• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802012028 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802012028 Full text"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

ELDORA MANUELLA NGUTRA 80 2012 028

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)

AKADEMIS

Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Eldora Manuella Ngutra

Nim : 802012028

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Kristen Satya Wacana hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL MAHASISWA PAPUA DI KOTA SALATIGA

Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, Universitas Kristen Satya Wacana berhak menyimpan, mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga Pada Tanggal : 26 Juli 2016 Yang menyatakan,

Eldora Manuella Ngutra

Mengetahui,

Pembimbing

(5)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Eldora Manuella Ngutra

NIM : 802012028

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL MAHASISWA PAPUA DI KOTA SALATIGA

Yang dibimbing oleh:

Prof. Dr. Sutriyono, M.Sc.

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 26 Juli 2016 Yang memberi pernyataan,

(6)

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL MAHASISWA PAPUA DI KOTA SALATIGA

Oleh

Eldora Manuella Ngutra

80 2012 028

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui pada tanggal: 26 Juli 2016

Oleh:

Pembimbing Utama

Prof. Dr. Sutriyono, M.Sc.

Diketahui Oleh, Disahkan Oleh,

Kaprogdi Dekan

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(7)

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN

SOSIAL MAHASISWA PAPUA DI KOTA SALATIGA

Eldora Manuella Ngutra

Sutriyono

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

i

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikan hubungan antara konsep diri dengan

penyesuaian sosial pada mahasiswa Papua di kota Salatiga. Penelitian ini menggunakan

metode kuantitatif dengan teknik pengambilan data metode skala pengukuran psikologi.

Teknik sampling yang digunakan ialah teknik sampling jenuh. Partisipan dalam penelitian ini

berjumlah 80 mahasiswa. Skala yang digunakan untuk mengukur penyesuaian sosial, disusun

bersdasarkan pada aspek-aspek penyesuaian sosial yang positif menurut Schneiders (1964)

dan skala yang digunakan untuk mengukur konsep diri, disusun berdasarkan ciri-ciri konsep

diri positif menurut Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 1986). Analisis data menggunakan

teknik analisis Product Moment dari Karl Pearson. Dari hasil analisa data diperoleh koefisien

korelasi (r) 0,510 dengan nilai signifikansi 0,000 (p< 0,05) yang berarti kedua variabel yaitu

konsep diri dengan penyesuaian sosial memiliki hubungan yang positif signifikan. Dengan

kata lain, semakin tinggi konsep diri, maka semakin tinggi penyesuaian sosial atau sebaliknya.

(9)

ii

Abstract

This research aims to understand the significant relation between self concept and social

adjustment of Papuan students in Salatiga. Method used in this research is quantitative

method with data collection technique psychology measurement scale. Sampling technique

used in this research is boring sampling, with 80 students as the participant. Scale used to

measure social adjustment is arranged based on positive social adjustment aspects according

to Schneiders (1964) and scale used to measure self-concept, is arranged based on the positive

characteristic of self-concept stated by Brooks and Emmert (Rahmat, 1986). Data is analyzed

using analysis technique Product Moment from Karl Person. The result of the analysis is the

correlation of coefficient r= 0,510 with significance 0,000 (p < 0,05) which means both

variables, self-concept and social adjustment, have significant relation. In other words, the

higher the self-concept is, the higher social adjustment is or vice versa.

(10)

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah salah satu bagian terpenting untuk menciptakan dan meningkatkan sumber daya manusia guna mengembangkan daerah atau lingkungan untuk mencukupi kebutuhan hidup bermasyarakat.Salah satu daerah yang berada di sebelah Timur Indonesia yaitu Papua, memiliki banyak mahasiswa yangmeninggalkan tempat asal mereka untuk melanjutkan pendidikan di bangku yang lebih tinggi di luar Papua setelah menyelesaikan tingkat sekolah menengah atas (SMA).Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan yang kurang atau sangat minim di Papua, membuat mereka harus berusaha meraih pendidikan guna menciptakan sumber daya manusia untuk daerah asalnya.Pemerintah dan yayasan yang peduli terhadap pendidikan di Papua, memberikan beasiswa untuk membantu anak-anak.Untuk lingkungan asal mereka sendiri, beragam.Di Papua, ada masyarakat dari pegunungan, daerah rawa dan ada pula daerah pantai. Masyarakat dari daerah pegunungan hidup bercocok tanam, memelihara babi, kadang berburu atau memetik hasil hutan.Masyarakat demikian tidak dimanjakan oleh alam.Mereka harus mengolah alam yang ada untuk bisa bertahan hidup.Sedangkan di daerah pantai, masyarakatnya mengambil hasil alam seperti mengambil ikan di laut dan sagu. Masyarakat tersebut tidak perlu susah payah berkebun karena bisa langsung mengambil hasil alam yang sudah tersedia. Hal ini berpengaruh pada pola tingkah lakunya.Ada masyarakat yang berani menerima tantangan namun ada pula yang malas dan tidak mau bersusah-susah.

Mahasiswa Papua yang kuliah di kotaSalatiga, dihadapkan pada perbedaan karakteristik budaya setempat dengan budaya daerah asalnya.Kehidupan sosial pun berbeda di Papua dan di Salatiga.Mahasiswa Papua memiliki pola hidup komunal. Jika memiliki sesuatu, akan dibagikan ke orang lain, senang berkumpul dan makan bersama, berpesta sehingga berpengaruh pada pengaturan keuangannya. Mereka dituntut untuk bisa mengatur keuangan dengan baik sehingga uang saku yang diberikan bisa cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka selama sebulan. Di Salatiga, mahasiswa Papua harus beradaptasi dengan lingkungan yang lebih bersifat individual. Tidak sering berkumpul untuk pesta-pesta dan tidak mengeluarkan uang tanpa melakukan perhitungan.

(11)

adanya mahasiswa Papua yang mengalami kesulitan penyesuaian sosial. Mahasiswa tersebut hanya berkumpul dengan temannya yang juga berasal dari Papua.Mereka sulit melakukan penyesuaian sosial karenabelum mampu membangun sebuah hubungan yang efektif dengan lingkungan di sekitarnya, dalam hal ini mahasiswa lain yang berasal dari etnis yang berbeda. Mahasiswa tersebut pun mengalami ketergantungan dengan teman yang satu suku dengannya, bisa dikatakan karena kenyamanan yang mereka rasakan dalam satu kelompok yang berasal dari Papua membuat mereka menutup diri untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dari ketiga mahasiswa yang diwawancarai, ada yang mengatakan jika temannya tidak mengikuti kuliah, maka ia juga tidak mengikuti kuliah. Akhirnya prestasi akademiknya menjadi tidak maksimal. Ketika harus membentuk kelompok untuk mengerjakan tugas, mereka mencoba untuk berbaur dengan mahasiswa lain namun tidak semua mahasiswa bersedia sekelompok dengan mereka. Mahasiswa lain tampak menghindar.

(12)

defensif baik terhadap orang lain (Burns, 1993). Oleh sebab itu, konsep diri diduga menjadi penyebab siswa kesulitan melakukan penyesuaian sosial. Menegaskan hal tersebut, Hurlock (1975) menyatakan bahwa konsep diri dapat memengaruhi pola penyesuaian sosial individu, dan begitu pula sebaliknya (dalam Jurnal Psikologi : Hubungan Antara konsep Diri dan Kebutuhan Afiliasi dengan Penyesuaian Sosial, Character-Volume01, Nomor 02, Tahun 2013).

Gerungan (1996) menyatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan usaha yang dilakukan individu untuk mengubah diri dan keinginan agar sesuai dengan keadaan lingkungan atau kelompok..Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain, dibutuhkan adanya keselarasan diantara individu itu sendiri. Individu perlu beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya agar hubungan interaksi berjalan baik sehingga dapat menjadi bagian dari lingkungan tanpa menimbulkan masalah pada dirinya. Dengan kata lain berhasil atau tidaknya individu dalam menyelaraskan diri dengan lingkungannya, sangat tergantung dari kemampuan penyesuaian dirinya.Lebih lanjut Eysenk (dalam Wardani & Apollo, 2010) menyatakan bahwa penyesuaian sosial sebagai suatu proses belajar, yaitu belajar memahami, mengerti, dan berusaha untuk melakukan apa yang diinginkan oleh individu itu sendiri maupun lingkungannya.

Schneiders (dalam Hurlock, 2002) mengatakan penyesuaian sosial merupakan proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri yang dapat diterima oleh lingkungannya. Penyesuaian sosial dapat berlangsung karena adanya dorongan manusia untuk memenuhi kebutuhan.Pemenuhan kebutuhan ini adalah untuk mencapai keseimbangan antara tuntutan sosial dengan harapan yang ada dalam dirinya.Dwijanti (1997) menyatakan bahwa pandangan individu terhadap dirinya berpeluang besar terhadap perkembangan dirinya secara menyeluruh terutama pada penyesuaian sosialnya.

(13)

masyarakat, maka individu perlu menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik yang sesuai dengan harapan lingkungan di sekitarnya.

Bukan hal yang mudah bagi mahasiswa ketika berada di lingkungan yang baru. Individu yang mengalami peralihan dari masa sekolah menengah atas ke perguruan tinggi akan dihadapkan pada lingkungan yang baru. Dalam hal ini lingkungan sosial yang semakin luas dan proses belajar yang berbeda dengan tahap sebelumnya.

A. Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara konsep diri dengan kemampuan penyesuaian sosial pada mahasiswa Papua angkatan 2015 di UKSW?

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan penyesuaian sosial mahasiswa Papua di Salatiga.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat: 1. Teoritis

Manfaat dalam penelitian ini dalam pengembangan ilmu di bidang psikologi sosial mengenai penyesuaian sosial dan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi proses penyesuaian sosial tersebut, dan pada psikologi kepribadian mengenai pentingnya membangun konsep diri yang positif.

2. Praktis

a. Memberi informasi kepada pendamping mahasiswa Papua di Salatiga mengenai pentingnya membangun konsep diri yang positif untuk membantu mahasiswa Papua dalam proses penyesuaian sosialnya.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyesuaian Sosial

1. Definisi Penyesuaian Sosial

Schneiders (1964) mengungkapkan penyesuaian diri adalah kemampuan atau kapasitas individu untuk bereaksi secara efektif terhadap kenyataan, situasi dan hubungan sosial untuk mencapai kehidupan sosial yang memuaskan.Penyesuaian diri mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu adanya motif yang melatarbelakangi munculnya perilaku, ada rintangan dari lingkungan yang menghambat, respon yang muncul pada masing-masing individu bervariasi dan berakhir dengan penemuan suatu pemecahan. Dalam arti yang lebih sempit ditekankan pada penyesuaian diri sebagai proses melibatkan respon mental dan perilaku manusia dalam usahanya mengatasi dorongan-dorongan dari dalam diri agar diperoleh kesesuaian antar tuntutan dari dalam dan dari lingkungan. Ini berarti bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan kondisi yang statis.

Hurlock (1999) menjelaskan bahwa penyesuaian sosial diartikan sebagai keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya. Menurut Eysenck, dkk dalam Anantasri, (1997) penyesuaian sosial merupakan proses individu atau suatu kelompok mencapai keseimbangan sosial dalam arti tidak mengalami konflik dengan lingkungan, dengan demikian individu mampu menyesuaikan diri dengan

lingkungan sosial.

(15)

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Sosial

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial erat kaitannya dengan penyesuaian diri karena penyesuaian sosial merupakan bagian dari penyesuaian diri. Schneiders (1964) mengelompokan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri sebagai berikut:

a. Physical condition (kondisi jasmaniah) meliputi: 1. Pengaruh pembawaan dan struktur jasmaniah.

Beberapa ciri kepribadian memiliki hubungan dengan struktur jasmaniah yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor pembawaan, dapat diwariskan secara genetis terutama dengan perantara temperamen.

2. Kesehatan dan kondisi jasmaniah

3. Kualitas penyesuaian diri yang baik dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmani yang sehat. Orang yang memiliki penyakit jasmani kemungkinan memiliki kurang percaya diri, perasaan rendah diri, ketergantungan dan perasaan ingin diperhatikan oleh orang lain. Namun tidak semua orang yang memiliki penyakit jasmani tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik.

b. Development and maturation (perkembangan dan kematangan)

Perkembangan dan kematangan mempunyai hubungan yang erat dengan proses penyesuaian diri, dalam arti bahwa proses penyesuaian diri itu akan banyak tergantung pada tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapai. Dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang bersifat instingtif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia, anak juga matang untuk melakukan respon, proses ini menentukan pola-pola penyesuaian sosial.

c. Psychological condition (kondisi psikologis)

(16)

d. Environmental condition (kondisi lingkungan)

1. Pengaruh rumah dan keluarga. Lingkungan rumah dan keluarga merupakan faktor lingkungan yang paling besar pengaruhnya terhadap penyesuaian diri individu. Hal ini karena keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan individu.

2. Pengaruh masyarakat. Lingkungan masyarakat merupakan tempat individu bergerak, bergaul dan melakukan peran sosial. Sehingga individu sedikit banyak akan terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Pengaruh masyarakat merupakan kondisi-kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri.

3. Pengaruh sekolah. Sekolah mempunyai peran yang penting dalam menentukan pola penyesuaian seseorang, karena sekolah mempunyai peran sebagi medium untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial, dan moral siswa sehingga individu diharapkan mampu mengembangkan kemampuan menyesuaikan diri.

e. Culture and religion (budaya dan agama) 1. Faktor budaya.

Faktor kebudayaan mempunyai pengaruh terhadap pembentukan watak dan tingkah laku individu yang diperoleh melalui media pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan. Budaya yang sehat dalam suatu lingkungan masyarakat akan memberikan pengaruh yang baik kepada anggota masyarakat, begitu pula sebaliknya budaya yang tidak sehat akan mempengaruhi perilaku anggota yang ada di lingkungan tersebut.

2. Pengaruh Agama

(17)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyesuaian sosial dapat dipengaruhi oleh faktor dalam diri individu tersebut dan juga dari luar diri individu.

3. Aspek-aspek Penyesuaian Sosial,

Lebih lanjut disebutkan bahwa ada beberapa aspek penting yang menjadi penentu keberhasilan individu dalam penyesuaian sosial di lingkungannya, yaitu :

1. Recognition yaitu menghormati dan menerima hak-hak orang lain yang berbeda dengan dirinya, untuk menghindari terjadinya konflik sosial. Schneiders mengatakan bahwa ketika kita menghargai dan menghormati orang lain maka orang lain akan berbuat hal yang sama pada kita sehingga, hubungan sosial antar individu dapat terjalin dengan sehat dan harmonis.

2. Participation yaitu melibatkan diri dalam berelasi. Setiap individu harus dapat mengembangkan dan memelihara persahabatan. Seseorang yang tidak mampu membangun relasi dengan orang lain dan lebih menutup diri dari relasi sosial, akan menghasilkan penyesuaian sosial yang buruk. Individu tersebut tidak memiliki ketertarikan untuk berpartisipasi dengan aktivitas di lingkungannya serta tidak mampu untuk mengekspresikan diri mereka sendiri.

3. Social approval yaitu minat dan simpati terhadap kesejahteraan orang lain. Individu dapat peka dengan masalah dan kesulitan orang lain di sekelilingnya serta bersedia membantu meringankan masalahnya.

4. Altruisme yaitu memiliki sifat rendah hati dan tidak egois. Rasa saling membantu dan mementingkan oranglain. Bentuk dari sifat-sifat tersebut memiliki rasa kemanusiaan, rendah hati dan kejujuran.

5. Conformity yaitu menghormati dan menaati nilai-nilai integritas hukum, tradisi dan kebiasaan. Adanya kesadaran untuk mematuhi dan menghormati peeraturan serta tradisi yang berlaku di lingkungan, maka individu tersebut dapat diterima di lingkungannya.

(18)

persahabatan, berperan aktif dalam kegiatan sosial serta menghargai nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

B. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Stuart dan Sundeen (dalam Keliat, 1992) menyatakan bahwa konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Hal ini temasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya.

Hal ini sejalan dengan istilah looking glass self yang dikemukakan oleh Cooley (Baumeister, 1999), yaitu ketika individu memandang dirinya berdasarkan interpretasi dari pandangan orang lain terhadap dirinya. Dalam hal ini interaksi yang terjadi antara individu dengan lingkungannya akan menjadi cermin bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan dirinya sendiri. Beberapa hal yang menjadi sumber konsep diri seseorang antara lain adalah orang tua, teman sebaya, masyarakat serta proses pembelajaran (Calhoun dan Accocela, 1990). Informasi yang diperoleh individu dari sumber tersebut adalah berupa penilaian atas dirinya, baik penilaian positif maupun pernilaian negatif.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Hurlock mengenai pengertian konsep diri. Hurlock (1990) menyatakan bahwa konsep diri adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki orang tentang diri mereka, antara lain karakter fisik, psikologis, sosial dan emosional, aspirasi dan prestasi. Semua konsep diri mencakup citra fisik dan psikologis diri.

Dalam teori Rogers (Burn, 1993) menyatakan bahwa konsep diri adalah organisasi dari persepsi-persepsi diri.Konsep diri menjadi penentu (determinant) yang paling penting dari respons terhadap lingkungannya.

(19)

2011), konsep diri adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang mengenai dirinya.Keyakinan seseorang mengenai dirinya bisa berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan, penampilan fisik, dan lain sebagainya. Orang pun kemudian memiliki perasaan terhadap keyakinan mengenai dirinya tersebut, apakah ia merasa positif atau negatif, bangga atau tidak bangga, dan senang atau tidak senang dengan dirinya.

Konsep diri pada dasarnya merupakan suatu skema, yaitu pengetahuan yang terorganisasi mengenai sesuatu yang digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman. Dengan demikian, konsep diri adalah skema diri (self-schema), yaitu pengetahuan tentang diri yang memengaruhi cara seseorang mengolah informasi dan mengambil tindakan (Vaughan & Hogg, 2002) (dalam Sarwono dan Meinarno, 2011).

Menurut Santrock, konsep diri merupakan evaluasi terhadap domain yang spesifik dari diri. Remaja dapat membuat evaluasi diri terhadap berbagai domain dalam hidupnya, antara lain akademik, atletik, penampilan fisik, dan sebagainya.Dapat disimpulkan bahwa rasa percaya diri merupakan evaluasi diri yang menyeluruh, konsep diri lebih kepada evaluasi terhadap domain yang spesifik (2003).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan, keyakinan, dan perasaan individu mengenai dirinya pada segi psikologis, sosial dan emosional, dan fisik.

2. Konsep Diri Positif

Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 1986) mengungkapkan tanda-tanda orang yang memiliki konsep diri positif. Berikut ini ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri positif:

a. Yakin akan kemampuannya mengatasi masalah b. Merasa setara dengan orang lain

c. Menerima pujian tanpa rasa malu

(20)

e. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.

Konsep diri positif menurut Hurlock (1990) memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Mengembangkan sifat kepercayaan diri dan harga diri

b. Kemampuan untuk melihat dirinya secara realistis

c. Dapat menilai hubungan dengan orang lain secara tepat dan ini menumbuhkan penyesuaian sosial yang baik

D.E Hamachek (dalam Rakhmat, 1986) menyebutkan karakteristik orang yang memiliki konsep diri positif, yaitu:

a. Meyakini betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat. b. Mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah

yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.

c. Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu, dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.

d. Memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran.

e. Merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.

f. Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai sahabatnya. g. Dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima

penghargaan tanpa merasa bersalah.

h. Cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.

(21)

j. Mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekedar mengisi waktu.

k. Peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.

Kesimpulan ciri-ciri konsep diri positif mengacu pada teori yang diungkapkan oleh Brooks dan Emmert dalam Rakhmat, antara lain adanya keyakinan akan kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa tidak semua perasaan, keinginan, dan perilaku bisa disetujui masyarakat, dan mampu mengungkapkan kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha memperbaikinya. Ciri-ciri tersebut diambil dari pendapat Brooks dan Emmert dalam Rakhmat (1986) karena penyampaiannya ringkas namun mampu memberi gambaran konsep diri positif secara jelas dan aplikatif.

C. Mahasiswa Papua Di Salatiga

Mahasiswa rata-rata berusia 18 tahun sampai 21 tahun sehingga dapat digolongkan dalam tahap remaja akhir. Dalam tahap remaja akhir, terjadi proses penyempurnaan pertumbuhan fisik dan perkembangan aspek-aspek psikis yang telah dimulai sejak masa-masa sebelumnya. Ciri-ciri khas masa remaja akhir menurut Mappiare (1982) adalah sebagai berikut:

1. Stabilitas mulai timbul dan meningkat

Stabilitas mengandung pengertian bahwa mereka relatif tetap atau mantap dan tidak mudah berubah pendirian akibat adanya rayuan atau propaganda.Akibat positif dari keadaan ini adalah remaja akhir lebih “well adjusted”, lebih dapat mengadakan

penyesuaian-penyesuaian dalam banyak aspek kehidupannya dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.

2. Citra diri dan sikap pandangan yang lebih realistis

(22)

keadaan remaja akhir seperti itu adalah timbulnya perasaan puas, menjauhkan mereka dari rasa kecewa.Perasaan puas itu merupakan prasyarat penting mencapai kebahagiaan bagi remaja.

3. Menghadapi masalahnya secara lebih matang

Kematangan itu ditunjukkan dengan usaha pemecahan masalah-masalah yang dihadapi;baik dengan cara sendiri-sendiri maupun dengan diskusi-diskusi dengan teman-temansebaya mereka. Langkah-langkah pemecahan masalah itu mengarahkan remaja akhir padatingkah laku yang lebih “well adjusted”, lebih dapat

menyesuaikan diri dalam banyaksituasi lingkungan dan situasi perasaan-perasaan sendiri.

Individu yang berada pada tahap masa remaja akhir diharapkan telah memenuhi ketiga ciri di atas.Tak terkecuali mahasiswa Papua yang sedang berada pada tahap tersebut.Mahasiswa Papua diharapkan memiliki stabilitas, pribadi yang mantap dan tidak mudah berubah-ubah pendiriannya. Selain itu juga mahasiswa Papua diharapkan telah mampu menilai dirinya secara realistis atau sebagaimana adanya dan mampu menerima keadaan dirinya sehingga ia merasa tidak berkecil hati dan memiliki kepercayaan diri. Mahasiswa Papua juga diharapkan mampu menghadapi dan memecahkan masalahnya dengan caranya sendiri sehingga membantunya ketika menghadapi masalah dalam proses penyesuaian sosialnya.

Remaja dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui sebagai persiapan memasuki tugas perkembangan tahap berikutnya. Havighurst (dalam Fuhrmann, 1986) menyebutkan tugas-tugas perkembangan individu pada fase remaja antara lain sebagai berikut:

1. Membentuk hubungan baru dan lebih dewasa dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin.

2. Mencapai peran sosial secara maskulin atau feminin sesuai jenis kelaminnya. 3. Menerima kondisi fisik dan menggunakannya secara efektif.

4. Membentuk keinginan dan tingkah laku bertanggung jawab secara sosial.

(23)

tidaknya pribadi, citra diri dan rasa percaya diri.Remaja yang memiliki penilaian diri kurang dan hal itu tidak diterimanya, maka remaja akhir ini sering memproyeksikan penolakkan diri itu pada keadaan atau tatanan masyarakatnya.

Dalam Mappiare (1982), hal-hal penting dalam perkembangan pribadi, sosial, dan moral remaja akhir yang perlu mendapat perhatian adalah:

1. Masa remaja akhir merupakan masa yang kritis bagi pembentukan kepribadiannya. Kritis disebabkan karena sikap, kebiasaan, dan pola perlakuan sedang dimapankan, dan ada atau tidak adanya kemapanan itu menjadi penentu apakah remaja yang bersangkutan dapat menjadi dewasa dalam artian memiliki keutuhan atau tidak. 2. Penerimaan dan penghargaan secara baik orang-orang sekitar terhadap diri remaja,

mendasari adanya pribadi yang sehat, citra diri positif dan adanya rasa percaya diri remaja. Demikian pula, pribadi sehat, citra diri positif dan rasa percaya diri yang mantap bagi remaja menimbulkan pandangan (persepsi) positif terhadap masyarakatnya sehingga remaja lebih berpartisipasi dalam kehidupan sosial

3. Kemampuan mengenal diri sendiri disertai dengan adanya usaha memperoleh citra diri yang stabil, mencegah timbulnya tingkah laku yang over kompensasi ataupun proyeksi, sekaligus dapat menanamkan moral positif dalam diri remaja akhir.

Mahasiswa adalah salah satu golongan dari lapisan dewasa dan masa remaja, yang oleh sesuatu hal memperoleh kesempatan untuk lebih menyelami lapangan hidupnya melalui perguruan tinggi.Untuk menjadi mahasiswa harus melalui berbagai penyaringan yang bertingkat-tingkat sejak dari sekolah dasar, sekolah menengah, dan waktu memasuki perguruan tinggi itu sendiri.Mereka memiliki kemampuan yang cukup dalam bidang-bidang pengetahuan yang dipelajarinya. Dalam perkembangan kepribadiannya, masih memerlukan penambahan isi, baik secara ilmiah sebagai pengetahuan yang akan dimilikinya maupun sebagai bimbingan dalam persiapan menyempurnakan perkembangan pribadinya. Dalam kehidupan kemahasiswaan terdapat persoalan-persoalan yang meminta kemasakan untuk menyesuaikan diri (Meichati, 1983).Dapat disimpulkan mahasiswa adalah salah satu golongan dari lapisan masa remaja yang memperoleh kesempatan untuk menyelami lapangan hidupnya melalui perguruan tinggi.

(24)

alami. Kehidupan mereka sangat nikmat dengan alam (naturalistik) dan belum banyak mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi.Kebanyakan orang Papua hanya mengandalkan kebun yang mereka miliki. Menurut Yermias Ignatius Degei dalam Narasi Sejarah Sosial Papua (2011), mereka hanya memikirkan bagaimana cara hidup hari ini, tanpa memikirkan bagaimana masa depan anak cucu mereka. Masyarakat Papua hidup dengan mengandalkan tenaga yang mereka miliki.Sebagian besar dari mereka belum menyadari bahwa yang mereka butuhkan saat ini bukan hanya tenaga secara fisik saja, tetapi juga tenaga yang terampil dan mempunyai banyak keahlian (Narasi oleh Degei, 2011).

Adanya fenomena dinamis masyarakat Papua yang ingin terus mengembangkan diri dan berubah merupakan bagian dari kultur Papua yang kental rasa kesukuannya. Sayangnya keinginan berubah dan mengembangkan diri ini berkembang menjadi tidak terkendali.Pembalasan dendam melalui perang suku dinilai sebagai tindakan heroisme yang bertujuan mencari keseimbangan sosial.Hal ini secara tak sadar membentuk diri mahasiswa Papua yang memiliki karakter yang keras serta hidup sesuai dengan adat istiadat Papua.

(25)

Tampak bahwa ada perbedaan antara lingkungan tempat asal mahasiswa Papua dengan lingkungan di Salatiga.Adanya perbedaan tersebut mengharuskan mahasiswa Papua untuk melakukan penyesuaian terhadap lingkungan di Salatiga.

D. Hubungan Konsep Diri dengan Penyesuaian SosialMahasiswa Papua di Salatiga

Gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya disebut konsep diri (Hurlock, 1990).Gambaran atau penilaian diri ini dapat mempengaruhi individu dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Hurlock menjelaskan bahwa individu dengan penilaian positif akan menyukai dan menerima keadaan dirinya sehingga akan mengembangkan rasa percaya diri, harga diri, serta dapat melakukan interaksi sosial secara tepat. Pendapat dari Brooks dan Emmert dalam Rakhmat (1986) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki konsep diri positif dapat terlihat dari keyakinannya akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa perasaan, pikiran dan perilaku tiap orang tidak seluruhnya disetujui masyarakat, serta mampu mengungkapkan aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya. Ketika individu memiliki ciri-ciri tersebut, maka individu cenderung tampil lebih aktif dan terbuka dalam hubungan sosial dengan orang lain karena adanya perasaan setara dengan orang lain, bisa menerima bahwa tidak semua perilaku yang dilakukan dapat disetujui masyarakat, serta berusaha mengubah diri menjadi individu yang lebih baik. Relasi sosial yang luas akan menjadikan individu mampu mengerti dan melakukan apa yang diharapkan oleh lingkungan sehingga memudahkannya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Sebaliknya, individu yang memiliki penilaian diri yang negatif dan hal itu tidak bisa diterimanya maka individu akan memproyeksikan penolakan diri pada keadaan atau lingkungan sosialnya sehingga individu sulit melakukan penyesuaian sosial (Mappiare, 1982).

(26)

Papua terhadap perbedaan tersebut. Jika ia menerima keadaan dirinya dan memiliki pandangan yang positif terhadap dirinya maka ia akan lebih percaya diri dan berani tampil aktif di lingkungan sosialnya. Hal ini memudahkannya untuk melakukan proses penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya. Sedangkan jika mahasiswa Papua memiliki pandangan yang negatif, merasa tidak setara dengan orang lain, dan tidak bisa menerima keadaan dirinya maka ia akan cenderung menutup diri dari orang lain sehingga mengalami kesulitan dalam proses penyesuaian sosialnya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi seseorang terhadap dirinya yang disebut sebagai konsep diri dapat mempengaruhi kehidupan sosial individu tersebut.Individu yang memiliki konsep diri yang positif dapat membantu individu untuk berhasil dalam melakukan penyesuaian sosial.Sedangkan individu yang memiliki konsep diri negatif dapat menyulitkan individu dalam penyesuaian sosialnya.

E. Hipotesis

H0 : Tidak ada hubungan antara konsep diri dengan kemampuan penyesuaian sosial pada

mahasiswa Papuadi Salatiga.

H1 : Ada hubungan antara konsep diri dengan kemampuan penyesuaian sosial pada

mahasiswa Papuadi Salatiga.

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitan Yang Digunakan

Peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif.Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Dengan metode kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti (Azwar, 2009, h. 5).

B. Identifikasi Variabel

(27)

1. Variabel Tergantung : Penyesuaian Sosial

2. Variabel Bebas : Konsep Diri

C. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati (Azwar, 2009). Adapun definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini adalah:

1. Penyesuaian Sosial Mahasiswa Papua di Salatiga

Penyesuaian sosial mahasiswa Papua di Salatiga adalah proses mahasiswa Papua dalam bereaksi secara sehat dan efektif terhadap lingkungan sosialnya, baik orang yang dikenal maupun orang yang tidak dikenalnya sehingga dapat mencapai kehidupan sosial yang menyenangkan dan memuaskan.Baik buruknya penyesuaian sosial mahasiswa Papua di Salatiga dapat diukur dengan menggunakan skala penyesuaian sosial. Skala penyesuaian sosial ini disusun berdasarkan ciri-ciri penyesuaian sosial yang baik:

a. Mengadakan relasi yang sehat terhadap masyarakat

b. Bereaksi secara efektif dan harmonis terhadap kenyataan sosial c. Menghargai dan menjalankan hukum tertulis maupun tidak tertulis d. Menghargai orang lain mengenai hak-haknya dan pribadinya e. Bergaul dengan orang lain dalam bentuk persahabatan

f. Simpati terhadap kesejahteraan orang lain berupa memberi pertolongan pada orang lain dan bersikap jujur

Semakin tinggi skor yang diperoleh semakin baik tingkat penyesuaian sosialnya, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh semakin buruk tingkat penyesuaian sosialnya.

2. Konsep Diri

(28)

pada ciri-ciri konsep diri positif: yakin akan kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan, dan mampu memperbaiki dirinya. Semakin tinggi skor yang diperoleh semakin positif konsep diri, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh semakin negatif konsep diri.

D. Subyek Penelitian

Azwar (2009) mendefinisikan populasi sebagai kelompok subyek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Sebagai suatu populasi, kelompok subyek ini harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik bersama yang membedakannya dari kelompok subyek lain. Pada penelitian ini, populasinya adalah mahasiswa Papua angkatan 2015 di Salatiga.Penelitimenggunakan teknik Sampling Jenuh.Menurut Sugiyono (2001) sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Jadi peneliti mengambil semua populasi mahasiswa Papua angkatan 2015 di UKSW sebagai sampel penelitian yang berjumlah 80 mahasiswa.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah metode skala.Penelitian ini menggunakan dua skala yaitu skala penyesuaian sosial dan skala konsep diri.

1. Skala Penyesuaian Sosial

(29)

Tabel 1

Blue Print Skala Penyesuaian Sosial Mahasiswa Papua

No. Aspek Pernyataan Jumlah

3. Menghargai dan menjalankan hukum tertulis maupun tidak tertulis

6. Simpati terhadap kesejahteraan orang lain berupa perilaku menolong dan jujur

3 3 6

Total 18 18 36

(30)

2. Skala Konsep Diri

Skala konsep diri terdiri dari ciri-ciri konsep diri positif yaitu: yakin akan kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan, mampu memperbaiki dirinya.

Tabel 2

Blue Print Skala Konsep Diri

Penyajian skala konsep diri diberikan dalam bentuk pilihan jawaban.Seluruh item dalam skala ini terdiri dari dua jenis item yang mendukung pernyataan (favourable) dan item yang tidak mendukung pernyataan (unfavourable).Pilihan jawaban dalam setiap item terdiri dari empat macam yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk item yang mendukung pernyataan (favourable), subyek akan memperoleh skor 4 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), skor 3 untuk jawaban Sesuai (S), skor 2 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan untuk item yang tidak mendukung pernyataan (unfavourable), subyek akan memperoleh skor 4 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS), skor 3 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), skor 2 untuk jawaban Sesuai (S), dan skor 1 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS).

No. Aspek Pernyataan Jumlah

F UF

1. Yakin akan kemampuannya mengatasi masalah 3 3 6

2. Merasa setara dengan orang lain 3 3 6

3. Menerima pujian tanpa rasa malu 3 3 6

4. Menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan

3 3 6

5. Mampu memperbaiki dirinya 3 3 6

(31)

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Alat ukur

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.Suatu alat ukur dikatakan valid bila alat ukur tersebut mampu mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat (Azwar, 2004, h. 7).Validitas alat ukur dalam penelitian ini diukur dengan teknik korelasi Product Moment, yaitu mengkorelasikan skor item dengan skor total.Adapun hasil perhitungan koefisien korelasi antar item dengan skor total akan mengakibatkan over estimate terhadap korelasi yang sebenarnya. Untuk itu, perlu dilakukan koreksi dengan menggunakan rumus part whole.

2. Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2010, h.4).Pengujian reliabilitas skala dalam penelitian ini menggunakan teknik perhitungan reliabilitas koefisien Alpha Cronbach.

G. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistic.Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis Product Moment dari KarlPearson yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu konsep diri dan penyesuaian sosial.Dalam penelitian ini, analisis data akan dilakukan dengan bantuan program khusus komputer statistik yaitu SPSS version 16.0 for windows.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Orientasi Kancah

(32)

B. Persiapan Penelitian

1. Penyusunan Alat Ukur a. Skala Penyesuaian Sosial

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala penyesuaian sosial dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemilihan jawaban tersebut dipakai untuk menjawab pernyataan yang ada di angket dan yang sesuai dengan kondisi masing-masing dari subjek.Penyusunan skala penyesuaian sosial didasarkan pada ciri-ciri penyesuaian sosial yang positif yaitu mengadakan relasi yang sehat, bereaksi secara efektif dan harmonis terhadap kenyataan sosial, menghargai dan menjalankan hukum tertulis mapun tidak tertulis, menghargai orang lain mengenai hak-hak dan pribadinya, bergaul dengan orang lain dalam bentuk persahabatan, serta simpati terhadap kesejahteraan orang lain berupa perilaku menolong dan jujur.

b. Skala Konsep Diri

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala konsep diri dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemilihan jawaban tersebut dipakai untuk menjawab pernyataan yang ada di angket dan yang sesuai dengan kondisi masing-masing dari subjek tersebut.Penyusunan skala konsep diri didasarkan pada ciri-ciri konsep diri positif yaitu yakin akan kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan, serta mampu memperbaiki dirinya

2. Tahap Perijinan Penelitian

(33)

3. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data dilakukan pada tanggal 24Mei 2016.Peneliti mendatangi beberapa kost dan kontrakan yang dihuni oleh mahasiswa Papua dan menitipkan kepada salah satu teman. Skala yang dibagikan berjumlah 80 skala di sejumlah tempat tinggal subjek, namun pada saat hari pengambilan yang sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan yaitu 2 hari terhitung pada saat mulai dibagikannya kuisioner, peneliti hanya mendapatkan 50 skala yang kembali dan terisi.Pelaksanaan penelitian dilakukan hanya sekali melakukan penyebaran skala karena menggunakan metode try out terpakai. Metode try out terpakai merupakan metode yang menjadikan data yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya menjadi data hasil penelitian. Kelebihan try out terpakai adalah adanya efisiensi waktu, biaya, dan tenaga dalam pelaksanaan penelitian. Salah satu kelemahan metode ini karena peneliti tidak bersama mendampingi subjek saat subjek menerima dan mengisi angket yang menyebabkan 30 angket gugur dalam arti tidak kembali pada peneliti.

C. Hasil Uji Seleksi Item dan Reliabilitas

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program SPSS 16.0. Pengujian validitas menggunakan rumus uji korelasi Product Moment dari Karl Pearson.Pengkorelasian dilakukan dengan menggunakan teknik Part Whole.Setelah diketahui validitasnya, maka item-item yang valid ditabulasi ulang untuk kemudian dicari reliabilitasnya dengan menggunakan Alpha Cronbach.

1. Skala Penyesuaian Sosial

(34)

Tabel 3

Tabel Sebaran Nomor Item Skala Penyesuaian Sosial

Aspek Favourable Unfavourable Jumlah

Mengadakan relasi yang sehat 1*, 2, 26 11, 12, 13 6

Bereaksi secara efektif dan harmonis

terhadap kenyataan sosial 3, 4, 14 15*, 16*, 17* 6

Menghargai dan menjalankan hukum

tertulis mapun tidak tertulis 5, 6, 18* 21*, 22, 23 6

Menghargai orang lain mengenai

hak-hak dan pribadinya 27, 28, 29 32, 34, 35* 6

Bergaul dengan orang lain dalam

bentuk persahabatan 7, 8, 24 19*, 20, 25 6

Simpati terhadap kesejahteraan orang lain berupa perilaku menolong dan jujur

9, 10, 36* 30, 31, 33 6

TOTAL 18 18 36

Keterangan : * = Item gugur

2. Skala Konsep Diri

Item pada skala konsep diri berjumlah 30 item, melalui perhitungan statistik terdapat 7 item gugur dan 23 item valid. Koefisien validitas berkisar antara 0,030 sampai 0,675. Pengujian skala konsep diri dilakukan atas item yang valid. Hasil uji reliabilitas skala konsep diri adalah 0,815 artinya skala konsep diri dapat diandalkan

atau reliabel.Sebaran item valid dan item gugur dapat dilihat pada tabel4.

Tabel 4

Tabel Sebaran Nomor Item Skala Konsep Diri

Aspek Favourable Unfavourable Jumlah

Yakin akan kemampuannya mengatasi masalah

(35)

Merasa setara dengan orang lain 4, 5, 6* 18*, 19, 20 6

Menerima pujian tanpa rasa malu 7*, 8*, 9* 22, 23, 24 6

Menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan

11, 13, 14 21, 30*, 27 6

Mampu memperbaiki dirinya 17, 26, 29 16, 25, 28 6

Jumlah 15 15 30

Keterangan : * = Item Gugur

Uji Deskriptif Statistika

1. Variabel Penyesuaian Sosial

Tabel 1.1

Kategorisasi Pengukuran Skala Penyesuaian Sosial

Interval Kategori Mean f Persentase

101.25 ≤ x ≤108 Sangat Tinggi 1 2%

74.25 ≤ x <101.25 Tinggi 85.02 47 94%

47.25 ≤ x <74.25 Rendah 2 4%

27 ≤ x <47.25 Sangat Rendah 0 0%

Jumlah 50 100%

SD = 7.266 Min = 64 Max = 102

Keterangan: x = penyesuaian sosial

(36)

bahwa mahasiswa Papua angkatan 2015 di UKSW memiliki penyesuaian sosial yang tinggi.

2. Variabel Konsep Diri

Tabel1.2

Kategorisasi Pengukuran Skala Konsep Diri

Keterangan: x = konsep diri

Berdasarkan Tabel 1.2 di atas, dapat dilihat bahwa tidak ada subjek subjek memiliki skor penyesuaian diri yang berada pada kategori sangat rendah dengan persentase 0%.8subjek memiliki skor penyesuaian diri yang berada pada kategori rendah dengan persentase 16%, 41 subjek memiliki skor penyesuaian diri yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 82%, dan 1 subjek memiliki skor penyesuaian diri pada kategori sangat tinggi dengan persentase 2%. Berdasarkan rata-rata sebesar 71.08, dapat dikatakan bahwa rata-rata konsep diri berada pada kategori tinggi. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 51 sampai dengan skor maksimum sebesar 86dengan standard deviasi 7.365. Berdasarkan uraian data di atas, dapat dikatakan bahwa mahasiswa Papua angkatan 2015 di UKSW memiliki konsep diri yang tinggi.

D. Uji Asumsi

Uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji normalitas sebaran variabel penelitian dan uji linearitas hubungan variabel bebas dengan variabel tergantung

Interval Kategori Mean f Persentase

86.25 ≤ x ≤92 Sangat Tinggi 1 2%

63.25 ≤ x <86.25 Tinggi 71.08 41 82%

40.25 ≤ x <63.25 Rendah 8 16%

23 ≤ x <40.25 Sangat Rendah 0 0%

Jumlah 50 100%

(37)

yang dilakukan dengan menggunakan program Statistical Packages for Social Sciences for Windows Release 16.0.

1. Uji Normalitas

Pada skala penyesuaian sosial diperoleh nilai K-S-Z sebesar 0,855 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,458 (p>0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa data pada skala penyesuaian sosial memiliki distribusi yang normal.. Sedangkan, pada skor konsep diri memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,638dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,810 (p>0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa data pada skala konsep diri memiliki distribusi yang normal, dapat dilihat pada tabel 1.1

Tabel 1.1

2. Uji Linearitas

Hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 1.914dengan sig.= 0,060

(p>0,05) yang menunjukkan variabel penyesuaian sosial dengan konsep diri adalah linear, dapat dilihat pada tabel 1.2

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

P.S K.D

N 50 50

Normal Parametersa Mean 85.02 71.08

Std. Deviation 7.266 7.365

Most Extreme

Differences

Absolute .121 .090

Positive .121 .090

Negative -.090 -.058

Kolmogorov-Smirnov Z .855 .638

Asymp. Sig. (2-tailed) .458 .810

(38)

29

3. Uji Korelasi

Karena kedua data pada skala berdistribusi normal dan kedua variabel tidak linear, maka perhitungan korelasi menggunakan uji parametrik, yaitu uji korelasi Pearson, dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut:

Tabel 1.3

Hasil Uji Korelasi antara Penyesuaian Sosial Dengan Konsep Diri

Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara penyesuaian sosial dengan konsep diri sebesar 0,510 dengan sig. = 0,000 (p < 0.05) yang berarti ada hubungan yang positif signifikan antara dukungansosial dengan penyesuaian diri.

E. Pembahasan

Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara konsep diri dengan penyesuaian sosial pada mahasiswa Papua angkatan 2015 di UKSW, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara konsep diri dengan penyesuaian

Tabel 1.2

ANOVA Table

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

P.S * K.D Between Groups (Combined) 1769.230 26 68.047 1.914 .060

Within Groups 817.750 23 35.554

Total 2586.980 49

Correlations

P.S K.D

P.S Pearson Correlation 1 .510**

Sig. (1-tailed) .000

N 50 50

K.D Pearson Correlation .510** 1

Sig. (1-tailed) .000

N 50 50

(39)

sosial. Berdasarkan hasil uji perhitungan korelasi, keduanya memiliki r = 0,510 dengan sig. = 0,000(p < 0,05) yang berarti kedua variabel yaitu konsep diri dengan penyesuaian sosial memiliki hubungan yang positif signifikan. Dengan kata lain, semakin tinggikonsep diri, maka semakin tinggi penyesuaian sosial atau sebaliknya. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Wima Bin Ary, dkk (2009, h. 8) mengenai hubungan konsep diri dengan penyesuaian sosial siswa akselerasi di SMP Negeri 2 dan SMP PL Domenico Savio Semarang bahwa ada hubungan positif antara konsep diri dan penyesuaian sosial. Hasil yang diperoleh sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penyesuaian sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah konsep diri (Haryadi, 1995, h. 110). Hal ini dikemukakan oleh Hurlock bahwa individu dengan penilaian positif akan menyukai dan menerima keadaan dirinya sehingga akan mengembangkan rasa percaya diri, harga diri, serta dapat melakukan interaksi sosial secara tepat. Dalam Hurlock (1990), konsep diri mencakup citra fisik dan psikologis diri. Citra fisik diri berkaitan dengan penampilan fisik, daya tariknya, dan kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan jenis kelaminnya.Sedangkan citra psikologis diri didasarkan atas pikiran, perasaan, dan emosi.Citra ini terdiri atas kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian pada kehidupan, sifat-sifat seperti keberanian, kejujuran, kemandirian, dan kepercayaan diri serta berbagai jenis aspirasi dan kemampuan.

Pandangan remaja terhadap masyarakat dan kehidupan bersama dalam masyarakat, banyak dipengaruhi oleh kuat atau tidaknya pribadi, citra diri dan rasa percaya diri.Remaja yang memiliki penilaian diri kurang dan hal itu tidak diterimanya, maka remaja ini sering memproyeksikan penolakan diri pada keadaan atau tatanan masyarakatnya (Mappiare, 1982, h. 91).Dalam teori Rogers (Burn, 1993, h. 48) menyatakan bahwa konsep diri adalah organisasi dari persepsi-persepsi diri.Konsep diri menjadi penentu (determinant) yang paling penting dari respons terhadap lingkungannya.

(40)

penyesuaian sosial memiliki hubungan yang positif signifikan. Berdasarkan hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa konsep diri sebesar 82% yang berada pada kategori tinggi, dengan skor tertinggi adalah 41 dan skor terendah adalah 1. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa papua 2015 di UKSW memiliki tingkat konsep diri yang tinggi. Pada penyesuaian sosial, data sebesar 94% yang berada pada kategori tinggi, dengan skor tertinggi adalah 47 dan skor terendah adalah 1. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa mahasiswa Papua 2015 di UKSW memiliki tingkat penyesuaian sosial yang tinggi.

Banyak faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya penyesuaian sosial,hasil yang diperoleh sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penyesuaian sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah konsep diri (Haryadi, 1995, h. 110).Jika dilihat sumbangan efektif yang diberikan konsep diri terhadap penyesuaian sosial, Konsep diri memberikan sumbangan efektif (SE) terhadap penyesuaian sosial sebesar 26. 1% sisanya sebesar 73,9% untuk faktor-faktor penyesuaian sosial yang lain seperti motif, persepsi, sikap, inteligensi dan minat, kepribadian, keluarga, kondisi sekolah, kelompok sebaya, prasangka sosial, serta hukum dan norma sosial.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri memberikan kontribusi terhadap penyesuaian sosial sehingga nampak jelas bahwa konsep diri memiliki hubungan positif dengan penyesuaian sosial.

KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN

A. Kesimpulan

(41)

B. Saran - Saran

1. Bagi Mahasiswa Papua

Mahasiswa Papua tetap mempertahankan dan meningkatkan konsep diri positif dengan cara mengikuti atau berpartisipasi dalam seminar-seminar pengembangan konsep diri sehingga individu semakin terlatih untukmeyakinkan bahwa ia mampu menyelesaikan masalahnya, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menerima dirinya secara utuh, serta mampu memperbaiki hal yang negatif dari dirinya.

2. Bagi Komunitas-komunitas Mahasiswa Papua

Mengadakan pelatihan atau pengembangan kepribadian untuk membantu anggota komunitas atau mahasiswa Papua dalam membangun konsep diri yang positif sehingga mahasiswa Papua tidak merasa berbeda dengan lingkungan sosialnya di kota Salatiga terkhusus di Universitas Kristen Satya Wacana serta membantu mahasiswa Papua dalam proses penyesuaian sosialnya.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, H. (2002). Perkembangan remaja menurut pendekatan ekologi serta hubungannya dengan konsep diri dan penyesuaian diri terhadap remaja.Jurnal Psikologi UNPAD, 9,(1) 13-29.

Ary, W.B., dkk. (2009).Hubungan konsep diri dengan penyesuaian sosial siswa kelas akselerasi diSMP Negeri 2 dan SMP PL Domenico Savio Semarang.Gifted Review.Jurnal keberbakatan dan kreativitas, 3(1).

Azwar, Saifuddin. (2004). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Azwar, Saifuddin. (2009). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Azwar, Saifuddin. (2010). Reliabilitas dan validitas.Edisi 3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Burn, R.B. (1993).Konsep diri, teori, pengukuran, perkembangan dan perilaku. Jakarta: Penerbit Arcan

Degei, Y.I. (2011). Narasi sejarah sosial Papua.Editor: I Ngurah Suryawan. Malang: Intrans Publishing

Fuhrmann, B.S. (1986). Adolescence, adolescents. Canada: Little, Brown and Company

Hariyadi, S., Hendrarno,E., Deliana, S.M., dkk. (1995). Perkembangan peserta didik. Semarang: IKIP Semarang Press

Hartanti & Dwijanti, J. (1997). Hubungan antara konsep diri dan kecemasan menghadapi masa depan dengan penyesuaian sosial anak-anak madura. Anima, XII,(46), 145-161

Hurlock, E.B. (1990). Perkembangan anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Hurlock, E. B. (2002). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Mappiare, A. (1982). Psikologi remaja. Surabaya: Usaha Nasional

Meichati, S. (1974).Mental hygiene dan kelainan mental. Yogyakarta: PT Gunung Agung

Meichati, S. (1983).Kesehatan mental. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM

Nurdin.(2009). Pengaruh kecerdasan emosional terhadap penyesuaian sosial siswa di sekolah. Jurnal Administrasi Pendidikan, IX (1) April 2009

(43)

Santrock, John W. (2003). Perkembangan remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga

Sarwono, Sarlito W., Meinarno, Eko A. 2011. Psikologi sosial.Jakarta: Penerbit Salemba Humanika

Schneiders, A.A. (1964). Personal adjustment and mental health. New York: Holt Rineheart and Winston

Siswanto.(2007). Kesehatan mental.konsep, cakupan dan perkembangannya. Yogyakarta: Penerbit Andi

Gambar

Tabel 1
Blue PrintTabel 2  Skala Konsep Diri
Tabel 3 Tabel Sebaran Nomor Item Skala Penyesuaian Sosial
Tabel 1.1 Kategorisasi Pengukuran Skala Penyesuaian Sosial
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kukoh Restu Nugroho (672010179) Hindriyanto D. Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana.. Salatiga April 2016.. L

Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Pasar Terapung Muara Kuin merupakan salah satu pasar tradisional yang ada di Banjarmasin,

PERBEDAAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA DITINJAU DARI..

PERBEDAAN MOTIVASI MEMBELI PRODUK FASHION SECARA ONLINE PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI UNIVERSITAS.. KRISTEN

HUBUNGAN SPIRITUALITAS DENGAN AGRESIVITAS TERHADAP PEMELUK AGAMA LAIN PADA MAHASISWA.. UNIVERSITAS KRISTEN

Perbedaan Harga Diri Mahasiswa Bertato Dengan Mahasiswa Tidak Bertato Pada Mahasiswa Laki-laki Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana

HUBUNGAN EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN PADA MAHASISWA SKRIPSI FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS.. DI UNIVERSITAS KRISTEN

akademik pada mahasiswa Papua pengguna alkohol di Universitas Kristen Satya Wacana, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan positif signifikan antara konsep