• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802011012 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802011012 Full text"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN SPIRITUALITAS DENGAN AGRESIVITAS TERHADAP

PEMELUK AGAMA LAIN PADA MAHASISWA

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

OLEH

FINI TETUS NUBAN TIMO

802011012

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

HUBUNGAN SPIRITUALITAS DENGAN AGRESIVITAS TERHADAP

PEMELUK AGAMA LAIN PADA MAHASISWA

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

Fini Tetus Nuban Timo

Berta Esti Ari Prasetya

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

i

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara spiritualitas dengan

agresivitas terhadap pemeluk agama lain pada mahasiswa UKSW. Pengambilan sampel

dalam penelitian ini menggunakan teknik insidental sampling dengan jumlah partisipan

sebanyak 417 mahasiswa UKSW. Peneliti mengambil data menggunakan The Spirituality

Scale yang disusun Delaney (2005) dan Aggression Questionnaire (Buss & Perry, 1992) yang

dimodifikasi untuk mengukur agresivitas terhadap pemeluk agama lain. Teknik analisa data

menggunakan Spearman rho. Hasil yang diperoleh adalah r = -0,112 dengan sig. 1-tailed =

0,011 (p < 0,05), yang berarti spiritualitas berkorelasi negatif secara signifikan dengan

agresivitas terhadap pemeluk agama lain.

(9)

ii

Abstract

The aim of the present study is to investigate the relationship between spirituality and

aggressiveness toward other religions participants on UKSW college student. 417 UKSW

college students were recruited to participate in this study using accidental sampling method.

They fill the Spirituality Scale which prepared by Delaney (2005) and Aggression

Questionnaire (Buss & Perry, 1992) which has been modified to measure aggressiveness

toward other religions participants. Data were analyzed using correlation Spearman rho.

The result shows r = -0,112 with sig. 1-tailed = 0,011 (p < 0,05), which means spirituality

and aggressiveness toward other religions participants were significantly correlate.

(10)

1

Pendahuluan

Indonesia memiliki keberagaman yang tinggi dalam aspek etnis, bahasa

dan masih banyak lagi. Badan Pusat Statistik Jakarta pada tahun 2001 mencatat

jumlah penduduk yang tinggal Indonesia sebanyak 205.843.196 yang terdiri lebih

dari 1.000 etnis/kelompok sub-etnis (Suryadinata, Arifin & Ananta, 2003). Selain

etnis, Badan Pusat Statistik juga mencatat keragaman agama yang dimiliki

Indonesia. Tahun 2000, Badan Pusat Statistik mencatat dengan total 201.241.999

pemeluk agama, 88,22% Islam, 8,92% Kristen, 1,81% Hindu, 0,84% Budha, 0%

Confucians dan 0,20% agama lainnya. Nelson (2009) menuliskan beberapa

masalah yang timbul di dalam komunitas agama salah satunya adalah kekerasan.

Banyaknya perbedaan yang dimiliki negara Indonesia membuat negara

mengalami konflik diantara anggota masyarakatnya. Ada konflik antar suku, ada

juga konflik antar agama.

Sejarah telah mencatat bahwa perkembangan awal dari agama Kristen di

Eropa ditandai oleh perburuan orang-orang Kristen oleh dan atas perintah

penguasa Romawi yang merasa sah untuk menyiksa dan kalau perlu membunuh

orang-orang yang menganut keyakinan agama yang berbeda dengan agama resmi

atau dengan kebiasaan yang berlaku (Koeswara, 1988). Ajinatha (2012) melalui

Kompasiana melaporkan bahwa di Myanmar, umat Muslim di bantai

habis-habisan oleh Militer Myanmar. Sedangkan di China umat Islam dilarang

melakukan ibadah selama bulan Ramadhan karena dianggap mengganggu

(11)

2

Di Indonesia juga sudah tercatat kejadian yang menunjukkan kurangnya

toleransi antar umat beragama. Bulan Mei tahun 2012 dilaporkan bahwa jemaat

Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia, Tambun, Bekasi, Jawa Barat,

tidak dapat menjalankan ibadah karena dihadang 500 massa intoleran yang

mengaku pembela agama. Jemaat yang hendak pulang justru diteriaki dengan

berbagai macam makian, dikejar, dilempari dengan tanah, serta dihalangi jalannya

(ADI & IAN, 2012). Pada Maret 2014, Armando (2014) melaporkan sekitar 150

anggota Front Pembela Islam meminta pembangunan Gereja Santo Stanislaus

Kostka di Bekasi dihentikan. Ini menunjukkan kurangnya toleransi antar umat

beragama pada beberapa daerah di Indonesia. Kurangnya toleransi bisa berujung

pada agresivitas yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu terhadap pemeluk

agama lain.

Agresivitas terhadap pemeluk agama lain dapat dipahami dari definisi

agresivitas yang dinyatakan oleh Tremblay (dalam Hedo & Sudhana, 2014)

sebagai sikap yang cenderung menggunakan perwujudan perilaku dalam cara atau

interaksi yang bersifat antagonis kepada orang lain. Orang lain dalam penelitian

ini ialah individu yang menganut agama yang berbeda.

Agresivitas menurut Buss & Perry (1992) terdiri atas 4 aspek yaitu: (1)

verbal aggression yaitu menyakiti atau merugikan orang lain dalam bentuk

ucapan; (2) physical aggression yaitu menyakiti atau merugikan orang lain dalam

bentuk tindakan fisik; (3) anger yaitu gairah fisiologis dan persiapan untuk agresi;

(12)

3

Agresivitas terhadap pemeluk agama lain meninggalkan dampak yang

buruk terhadap para korbannya. Khabarsoutheastasia (2012) melaporkan bahwa

konflik yang terjadi di Maluku menjadi kerusuhan terparah dari tahun 1999-2002,

yang mungkin menewaskan hingga sebanyak 9.000 orang. Kamp untuk penduduk

tergusur yang didirikan secara tergesa-gesa setelah kerusuhan di Ambon dari

tahun 1999-2002 hingga berita ini dilaporkan masih dihuni oleh banyak keluarga

dengan alasan karena masalah keamanan, kesempatan kerja dan trauma

berkepanjangan. Beberapa ungkapan narasumber yang dilaporkan dalam

Khabarsoutheastasia:

Setiap kali saya memikirkan apa yang terjadi di Ambon, saya menjadi

takut. Konflik itu tidak pernah berakhir. Saya tidak pernah merasa aman.

Semua darah dan ingatan masih jelas di kepala saya. Saya masih bisa

membayangkan para pengungsi yang menderita, anak-anak yang

kelaparan, air mata dan penyakit, sungguh menyedihkan. Saya pikir

inilah harga yang harus kita bayar untuk konflik itu. Kebanyakan

pengungsi seperti saya akan menjadi trauma jika mendengar letusan

senjata, sirene mobil militer dan suara tangis seorang ibu yang

kehilangan anaknya dan seorang anak yang kehilangan semuanya.

Sebagai anak perempuan berusia sembilan tahun, tidak mengetahui

apa-apa – kemana saya bisa pergi? Dan tidak mengenal siapapun di kamp

sangat pedih. Saya rasa itulah kepedihan terparah yang saya ingat. Saya

(13)

4

Dari ungkapan tersebut, jelas bahwa kerusuhan yang terjadi di Ambon,

Maluku memiliki efek yang menetap bagi para pengungsi yang selamat dari

kerusuhan tersebut. Meskipun mereka selamat dari kerusuhan, namun kejadian

yang mereka lihat, dengar, saat kerusuhan terjadi, tetap tinggal dalam ingatan

mereka dan menjadi trauma yang tentu mempengaruhi sepanjang kehidupan

mereka.

Kebanyakan ajaran agama mengajarkan tentang kedamaian dan sangat

menentang penghilangan nyawa manusia (Arinze dalam Nelson, 2009). Tetapi

sejarah agama tidak sama dengan harapan ini, dengan banyaknya kekerasan antar

dan di dalam kelompok agama baik yang memberi dampak secara fisik dan

psikologis (Bellinger & Selengut dalam Nelson, 2009). Konflik antar agama yang

terjadi di Indonesia ini diduga disebabkan oleh adanya perbedaan dalam

menafsirkan ajaran agamanya. Koeswara (1988) mengatakan bahwa tidak ada satu

pun agama yang menganjurkan pemeluknya untuk membunuh atau merusak

kehidupan para pemeluk agama-agama lain ataupun para pemeluk agama yang

sama yang memiliki penafsiran yang berbeda terhadap ajaran-ajaran agamanya,

yang ada dan sering terjadi adalah penyalahtafsiran ajaran-ajaran agama sehingga

timbul gagasan-gagasan yang membenarkan para pemeluknya untuk melakukan

berbagai bentuk agresi.

Agama sudah dikenalkan kepada setiap individu sejak kecil. Agama

adalah istilah yang ditujukan untuk segala aspek hubungan manusia dengan the

Divine, atau sosok transenden – yang dimana lebih dari manusia, “sumber dan

(14)

5

Beberapa dekade terakhir, istilah spiritualitas menjadi kata yang umum sebagai

cara alternatif untuk mendeskripsikan pencarian terhadap sosok transenden

(Nelson, 2009). Caleb (dalam Delaney, 2005) menuliskan bahwa spiritualitas

adalah segala sesuatu mengenai hubungan – Tuhan dengan manusia, manusia

dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan cosmic reality. Beberapa

peneliti melihat spiritualitas dan agama sebagai konsep yang berbeda (Nelson,

2009). Sinnot (dalam Nelson, 2009) berpikir bahwa spiritualitas itu mengenai

sebuah hubungan dengan the sacred yang membedakan dari agama yang

mengenai prinsip atau aturan tertentu dari suatu kepercayaan spesifik.

Spiritualitas memang sulit dibedakan dari agama. Tetapi perbedaan

utamanya adalah agama lebih menekankan pada struktur, praktik dan keyakinan

yang dimiliki oleh kelompok tertentu sedangkan spiritualitas menggambarkan sisi

eksperiental dan personal dari relasi seseorang dengan sosok transenden atau yang

kudus (Nelson, 2009). Spiritualitas dilihat sebagai sesuatu yang “dimiliki” oleh

individu, kontras dengan agama, yang dilihat menjadi “milik” oleh sebuah

komunitas atau institusi dimana individu tersebut berpartisipasi (Hughes, 2013).

Mahmoudvand, Dehnavi & Naseri (2014) menuliskan spiritualitas

sebagai nilai, sikap dan harapan yang berhubungan dengan the superior existence

yang langsung berhubungan dengan hidup individu. Spiritualitas sebagai sistem

yang terdiri dari banyak rencana dalam mengarahkan manusia. Spiritualitas juga

terdiri dari beberapa elemen dari self-control karena panduan moral dan prinsip

yang dihadirkan kepada manusia untuk mengontrol jiwa dan menghindar dari

(15)

6

Spiritualitas sebagai sistem yang mengarahkan manusia dalam

kehidupannya terdiri dari beberapa aspek. Delaney (2005) menuliskan 3 aspek

diantaranya (1) self-discovery yaitu memiliki relasi personal dengan diri sendiri

untuk mencari makna dan tujuan hidup, (2) relationships yaitu memiliki sebuah

relasi interpersonal berdasarkan pada rasa hormat yang mendalam dan

penghormatan terhadap kehidupan dan (3) ecoawareness yaitu memiliki sebuah

integrasi hubungan dengan alam berdasarkan pada rasa hormat yang dalam dan

pengakuan terhadap lingkungan dan kepercayaan bahwa bumi adalah suci serta

memiliki relasi transpersonal dengan Yang Maha Kuasa.

Self-discovery membantu individu untuk mengambil hikmah dari setiap

pengalaman hidupnya, lebih memaknai hidupnya, serta selalu berintrospeksi

sehingga agresivitas tidak terjadi (Wardhani & Wahyuningsih, 2008). Individu

dengan tingkat relationships yang kurang, menganggap kehidupan adalah hal

yang sepele tidak ragu untuk menyakiti, atau bahkan membunuh antar sesama

manusia tanpa sedikit pun rasa bersalah, karena tidak adanya penghormatan atas

hidup yang sudah diberikan oleh higher power atau Yang Maha Kuasa.

Ecoawareness yang kurang dapat membuat individu menganggap bahwa dialah

yang berkuasa atas alam akan memperlakukan alam semena-mena. Merusak,

menebang, membunuh dan melakukan sesukanya terhadap alam beserta makhluk

hidup didalamnya.

Selain itu, Carlozzi, Winterowd, Harrist, Thomason, Bratkovich dan

Worth (2010) mengemukakan bahwa praktek spiritual seperti berdoa dan meditasi

(16)

7

lebih stabil. Austin dan Falconier (2012) menuliskan bahwa praktek spiritual

(seperti berdoa dan meditasi) membantu untuk mengurangi stress dan mencegah

stress tersebut diwujudkan dalam bentuk perilaku sehingga mengurangi

kemungkinan terjadinya agresi.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

spiritualitas dengan agresi. Mahmoudvand dkk (2014) melakukan penelitian pada

196 partisipan di Universitas Sistan dan Baluchistan menunjukkan adanya

korelasi negatif antara spiritualitas dan agresi pada mahasiswa dengan r = -0,75.

Penelitian yang dilakukan oleh Wardhani dan Wahyuningsih (2008) pada 158

siswa di Magelang menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang

signifikan antara spiritualitas dan agresivitas dengan nilai rxy = -0,265.

Spiritualitas memberi sumbangan sebesar 7% terhadap agresivitas pada remaja.

Penelitian yang dilakukan oleh Austin dan Falconier (2012) pada 104 pasangan

Latin yang tinggal di area metropolitan di Washington D. C. menunjukkan bahwa

spiritualitas setiap pasangan memiliki efek langsung negatif pada agresi

psikologis.

Carlozzi dkk (2010), melakukan penelitian pada 53 partisipan. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara

spiritualitas dan anger. Anger merupakan salah satu aspek agresi dan hasil

penelitian Carlozzi dkk ini berbeda dengan penelitian Mahmoudvand dkk (2014)

dan penelitian lain yang hasilnya serupa sehingga perlu untuk dilakukan penelitian

(17)

8

Mahmoudvand dkk (2014) mengatakan bahwa selama tahun-tahun

belajar, individu berada dalam kondisi yang beresiko akan gangguan

mental-sosial, yang dalam beberapa hal bisa mengarah pada irreparable individual dan

social harms yang didalamnya termasuk agresi, delinkuensi, drug abuse,

academic failure dan lain-lain. Lebih lanjut dituliskan bahwa spiritualitas dapat

berperan sebagai faktor untuk memanajemen emosi dan agresi yang

meningkatkan kontrol atas keinginan pada mahasiswa selain dari meningkatkan

kesehatan mental.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil data dari mahasiswa

Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) di Salatiga, Jawa Tengah. UKSW

mendapat julukan “Indonesia Mini” karena mahasiswa yang menempuh studi di

UKSW sangat beragam dari segi etnis, agama dan bahasa yang menyerupai

negara Indonesia tetapi dalam versi yang kecil. Berdasarkan data yang diperolah

dari Biro Administrasi dan Registrasi Akademik (BARA) pada tanggal 8 Mei

2015, mahasiswa aktif yang tercatat selama semester III atau semester antara

berjumlah 10.583 dengan persentase mahasiswa pemeluk agama Budha sebesar

0,81%, Hindu 0,20%, Islam 36,28%, Kristen Katholik 11,85% dan Kristen

Protestan 50,52%. Data ini menunjukkan keragaman yang terdapat dalam UKSW

dalam hal agama yang mirip dengan negara Indonesia sehingga ada potensi

konflik antar pemeluk agama di UKSW seperti yang sudah pernah terjadi di

Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin meneliti, “Apakah ada

(18)

9

lain pada mahasiswa UKSW?” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji

hipotesis bahwa ada hubungan yang negatif dan signifikan antara spiritualitas

dengan agresivitas terhadap pemeluk agama lain pada mahasiswa UKSW.

Metode

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

korelasional dan ingin mengukur korelasi antara spiritualitas dengan agresivitas

terhadap pemeluk agama lain.

Partisipan

Populasi dalam penelitian ini berjumlah 10.583 mahasiswa UKSW.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan insidental sampling.

Jumlah sampel minimal dalam penelitian ini sebanyak 385 berdasarkan

perhitungan menggunakan metode Slovin (dalam Setiawan, 2007) sehingga

jumlah sampel dalam penelitian ini telah memenuhi jumlah minimal sampel yang

dapat digunakan yaitu sebanyak 417. Partisipan terdiri atas 160 laki-laki dan 257

perempuan yang merupakan mahasiswa/i UKSW.

Partisipan menuliskan informasi-informasi sosiodemografi seperti

fakultas, jenis kelamin dan agama. Dari informasi yang dituliskan, diketahui

bahwa partisipan berasal dari latar belakang agama yang berbeda. Sebanyak 288

partisipan beragama Kristen Protestan, 48 orang beragama Kristen Katholik, 75

orang beragama Islam, 2 orang beragama Hindu, 3 orang beragama Budha dan 1

(19)

10

Alat ukur

Sebelum membagikan alat ukur untuk diisi oleh partisipan, peneliti

menerjemahkan skala-skala berbahasa asing yang akan digunakan ke dalam

bahasa Indonesia. Skala yang sudah diterjemahkan diberikan kepada 10 orang

terlebih dahulu untuk mengetahui apakah ada kesulitan dalam memahami setiap

aitem yang telah diterjemahkan.

The Spiritual Scale adalah skala yang digunakan untuk mengukur

spiritualitas yang dibuat oleh Delaney (2005) berdasarkan 3 aspek spiritualitas

yaitu self-discovery, relationship dan ecoawareness. The Spiritual Scale

menggunakan skala Likert yang terdiri dari 23 aitem (α = 0,94) dan menyediakan

6 pilihan jawaban mulai dari “sangat tidak setuju” sampai “sangat setuju”. Uji

validitas yang dilakukan oleh Delaney (2005) pada 240 partisipan menghasilkan

validitas setiap aitem bergerak mulai dari 0,25-0,75 dengan koefisien Alpha

Cronbach sebesar 0,94. Uji daya diskriminasi aitem dan reliabilitas dilakukan lagi

oleh peneliti dengan data try-out terpakai. Hasil uji daya diskriminasi aitem dan

reliabilitas menunjukkan bahwa tidak ada aitem yang gugur. Koefisien

diskriminasi aitem pada skala ini bergerak mulai dari 0,314 sampai 0,613.

Koefisien Alpha Cronbach untuk setiap aspek sebesar 0,612 untuk aspek

self-discovery, 0,741 untuk aspek relationships dan 0,793 untuk aspek ecoawareness.

Koefisien Alpha Cronbach untuk keseluruhan skala ini ialah sebesar 0,862.

Koefisien reliabilitas ini berada pada kisaran 0,8 sampai 0,9 sehingga dapat

(20)

11

Aggression Questionnaire adalah skala yang digunakan untuk

mengukur agresivitas yang dibuat Buss dan Perry (1992) berdasarkan aspek-aspek

agresi yaitu verbal aggression, physical aggression, anger dan hostility. Oleh

peneliti skala ini dimodifikasi untuk disesuaikan dengan topik penelitian ini yaitu

agresivitas terhadap pemeluk agama lain. Aggresion Questionnaire menggunakan

skala Likert yang terdiri atas 29 aitem dengan 4 pilihan jawaban mulai dari

“sangat tidak sesuai” sampai “sangat sesuai”. Uji validitas yang dilakukan oleh

Abd-El-Fatah (2007) pada 510 partsipan menunjukkan validitas setiap aitem pada

skala ini bergerak mulai dari 0,34-0,62 dengan koefisien Alpha Cronbach untuk

setiap aspek sebesar 0,82 untuk physical aggression, 0,81 untuk verbal

aggression, 0,83 untuk anger dan 0,80 untuk hostility. Uji daya diskriminasi aitem

dan reliabilitas dilakukan lagi oleh peneliti dengan data try-out terpakai dan

ditemukan 2 aitem gugur menyisakan 27 aitem yang reliabel dengan koefisien

Alpha Cronbach sebesar 0,915. Koefisien reliabilitas ini berada pada kisaran 0,9

sampai 1,0 sehingga dapat dikatakan bahwa alat ukur yang digunakan sangat

reliabel (Azwar, 2001). Koefisien diskriminasi aitem pada skala ini bergerak

(21)

12

Hasil

Data Deskriptif

Tabel 1. Statistik deskriptif skala spiritualitas dan agresivitas terhadap pemeluk agama lain

No. Skala N Min Max M SD

1. Spiritualitas

417 74 138 113,87 10,313

2. Agresivitas 27 93 46,53 12,444

Tabel 1 merupakan statistik deskriptif dari skor partisipan untuk setiap

variabel. Peneliti kemudian membagi skor dari setiap skala menjadi 5 kategori

mulai dari “sangat rendah” hingga “sangat tinggi”. Interval skor untuk setiap

kategori ditentukan dengan menggunakan rumus interval dalam Hadi (2000).

Tabel 2 dan 3 menunjukkan jumlah partisipan untuk setiap kategori pada

masing-masing variabel.

Tabel 2. Kriteria skor spiritualitas

No. Interval Kategori F Persentase Mean

Tabel 3. Kriteria skor agresivitas terhadap pemeluk agama lain.

No. Interval Kategori F Persentase Mean

Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat spiritualitas

partisipan berada pada kategori tinggi, sedangkan rata-rata tingkat agresivitas

(22)

13

Uji Asumsi

Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang digunakan untuk

mengetahui ada atau tidaknya korelasi anatara spiritualitas dengan agresivitas

terhadap pemeluk agama lain. Namun sebelum dilakukan uji korelasi, peneliti

harus melakukan uji asumsi terlebih dahulu untuk menentukan jenis statistik

parametrik atau non-parametrik yang akan digunakan untuk uji korelasi.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov yang

menunjukkan skala spiritualitas (K-S-Z = 1,462, p = 0,028, p < 0,05) dan

skala agresivitas terhadap pemeluk agama lain (K-S-Z = 1,706, p =

0,006, p < 0,05). Hasil ini menunjukkan data-data yang didapat tidak

berdistribusi normal.

2. Uji Linearitas

Hasil uji linearitas menunjukkan adanya hubungan yang linear antara

spiritualitas dengan agresivitas terhadap pemeluk agama lain dengan

deviation from linearity sebesar 0,184 (p > 0,05).

Uji Korelasi

Berdasarkan uji asumsi yang telah dilakukan, diketahui bahwa data yang

diperoleh tidak berdistribusi normal dan variabel-variabel penelitian linear maka

uji korelasi dilakukan dengan menggunakan statistik non-parametrik. Uji korelasi

yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi Spearman rho. Tabel 4

(23)

14

Tabel 4. Korelasi antara spiritualitas dengan agresivitas terhadap pemeluk agama lain

*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).

Hasil dari uji korelasi menunjukkan adanya korelasi negatif yang

signifikan antara spiritualitas dengan agresivitas terhadap pemeluk agama lain, r =

-0,112 dengan p < 0,05. Hal ini berarti hipotesis penelitian yang menyatakan

adanya korelasi negatif antara spiritualitas dengan agresivitas terhadap pemeluk

agama lain pada mahasiswa UKSW diterima. Korelasi antara spiritualitas dengan

agresivitas terhadap pemeluk agama lain berada pada kisaran -0,00 sampai -0,29

Sehingga dapat dikatakan spiritualitas dengan agresivitas terhadap pemeluk

agama lain memiliki korelasi yang lemah (Jackson, 2006).

Korelasi setiap aspek spiritualitas dan terhadap variabel agresivitas

terhadap pemeluk agama lain akan disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 5. Hubungan setiap aspek spiritualitas dengan variabel agresivitas terhadap pemeluk agama lain.

(24)

15

Pembahasan

Hasil uji korelasi yang menunjukkan adanya korelasi negatif yang

signifikan antara spiritualitas dengan agresivitas terhadap pemeluk agama lain

pada mahasiswa UKSW (r = -0,112). Ini menunjukkan semakin tinggi spiritualitas

mahasiswa UKSW, semakin rendah agresivitasnya terhadap pemeluk agama lain.

Sebaliknya, semakin rendah spiritualitas mahasiswa UKSW maka semakin tinggi

tingkat agresivitasnya terhadap pemeluk agama lain.

Korelasi negatif yang signifikan antara spiritualitas dengan agresivitas

terhadap pemeluk agama lain pada mahasiswa UKSW serupa dengan hasil dari

penelitian-penelitian sebelumnya mengenai hubungan spiritualitas dengan

agresivitas. Austin dan Falconier (2012) menemukan bahwa spiritualitas

berhubungan negatif dengan agresi. Mahoney et al (dalam Austin & Falconier,

2012) mengemukakan bahwa spiritualitas melindungi individu dari melakukan

agresi dengan menawarkan strategi mengatasi stressor (seperti meditasi dan

berdoa) atau dengan meningkatkan kecenderungan individu untuk lebih menerima

dan mengurangi konflik yang bisa mencegah individu melakukan agresi. Austin

dan Falconier (2012) menuliskan bahwa praktek spiritual (seperti berdoa dan

meditasi) membantu untuk mengurangi stress dan mencegah stress tersebut

diwujudkan dalam bentuk perilaku sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya

agresi.

Carlozzi dkk (2009) mengungkapkan bahwa praktek spiritual seperti

berdoa dan meditasi dapat mengurangi stress dan anger serta menuntun ke

(25)

16

praktek spiritual serta mencari makna dari stressful event yang terjadi dalam

kehidupan dapat bangkit dari frustasi yang mereka rasakan dengan merubah

makna dari stressful event dan kondisi emosional seperti anger dibandingkan

dengan mereka yang tidak. Spiritualitas berperan dalam memanajemen emosi dan

agresi sehingga meningkatkan kontrol atas keinginan pada individu

(Mahmoudvand dkk, 2014).

Tabel 5 menunjukkan dua aspek dari tiga aspek spiritualitas memiliki

hubungan negatif yang signifikan dengan agresivitas terhadap pemeluk agama

lain. Pertama, aspek relationships berhubungan negatif dengan agresivitas

terhadap pemeluk agama lain dengan r = -0,147 (p < 0,05). Hal ini mungkin

terjadi karena aspek ini yang mengatur individu dalam setiap hubungan individu

dengan siapapun yang dalam penelitian ini adalah individu pemeluk agama lain.

Individu yang tidak memiliki sebuah integrasi dalam hubungan dengan pemeluk

agama lain berdasarkan pada rasa hormat yang mendalam dan penghormatan

terhadap kehidupan serta menganggap kehidupan adalah hal yang sepele, tidak

ragu untuk saling menyakiti, atau bahkan saling merusak antar sesama manusia

(Delaney dalam Wardhani & Wahyuningsih 2008).

Kedua, aspek ecoawareness juga berhubungan negatif yang signifikan

dengan agresivitas terhadap pemeluk agama lain dengan r = -0,098 (p <0,01).

Ecoawareness merupakan aspek yang berkaitan dengan integrasi hubungan

dengan alam juga dengan Yang Maha Kuasa. Menurut Humphreys (2000) koneksi

atau hubungan yang baik dengan higher power atau Yang Maha Kuasa

(26)

17

dengan Yang Maha Kuasa memfasilitasi relaksasi, menenangkan pikiran,

membaurkan rasa terganggu akan orang lain sehingga mengurangi distress yang

bisa menjadi agresi.

Sedangkan aspek self-discovery tidak berhubungan dengan agresivitas

terhadap pemeluk agama lain. Stevens (2005) menuliskan bahwa beberapa

individu terkadang mencapai tujuan hidupnya dengan menghukum orang lain.

Individu yang mencari makna hidupnya melakukan kekerasan terhadap pemeluk

agama lain jika memang diperlukan untuk melindungi agamanya (Shah, 2005).

Sehingga hasil uji statistik tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara

self-discovery dengan agresivitas terhadap pemeluk agama lain.

Tabel 3 menunjukkan mahasiswa UKSW yang memiliki tingkat

agresivitas terhadap pemeluk agama lain pada kategori sedang sebanyak 43 orang,

kategori tinggi sebanyak 6 orang dan kategori sangat tinggi sebanyak 4 orang. Hal

ini menunjukkan bahwa meskipun di UKSW belum pernah terjadi konflik antar

agama pada mahasiswa, namun ada potensi konflik terjadi di UKSW.

Berdasarkan hasil uji korelasi, adapun sumbangan efektif yang diberikan

oleh spiritualitas terhadap agresivitas terhadap pemeluk agama lain berdasarkan

perhitungan adalah sebesar 1,25%. Ini berarti spiritualitas memiliki kontribusi

sebesar 1,25% terhadap agresivitas terhadap pemeluk agama lain, sedangkan

98,75% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar spiritualitas seperti frustasi,

kekuasaan, kepatuhan, kehadiran senjata, provokasi, obat-obatan, alkohol dan

(27)

18

Kesimpulan dan saran Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan antara

spiritualitas dengan agresivitas terhadap pemeluk agama lain pada mahasiswa

UKSW, maka dapat disimpulkan:

1. Ada hubungan negatif yang signifikan antara spiritualitas dengan

agresivitas terhadap pemeluk agama lain pada mahasiswa UKSW.

2. Sebagian besar mahasiswa memiliki tingkat spiritualitas yang berada

pada kategori sangat tinggi dan juga sebagian besar mahasiswa memiliki

tingkat agresivitas terhadap pemeluk agama lain yang pada kategori

sangat rendah.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian serta mengingat masih banyaknya

keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memiliki beberapa saran sebagai

berikut:

a. Bagi mahasiswa

Agresivitas terhadap pemeluk agama lain yang dimiliki mahasiswa dapat

dicegah dengan meningkatkan ecoawareness mahasiswa melalui praktek spiritual

seperti berdoa dan meditasi sehingga meminimalisir kemungkinan terjadinya

agresivitas terhadap pemeluk agama lain. Meningkatkan relationships atau rasa

hormat terhadap kehidupan dengan tetap menjaga relasi baik dengan pemeluk

agama lain di lingkungan sekitar juga dapat meminimalisir kemungkinan

(28)

19

b. Bagi pihak UKSW

Spiritualitas sebagai salah faktor yang mempengaruhi tingkat agresivitas

terhadap pemeluk agama lain harus dipertahankan. Rata-rata tingkat spiritualitas

yang dimiliki mahasiswa UKSW berada pada kategori tinggi. Bagi pihak UKSW

yang menjadi tempat para mahasiswa mencari ilmu dapat mempertahankan hal ini

dengan tetap menghimbau mahasiswa untuk mengikuti ibadah Senin, ibadah

Perayaan Natal, Kegiatan Bakat Minat yang bersifat kerohanian dan sebagainya

sebagai salah satu bentuk praktek spiritual yang dapat mempertahankan

spiritualitas mahasiswa UKSW.

Selain menggunakan praktek spiritual, tingkat spiritualitas dapat

dipertahankan atau bahkan meningkat dengan memfasilitasi mahasiswa UKSW

yang beranekaragam tetap bersosialisasi satu dengan yang lain. Memfasilitasi

dengan kegiatan atau kepanitiaan yang melibatkan interaksi antar mahasiswa

UKSW sehingga meningkatkan rasa hormat terhadap kehidupan yang dapat

meminimalisir agresivitas terhadap pemeluk agama lain.

Berdasarkan hasil uji statistik, spiritualitas hanya memiliki sumbangan

yang kecil terhadap agresivitas terhadap pemeluk agama lain. Sumbangan yang

kecil menunjukkan bahwa selain dari menggunakan kegiatan yang meningkatkan

spiritualitas mahasiswa UKSW, pihak UKSW bisa mencoba menggunakan cara

lain untuk meminimalisir agresivitas terhadap pemeluk agama lain.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini menggunakan skala berbahasa Inggris yang kemudian

(29)

20

terlebih dahulu dan berupaya untuk menggunakan bahasa yang sederhana dan

mudah dimengerti. Namun saat skala disebarkan, ada beberapa aitem yang masih

membingungkan partisipan, khususnya pada skala agresivitas terhadap pemeluk

agama lain. Hal ini dapat berakibat terhadap reliabilitas dan validitas alat ukur

seperti yang sudah dijabarkan dalam uji validitas dan reliabilitas alat ukur.

Disarankan agar untuk pemakaian alat ukur yang sama di lain waktu dapat

terlebih dahulu mengkonsultasikan pernyataan setiap aitem kepada ahli-ahli

bahasa.

Sampel dalam penelitian ini belum representatif atau mewakili populasi

penelitian karena komposisi agama yang dianut oleh para partisipan berbeda

dengan komposisi agama pada populasi. Hal ini mungkin mempengaruhi hasil

korelasi yang diperoleh dalam penelitian ini. Bagi peneliti selanjutnya, dianjurkan

untuk lebih memperhatikan komposisi sampel dan populasi penelitian.

Kontribusi variabel spiritualitas yang sebesar 1,25% terhadap agresivitas

terhadap pemeluk agama lain pada mahasiswa UKSW bisa menjadi masukan bagi

penelitian selanjutnya dengan topik agresivitas. Penelitian selanjutnya bisa

meneliti variabel lain di luar spiritualitas frustasi, kekuasaan, kepatuhan,

kehadiran senjata, provokasi, obat-obatan, alkohol dan suhu udara (Koeswara,

1988) untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel lain terhadap agresivitas

(30)

21

Daftar Pustaka

Abd-El-Fattah, S. M. (2007). Is the Aggression Questionnaire bias free? A Rasch analysis. International Education Journal, 8(2), 237-248.

ADI & IAN. (2012, May 6). Jemaat HKBP Filadelfia kembali dilarang

Armando, A. (2014, March 24). Ketika pembangunan gereja (lagi-lagi) dilarang:

kasus Bekasi. Retrieved May 6, 2015, from

http://sosbud.kompasiana.com/2014/03/24/ketika-pembangunan-gereja-lagi-lagi-dilarang-kasus-bekasi-641213.html.

Austin, J. L. & Falconier, M. K. (2012). Spirituality and Common Dyadic Coping: Protective Factors From Psychological Aggression in Latino Immigrant Couples. Journal of Family Issues, 34(3), 323–346.

Azwar, S. (2001). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

---. (2012). Penyusunan skala psikologi edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Buss, A. H. & Perry, M. (1992). The Aggression Questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 63, No. 3, 452-459.

Carlozzi, B. L., Winterowd, C., Harrist, R. S., Thomason, N., Bratkovich, K. & Worth, S. (2010). Spirituality, Anger, and Stress in Early Adolescents. Journal Relig Health 49: 445-459.

Delaney, C. (2005). The Spirituality Scale. Journal of Holistic Nursing 23, 145-167.

Hadi, S. (2000). Statistik. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Hedo, D. J. Y. P. K. & Sudhana, H. (2014). Perbedaan Agresivitas pada Anak Usia Dini yang Dibacakan Dongeng Dengan yang Tidak Dibacakan Dongeng Sebelum Tidur Oleh Ibu. Jurnal Psikologi Udayana, Vol. 1, No. 2, 213-226.

(31)

22

Humphreys, J. (2000). Spirituality and Distress in Sheltered Battered Women. Journal of Nursing Scholarship 3: 273-278.

Jackson, S. L. (2006). Research methods and statistics: a critical thinking approach. Belmont: Thomson Wadsworth.

Koeswara, E. (1988). Agresi manusia. Bandung: PT Eresco.

Mahmoudvand, M., Dehnavi, G. D. & Naseri, S. (2014). A Study on Relationship between Spirituality and Aggression among Students. International Journal of Psychology and Behavioral Research Vol 1(2), 84-91.

Nelson, J. M. (2009). Psychology, religion, and spirituality. USA: Springer.

Oratmangun, P. & Herawati, Y. (2012, July 25). Tergusur dan dihantui kekerasan

di Ambon. Retrieved March 6, 2015, from

http://khabarsoutheastasia.com/id/articles/apwi/articles/features/2012/07/2 5/feature-03.

Setiawan, N. (2007). Penentuan ukuran sampel memakai rumus Slovin dan tabel Krejcie-Morgan: Telaah konsep dan aplikasinya. Retrieved May 13, 2015 from http://www.statistikian.com/2012/08/rumus-slovin-besar-sampel-penelitian.html.

Shah, Z. (2005). Jihad and Terrorism: A Comparative Study. The Dialogue Vol. 4 Number 4, 526-554.

Stevens, M. J. (2005). What is Terrorism and Can Psychology Do Anything to Prevent It?. Behavioral Sciences and the Law 23: 507–526.

Suryadinata, L., Arifin, E. N. & Ananta, A. (2003). Indonesia’s population. Singapore: Institute of Southeast Asian Studie.

Gambar

Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat spiritualitas
Tabel 4. Korelasi antara spiritualitas dengan agresivitas terhadap pemeluk agama lain
Tabel 5 menunjukkan dua aspek dari tiga aspek spiritualitas memiliki
Tabel 3 menunjukkan mahasiswa UKSW yang memiliki tingkat

Referensi

Dokumen terkait

The rich spectral context of the multispectral image is combined with the high spatial resolution of the panchromatic image, applying image fusion – pansharpening, facilitating in

The correlation function differs for individual reflectors: the peak is high and thin for the areas on the rock, but it is lower and wider for the areas on the glacier due to

[r]

Dengan pelaksanaan sisitem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) yang telah diterapkan, maka kesalahan akan perhitungan atau kurang akuratnya data yang

Aktifitas siswa selama pembelajaran dengan menggunakan media cerpen mengalami kenaikan dari pertemuan I hingga pertemuan II yaitu sebesar 84%

Mata kuliah Struktur Kayu merupakan mata kuliah teori yang membahas tentang: (1) sifat-sifat kayu (sifat fisik dan mekanis), cacat-cacat pada kayu, (2)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ilmu Keperawatan Dasar II dengan dosen pembimbing Ns.. Innez Karunia

Adapun progam BPJS kesehatan berupa perlindungan kesehatan agar peserta jaminan kesehatan dapat memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan juga manfaat