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Rugi pada PT. PINDAD ... 101
4.2.12 Ikhtisar Total Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Rugi pada PT. LEN Industri ... 103
4.3 Analisis Data dan Pengujian Hipotesis Hasil Penelitian ... 106
4.3.1 Teknik Analisis Data ... 106
4.3.1.1 Uji Normalitas ... 106
4.3.1.2 Uji Autokorelasi ... 108
4.3.2 Pengujian Hipotesis Hasil Penelitian ... 110
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 116
4.4.1 Gambaran Tentang Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Kotor pada Tiga BUMN Industri Strategis Periode Tahun 2007-2011 ... 116
4.4.2 Pengaruh Biaya Kualitas terhadap Laba Kotor dengan Penjualan sebagai Variabel Intervening pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung ... 124
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 126
5.1 Kesimpulan ... 126
5.2 Saran ... 127
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan
PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Periode Tahun 2007-2011 ... 6
Tabel 1.2 Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan PT. PINDAD (Persero) Periode Tahun 2007-2011 ... 9
Tabel 1.3 Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan PT. LEN Industri (Persero) Periode Tahun 2007-2011 ... 11
Tabel 2.1 Contoh Laporan Biaya Kualitas ... 28
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel ... 50
Tabel 4.1 Produk-Produk PT. Dirgantara Indonesia ... 60
Tabel 4.2 Produk Militer dan Komersial PT. PINDAD ... 66
Tabel 4.3 Klasifikasi Produk PT. LEN Industri ... 73
Tabel 4.4 Biaya Kualitas PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2007-2011 ... 80
Tabel 4.5 Biaya Kualitas PT. PT. PINDAD Tahun 2007-2011 ... 82
Tabel 4.6 Biaya Kualitas PT. LEN Industri Tahun 2007-2011... 91
Tabel 4.7 Penjualan Bersih PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2007-2011... 87
Tabel 4.8 Penjualan Bersih PT. PINDAD Tahun 2007-2011 ... 89
Tabel 4.9 Penjualan Bersih PT. LEN Industri Tahun 2007-2011 ... 96
Tabel 4.10 Laba Kotor PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2007-2011 ... 93
Tabel 4.11 Laba Kotor PT. PINDAD Tahun 2007-2011 ... 95
Tabel 4.12 Laba Kotor PT. LEN Industri Tahun 2007-2011 ... 97
Tabel 4.14 Ikhitisar Total Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Kotor
pada PT. PINDAD Tahun 2007-2011 ... 101
Tabel 4.15 Ikhitisar Total Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Kotor pada PT. LEN Industri Tahun 2007-2011 ... 104
Tabel 4.16 Uji Normalitas Variabel (X) terhadap Variabel (Z) ... 106
Tabel 4.17 Uji Normalitas Variabel (Z) terhadap Variabel (Y) ... 107
Tabel 4.18 Uji Autokorelasi Variabel (X) terhadap Variabel (Z) ... 108
Tabel 4.19 Uji Autokorelasi Variabel (Z) terhadap Variabel (Y) ... 108
Tabel 4.20 Output Regresi Sederhana Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Penjualan ... 109
Tabel 4.21 Koefisien Regresi Biaya Kualitas Terhadap Penjualan ... 110
Tabel 4.22 Output Regresi Sederhana Pengaruh Penjualan Terhadap Laba Kotor ... 112
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Persentase Produk Militer dan Komersil PT. PINDAD ... 8
Gambar 2.1 Manfaat TQM ... 40
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran ... 44
Gambar 4.1 Biaya Kualitas PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2007-2011 ... 81
Gambar 4.2 Biaya Kualitas PT. PINDAD Tahun 2007-2011 ... 83
Gambar 4.3 Biaya Kualitas PT. LEN Industri Tahun 2007-2011 ... 86
Gambar 4.4 Penjualan Bersih PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2007-2011 ... 88
Gambar 4.5 Penjualan Bersih PT. PINDAD Tahun 2007-2011 ... 90
Gambar 4.6 Penjualan Bersih PT. LEN Industri Tahun 2007-2011 ... 92
Gambar 4.7 Laba Kotor PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2007-2011 ... 94
Gambar 4.8 Laba Kotor PT. PINDAD Tahun 2007-2011 ... 96
Gambar 4.9 Penjualan Bersih PT. LEN Industri Tahun 2007-2011 ... 98
Gambar 4.10 Ikhitisar Total Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Kotor pada PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2007-2011 ... 100
Gambar 4.11 Ikhitisar Total Biaya Kualitas, Penjualan, dan Laba Kotor pada PT. PINDAD Tahun 2007-2011 ... 102
DAFTAR LAMPIRAN
Judul Lampiran No. Lampiran
Laporan Biaya Kualitas dan Laporan Rugi/Laba Konsolidasian
PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD, PT. LEN Industri ... 1
Hasil Output Eviews 6 for Windows ... 2
Rekapitulasi Bimbingan Skripsi ... 3
Berkas Lain-Lain ... 4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap perusahaan memiliki tantangannya tersendiri untuk dapat
bertahan dalam persaingan pasar domestik maupun global. Masing-masing
segmen pasar memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan mau tidak
mau harus dihadapi perusahaan. Salah satu cara menghadapi persaingan
tersebut ialah memproduksi dengan biaya seminimum mungkin namun
dapat menghasilkan produk dengan standar kualitas bersaing, bisa menjadi
harga mati yang harus dapat dilakukan perusahaan untuk menghindari
risiko terburuk dalam dunia bisnis.
Perusahaan yang mampu bersaing dalam kerasnya dunia bisnis
akan tetap bertahan, sedangkan perusahaan yang lemah akan
berangsur-angsur hilang dalam pasaran. Keadaan ini akan semakin sulit apabila
produk yang dihasilkan suatu perusahaan merupakan produk yang juga
dihasilkan oleh perusahaan lain, sehingga hal ini menimbulkan persaingan
antar perusahaan yang ada. Oleh karena itu, banyak perusahaan saling
berlomba-lomba menciptakan produk dengan kualitas yang lebih baik dari
perusahaan-perusahaan pesaing yang sejenis.
Untuk dapat mengungguli kualitas produk dari
2
yang proaktif, antisipatif, dan bergerak atas dasar kebutuhan konsumen.
Sebagaimana Soewarso Hardjosoedarmo (2004:26) menjelaskan bahwa :
“...untuk mencapai tingkat performance yang tinggi merupakan masalah
yang sangat penting bagi manajemen dewasa ini dan di masa yang akan datang. Adapun indikator performance tersebut terdiri dari biaya kualitas
(mutu), produktivitas, inovasi, pengukuran, dan kepemimpinan”.
Dari pernyataan diatas, salah satu indikator perusahaan untuk dapat
mencapai tingkat performance yang tinggi ialah dengan mengeluarkan
biaya kualitas. Biaya kualitas merupakan istilah yang diciptakan oleh
Joseph Juran untuk menjawab pertanyaan “seberapa besar kualitas dirasa cukup?” (dalam Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, 2001:29).
Sedangkan definisi biaya kualitas sendiri menurut Blocher, et. Al.
(2007:404) edisi terjemahan ialah :
“Biaya-biaya yang berkaitan dengan pencegahan, pengidentifikasian, perbaikan dan pembetulan produk yang berkualitas rendah dan dengan „opportunity cost „ dari hilangnya waktu produksi dan penjualan sebagai akibat rendahnya kualitas”.
Dengan kata lain, biaya kualitas merupakan biaya pengendalian
dan pengawasan dalam proses produksi dan biaya-biaya yang timbul
akibat dihasilkannya produk dengan kualitas rendah. Selain itu, biaya
kualitas juga timbul untuk mencapai standar kualitas yang ditetapkan
perusahaan dalam upaya menjaga dan meningkatan penjualan dan laba.
Namun berkaitan dengan hal tersebut, kebanyakan manajer bisnis
memiliki anggapan bahwa untuk meningkatan kualitas akan selalu disertai
dengan peningkatan biaya, sehingga muncul pandangan bahwa jika
3
Juran (dalam Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, 2001:41) meneliti
aspek ekonomis dari kualitas dan menyimpulkan bahwa “...manfaat
kualitas jauh melebihi biayanya”.
Karena jika suatu perusahaan memiliki jaminan kualitas yang
tinggi, maka akan dapat mempengaruhi permintaan dari
kosumen/pelanggan dan permintaan yang tinggi dapat mempengaruhi
penjualan produk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, permintaan yang
tinggi akan meningkatkan penjualan produk. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Sofjan Assauri (2004:208) bahwa :
“Faktor kualitas yang akan dicapai atau dihasilkan sangat erat
hubungannya dengan kegiatan penjualan. Apabila kualitas atau barang yang dihasilkan terlalu rendah kualitasnya, maka hal ini dapat
menyebabkan berkurangnya penjualan”.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor kualitas
memiliki pengaruh positif terhadap penjualan. Penjualan merupakan total
jumlah yang dibebankan kepada konsumen/pelanggan atas produk yang
dijual perusahaan. Jika total penjualan tersebut dikurangi dengan retur dan
potongan penjualan lainnya, maka akan menghasilkan penjualan bersih
yang dicatat dalam Laporan Laba Rugi.
Dari sumber buku Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2001:42)
dipaparkan pendapat para pakar kualitas yamg menjelaskan bahwa
“...suatu perusahaan dengan program pengelolaan kualitas yang berjalan
dengan baik, biaya kualitasnya tidak lebih dari 2,5% dari penjualan”. Untuk itu, jika perusahaan ingin meningkatkan kualitas produknya dengan
4
untuk standar kualitas produk secara selektif dan ekonomis agar total biaya
yang dianggarkan tidak lebih dari 2,5% dari penjualan, sehingga tujuan
dikeluarkannya biaya kualitas untuk meningkatkan penjualan dapat
terlaksana dan tidak mengurangi laba secara berlebihan.
Pada dasarnya setiap perusahaan mengeluarkan biaya kualitas,
hanya saja ada yang mengelompokkan dan menganalisanya secara khusus
dan ada juga yang tidak, ada yang membuat laporan biaya kualitas ada
juga yang tidak. Badan usaha yang akan dijadikan studi kasus dalam
penelitian ini ialah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Industri Strategis
di Kota Bandung. Lebih jelasnya penelitian ini dilakukan pada tiga BUMN
Industri Strategis, yaitu PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD, dan PT.
LEN Industri.
Pada penelitian-penelitian sebelumnya, pengujian pengaruh antara
biaya kualitas dengan penjualan dan laba kotor dilakukan pada industri
jasa, industri obat-obatan dan industri-industri lain yang memproduksi
barang secara terus-menerus serta memungkinkan proses produksi dan
penjualan terjadi dalam waktu yang singkat. Namun, dalam penelitian ini
pengujian biaya kualitas tersebut akan dilakukan pada industri manufaktur
yang hanya memproduksi barang jika ada pesanan, serta proses produksi
dan penjualan terjadi pada tenggang waktu yang cukup lama. Sehingga
memungkinkan terjadinya pengeluaran biaya dan penjualan tidak berada
5
Selain itu, pemilihan objek penelitian pada ketiga BUMN Industri
Strategis tersebut didasarkan pada kepemilikan sertifikat ISO yang
menunjukan bahwa perusahaan memiliki dedikasi yang tinggi terhadap
jaminan kualitas produk yang dihasilkan. Selanjutnya, jaminan kualitas
produk tersebut akan menciptakan “kepercayaan” untuk membeli atau
menggunakan produk yang dihasilkan perusahaan.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Wakil Menteri Pertahanan
Sjafrie Sjamsoedin saat serah terima pesawat CN235/MPA (Maritime
Patrol Aircraft) kepada Korean Coast Guard (KCG) di Hanggar CN-235
PT. Dirgantara di Bandung, Jumat (9/3) bahwa : “...kepercayaan Pemerintah Korea Selatan terhadap produk PT. Dirgantara Indonesia
merupakan sinyalemen yang baik untuk meningkatkan hubungan Korea
Selatan dengan Indonesia”. Pada saat itu, pemerintah Korea Selatan melakukan pemesanan delapan unit pesawat tipe CN-235 yang dinilai
kemampuannya tidak jauh berbeda dengan pesawat F-16 Fightning Falcon
buatan Amerika Serikat meskipun disampaikannya bahwa “...proyek ini
memakan waktu sampai tujuh tahun.”
Namun, kepercayaan atas kualitas produk PT. Dirgantara Indonesia
tidak hanya terjadi dengan Korea Selatan saja. Pasca dinyatakan pailit dan
mati suri pada tahun 2007, PT. Dirgantara Indonesia memulai
kebangkitannya yang ditunjukan dengan berbagai ikatan kerjasama
internasional dengan negara-negara timur tengah dan Eropa. Sebagaimana
6
Dirgantara tidak kalah dengan produk pesawat terbang dari negara lain
yang sejenis. PT. Dirgantara telah memenuhi syarat sebagai perusahaan
internasional. Tolak ukurnya kualitas, delivery dan rights.”
Berikut persentase biaya kualitas yang dikeluarkan PT. Dirgantara
Indonesia untuk mencapai standar kualitasnya selama periode tahun 2007
sampai dengan 2011 dibandingkan dengan total penjualannya.
Tabel 1.1
Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
Periode Tahun 2007-2011
Keterangan 2007 2008 2009 2010 2011
Desain dan Operasi Sistem Kualitas 3,152% 3,155% 3,566% 0,039% 2,153%
Pelatihan Kualitas Bagi Karyawan 0,237% 0,265% 0,473% 0,038% 0,190%
Inspeksi dan Pengujian Produk 0,002% 0,002% 0,001% 0,019% 0,298%
Kerugian Denda Kontrak 0,055% 0,478% 0,034% 0,020% 0,016%
Beban Penghapusan Dead Stock - - - - -
Jumlah Perbandingan Biaya
Kualitas dengan Total Penjualan 3,446% 3,899% 4,074% 0,115% 2,658%
(Sumber : Realisasi Biaya/Pendapatan Lainnya Divisi Pengembangan Produk PT. DI, data diolah kembali)
Tabel diatas menunjukan persentase pengeluaran biaya yang
termasuk ke dalam biaya kualitas. Biaya-biaya diatas terdiri dari empat
komponen biaya kualitas, yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya
kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal.
Rata-rata biaya terbesar dikeluarkan pada kegiatan desain dan
operasi sistem kualitas sebagai kegiatan awal dari penentuan kualitas
produk, dengan nilai rata-rata dari tahun 2007-2011 sebesar 2,413%. Biaya
kualitas yang dikeluarkan perusahaan berasal dari Divisi Pengembangan
7
dan mengembangkan kualitas produk perusahaan. Desain dan operasi
sistem kualitas dilakukan sebagai langkah awal penentuan kualitas yang
berkaitan dengan perencanaan dan sistem pengembangan kualitas produk.
Pelatihan dilakukan untuk memperkaya ilmu dan disiplin bagi karyawan
yang bersangkutan, sedangkan inspeksi dan pengujian produk merupakan
suatu prosedur yang harus dilakukan perusahaan selama proses produksi
berlangsung agar produk yang gagal atau rusak tidak sampai ke tangan
konsumen/pelanggan. Jika dilihat secara keseluruhan, maka pengeluaran
biaya kualitas PT. Dirgantara Indonesia berada di kisaran kurang lebih
antara 0%–4,5% dari total penjualannya dan pengaruhnya terhadap laba kotor selanjutnya akan diuji dalam penelitian ini.
Lain halnya dengan PT. PINDAD, meskipun sama-sama
mengalami keadaan ekonomi yang sulit pasca krisis moneter 1998, PT.
PINDAD tetap mampu bertahan dalam keterpurukannya dengan berinovasi
dalam pembuatan produk-produk komersial seperti generator, peralatan
kapal laut, alat cor dan tempa, serta masih banyak produk lainnya. Namun,
produk-produk komersial tersebut hanya dijadikan sebagai pendapatan
sampingan, karena tujuan utama didirikannya PT. PINDAD ialah untuk
memproduksi, mengembangkan, dan memenuhi ketersediaan alutista dan
alat kemiliteran pemerintah Indonesia.
Seperti yang ditunjukan pada Gambar 1.1 yang menunjukan
8
dilakukan pada produk-produk militer, sedangkan sisanya sebesar 26%
pada produk-produk komersial.
(Sumber : Disunting dari website PT. PINDAD)
Gambar 1.1
Persentase Produk Militer dan Komersial PT. PINDAD
Hal tersebut dibuktikan dengan mayoritas pendapatan PT.
PINDAD berasal dari belanja alutsista Departemen Pertahanan untuk
keperluan TNI yang mencapai Rp. 700 miliar pada tahun 2010. Di
antaranya berasal dari penjualan panser Rp. 400 miliar, amunisi Rp. 200
miliar, dan senjata sekitar Rp 50 miliar.
Pada triwulan ketiga di tahun 2012, PT. PINDAD sempat dihadang
isu “senjata error” yang memperbincangkan kualitas senjata PT. PINDAD
oleh berbagai kalangan di Timor Leste. Namun, hal tersebut hanya
sebagian kecil permasalahan yang dihadapi PT. PINDAD. Faktanya
kualitas senjata PT. PINDAD tetap memiliki standar kualitas yang
dipercaya oleh berbagai negara-negara asing. Hal tersebut dibuktikan
dengan pernyataan Adik Sudarsono (19/11) selaku Direktur Utama PT.
9
kualitas standar NATO yang memadai, karena itu permintaan rutin sudah
berjalan belasan tahun”. Pernyataan tersebut pada akhirnya menyiratkan bahwa standar kualitas PT. PINDAD sudah mampu bersaing di pasar
internasional.
Berikut persentase biaya yang dikeluarkan PT. PINDAD untuk
mencapai standar kualitasnya selama periode tahun 2007 sampai dengan
2011.
Tabel 1.2
Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan PT. PINDAD (Persero)
Periode Tahun 2007-2011
Keterangan 2007 2008 2009 2010 2011
Desain dan Operasi Sistem Kualitas 1,926% 1,588% 1,159% 0,928% 1,374%
Pelatihan Kualitas Bagi Karyawan 0,848% 0,731% 0,634% 0,479% 0,782%
Inspeksi dan Pengujian Produk 0,084% 0,104% 0,059% 0,041% 0,150%
Kerugian Denda Kontrak 0,027% 0,052% 0,048% 0,034% 0,073%
Beban Penghapusan Dead Stock - - - - -
Jumlah Perbandingan Biaya
Kualitas dengan Total Penjualan 2,885% 2,475% 1,810% 1,482% 2,380%
(Sumber : Laporan Biaya Produksi PT. PINDAD, data diolah kembali)
Dari tabel 1.2 di atas menunjukan bahwa rata-rata pengeluaran
biaya kualitas selama periode tahun 2007-2011 terletak pada kisaran
1%-3% terhadap total penjualan perusahaan. Dimana biaya kelitas tersebut
dikeluarkan perusahaan dengan tujuan memperbaiki kualitas dan
meningkatkan penjualan.
Sementara itu, PT. LEN Industri baru bertransformasi menjadi
industri manufaktur pada tahun 2008, setelah sebelumnya pada tahun 2006
10
dan pensiunan PT. LEN Industri. Selanjutnya pada tahun 2009, PT. LEN
Industri mengakuisisi PT. Surya Energi Indotama dan PT. Interlokindo
Utama agar dapat mengambil alih peran PT. LEN Industri sebagai
kontraktor utama di bidang renewable energy dan kontraktor persinyalan.
Sedangkan di sisi internal pada tahun 2009 dibentuk Divisi Pengembangan
untuk memperkuat inovasi produk unggulan PT. LEN Industri.
Pada tahun 2009 dengan jumlah karyawan hanya 383 orang, PT.
LEN Industri telah membukukan pendapatan tertinggi sepanjang sejarah
perusahaan. PT. LEN Industri berhasil membukukan pendapatan sebesar
Rp. 893,64 Milyar atau 146,07% dari target atau 178,3% dari tahun
sebelumnya (2008). Dengan laba bersih Rp. 15.96 Milyar yang meningkat
134.8% dari laba bersih tahun 2008 sebesar Rp. 11,84 Milyar. Selain itu
pada tahun 2009 pun, PT. LEN Industri telah berhasil memperoleh kontrak
baru konsolidasi sebesar Rp. 766,6 milyar atau meningkat 23,86% jika
dibandingkan tahun 2008.
Keberhasilan tersebut tidak serta merta terjadi begitu saja, usaha
PT. LEN Industri dalam membangun kepercayaan masyarakat untuk
menjadikan PT. LEN Industri sebagai kliennya dimulai dengan
membangun komitmen untuk senantiasa menyediakan produk yang
memuaskan dan menyenangkan konsumen/pelanggan. Hal ini dibuktikan
11
Berikut persentase biaya yang dikeluarkan PT. LEN Industri untuk
mencapai standar kualitasnya selama periode tahun 2007 sampai dengan
2011.
Tabel 1.3
Persentase Perbandingan Biaya Kualitas dan Penjualan PT. LEN Industri (Persero)
Periode Tahun 2007-2011
Keterangan 2007 2008 2009 2010 2011
Desain dan Operasi Sistem Kualitas 2,282% 3,028% 2,408% 0,707% 0,972%
Pelatihan Kualitas Bagi Karyawan 1,705% 0,201% 0,128% 0,241% 0,169%
Inspeksi dan Pengujian Produk 0,050% 0,031% 0,043% 0,053% 0,030%
Kerugian Denda Kontrak 0,125% 0,073% 0,098% 0,025% 0,092%
Beban Penghapusan Dead Stock 0,331% 0,515% - - -
Jumlah Perbandingan Biaya
Kualitas dengan Total Penjualan 4,492% 3,847% 2,677% 1,024% 1,263%
(Sumber : Catatan Atas Laporan Keuangan PT. LEN Industri, data diolah kembali)
Dari tabel 1.3 diatas menunjukan sekitar 80% biaya kualitasnya
dikeluarkan perusahaan untuk kegiatan desain dan operasi sistem kualitas,
pelatihan, serta inspeksi dan pengujian produk. Sedangkan sisanya sekitar
20% dikeluarkan untuk mengatasi hal-hal yang berkaitan dengan
dihasilkannya produk dengan kualitas rendah. Hal tersebut bisa saja
diakibatkan oleh keluhan dari konsumen/pelanggan atas produk yang
diterima. Untuk itu, biaya kualitas dikeluarkan perusahaan untuk
mengurangi resiko-resiko seperti itu.
Ketiga BUMN Industri Strategis diatas merupakan
perusahaan-perusahaan manufaktur besar yang ada di Indonesia. Persaingan terbesar
yang dihadapi perusahaan bukan berasal dari dalam negeri, melainkan
12
untuk tetap bertahan baik dari segi inovasi, kualitas, harga, dan
faktor-faktor lainnya ialah tantangan yang mau tidak mau dihadapi perusahaan
dengan dasar tujuan utamanya ialah untuk memperoleh laba. Dimana
dalam kegiatan operasinya perusahaan terkadang mengalami peningkatan
dan penurunan dalam laba, termasuk laba kotor setiap tahunnya. Dari
perolehan laba kotor itu-lah perusahaan dapat memperkirakan, apakah
mengalami keuntungan atau kerugian.
Penelitian mengenai biaya kualitas sebenarnya sudah pernah
dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya Mathius Tandiontong, dkk.
(2010) dengan jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Profabilitas Perusahaan” yang dilakukan pada salah satu
perusahaan di industri jasa perhotelan dan menunjukan bahwa biaya
kualitas berpengaruh secara signifikan terhadap biaya kualitas yang diukur
dengan hasil uji regresi sederhana.
Peneliti kedua oleh Rilla Gantino & Erwin dengan jurnalnya yang
berjudul “Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Penjualan” yang dilakukan
pada salah satu industri obat-obatan. Dari hasil uji regresi berganda, biaya
pencegahan (pervention cost), biaya penilaian (appraisal cost), biaya
kegagalan eksternal (eksternal failure cost), dan biaya kegagalan internal
(internal failure cost) yang merupakan komponen dari biaya kualitas
berpengaruh positif terhadap penjualan, sedangkan dari hasil uji koefisien
13
terhadap penjualan sebesar 95%, sedangkan sisanya sebesar 5%
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain selain biaya kualitas.
Selanjutnya, penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mia Khoiru
Nissa (2011) dengan judul yang sama. Penelitian ini dilakukan pada Divisi
Cor PT. PINDAD dengan hasil uji regresi sederhana bahwa biaya kualitas
berpengaruh positif terhadap penjualan, dan penjualan berpengaruh positif
terhadap laba kotor.
Dari penelitian-penelitian terdahulu, maka penulis tertarik
melakukan penelitian yang berkaitan dengan biaya kualitas dan laba kotor
di nilai dari besarnya nilai penjualan perusahaan. Untuk menghindari
terjadinya duplikasi, maka penelitian dilaksanakan pada tiga BUMN
Industri Strategis dengan alat uji yang berbeda. Judul yang diambil ialah
“Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Laba Kotor dengan Penjualan
sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Tiga BUMN Industri
Strategis)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, penulis
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran tentang biaya kualitas, penjualan dan laba kotor
pada Tiga BUMN Industri Strategis periode tahun 2007-2011?
2. Bagaimana pengaruh biaya kualitas terhadap penjualan dan pada Tiga
14
3. Bagaimana pengaruh penjualan terhadap laba kotor pada Tiga BUMN
Industri Strategis periode tahun 2007-2011?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk menelaah data laporan keuangan
yang berkaitan dengan biaya kualitas, penjualan, dan laba kotor pada Tiga
BUMN Industri Strategis, yaitu PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD,
dan PT. LEN Industri periode tahun 2007-2011, serta untuk mengetahui
apakah biaya kualitas berpengaruh terhadap laba kotor dengan penjualan
sebagai variabel intervening.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui gambaran tentang biaya kualitas, penjualan dan
laba kotor pada Tiga BUMN Industri Strategis periode tahun
2007-2011.
b. Untuk mengetahui pengaruh biaya kualitas terhadap penjualan pada
Tiga BUMN Industri Strategis periode tahun 2007-2011.
c. Untuk mengetahui pengaruh penjualan terhadap laba kotor pada
15
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian tidak terlepas dari tujuan yang ingin dicapai.
Dengan terarahnya penelitian melalui target dari tujuan yang telah
digariskan, maka akan didapat beberapa nilai guna. Adapun kegunaan
penelitian dalam usulan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi lebih banyak
dan menambah wawasan penulis tentang teori biaya kualitas,
penjualan, dan laba kotor, serta sejauh mana biaya kualitas
mempengaruhi penjualan dan laba kotor, dan memberikan
sumbangan ilmu terhadap ilmu akuntansi khususnya akuntansi
biaya.
2) Praktis
Bagi perusahaan, diharapkan dapat menambah ilmu atau informasi
untuk meningkatan laba perusahaan. Serta dapat memberi masukan
dan pertimbangan bagi perusahaan dalam menentukan kebijakan
dan memberikan pandangan yang bermanfaat bagi perkembangan
perusahaan.
3) Bagi Pihak Lain
Sebagai bahan masukan dan perbandingan untuk pemecahan
masalah yang terkait dengan biaya kualitas, penjualan dan laba
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan hal yang mendasari pemilihan,
pengolahan dan penafsiran suatu data dan keterangan yang berkaitan
dengan apa yang menjadi tujuan dalam penelitian.
Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran yang telah
dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka yang menjadi objek dalam
penelitian ini adalah biaya kualitas, penjualan dan laba kotor pada tiga
BUMN Industri Strategis di Kota Bandung, yaitu PT. Dirgantara Indonesia
(Persero), PT. PINDAD (Persero) dan PT. LEN Industri (Persero).
3.2 Desain dan Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2009:1) metode penelitian adalah “suatu cara
yang digunakan untuk mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan dan
kegunaan penelitian”.
Sebelum melaksanakan suatu penelitian, seorang peneliti harus
menentukan metode apa yang akan digunakan dalam penelitiannya. Hal
tersebut merupakan dasar yang dapat dijadikan sebagai acuan dan
pedoman untuk menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
48
penentuan metode penelitian yang tepat merupakan hal yang sangat
penting untuk pencapaian tujuan penelitian secara efektif dan efisien.
Desain merupakan kerangka kerja untuk merinci
hubungan-hubungan antara variabel yang terkait dalam kajian tersebut. Desain
penelitian menurut Husein Umar (2008:4) adalah :
“Suatu rencana kerja yang terstruktur dalam hal hubungan-hubungan antarvariabel secara komprehensif, sedemikian rupa agar hasil penelitiannya dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian”.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah
Kuantitatif yang dalam pengerjaannya menggunakan data berbentuk angka
dan dengan pendekatan deskriptif. Menurut M. Iqbal Hasan (2002:22)
metode deskriptif artinya melukiskan variabel demi variabel, satu demi
satu. Metode deskriptif bertujuan untuk :
Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada;
Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku;
Membuat perbandingan atau evaluasi;
Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. (Sumber : M. Iqbal Hasan, 2002:22)
Berdasarkan tujuan tersebut diatas, maka penulis menggunakan
metode deskriptif ini dengan tujuan untuk menggambarkan atau
menjelaskan data yang sifatnya aktual dilanjutkan dengan menganalisis
49
3.3 Operasionalisasi Variabel
Menurut M. Iqbal Hasan (2004:12), variabel adalah “konstruk yang
sifat-sifatnya sudah diberi nilai dalam bentuk bilangan atau konsep yang
mempunyai dua nilai atau lebih pada suatu kontinum”.
Lebih lanjut lagi M. Iqbal Hasan (2004:13) mengelompokan
variabel berdasarkan hubungannya menjadi dua jenis, yaitu variabel bebas
(independent) dan variabel terikat (dependent).
Dalam penelitian dengan judul “Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap
Laba Kotor dengan Penjualan sebagai Variabel Intervaning” terdapat 3
variabel penelitian, yaitu biaya kualitas sebagai variabel X (independent),
laba kotor sebagai variabel Z (dependent), dan penjualan sebagai variabel
Y (intervening).
Untuk memperjelas variabel yang ada dalam penelitian ini, maka
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Biaya Kualitas (X)
Biaya Kualitas sebagai variabel bebas (X) dalam penelitian ini
merupakan variabel yang mempengaruhi secara tidak langsung
variabel terikat (Y). Maka dari itu terdapat variabel mediator (Z)
yang menghubungkan variabel (X) dan (Y).
Biaya kualitas merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
meningkatkan kualitas produk dan biaya yang dikeluarkan akibat
kegagalan/kerusakan produk. Biaya kualitas terdiri dari empat
50
penilaian (appraisal cost), biaya kegagalan internal (internal
failure cost) dan biaya kegagalan eksternal (eksternal failure cost).
2. Penjualan (Z)
Penjualan sebagai variabel intervening (Z) merupakan variabel
yang secara teoritis mempengaruhi variabel X dan Y atau disebut
juga sebagai variabel independen kedua. Tukckman (dalam
Sugiyono, 2009:33) mendefinisikan variabel intervening sebagai
“variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen menjadi hubungan
yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur”.
Penjualan dalam laporan keuangan merupakan pendapatan yang
diterima perusahaan atas pertukaran barang atau jasa yang dimiliki
perusahaan dan dicatat dalam satu periode akuntansi tertentu.
3. Laba Kotor (Y)
Laba Kotor sebagai variabel terikat (Y) merupakan variabel yang
dipengaruhi oleh variabel (X). Pada penelitian ini variabel (Y) tidak
secara langsung dipengaruhi oleh variabel (X), karena terdapat
variabel (Z) sebagai variabel mediator.
Laba kotor adalah selisih antara hasil penjualan bersih dikurangi
dengan Harga Pokok Penjualan pada periode akuntansi tertentu dan
51
Untuk menentukan data yang diperlukan dan untuk memudahkan
pengukuran dari variabel, maka variabel pada penelitian ini dapat
dioperasionalisasikan sebagai berikut :
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
Variabel Dimensi Indikator Skala
Biaya Kualitas
Data diperoleh dari laporan keuangan yang sudah diolah kembali dan terdiri dari :
• Biaya Pencegahan (Prevention Cost) :
- Gaji, Upah, dan Lembur Divisi Pengembangan Produk;
- Biaya Perencanaan Kualitas Produk; - Biaya Research and Development; - Biaya Training;
- Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Mesin; dan lain-lain.
• Biaya Penilaian (Appraisal Cost) :
- Gaji, Upah, Tunjangan, dan Biaya-biaya yang berkaitan dengan Quality Control.
- Biaya Rapat Evaluasi Kualitas Produk.
• Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Cost) : - Biaya Pengerjaan ulang dan Biaya-biaya yang
berkaitan dengan dihasilkannya produk cacat/rusak.
• Biaya Kegagalan Eksternal (External Failure Cost) :
- Pengembalian produk dari konsumen (Retur); - Biaya garansi dan biaya-biaya lain yang
berkaitan dengan kerugian yang ditimbulkan setelah produk sampai ke tangan konsumen.
Rasio
Penjualan (Z)
Perolehan Penjualan Data diperoleh dari Laporan Keuangan Konsolidasian periode 2007-2011
Penjualan dikurangi Harga Pokok Penjualan. (Siswanto Sutojo, 2000:57)
Rasio
3.4 Sumber Data
Dalam pelaksanaannya data penelitian dapat diperoleh dengan dua
cara, yakni data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data
yang diperoleh di lapangan, salah satunya melalui kuesioner. Sedangkan
52
secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh
pihak lain), seperti laporan keuangan baik yang dipublikasikan maupun
tidak dipublikasikan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Laporan
Keuangan Konsolidasi PT. Dirgantara Indonesia (Persero), PT. PINDAD
(Persero) dan PT. LEN Industri (Persero) periode tahun 2007-2011,
khususnya Laporan Biaya Kualitas dan Laporan Rugi Laba. Maka dari itu,
sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data
sekunder.
Sedangkan berdasarkan objek yang dijadikan bahan penelitian dan
periode laporan keuangan yang digunakan, dapat disimpulkan bahwa jenis
data ini dapat dikategorikan sebagai data panel, yang merupakan gabungan
dari data silang (cross section) dan data runtun waktu (time series). Husein
Umar (2008:45) mengemukakan bahwa “Cross Sectional Method adalah
metode penelitian dengan cara mempelajari objek dalam kurun waktu
tertentu (tidak berkesinambungan dalam waktu panjang)”, sedangkan Nur
Indriantoro & Bambang Supomo (2002:96) menjelaskan bahwa “studi
time series adalah studi yang lebih menekankan pada penelitian berupa
data rentetan waktu”.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
M. Iqbal Hasan (2002:60) mendefinisikan pengumpulan data
keterangan-53
keterangan atau karakteristik sebagian atau seluruh elemen populasi yang
akan menunjang atau mendukung penelitian”.
Oleh karena itu, dibutuhkan data-data yang dapat menunjang dan
mendukung peneliti dalam melaksanakan penelitian. Data atau informasi
yang diteliti dalam penelitian ini diantaranya Laporan Biaya Kualitas dan
Laporan Keuangan berupa Laporan Laba Rugi Konsolidasi PT. Dirgantara
Indonesia, PT. PINDAD dan PT. LEN Industri periode tahun 2007-2011.
Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah sebagai berikut :
1. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan beberapa pihak perusahaan yang
berwenang dan bertanggung jawab untuk memberikan data yang
berhubungan dengan objek penelitian yang dikeluarkan
perusahaan.
2. Telaah Dokumentasi
Penulis dalam hal ini menganalisis dan mempelajari beberapa
dokumen perusahaan yang berkaitan dengan Biaya Kualitas,
Penjualan Bersih, dan Laba Kotor.
3. Telaah Pustaka (Research Library)
Penulis dalam pengumpulan data ini memperoleh serta
mengumpulkan data-data informasi dengan menggunakan bahan
tertulis berdasarkan penelaahan berbagai literatur-literatur dan
membaca pendapat para ahli yang memiliki korelasi dengan
54
dengan keadaan saat ini, guna memperoleh gambaran teoritis untuk
menunjang penyusunan dari pembahasan penulisan penelitian ini.
3.6 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Setelah penulis memperoleh data, maka hal yang harus dilakukan
selanjutnya adalah menguji data tersebut. Apakah data tersebut dapat
menunjang penelitian yang akan dilaksanakan oleh penulis, sehingga
kesimpulan maupun alasan yang dikemukakan dapat dipercaya, akurat,
dan dapat diandalkan.
3.6.1 Teknik Analisis Data
Untuk menguji apakah data yang digunakan dalam penelitian ini
dapat dilanjutkan, maka dilakukan beberapa pengujian sebagai berikut :
Uji Normalitas
Pengujian normalitas memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi
normal (Ghozali, 2001:78). Untuk menguji apakah data terdistribusi
normal atau tidak, maka dilakukan Uji Jarque-Bera.
Uji Jarque-Bera digunakan untuk menguji kenormalan data.
Kenormalan data merupakan salah satu asumsi standar pada banyak
uji-uji statistik seperti pada uji t dan uji F serta dalam pembuatan
model regresi. Alasan utama mengapa asumsi kenormalan data
55
didasari pada distribusi yang berasal dari distribusi normal. Uji
Jarque-Bera menggunakan ukuran skewness dan kurtosis. Statistik
Jarque-Bera mengikuti sebaran chi-square dengan derajat bebas dua
untuk sampel besar. Hipotesa nol (H0) pada uji ini adalah data
menyebar secara normal. Dimana jika hasil Jarque-Bera
menunjukkan nilai signifikan di atas 0,05 maka data residual
terdistribusi dengan normal. Sedangkan jika hasil Jarque-Bera
menunjukkan nilai signifikan di bawah 0,05 maka data residual
terdistribusi tidak normal.
Uji Autokorelasi
Menurut Ghozali (2001:80), uji autokorelasi digunakan
untuk mengetahui apakah dalam model regresi linear ada korelasi
antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan
penganggu pada periode t-1 (sebelumnya), dimana jika terjadi
korelasi dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul
karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu
sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan
penggangu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal
ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series). Ada
beberapa cara untuk mendeteksi gejala autokorelasi, salah satunya
dengan uji Durbin-Watson (DW test). Uji Durbin-Watson adalah
56
autokorelasi pada nilai residual (prediction errors) dari
sebuah analisis regresi.
3.6.2 Pengujian Hipotesis
Ketiga variabel dalam penelitian ini yang terdiri dari biaya kualitas
(X), penjualan (Z), dan Laba kotor (Y) merupakan data kuantitatif yang
menggunakan skala rasio. Karena skala pengukuran datanya menggunakan
skala rasio, maka pengujian hipotesis penelitian menggunakan alat uji
statistik regresi linier sederhana. Adapun kegunaan alat uji statistik regresi
linier sederhana menurut Riduwan (2005:85) ialah sebagai berikut :
“Kegunaan uji regresi sederhana adalah untuk meramalkan (memprediksi) variabel terikat (Y) bila variabel terikat (X) diketahui. Regresi sederhana dapat dianalisis karena didasari oleh hubungan fungsional atau hubungan sebab akibat (kausal) variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Z)”.
3.6.3 Hipotesis Statistik
Pengujian hipotesis statistik untuk regresi linier sederhana
dilakukan dengan melihat nilai koefisien regresi (b). Setelah koefisien
regresi diperoleh, maka dapat dilakukan pengujian hipotesis statistik
penelitian dengan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1) sebagai
berikut :
Hipotesis 1
H0 : β < 0, maka biaya kualitas memiliki pengaruh terhadap penjualan
57
biaya kualitasnya tidak berpengaruh positif terhadap
penjualan; atau
H1 : β > 0, maka biaya kualitas memiliki pengaruh terhadap penjualan
pada tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung dan
biaya kualitasnya berpengaruh positif terhadap
penjualan.
Untuk mengetahui pengaruh biaya kualitas terhadap penjualan,
maka digunakan persamaan sebagai berikut :
Perhitungan 1
Keterangan :
-
= Penjualan sebagai variabel terikat -
= Nilai konstanta variabel Z, jika X = 0
- = Nilai arah sebagai penentu nilai prediksi yang
menunjukan nilai peningkatan (+) atau nilai penurunan (-) variabel Z
- = Biaya kualitas sebagai variabel bebas
Hipotesis 2
H0: β < 0, maka penjualan memiliki pengaruh terhadap laba kotor pada
tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung dan
penjualan tidak berpengaruh positif terhadap laba kotor;
atau
58
H1 : β > 0, maka penjualan memiliki pengaruh terhadap laba kotor
pada tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung dan
penjualan berpengaruh positif terhadap laba kotor.
Untuk mengetahui pengaruh penjualan terhadap laba kotor, maka
digunakan persamaan sebagai berikut :
Perhitungan 2
Keterangan :
-
= Laba kotor sebagai variabel terikat -
= Nilai konstanta variabel Y, jika Z = 0
- = Nilai arah sebagai penentu nilai prediksi yang
menunjukan nilai peningkatan (+) atau nilai penurunan (-) variabel Y
- = Penjualan sebagai variabel bebas
Berdasarkan rumusan hipotesis diatas, maka apabila nilai koefisien
regresi bernilai nol (b<0), maka H0 diterima dan H1 ditolak, namun
jika nilai koefisien regresi tidak sama dengan nol (b>0), maka H0
ditolak dan H1 diterima.
BAB V
Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dijelaskan dalam BAB IV,
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan penelitian
mengenai pengaruh biaya kualitas terhadap laba kotor dengan penjualan
sebagai variabel intervaning pada PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD,
dan PT. LEN Industri periode tahun 2007-2011, sebagai berikut :
1. Hasil penelitian mengenai deskripsi biaya kualitas, penjualan, dan
laba kotor pada Tiga BUMN Industri Strategis di Kota Bandung
ialah sebagai berikut :
a. Biaya kualitas yang dikeluarkan PT. Dirgantara Indonesia,
PT. PINDAD dan PT. LEN Industri dari tahun ke tahun
cenderung terus mengalami kenaikan pada biaya pencegahan
dan biaya penilaian dan cenderung stabil atau tidak ada
pergerakan yang cukup berarti pada biaya kegagalan baik
internal maupun eksternal dari tahun ke tahun. Hal ini sejalan
dengan kebijakan perusahaan yang selalu memiliki rencana
anggaran biaya yang keluar akibat dihasilkannya produk
127
b. Perolehan penjualan PT. Dirgantara Indonesia, PT. PINDAD,
dan PT. LEN Industri terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya.
c. Perolehan laba kotor PT. Dirgantara Indonesia cenderung
naik turun setiap tahunnya, sedangkan perolehan laba kotor
PT. PINDAD dan PT. LEN Industri cenderung mengalami
peningkatan setiap tahunnya.
2. Biaya kualitas memiliki pengaruh positif terhadap penjualan.
Dengan kata lain, semakin tinggi biaya kualitas akan memberikan
peluang perolehan penjualan yang tinggi pula dan begitu juga
sebaliknya.
3. Penjualan memiliki pengaruh positif terhadap laba kotor. Dengan
kata lain, semakin tinggi penjualan akan memberikan peluang
perolehan laba kotor yang tinggi pula dan begitu juga sebaliknya.
5.1 Saran
Sebagaimana ditunjukkan dalam hasil penelitian yang telah
diuraikan pada BAB IV dan kesimpulan yang telah disampaikan diatas,
maka penulis akan menyampaikan beberapa saran yang berkaitan dengan
pengaruh biaya kualitas terhadap laba kotor dengan penjualan sebagai
variabel intervaning pada tiga BUMN Industri Strategis di kota Bandung
128
pihak yang memerlukan. Adapun beberapa saran yang penulis sampaikan
ialah sebagai berikut :
1. Biaya kualitas memang dibutuhkan oleh perusahaan untuk dapat
memproduksi produk-produk berkualitas. Namun, sebaiknya
anggaran biaya kualitas tersebut tidak lebih dari 2,5% dari total
perolehan penjualan perusahaan. Karena jika biaya kualitas
terlampau tinggi atau dikeluarkan secara berlebihan hanya akan
menambah biaya produksi dan berpengaruh negatif terhadap laba
kotor. Untuk menekan biaya kualitas dengan tidak mengurangi
kualitas produk yang dihasilkannya dapat disiasati dengan
pengawasan ketat yang dimulai sejak dari pemilihan bahan baku
produksi (raw material), sehingga kemungkinan dihasilkannya
produk dengan kualitas rendah dapat diperkecil. Selain itu, salah
satu faktor yang terpenting ialah sumber daya manusia yang
bekerja di perusahaan. Karena efektifnya kegiatan operasional
perusahaan dapat terlaksana, jika sumber daya manusia-nya juga
dapat bekerja sama dengan baik untuk mencapai tujuan perusahaan.
2. Kualitas merupakan salah satu faktor yang sangat berperan besar
dalam mempengaruhi kepercayaan konsumen/pelanggan. Untuk
itu, perusahaan sebaiknya dapat menjaga kepercayaan tersebut
dengan cara menjaga kualitas produk yang dihasilkannya agar tidak
129
menurun akan mempengaruhi perolehan penjualan perusahaan, dan
pada akhirnya juga akan mempengaruhi perolehan laba kotor.
3. Perlu dilakukan penelitian yang lebih komprehensif mengenai
analisis faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi
penjualan dan laba kotor.
4. Untuk penelitian selanjutnya, penulis mengharapkan adanya
peneliti-peneliti yang akan mengungkap variabel-variabel lain yang
dipengaruhi atau mempengaruhi biaya kualitas, penjualan, dan laba
kotor yang belum diungkapkan dalam penelitian ini. Sehingga
diharapkan dapat menambah informasi bagi pembaca atau peneliti
lain.
5. Untuk penelitian selanjutnya, penulis mengharapkan dilakukannya
penelitian mengenai biaya kualitas, penjualan, dan laba kotor
dengan rentang waktu penelitian yang lebih panjang dari penelitian
130
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, Sofjan. (2004). Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Revisi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Blocher, Chen, Cokin & Lin. (2007). Manajemen Biaya, Penekanan Strategis. (Penerjemah : Tim Penerjemah Salemba Empat, Jakarta : Salemba Empat).
Darminto, Dwi Prastowo & Rifka Julianty. (2002). Analisis Laporan Keuangan : Konsep dan Manfaat. Yogyakarta : AMP-YKPN.
Fraser, Lyn M. & Aileen Ormison. (2008). Memahami Laporan Keuangan, Edisi Ketujuh. (Penerjemah : Priyo Darmawan, Jakarta : PT. Indeks).
Gantino, Rilla & Erwin. (2009). “Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Penjualan
pada PT. Guardian Pharmatama”. Journal of Applied Finance and
Accounting, 2(2) 138–168.
Garrison, Ray H., Eric W. Noreen & Peter C. Brewer. (2006). Manajerial Akuntansi. (Penerjemah : Nuri Hinduan, Jakarta : Salemba Empat).
Ghozali. (2001). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : Universitas Dipenogoro.
Griffin, Ricky. (2004). Manajemen. (Penerjemah : Gina Gania, Jakarta : Erlangga).
Hasan, M. Iqbal. (2002). Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.Jakarta : Ghalia Indonesia.
Hery. (2009). Akuntansi Keuangan Menengah I. Jakarta : Bumi Aksara.
Ikhsan, Arfan & I. B. Teddy. (2009). Akuntansi untuk Manajer. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Indriantoro, Nur & Bambang Supomo. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta : BPFE.
Kotler, Philip & Kevin Lane Keller. (2006). Manajemen Pemasaran, Jilid 1. (Penerjemah : Benyamin Molan, Jakarta : Penerbit Indeks).
131
Martusa, Riki & Henri Darmadi Haslim. (2011). “Peranan Analisis Biaya Kualitas
dalam Meningkatkan Efisiensi Biaya Produksi”. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi. Noomor 04 Tahun ke-2 Januari – April 2011.
Mulyadi. (2009). Akuntansi Biaya. Yogyakarta : UPP-STIM YKPN.
Priadana, Moh. Sidik & Saludin Muis. (2009). Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Purnama, Nursya’bani. (2006). Manajemen Kualitas Perspektif Global.
Yogyakarta : Ekonisia.
Riduwan & Engkos Achmad Kuncoro. (2008). Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path Analysis). Bandung : Alfabeta.
Sjahrial, Dermawan. (2006). Pengantar Manajemen Keuangan, Edisi 2. Jakarta : Mitra Wacana Media.
Suardi, Rudi. (2003). Sistem Manajemen Mutu ISO 9000:2000 : Penerapannya Untuk Mencapai TQM. Jakarta : PPM.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV. Alfabeta.
Sutojo, Siswanto. (2000). Manajemen Penjualan Yang Efektif. Jakarta : Damar Mulia Pustaka.
Swastha, Basu. (2009). Manajemen Penjualan. Yogyakarta: BPFE.
Syahrul & Muhammad Afdi Nizar. (2000). Kamus Akuntansi. Jakarta : Citra Harta Prima.
Tandiontong, Mathius, dkk. (2010). “Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Tingkat Profitabilitas Perusahaan”. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi. Nomor 2
Tahun ke-1 Mei-Agustus 2010.
Tjiptono, Fandy & Anastasia Diana. (2001). Total Quality Management. Yogyakarta : Penerbit ANDI.