• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTOGRAPH DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTOGRAPH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTOGRAPH DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTOGRAPH."

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW MENGGUNAKAN

SOFTWARE AUTOGRAPH DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL MENGGUNAKAN

SOFTWARE AUTOGRAPH

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH : YUSLINAWATI NIM : 8106171040

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)

PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW MENGGUNAKAN

SOFTWARE AUTOGRAPH DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL MENGGUNAKAN

SOFTWARE AUTOGRAPH

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH : YUSLINAWATI NIM : 8106171040

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

YUSLINAWATI. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Komunikasi Dan Kemandirian Belajar Matematika Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Menggunakan Software Autograph Dengan Pembelajaran Konvensional Menggunakan Software Autograph. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang menggunakan software Autograph dengan pembelajaran secara konvensional yang menggunakan software Autograph. (2) Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan kemandirian belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang menggunakan software Autograph dengan pembelajaran secara konvensional yang menggunakan software Autograph. (3) bagaimana proses penyelesaian jawaban yang di buat siswa dalam menyelesaikan masalah yang terkait dengan kemampuan komunikasi kedua pembeajaran. (4) Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang menggunakan software Autograph.

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Populasi penelitian ini siswa SMPN 1 Takengon. Pemilihan sampel dilakukan secara random dengan mengacak kelas. Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1) tes kemampuan komunikasi dengan materi statistika (2) skala kmandirian belajar (3) angket respon. Adapun tes yang digunakan untuk memperoleh data adalah berbentuk uraian. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik nonparametrik. Analisis statistik data dilakukan dengan analisis uji-t dan Mann Withney.

(8)

komponen dan proses pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang menggunakan software Autograph adalah positif.

(9)

ABSTRACT

YUSLINAWATI. The Difference Of The Increased Communication Ability And self Regulated Learning Mathematics Junior High School Student Through Jigsaw Cooperative Learning Using Software Autograph By Learning Conventional Using Software Autograph. Thesis. Medan: Postgraduate of Study Mathematic Education University of Negeri Medan, 2012.

This research is aimed 1) Whether there is a significant difference between an increase in math communication skill of students through jigsaw cooperative lerning using software Autograph by learning conventional using software Autograph. 2) Whether there is a significant difference between an increase in self regulated learning of students through jigsaw cooperative learning using software Autograph by learning conventional using software Autograph. 3) How is process of resolving the answer being made of students in resolve problems related to the ability of communication both learning. 4) How is the students respone against cooperative type jigsaw using software Autograph.

This research is quasi experiment. The population of study was the students of SMPN 1 Takengon. The Sample was choosen randomly with random class. The instruments in this research are: 1) the ability test of mathematical communication 2) The scale of self-reliance learning 3) The chief response. The data analysis of this research using descriptive statistic analysis and nonparametric statistic analysis. Analysis of data statistic by held test-t analysis and Mann Withney.

Findings of this study are: (1) there is ne significant difference between improvement of communication math student learning through cooperative type jigsaw using Autograph software by learning conventional using Autograph software (2) there is a significant difference between independency enhancement of learning students through learning cooperative type Jigsaw using Autograph software by learning conventional using Autograph software (3) The process students answer on learning cooperative type jigsaw using software Autograph more varied than learning conventional using Autograph software (4) The student response against cooperative type jigsaw learning using software Autograph is positive.

(10)

students’ behavior as one alternative to implementation of innovative mathematic learning.

(11)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat

Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN

KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP MELALUI

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW MENGGUNAKAN

SOFTWARE AUTOGRAPH DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL

MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTOGRAPH” dapat diselesaikan. Tesis ini

disusun dalam rangka memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Magister

Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika di Program Pascasarjana

Universitas Negeri Medan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. KMS M. Amin Fauji, M.Pd selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Edi

Syahputra, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Pascasarjana UNIMED sekaligus pembimbing II dan ditengah-tengah

kesibukannya telah memberikan bimbingan, arahan dengan sabar dan kritis

terhadap berbagai permasalahan, dan selalu mampu memberikan motivasi bagi

penulis sehingga terselesaikannya tesis ini.

2. Bapak Hasratuddin, M.Pd selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan

(12)

membantu dalam memberikan arahan kepada penulis dalam penyelesaian tesis

ini.

3. Bapak Dapot Tua Manullang, SE selaku Staf Program Studi Pendidikan

Matematika Pascasarjana UNIMED yang telah banyak memberikan semangat

dan membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini

4. Prof. Dian Armanto, M.Pd., MA.,M.Sc.,Ph.D; selaku narasumber yang telah

memberikan saran dan kritik yang membangun untuk menjadikan tesis ini

menjadi lebih baik.

5. Bapak Prof. Dr. Pargaulan Siagian, M.Pd; selaku narasumber yang telah

memberikan saran dan kritik yang membangun untuk menjadikan tesis ini

menjadi lebih baik.

6. Bapak Syarifuddin, M.Sc, Ph.D selaku Asisten Direktur I Program Pascasarjana

UNIMED.

7. Bapak Raduan, S.Pd selaku Kepala SMP Negeri 1 Takengon beserta seluruh

dewan guru yang telah memberikan kesempatan dan izin kepada penulis untuk

melakukan penelitian.

8. Ayahanda Pelda Zainuddin dan Arlina serta kakanda Yusmika Indah S.E, Zhoni

Arlianto S.Pd, adinda Bintang Zailin, yang senantiasa memberikan motivasi dan

doa.

Semoga Allah membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta

saudara/i, kiranya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Semoga tesis ini dapat

bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya matematika. Mungkin

(13)

mengharapkan sumbangan berupa pemikiran yang terbungkus dalam saran dan kritik

yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, November 2012 Penulis,

(14)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 19

1.3 Batasan Masalah ... 20

1.4 Rumusan Masalah ... 20

1.5 Tujuan Penelitian ... 21

1.6 Manfaat Penelitian... 22

1.7 Definisi Operasional ... 22

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 25

2.1 Kerangka Teoritis ... 25

2.1.1 Kemampuan Komunikasi Matematika ... 25

2.1.2 Kemandirian Belajar Siswa ... 33

(15)

2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif ... 45

2.1.5 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 52

2.1.6 Pembelajaran Konvensional ... 59

2.1.7 Teori Belajar Pendukung ... 63

2.1.8 Penelitian Yang Relevan ... 74

2.2 Kerangka Konseptual ... 76

2.3 Hipotesis Penelitian ... 86

BAB III METODE PENELITIAN ... 88

3.1 Jenis Penelitian... 88

3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian ... 88

3.3 Populasi Dan Sampel ... 88

3.4 Desain Penelitian ... 91

3.5 Variabel Penelitian ... 93

3.6 Instrumen Penelitian ... 93

3.7 Analisis Data ... 111

3.8 Teknik Analisis Data ... 113

3.9 Prosedur Penelitian ... 121

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 124

4.1 Hasil Analisis Data ... 124

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 167

4.3 Diskusi Hasil Penelitian ... 182

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... 190

DAFTAR PUSTAKA... 193

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Posisi Indonesia Dibandingkan Negara Lain (PISA) ... 4

Tabel 1.2 Tabel Frekuensi Data Tunggal ... 7

Tabel 1.3 Distribusi Frekuensi ... 8

Tabel 2.1 Perbandingan Empat Pendekatan Terhadap Coooperatif Learning .. 50

Tabel 2.2 Sintaksis Model Coooperatif Learning ... 51

Tabel 2.3 Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu ... 57

Tabel 2.4 Tingkat Penghargaan Kelompok... 58

Tabel 2.5 Langkah-langkah Pembelajaran Konvensional ... 60

Tabel2.6 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Pembelajran Konvensional ... 61

Tabel 3.1 Rekapitulasi SMP Negeri Kota Takengon 2011/2012 ... 89

Tabel 3.2 Rancangan Penelitian ... 91

Tabel 3.3 Tabel Weiner Keterkaitan Antara Variabel Bebas Dan Variabel Terikat ... 58

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematika ... 94

Tabel 3.5 Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematika ... 95

Tabel 3.6 Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 100

Tabel 3.7 Rangkuman Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematika ... 102

Tabel 3.8 Karakteristik Dari Tes Kemampuan Komunikasi Matematika ... 108

Tabel 3.9 Karakteristik Dari Skala Kemandirian Belajar ... 108

(17)

Tabel 4.1 Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematika Kelas

Eksperimen ... 125

Tabel 4.2 Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematika Kelas

Kontrol .. ... 127

Tabel 4.3Rataan N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematika Di Kelas

Eksperimen Dan Kontrol ... 129

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas N-Gain Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol131

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Varians Gain Kelas Eksperimen Dan Kelas

Kontrol ... 132

Tabel 4.6 Deskripsi Uji Perbedaan Rata-rata N-Gain Kemampuan Komunikasi

Matematika ... 134

Tabel 4.7 Hasil Kemandirian Belajar Siswa Kelas Eksperimen ... 135

Tabel 4.8 Hasil Kemandirian Belajar Siswa Kelas Kontrol .. ... 137

Tabel 4.9 Rataan Gain Kemandirian Belajar Siswa Di Kelas Eksperimen Dan

Kontrol ... 138

Tabel 5.1 Deskripsi Uji Perbedaan Rata-rata Gain Kemandirian Belajar

Siswa ... 140

Tabel 5.2 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan

Komunikasi Matematika Dan Kemandirian Belajar Siswa ... 141

Tabel 5.3 Respon Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Menggunakan Software AutographMatematika ... 161

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Proses Penyelesaian Jawaban Komunikasi Matematika Siswa.. ... 7

Gambar 1.2 Proses Penyelesaian Jawaban Komunikasi Matematika Siswa ... 9

Gambar 2.1 Siklus Kemandirian Belajar ... 36

Gambar 2.2 Pembentukan Kooperatif Tipe Jigsaw... 53

Gambar 4.1 Diagram Batang Tes Kemampuan Komunikasi Matematika Kelas Eksperimen ... 126

Gambar 4.2 Diagram Batang Tes Kemampuan Komunikasi Matematika Kelas Kontrol.. ... 127

Gambar 4.3 Diagram Batang Gain Kemampuan Komunikasi Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 129

Gambar 4.4 Diagram Batang Kemandirian Belajar Siswa Kelas Eksperimen136 Gambar 4.5 Diagram Batang Kemandirian Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 137

Gambar 4.6 Diagram Batang Gain Kemandirian Belajar Siswa Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 139

Gambar 4.7 Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematika Butir Soal Nomor 1 ... 144

Gambar 4.8 Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematika Butir Soal Nomor 2 ... 147

Gambar 4.9 Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematika Butir Soal Nomor 3 ... 150

Gambar 5.1 Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematika Butir Soal Nomor 4 ... 151

(19)

Gambar 5.3 Penyelesaian Masalah Pada LAS 1 ... 155

Gambar 5.4 Penyelesaian Masalah Pada LAS 2 ... 156

Gambar 5.5 Penyelesaian Masalah Pada LAS 3 ... 157

Gambar 5.6 Penyelesaian Masalah Pada LAS 4 ... 158

Gambar 5.7 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Tahap 1 ... 162

Gambar 5.8 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Tahap 2 ... 163

Gambar 5.9 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Tahap 3 ... 164

Gambar 6.1 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Tahap 4 ... 165

Gambar 6.2 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Tahap 5 ... 165

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A ... 201

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 202

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 231

3. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 243

4. Lembar Ahli ... 269

LAMPIRAN B ... 321

5. Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematika ... 322

6. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematika ... 323

7. Tes Kemampuan Komunikasi Matematika ... 325

8. Kisi-Kisi Kemandirian Belajar Siswa ... 330

9. Deskriftif Indikator Dan Daftar Pertanyaan Skala Kmeandirian Belajar Siswa... 331

10.Skala Kemandirian Belajar Siswa ... 333

11.Angket Respon Siswa ... 336

12.Lembar Perasaan Siswa ... 338

LAMPIRAN C ... 342

13.Validator Ahli Perangkat Pembelajaran ... 343

14.Tahap Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dan Instrumen Penelitian ... 344

15.Hasil Validasi Ahli Terhadap Perangkat Pembelajaran ... 349

16.Hasil Validasi Ahli Terhadap Instrumen Pembelajaran ... 352

(21)

LAMPIRAN D ... 376

18.Daftar Nama Siswa Kelas eksperimen ... 377

19.Daftar Nama Siswa Kelas Kontrol ... 378

20.Nilai Pretes, Postes, Gain Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 379

21.Nilai Pretes, Postes, Gain Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 382

22. Nilai Pretes, Postes, Gain Kemandirian Belajar Siswa Kelas Eksperimen ... 385

23. Nilai Pretes, Postes, Gain Kemandirian Belajar Siswa Kelas Kontrol 388 LAMPIRAN E ... 391

24.Hasil SPSS Pretes, Postes, Gain Kemampuan Komunikasi Matematika Kelas Eksperimen ... 392

25.Hasil SPSS Gain Kemandirian Belajar Siswa ... 403

LAMPIRAN F ... 405

26. Jadwal Penelitian ... 241

LAMPIRAN G ... 407

27. Dokumentasi Penelitian ... 408

LAMPIRAN H

28. Surat Menyurat

(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan

potensi dirinya melalui proses pembelajaran. Pendidikan mempunyai pengaruh

besar terhadap kemajuan teknologi suatu bangsa. Kemapanan dalam bidang

pendidikan akan mendorong teknologi kearah yang lebih baik. Hampir semua

Negara maju memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik dibandingkan Negara

berkembang. Hal ini merupakan bukti pentingnya pendidikan dalam mendukung

kemajuan teknologi.

Setiap bangsa perlu mempersiapkan segalanya dalam menghadapi

pengaruh pendidikan terhadap kemajuan teknologi, diantaranya dengan

peningkatan kualitas pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan tentunya harus

dijadikan prioritas utama. Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang

sistem pendidikan Nasional Bab II pasal 3 dikemukakan,

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi Warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” (UU Sisdiknas, 2003).

Dengan meningkatkan kualitas pendidikan diharapkan akan

menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkemampuan unggul,

(23)

2

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Dengan demikian

semakin ada tuntutan untuk mengimbangi kemajuan tersebut, tentunya diperlukan

peningkatan kualitas pendidikan dalam berbagai bidang, diantaranya matematika.

Matematika merupakan pengetahuan yang mempunyai peran yang sangat besar

dalam kehidupan sehari-hari.

Peran dan fungsi matematika dalam kehidupan sehari-hari seperti tertuang

pada tujuan umum matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah,

yaitu:

1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di

dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan,

bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur,

efektif dan efisien.

2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola

pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari

berbagai ilmu pengetahuan,” (Depdiknas, 2004).

Peningkatan kualitas pendidikan selalu ditempatkan sebagai subjek

penting di dalam sistem pendidikan di setiap Negara. Begitu pentingnya

matematika sehingga secara formal pelajaran matematika telah diberikan kepada

siswa sejak SD, SMP, SMA hingga Universitas, dengan harapan akan melahirkan

sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Dalam bidang matematika

Indonesia pernah beberapa kali meraih prestasi internasional, sebagaimana

dikatakan Pramita (2011), Indonesia menorehkan prestasi membanggakan dengan

menjadi juara umum lomba Wizard at Mathematics Internasional Competition

(24)

3

Oktober 2011 (http://indonesiaproud.wordpress.com), Indonesia diwakili empat

pelajar SMP meraih dua emas, satu perak dan satu perunggu untuk kompetisi

individual dan satu emas untuk kompetisi tim.

Prestasi lainnya yang menjadi nilai tambah dalam menjunjung nama

Indonesia pada kompetisi matematika internasional atau International

Mathematics Competition (IMC) 2010 di Incheon, Korea Selatan, tanggal

25-29 Juli 2010 (Yuwanto, 2010). Direktorat pembinaan sekolah

menengah pertama direktorat jenderal manajemen pendidikan dasar dan

menengah kemendiknas mengirimkan empat siswa pada ajang yang diikuti oleh

26 negara. para pelajar SMP berhasil meraih 1 medali emas, 1 medali perak, dan 1

medali perunggu. Ajang kompetisi ini diselenggarakan untuk memotivasi siswa

dan guru dalam meningkatkan pengajaran dan pembelajaran matematika,

pemikiran keterampilan tinggi, juga dijadikan sarana untuk membangun jaringan

kerja sama di antara peserta, guru, dan perbaikan ke depan dalam bidang

matematika.

Dari satu sisi, prestasi dalam bidang matematika tentunya merupakan

suatu kebanggaan bagi masyarakat Indonesia dan bagi dunia pendidikan

matematika pada khususnya, tetapi jika dilihat dari sisi lain ternyata pada

umumnya prestasi matematika siswa masih berada di bawah. Hal tersebut bisa

dilihat dari hasil tes perolehan Programme International Student Assessment

(PISA) (Puspendik, 2011) menunjukkan bahwa rata-rata skor prestasi literasi

matematika siswa Indonesia berada signifikan di bawah rata-rata internasional.

Tabel dibawah ini menunjukkan peringkat prestasi literasi matematika

(25)

4

Tabel 1.1.

Posisi Indonesia Dibandingkan Negara-Negara Lain Berdasarkan Pisa

Tahun

Jadi prestasi yang diraih beberapa siswa Indonesia dalam beberapa ajang

matematika tersebut kurang berarti bila rata-rata kemampuan siswa di bidang

matematika masih rendah. Keadaan ini tentunya sangat ironis melihat peran

matematika sebagai ilmu dasar untuk pengembangan sains dan teknologi. Salah

satu keberhasilan program belajar-mengajar diantaranya bergantung pada bentuk

komunikasi yang digunakan guru, pada saat berinteraksi dengan siswa,

kemampuan komunikasi sangat berpengaruh pada konsep mengajar antara guru

dan siswa. Ansari (2009: 20) mengatakan kompetensi yang dikembangkan dalam

komunikasi matematika sebagai alat bantu berpikir, alat untuk memecahkan

masalah, mengambil keputusan dan sebagai aktivitas sosial yang merupakan

bagian terpenting untuk mempercepat pemahaman siswa.

Kemampuan komunikasi matematika juga sesuai dengan standar

pendidikan matematika yang ditetapkan oleh National Council of Teachers of

Mathematics (2000:7). Dalam NCTM tersebut, kemampuan-kemampuan standar

yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika meliputi:

1. Kompetensi Pemecahan masalah (Problem solving)

2. Kompetensi Komunikasi (Communication)

(26)

5

4. Kompetensi Penalaran (Reasoning)

5. Kompetensi Representasi (Representation)

Salah satu dari lima standar proses prinsip-prinsip dan standar dari

NCTM, yaitu komunikasi (Van de Walle,2007)

Komunikasi biasa membantu pembelajaran siswa tentang konsep matematika baru ketika mereka memerankan situasi, menggambarkan, menggunakan objek, memberikan laporan dan penjelasan verbal. Juga ketika menggunakan diagram, menulis dan menggunakan simbol matematika. Kesalahpahaman biasa diidentifikasi dan ditunjukkan. Keuntungan sampingannya adalah biasa mengingatkan siswa bahwa mereka berbagi bertanggung jawab dengan guru atas pembelajaran yang muncul dalam pelajaran itu.

Dari prinsip-prinsip dan standar NCTM yang dikemukakan di atas, maka

dapat dikatakan bahwa kemampuan komunikasi matematika merupakan hal yang

sangat penting dan perlu ditingkatkan dalam pembelajaran matematika, untuk

meningkatkan hasil belajar matematika. Aspek komunikasi melatih siswa untuk

dapat mengkomunikasikan gagasannya, baik komunikasi lisan maupun

komunikasi tulisan”. Dewi (2009) mengatakan bahwa ada tiga aspek komunikasi

yang diperlukan dalam komunikasi matematika, yakni keakuratan informasi,

dalam komunikasi matematika keakuratan juga sangat diperlukan agar informasi

yang disampaikan tidak keliru. Bagian ke dua yang tidak kalah pentingnya dalam

komunikasi adalah menyampaikan komunikasi dengan lengkap, dikatakan

lengkap apabila informasi tentang ide/pengetahuan matematika dalam

menyelesaikan masalah matematika disampaikan secara utuh. Selain keakuratan

dan kelengkapan dalam komunikasi matematika, aspek kelancaran juga

merupakan salah satu hal yang diperlukan. Dengan banyaknya gagasan/ide yang

(27)

6

siswa tersebut tidak macet ketika mengkomunikasikan pemahaman

matematikanya.

Komunikasi dalam matematika menolong guru memahami kemampuan

siswa dalam menginterprestasikan dan mengekspresikan pemahamannya tentang

konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Namun, pada kenyataanya

komunikasi merupakan salah satu masalah yang kerap kali dialami oleh siswa di

sekolah, kasus ini pernah peneliti temukan pada beberapa kelas suatu sekolah di

mana siswa sering kali tidak dapat menyelesaikan permasalahan matematika

karena siswa tersebut mengalami kesulitan dalam mengkomunikasikan ide

gagasannya. Temuan ini didukung oleh Fleischma (dalam Puspendik, 2011)

dalam The Program for Internasional Student Assessment (PISA) yang

melibatkan kemampuan komunikasi, menyatakan bahwa kemampuan siswa

Negara Indonesia masih berada pada tingkat rendah dengan skor 391. Hal ini

ditunjukkan dengan siswa hanya biasa menjawab pertanyaan yang biasa, yang

semua informasinya berada pada soal dan siswa hanya mampu mengidentifikasi

informasi dan melakukan prosedur biasa.

Menurut hasil penelitian Hasibuan (2011: 150) yang memperlihatkan

rata-rata kemampuan komunikasi matematika siswa XI SMA berada dalam

klasifikasi kurang, hanya terdapat 8 dari 78 siswa yang menjawab soal tes

kemampuan komunikasi dimana indikatornya menjelaskan ide matematika dengan

grafik dan perlu ditingkatkan lagi. Kemudian Hasil penelitian sribina (2011: 162)

dari hasil postes kelas TPS+ Autograph, diperoleh temuan yakni terdapat seorang

siswa dengan nilai kemampuan komunikasi yang terendah yaitu 50. Hal ini terjadi

(28)

7

matematika yang berkategori sukar. Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh

peneliti sendiri bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa juga masih

tergolong pada tahap rendah. Sebagai contoh dapat dilihat ketika siswa

dihadapkan pada persoalan 1 berikut: Ali mengadakan pengamatan tentang jumlah

angkutan umum dan minibus dijalan tertentu seminggu dan pada waktu tertentu

oleh data sebagai berikut

Tabel 1.2. Tabel Frekuensi Data Tunggal

No Jenis

Gambarlah diagram batang dari data tersebut! Setelah soal ini diujikan

kepada siswa banyak siswa menyelesaikannya seperti ini

(a) (b)

(29)

8

Berdasarkan kedua gambar tersebut dapat dipahami bahwa siswa belum

mampu menggambarkan masalah matematika ke dalam diagram. Banyak

kesalahan yang terjadi mulai dari menggambar diagram batang yang kurang pas,

di mana kesalahannya meletakkan jenis kendaraan/angkutan sesuai dengan jumlah

kendaraan/angkutan umum perhari dapat dilihat pada gambar (a), hingga

menyajikannya dalam bentuk diagram batang tidak benar, tidak menyelesaikan

jawaban untuk jumlah hari berikutnya, dapat dilihat pada jawaban siswa (b).

Persoalan ke-2 dengan materinya adalah menghitung mean (rata-rata)

dengan soal sebagai berikut:

Hampir semua siswa mendapatkan kesulitan menyatakan tabel ke dalam

(30)

9

(a) (b)

Gambar 1.2. Proses Penyelesaian Jawaban Komunikasi Matematika Siswa

Dari masalah di atas menunjukkan proses jawaban siswa ketika

menyelesaikan persoalan matematika kurang baik, ketidakmampuan siswa dalam

menyelesaikan permasalahan dalam bentuk tabel ke dalam ide-ide matematika,

terlihat dari lembar jawaban siswa di atas, siswa tidak memiliki pemahaman

tentang konsep mean (rata-rata) dan modus, akibatnya langkah perhitungan

jawaban siswa tidak benar. sehingga dalam memberikan jawaban, siswa banyak

yang tidak mampu melaksanakannya.

Fakta di atas menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang diterapkan

saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan, dikarenakan pembelajaran

matematika yang dilaksanakan di sekolah masih berpusat pada guru, suasana kelas

cenderung teacher-centered menyebabkan respon siswa kurang dalam mengikuti

pembelajaran, siswa kurang senang dengan suasana belajar di kelas, siswa kurang Siswa tidak memahami

konsep mean dari data berkelompok akibatnya salah dalam perhitungan

(31)

10

senang dengan cara guru mengajar dan siswa kurang senang dengan metode

pembelajaran yang diterapkan sehingga matematika menjadi mata pelajaran yang

kurang diminati oleh sebagian siswa. aktivitas siswa lebih banyak pasif selama

pembelajaran berlangsung. Ketidaksenangan terhadap matematika ini dapat

berpengaruh terhadap aktivitas belajar siswa dalam proses belajar mengajar serta

berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang akan berdampak pada prestasi

belajar matematika. Prestasi belajar seorang siswa akan dipengaruhi oleh banyak

faktor baik dari dalam maupun dari luar diri siswa. Aktivitas belajar siswa

merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan belajar mengajar.

Berdasarkan observasi awal di SMP 1 Takengon, guru-guru masih

banyak menggunakan pendekatan pembelajaran secara konvensional yaitu

pendekatan pembelajaran yang dominan menerapkan metode ceramah di mana

guru lebih aktif sehingga siswa menjadi pasif. Dalam pembelajaran matematika di

kelas dan suasana belajar terkesan kaku yang mengakibatkan proses belajar

mengajar tidak berjalan optimal. Pada pendekatan pembelajaran ini, siswa

diharuskan untuk menghafal materi yang diberikan oleh guru dan tidak untuk

membantu siswa menemukan dan mengembangkan pikirannya mengungkapkan

ide-ide matematika. Sehingga setiap pelajaran matematika yang disampaikan di

kelas lebih banyak bersifat hafalan.

Memang dimungkinkan siswa memperoleh nilai yang tinggi, tetapi

mereka bukanlah pemikir yang baik di kelas dan akan kesulitan dalam

menyelesaikan masalah-masalah matematika siswa. Pembelajaran seperti ini

membuat respon siswa menjadi kurang baik terhadap pembelajaran matematika

(32)

11

belajar mengajar menjadi tidak menarik merupakan permasalahan dalam

pembelajaran.

Nurcahyanti (2011) menyatakan beberapa penyebab rendahnya kualitas

pendidikan adalah rendahnya kualitas guru, keadaan guru di Indonesia juga amat

memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang

memadai untuk menjalankan tugasnya sebagian guru di Indonesia bahkan

dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar

dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sebagai berikut: untuk SD

yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP

54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73%

(swasta). Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan

guru itu sendiri.

Data Balitbang Depdiknas (Dalam Nurcahyanti, 2011) menunjukkan dari

sekitar 1,2 juta guru SD, hanya 13,8% yang berpendidikan diploma

D2-kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680000 guru SLTP/MTs baru 38,8%

yang berpendidikan diploma D3-kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah

menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8 % yang memiliki pendidikan S1 ke atas.

Di tingkat pendidikan tinggi dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang

berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan

pengajaran bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi,

pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin

kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pandidikan

(33)

12

Hal lain yang berkontribusi menyebabkan rendahnya hasil belajar

matematika adalah masih banyak siswa yang beranggapan bahwa matematika

merupakan pelajaran yang sulit, sulitnya siswa memahami materi karena

pembelajaran matematika yang cenderung abstrak, matematika penuh rumus dan

hanya dikuasai oleh siswa yang jenius. Selain faktor pembelajaran, ada faktor lain

yang juga dapat di duga berkontribusi terhadap kemampuan matematika siswa

yaitu kemandirian belajar siswa. Kemandirian belajar menjadi salah satu peluang

siswa meraih keberhasilan dalam belajar. Menurut Subliyanto (2011),

kemandirian belajar adalah aktivitas belajar yang didorong oleh kemauan sendiri,

pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri tanpa bantuan orang lain serta mampu

mempertanggung jawabkan tindakannya.

Terkait dengan kemandirian belajar siswa terhadap matematika, sebagian

besar siswa belum menunjukkan Aktivitas kemandirian belajar. Dalam hal

menemukan, mencari, menyelesaikan permasalahan matematika masih tergantung

pada guru. Sebagian besar siswa juga belum berani mengemukakan ide dan

gagasannya, terlihat dari hasil temuan peneliti. Dari Sembilan aspek yang diukur,

indikator keyakinan pada dirinya sendiri dan indikator mencari sumber yang

relevan termasuk kategori rendah. Hal ini juga terlihat berdasarkan dari hasil

wawancara peneliti dengan guru SMP Pahlawan, di mana ada guru yang

mengatakan bahwa pelajar sekarang banyak yang bersifat seperti ‘paku’, ia baru

bergerak kalau dipukul dengan martil. Para siswa sekarang walau tidak semuanya,

banyak yang bersifat serba pasif. Dalam membaca buku-buku pelajaran saja

misalnya, kalau tidak disuruh atau diperintahkan oleh guru maka buku-buku

(34)

13

Siswa lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain dengan teman

sebayanya dari pada mengulang pembelajaran yang sudah diajarkan, dalam hal ini

kemandirian belajar siswa bagaimana siswa menganalisis soal, memonitor proses

penyelesaian, dan mengevaluasi hasilnya, kurang ditunjukkan pada diri siswa.

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa siswa belum mampu menggunakan

keterampilan berpikirnya. Hasil ini juga didukung oleh penelitian Fauzi (2011:

194) menunjukkan bahwa siswa yang mendapat pendekatan pembelajaran

metakognitif grup (PPMG) memperoleh peningkatan kemandirian belajar yang

lebih besar daripada siswa yang mendapat pendekatan pembelajaran metakognitif

klasikal (PPMK) dan pembelajaran biasa (PB). Namun, berdasarkan kategori

Hake, peningkatan kemandirian belajar siswa di level tinggi dan sedang sekolah

tersebut masih rendah.

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa kemampuan komunikasi dan

kemandirian belajar siswa tehadap matematika merupakan hal yang sangat

penting dan perlu ditingkatkan dalam pembelajaran matematika. Ada beberapa

faktor yang mempengaruhi kemampuan matematika siswa belum maksimal

sepenuhnya ketika proses belajar berlangsung. Beberapa diantaranya yakni,

pembelajaran yang diterapkan guru kurang menarik.

Menyikapi permasalahan dalam pendidikan matematika sekolah tersebut,

terutama menyangkut pentingnya kemampuan dasar dalam matematika seperti

kemampuan komunikasi matematika, dihubungkan dengan aktivitas kemandirian

belajar siswa dalam proses pembelajaran yang dilakukan di kelas atau lingkungan

sekolah sehingga berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa, untuk

(35)

14

membuat pembelajaran matematika di kelas menjadi lebih baik, menarik dan di

sukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan di bangun

sedemikian rupa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat agar

siswa dapat memperoleh hasil belajar yang optimal. Sejalan dengan

berkembangnya penelitian di bidang pendidikan maka ditemukan pendekatan

pembelajaran baru yang dapat meningkatkan interaksi siswa dalam proses belajar

mengajar, yang dikenal dengan pendekatan pembelajaran kooperatif yaitu

merupakan aktivitas pelaksanaan pembelajaran dalam kelompok, yang saling

berinteraksi satu sama lain, di mana pembelajaran adalah bergantung kepada

interaksi antara ahli-ahli dalam kelompok, setiap siswa bertanggung jawab

terhadap proses pembelajaran di kelas dan juga di dalam kelompoknya.

Salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw, yakni suatu pembelajaran secara berkelompok yang terdiri

dari 4-6 orang, heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan

bertanggung jawab secara mandiri. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

merupakan salah satu tipe pembelajaran yang mendorong siswa aktif dan saling

membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang

maksimal (Isjoni, 2010: 77). Pada kegiatan ini guru dalam proses belajar mengajar

berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk

belajar mandiri serta menumbuhkan rasa tanggung jawab serta siswa akan merasa

senang berdiskusi tentang matematika dalam kelompoknya. Pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkankan kemandirian belajar siswa karena

pembelajaran tersebut memerlukan tanggung jawab perseorangan, masing-masing

(36)

15

menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Dengan cara demikian, siswa yang

tidak melaksanakan tugasnya akan diketahui dengan jelas dan mudah, karena

keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota

kelompok. Dengan adanya pertanggungjawaban secara individu menjadikan

setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri

tanpa bantuan orang lain.

Dengan penggunaan Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diyakini dapat

menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh siswa, karena pendekatan

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di desain untuk meningkatkan rasa tanggung

jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.

Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus

siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya.

Problem ini dapat dipermudah dengan adanya media pembelajaran yang

interaktif berbasis ICT. Pemanfaatan media pembelajaran yang berbasis ICT yang

digunakan selama ini masih belum terlaksana dengan baik dikarenakan masih

minimnya pemahaman guru mengenai teknologi, berbagai hasil penelitian

menunjukkan kini masih banyak guru yang masih gagap dalam pemakaian

komputer dalam mengakses informasi dan pemanfaatannya dalam proses

pembelajaran. Hal semacam ini perlu ditanggapi secara positif oleh para guru

sekolah menengah, khususnya guru bidang studi matematika, sehingga komputer

dapat menjadi salah satu media yang digunakan dalam proses pembelajaran.

Menurut Ekawati (2010: 64) ICT dalam hal ini komputer dapat

mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran, karena komputer tidak

(37)

16

Iklim afektif ini akan melibatkan penggambaran ulang berbagai objek yang ada

dalam pikiran siswa. Iklim inilah yang membuat tingkat retensi pengguna

komputer multimedia lebih tinggi daripada bukan pengguna. Dengan kata lain,

pembelajaran berbantuan komputer diharapkan mampu menciptakan lingkungan

belajar yang menstimulasi pelajar untuk menggunakan kemampuan kognitifnya

secara maksimal.

Lebih lanjut Subandi (2006) mengatakan ICT salah satu bagian dari

sistem informasi, bagian penting dari infrastruktur teknologi untuk mengambil,

mengumpulkan, memproses dan memberikan output berbentuk content digital.

Perspektif ICT dalam pendidikan memberikan kontribusi untuk menguatkan

sistem pengelolaan sekolah yang memiliki komitmen untuk melaksanakan

pengembangan secara kontiniu, inovatif guna mendukung efektifitas sekolah.

Kontribusi ini dimungkinkan karena:

a. ICT dapat memberikan kontribusi nyata untuk pengajaran dan

pembelajaran lintas semua subyek dan lintas umum di dalam dan di luar

sekolah.

b. ICT dapat memberikan kesempatan untuk memotivasi siswa dalam

memenuhi kebutuhan-kebutuhan proses belajarnya.

c. ICT dapat menjadikan sekolah-sekolah untuk membagi informasi

manajemen dan praktik secara baik di dalam jaringan-jaringan komunitas

pembelajaran.

d. Sistem informasi manajemen kurikulum terpadu dapat membantu

monitoring kemauan sekolah untuk penilaian pembelajaran dan untuk

(38)

17

e. Dengan penerapan ICT sekolah, guru dapat merencanakan bank mata

ajaran dengan materi pembelajaran dan sumber daya lainnya.

Sejumlah media atau alat teknologi yang dapat membantu dalam proses

pembelajaran di kelas telah banyak diciptakan. Salah satu media yang dikenal

saat ini adalah software (perangkat lunak) salah satunya adalah software

Autograph. Beberapa peneliti telah menunjukkan dampak positif dari penggunaan

software di sekolah terhadap materi pelajaran. Berdasarkan hasil penelitian

Afrianti (2011) kombinasi pendekatan pembelajaran penemuan terbimbing dengan

media software Autograph membantu siswa dan guru mempelajari grafik fungsi

trigonometri. Hasil penelitian Sribina (2011) pembelajaran kooperatif tipe TPS

berbantuan software Autograph memberikan pemahaman siswa terhadap materi

integral pada perhitungan luas daerah pada bidang datar beberapa kurva, di

dukung oleh hasil penelitian Imelda (2011) pembelajaran kooperatif tipe TPS

dengan media software Autograph membantu siswa menentukan bayangan

transformasi.

Berdasarkan hasil penelitian di atas peneliti berharap pembelajaran yang

di ajar dengan software Autograph melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

dapat membantu siswa lebih mudah mempelajari materi statistika, peneliti

melakukan hal yang serupa seperti penelitian sebelumnya menggunakan software

Autograph, namun konteknya berbeda yaitu menggunakan pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw terhadap materi statistika. Dengan pembelajaran secara

konvensional materi ini termasuk sulit untuk dipahami siswa, ketika mempelajari

diagram batang, diagram garis guru lebih memilih menggambarkan di papan tulis

(39)

18

memakan waktu lama dan siswa hanya menggambarkan sedikit contoh diagram

tersebut.

Dengan mengandalkan guru, siswa terkadang jarang atau lupa ketika

diminta menggambarkan kembali atau menuliskan ide matematika dari gambar,

sedangkan jika menggunakan Autograph siswa dapat berulangkali mencoba-coba

menghasilkan banyak contoh diagram, sampai akhirnya siswa dapat mengambil

kesimpulan tentang bagaimana gambar diagram, dan jika siswa ragu dapat

mencoba lagi berulang kali sampai yakin dan terbukti kesimpulan yang

diambilnya. Dengan menggunakan software ini diharapkan dapat membantu guru

dalam membelajarkan matematika, Guru diharapkan juga dapat mengeksplor

perangkat lunak (software) yang lebih beragam sesuai mata pelajaran yang

diajarkan, untuk pengembangan metode pembelajaran di kelas. Sehingga

diharapkan siswa dapat mengetahui, terampil dalam memanfaatkan komputer dan

mengelola informasi untuk proses pembelajaran.

Autograph adalah software untuk matematika tingkat menengah,

desainnya melibatkan tiga prinsip dalam belajar dan pembelajaran yakni

fleksibilitas, berulang-ulang, menarik kesimpulan. Autograph akan membantu

siswa dalam melakukan percobaan sehingga dimungkinkan menemukan hal-hal

yang baru. Siswa dapat menguji lebih banyak contoh-contoh dalam waktu singkat

daripada menggunakan tangan, Dengan Penggunaan media komputer melalui

pemanfaatan software Autograph diharapkan lebih menarik dan interaktif

sehingga digunakan sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan pembelajaran

(40)

19

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti mencoba untuk

menggambungkan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan media

teknologi komputer (Autograph), untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

matematika dan kemandirian belajar siswa. Sehingga dengan kemampuan tersebut

dapat meningkatkan kualitas dan efektivitas pembelajaran. Untuk itu penulis

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Peningkatan

Kemampuan Komunikasi dan Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Menggunakan Software Autograph Dengan

Pembelajaran Konvensional Menggunakan Software Autograph”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan bahwa

masalah-masalah yang menyebabkan kurang berhasilnya siswa dalam

pembelajaran matematika di sekolah, antara lain :

1. Hasil belajar matematika siswa rendah dalam kemampuan

menggambarkan masalah matematika ke dalam diagram dan menyajikan

tabel ke dalam ide matematika.

2. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher-centered).

3. Aktivitas siswa yang lebih banyak pasif selama pembelajaran

berlangsung.

4. Guru masih menggunakan pendekatan pembelajaran secara konvensional

yaitu dominan menerapkan metode ceramah sehingga proses belajar

tidak berjalan optimal

5. Pelajaran matematika lebih banyak bersifat hafalan

(41)

20

7. Siswa beranggapan matematika merupakan pelajaran yang sulit

8. Kemandirian belajar siswa terhadap matematika masih kurang

9. Pemanfaatan media pembelajaran berbasis ICT yang digunakan selama

ini masih belum terlaksana dengan baik dikarenakan masih minimnya

pengetahuan guru mengenai teknologi.

10. Proses penyelesaian jawaban siswa ketika menyelesaikan persoalan

matematika kurang baik.

1.3. Batasan masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah, maka agar lebih fokus mencapai

tujuan, penulis membatasi masalah pada peningkatan kemampuan komunikasi

matematika dan kemandirian belajar siswa berbantuan software Autograph

melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, proses penyelesaian jawaban, dan

respon siswa yang diajar dengan software Autograph melalui pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw, di batasi pada materi statistik di kelas IX SMPN 1

Takengon.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan kemampuan

komunikasi matematika siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw yang menggunakan software Autograph dengan pembelajaran secara

konvensional yang menggunakan software Autograph?

2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan kemandirian

(42)

21

software Autograph dengan pembelajaran secara konvensional yang

menggunakan software Autograph?

3. Bagaimana proses penyelesaian jawaban yang di buat siswa dalam

menyelesaikan masalah yang terkait dengan kemampuan komunikasi

matematika siswa pada kedua pembelajaran?

4. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang

menggunakan software Autograph?

1.5. Tujuan penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan,

maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara peningkatan kemampuan

komunikasi matematika siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw yang menggunakan software Autograph dengan pembelajaran secara

konvensional yang menggunakan software Autograph

2. Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara peningkatan kemandirian

belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang menggunakan

software Autograph dengan pembelajaran secara konvensional yang

menggunakan software Autograph

3. Untuk mengetahui proses penyelesaian jawaban yang di buat siswa dalam

menyelesaikan masalah yang terkait dengan kemampuan komunikasi

matematika siswa pada kedua pembelajaran

4. Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

(43)

22

1.6. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan

yang berarti bagi peneliti, guru, dan siswa. Manfaat dari masukan itu adalah:

1. untuk peneliti

memberi informasi tentang peningkatan kemampuan komunikasi matematika

dan kemandirian belajar matematika siswa melalui pembelajaran kooperatif

tipe Jigsaw yang menggunakan software.

2. untuk guru

memberi alternatif pendekatan pembelajaran matematika untuk dapat

dikembangkan menjadi lebih baik sehingga dapat dijadikan salah satu upaya

meningkatkan prestasi belajar siswa

3. untuk siswa

memberi pengalaman baru bagi siswa dan mendorong siswa untuk terlibat

aktif dalam pembelajaran matematika di kelas, sehingga selain dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi matematika, juga membuat

pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna dan bermanfaat.

1.7. Definisi Operasional

Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran, perlu adanya

penjelasan dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa

konsep dan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan komunikasi matematika yang di maksud dalam penelitian ini

dibatasi hanya komunikasi tertulis saja. Aspek yang akan diukur yaitu (1)

kemampuan menyatakan data dalam bentuk tabel ke dalam ide matematika,

(44)

23

kehidupan sehari-hari, (3) kemampuan menggambarkan masalah matematika

ke dalam bentuk diagram, (4) kemampuan menyajikan masalah matematika ke

dalam bentuk tabel, (5) kemampuan menyatakan data dalam bentuk diagram

ke dalam ide matematika.

2. Kemandirian belajar adalah kemampuan siswa untuk mengatur dirinya sendiri

dalam kegiatan belajar, atas inisiatifnya sendiri maupun bantuan orang lain

berdasarkan motivasinya dalam menguasai suatu kompetensi sehingga

memberikan pemahaman dirinya terhadap suatu materi yang dipelajari.

Kemandirian belajar yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari atas: (1)

Inisiatif belajar, (2) mendiagnosa kebutuhan belajar, (3) menetapkan tujuan

belajar, (4) memonitor, mengatur, dan mengontrol belajar, (5) memandang

kesulitan sebagai tantangan (6) memanfaatkan dan mencari sumber yang

relevan, (7) memilih dan menerapkan strategi belajar yang tepat (8)

mengevaluasi proses dan hasil belajar, dan (9) konsep diri.

3. Autograph adalah sebuah program aplikasi/software matematika yang

mempercepat proses belajar mengajar matematika dan membantu siswa

menangkap pengertian. Media software yang digunakan adalah Autograph

versi 3.2.

4. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah pelaksanaan pembelajaran

kelompok menekankan pada kerjasama saling ketergantungan yang positif

dan bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu

mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya.

(45)

24

menyajikan informasi, mengorganisasikan kelompok, membimbing kelompok

belajar kemudian evaluasi dan pemberian penghargaan.

5. Pembelajaran secara konvensional adalah pelaksanan kegiatan pembelajaran

yang diawali dengan menyampaikan tujuan, menyajikan informasi,

memberikan latihan, mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik,

serta memberikan latihan lanjutan (PR).

6. Respon siswa adalah tanggapan siswa setelah pelaksanaan kegiatan

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menggunakan software Autograph

terhadap komponen pembelajaran tentang materi pelajaran, LAS, media

pembelajaran (software Autograph), suasana belajar, cara guru mengajar

dikategorikan dengan senang, tidak senang, baru, tidak baru, minat dan tidak

minat. Disamping itu juga untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap

bahasa yang digunakan LAS serta untuk mengetahui ketertarikan siswa pada

penampilan LAS.

7. Proses Penyelesaian Jawaban adalah langkah-langkah, variasi jawaban yang

digunakan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan dalam

(46)
(47)
(48)

191

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab IV dan temuan

selama pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menggunakan

software Autograph, diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan

jawaban atas petanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam rumusan

masalah. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah :

1. Tidak terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara kemampuan

komunikasi matematika siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw yang menggunakan software Autograph dengan pembelajaran secara

konvensional yang menggunakan software Autograph.

2. Terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara kemandirian belajar

siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang menggunakan

software Autograph dengan pembelajaran secara konvensional yang

menggunakan software Autograph

3. Proses penyelesaian jawaban siswa yang diajar dengan pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw yang menggunakan software Autograph lebih

bervariasi, lebih mampu mengutarakan ide, mampu memunculkan

cara-cara yang berbeda dalam proses pnyelesaian masalah yang

(49)

192

dalam ide matematika dan kemampuan menjelaskan ide matematika

dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan

dengan proses penyelesaian jawaban siswa yang diajar dengan

pembelajaran konvensional yang menggunakan software Autograph.

4. Respon siswa terhadap komponen dan proses pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw yang menggunakan software Autograph adalah positif. Pembelajaran

ini menbuat siswa senang, lebih berani, tertarik untuk mengikuti

pembelajaran berikutnya dengan kooperatif tipe Jigsaw yang menggunakan

software Autograph serta menumbuhkan rasa kebersamaan dalam belajar

melalui diskusi kelompok.

5.2 Implikasi

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, adapun implikasinya

adalah terhadap pemilihan pembelajaran oleh guru matematika. Guru

matematika di sekolah menengah pertama harus mempunyai cukup pengetahuan

teoritis maupun keterampilan dalam memilih pembelajaran yang merangsang

siswa untuk berani unjuk kerja mengungkapkan ide/gagasannya, mampu

mengubah siswa menjadi lebih aktif, dan mampu berdiskusi dengan temannya.

Implikasi lainnya yang perlu mendapat perhatian guru adalah dengan

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang menggunakan software Autograph

siswa menjadi aktif mengemukakan pendapatnya. Diskusi dalam kelompok yang

terjadi menjadikan siswa saling membantu, saling bekerja sama dan saling

menghargai pendapat temannya. Diskusi antar kelompok menjadikan siswa lebih

(50)

193

terjadi refleksi atas penyelesaian yang telah dilakukan pada masing-masing

kelompok.

Dalam menyelesaikan permasalahan yang ada terdapat proses

penyelesaian jawaban pada kelas eksperimen yang pembelajarannya

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang menggunakan software

Autograph lebih bervariasi dibandingkan kelas yang pembelajarannya

menggunakan konvensional yang menggunakan software Autograph. Siswa yang

pembelajarannya menggunakan kooperatif tipe Jigsaw menggunakan software

Autograph dapat memunculkan kemandirian siswa, siswa lebih kreatif dalam

mengkomunikasikan penyelesaian masalah dibandingkan siswa yang

pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional yang menggunakan

software Autograph, segala keberhasilan hasil kerjanya tidak lepas dari bantuan

guru.

5.3 Rekomendasi

Berdasarkan implikasi dari hasil penelitian, maka disampaikan

beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada berbagai pihak yang

berkepentingan dengan hasil penelitian ini. Rekomendasi tersebut sebagai

berikut.

1. Kepada Guru

a. Dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebaiknya

pada awal pembelajaran menjelaskan aturan main keenam tahapan

dalam proses pembelajaran yang diharapkan, memiliki

(51)

194

pembelajararan yang telah direncanakan ketika situasi kondisi

tidak sesuai dengan harapan.

b. Dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebaiknya

guru berperan sebagai pendamping, memupuk tanggung jawab,

terus melakukan pemantauan, memfasilitasi diskusi kelompok

baik yang dilakukan oleh kelompok ahli maupun kelompok asal.

Dan bentuk pemimpin diskusi untuk menjamin kelangsungan

diskusi secara teratur dan tertib sehingga peserta benar-benar

mengambil bagian dalam diskusi.

c. Dalam menerapkan pembelajaran ini sebaiknya guru

mengelompokkan siswa secara heterogen (keanekaragaman

akademis, suku, latar belakang sosial, jenis kelamin)

masing-masing kelompok asal dan pemberian tugas sesuai dengan

kemampuan siswa.

d. Dalam menampilkan hasil kerja siswa dalam bentuk persentasi

menggunakan software Autograph gunakanlah infocus (LCD)

dalam pelaksanaan pembelajaran dan pilih materi yang sulit

dijelaskan dengan manual..

e. Karena pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw memerlukan waktu yang relatif banyak,

maka dalam pelaksanaanya guru diharapkan dapat mengefektifkan

waktu dengan sebaik-baiknya terutama dalam hal mengerjakan

(52)

195

2. Kepada peneliti Lanjutan

Untuk peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian yang

sejenis, maka peneliti memberikan saran :

a. Sebaiknya melakukan penelitian pada sekolah yang memiliki

fasilitas komputer yang memadai atau siswa sudah memiliki

laptop masing-masing artinya setiap siswa mendapatkan satu

komputer atau laptop. Tidak hanya fasilitas komputer, tetapi ada

sarana lain seperti infocus (LCD).

b. Perlu dilakukan penelitian yang berbeda, misalnya pada tingkat

sekolah menengah pertama. Dengan materi dan populasi penelitian

yang lebih banyak lagi.

c. Sebaiknya sebelum pelaksanaan dilakukan pengecekan sarana

yang ada, seperti infokus, komputer (laptop), dan pada saat

menginstal laptop siswa, peneliti melakukannya sebelum pelaksanaan

penelitian.

d. Perlu diteliti lebih lanjut masalah pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw yang menggunakan software Autograph apakah juga berperan

dalam meningkatkan kemampuan penalaran, problem solving dan

koneksi matematik.

e. Sebaiknya waktu penelitian dilakukan tidak berdekatan dengan

(53)

195

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, Vira. 2011. Peningkatan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematik Siswa dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing Berbantuan Software Autograp. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Unimed Medan.

Ahmadi, R. 2009. Efektifitas Media software Autograph Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share pada Pembelajaran Persamaan Garis Lurus di Kelas VIII SMPN 1 Tanjung Pura T.P. 2008/2009. Skripsi. Medan: Unimed.

Ansari, B. I. 2009. Konsep dan Aplikasi Matematik. Banda Aceh: Yayasan PeNA Banda Aceh Divisi Penerbitan.

Arends, Richard. 2008. Learning To Teach belajar Untuk Mengajar. Edisi ketujuh. Buku Dua: Pustaka Pelajar.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur penelitian Suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Arsyad, A. 2008. Media Pengajaran, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Azwar, S. 2007. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baroody, Arthur J. 1993. Problem Solving, Reasoning, And Communicating, K-8 Helping Children Think Mathematically: Macmillan Publishing Company. New York.

Depdiknas., 2004. Permendikas Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Standar Isi Sekolah Dasar. Depdiknas .Jakarta.

Dewi, Izwita. 2009. Aspek-Aspek Komunikasi yang Diperlukan Dalam Komunikasi Matematika. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Unesa

(54)

196

Fauzi, M.A. 2002. Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pokok Bahasan Pembagian di SD. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.

Fauzi, A. 2011. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Dan Kemandirian Belajar Siswa Dengan Pendekatan Pemebelajaran Metakognitif Di Sekolah Menegah Pertama. Disertasi UPI Bandung. Tidak Dipublikasikan.

Hidayat. 2009, Peningkatan Kemampuan komunikasi Matematik dan Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama Dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realitik.

Hasibuan, Ernita Sari. 2011. Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa. Tesis. Program Pascasarjana Unimed Medan.

Imelda. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) dengan Media Software Autograph Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemahaman Matematik Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Unimed Medan.

Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik: Pustaka Pelajar.

Karnasih, I. 2008. Paper Presented in International Worksop : ICT for teaching and Learning Mathematics, Unimed, Medan. (In Collaboration between UNIMED and QED Education Kuala Lumpur, Malaysia, 23-24 May 2008)

Liawati, I.S. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil dan Kemandirian belajar Matematika Siswa. (online) (http://wawan-junaidi.blogspot.com/2011/04/kemandirian

belajar.html, diakses 29 Februari 2012).

Lie, Anita. 2002. Mempraktikkan Cooperatif Learning di Ruang-Ruang Kelas: Grasindo.

(55)

197

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 1989. Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.

Nurcahyanti, Elly. 2011. Makalah Permasalahan Pendidikan di Indonesia Beserta solusinya. (online) (http://blog.elearning.unesa.ac.id/elly nurcahyanti/makalah -permasalahan- pendidikan-di-indonesia-beserta-solusinya, diakses 5 Juni 2012).

Nur. M, Wikandari.P.R & Sugiarto,B. (2000). Teori Belajar. Surabaya: Unesa. University Press.

Pramita, Joni. 2011. Siswa Indonesia Juara Umum Lomba Wizard at Mathematics International Competition (WiZMIC) di Lucknow. (online), umum-lomba- lucknow-india/, diakses 5 Juni 2012).

Puspendik. 2011. Survei Internasiona PISA. (online), (http://litbang.kemdikbud.go.id /detail.php?id=215, diakses 05 Juni 2012).

Rahmazaima. 2011. Contoh Matematika Alat Peraga, (online), (http://rahma zaima.blogspot.com/, diakses 6 Juli 2012).

Riduwan. 2004. Statistika Untuk Lembaga & Instansi Pemerintah/Swasta. Bandung: ALFABETA.

Russeffendi, E.T. 1998. Statistik Dasar Untuk Penelitian Pendidikan, Bandung: IKIP Bandung Press.

Sadiman, A. Raharjo, R., Haryono, A., dan Rahardjito. 2007. Media Pendidikan : Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Gambar

Gambar 5.3 Penyelesaian Masalah Pada LAS 1 ................................................
Tabel dibawah ini menunjukkan peringkat prestasi literasi matematika antar-
Tabel 1.1.
grafik dan perlu ditingkatkan lagi. Kemudian Hasil penelitian sribina (2011: 162)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah

Analisis Pengaruh Pengetahuan Gizi Siswa SMP Terhadap Keputusan Pembelian Makanan Jajanan Sekolah Di Wilayah Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia

Kecamatan Pati memiliki potensi sektor pertanian dan peternakan, oleh karena itu, untuk mengetahui potensi dan daya dukung hijauan sebagai pakan ruminansia

Penelitian dilaksanakan dengan menganalisis aspek kognitif menurut TIMSS yang telah ditentukan pada soal-soal latihan matematika prosentase soal knowing (pengetahuan)

Memperoleh pengetahuan tentang model pembelajaran inkuiri dan pengetahuan tentang penggunaan KIT IPA serta penerapan KIT IPA dalam pembelajaran berbasis inkuiri,

•   Untuk startup dan shutdown database adalah user dengan privilege SYSDBA atau SYSOPER. Secara default user yang mempunyai privilege tersebut adalah user

KAMPUS JAKARTA PANDUAN PENGAMBILAN MATA KULIAH PROGRAM SARJANA TERAPAN.

Penelitian ini dilaksanakan pada Semester Genap Tahun Pe- lajaran 2014/2015, bertempat di SMP Negeri 1 Rebang Tangkas, Way Kanan.. Teknik pengambilan sampel pada