DI RS PKU MUHAMMADIYAH
SURAKARTA
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan
Disusun Oleh :
NAMA : SARSITO NIM : J 210.131.041
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PENGARUH GUIDE IMAGERY TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADAPASIEN HEMODIALISA
DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Sarsito*, Abi Muhlisin**, Kartinah**
Abstrak
Hemodialisa merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang paling banyak dipilih oleh para penderita gagal ginjal terminal. Seseorang yang menjalani Hemodialisa berkepanjangan akan merasa cemas yang disebabkan oleh krisis situasional seperti masalah keuangan, mempertahankan pekerjaan, ancaman kematian, tidak mengetahui hasil terapi yang dijalani tersebut. Guide Imagery adalah teknik relaksasi yang digunakan untuk mengurangi perasaan stress, kecemasan dan nyeri dengan menggunakan imajinasi seseorang dengan tujuan pasien menjadi lebih tenang dan rileks. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Guide imagery sebelum dan sesudah menjalani hemodialisa terhadap kecemasan pasien. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian quasi eksperimental desain dimana rancangan pre dan posttest dalam satu kelompok (one group pre posttest desain). Penelitian dilakukan bulan Februari 2015 di rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Jumlah responden sebanyak 30 pasien dengan teknik accidental sampling. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner Zung Self Anxiety Scale (ZSAS) yang diberikan pre test dan post test. Analisis data menggunakan Uji Wilcoxon. Hasil penelitian adalah pre test kecemasan responden dengan cemas sedang sebanyak 14 responden (43%) dan 1 responden (14%) dengan cemas berat. Post test menunjukkan pasien tidak merasa cemas lebih banyak yaitu sebanyak 13 responden (43%) dan tidak terdapat pasien yang mengalami cemas berat. Hasil uji Wilcoxon memperlihatkan perbedaan nilai rata-rata sebelum yaitu 29.13 dan sesudah yaitu 21.33dengan nilai Zscore 4,295 dan nilai probabilitas (p-value) 0.000 disimpulkan adanya pengaruh guide imagery terhadap tingkat kecemasan pasien yang menjalani hemodialisa.
EFFECTON THE LEVEL OFGUIDEIMAGERY ANXIETYINPATIENTSHEMODIALISAIN
HOSPITALPKUMUHAMMADIYAH SURAKARTA
Sarsito*, Abi Muhlisin**, Kartinah**
Abstract
Haemodialysis is a renal replacement therapy that is most preferred by people with terminal kidney failure. Someone who undergoing prolonged Haemodialysis will feel anxiety caused by situational crises such as financial problems, keeping a job, death threats, did not know the results of the therapy undertaken. Guide Imagery is a relaxation technique that is used to reduce feelings of stress, anxiety and pain by using one's imagination with the goal of the patient becomes more calm and relaxed. The purpose of this study was to determine the effect Guide imagery before and after undergoing hemodialysis to patient anxiety. This research is a quantitative research with quasi-experimental research design where the design of the design of the pre and post test in one group (one group pretest posttest design). The study was conducted in February 2015 at hospital PKU Muhammadiyah Surakarta. Total respondents 30 respondents with accidental sampling technique.Methods of data collection using questionnaires Zung Self Anxiety Scale (ZSAS) given pre-test and post-test.Data analysis using Wilcoxon test. Results of the study were pre-test anxiety anxiously respondents were as many as 14 respondents (43%) and one of the respondents (14%) with severe anxiety. Post test indicates the patient does not feel more anxious that as many as 13 respondents (43%) and no patient suffered severe anxiety. Wilcoxon test results showed differences in the average value of 29.13 before that and after that 21.33 with Zscore value of 4.295 and a probability value (p-value) 0000 concluded their influence on the level of anxiety your imagery undergoing hemodialysis patients.
PENDAHULUAN
Ginjal memiliki peranan penting
dalam menjaga kesehatan tubuh dan
ginjal merupakan salah satu organ vital
dalam tubuh. Ginjal berfungsi sebagai
pengatur keseimbangan cairan di dalam
tubuh, mengatur konsentrasi garam dalam
darah, menjaga keseimbangan asam basa
dalam darah, serta mengekskresi bahan
buangan seperti urea dan sampah
nitrogen lain didalam darah. Jika ginjal
tidak mampu bekerja sebagaimana
mestinya maka akan timbul masalah
kesehatan yang berkaitan dengan
penyakit gagal ginjal kronik
(Cahyaningsih, 2009).
Penderita Gagal ginjal kronik
semakin meningkat jumlahnya tiap tahun,
di Amerika pada tahun 2009 diperkirakan
terdapat 116.395 orang penderita gagal
ginjal kronik yang baru. Lebih dari
380.000 penderita gagal ginjal kronik
menjalani hemodialisis reguler (USRDS,
2011). Pada tahun 2011 di Indonesia
terdapat 15.353 pasien yang baru
menjalani HD dan pada tahun 2012
terjadi peningkatan pasien yang
menjalani HD sebanyak 4.268 orang
sehingga secara keseluruhan terdapat
19.621 pasien yang baru menjalani HD.
Sampai akhir tahun 2012 terdapat 244
unit hemodialisis di Indonesia (IRR,
2013).
Doengoes (2000) mengemukakan
bahwa pasien yang menjalani terapi
hemodialisa biasanya akan merasa cemas
yang disebabkan oleh krisis situasional,
ancaman kematian, dan tidak mengetahui
hasil dari terapi yang dilakukan tersebut.
Pasien dihadapkan pada ketidakpastian
berapa lama hemodialisa diperlukan dan
harus dapat menerima kenyataan bahwa
terapi hemodialisa akan diperlukan
sepanjang hidupnya serta memerlukan
biaya yang besar.
Seseorang yang menjalani
Hemodialisa berkepanjangan akan
dihadapkan berbagai persoalan seperti
masalah keuangan, mempertahankan
pekerjaan, dorongan seksual yang
menghilang serta impotensi, khawatir
terhadap perkawinan dan ketakutan
terhadap kematian (Bare and Smeltzer,
2002). Terjadinya stress karena stressor
yang dirasakan dan dipersepsikan
individu, merupakan suatu ancaman yang
dapat menimbulkan kecemasan.
Menurut (Potter and Perry 2010),
teknik guide imagery dapat digunakan
untuk mengurangi kecemasan, stress dan
nyeri dengan menggunakan imajinasi
seseorang yang melibatkan alat indera
visual, sentuhan, pendengaran, pengecap
dan penciuman, dengan tujuan pasien
menjadi lebih tenang dan rileks. Selama
rileks dengan situasi yang tenang dan
sunyi. Hal itu karena teknik imajinasi
terbimbing dapat mengaktivasi sistem
saraf parasimpatis (Ackerman and
Turkoski, 2000).
Berdasarkan data rekam medik di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta, pada tahun 2013 tercatat
sebanyak 30 pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisa. Kemudian
ditahun 2014 jumlah penderita gagal
ginjal kronik meningkat menjadi 44
pasien, dan pada bulan Januari 2015
jumlah pasien gagal kronik kembali
meningkat dengan jumlah 50 pasien yang
menjalani hemodialisa, dapat diartikan
bahwa penyakit gagal ginjal menggalami
peningkatan setiap tahunnya.
Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta merupakan
salah satu rumah sakit swasta yang
berada dibawah gerakan Muhammadiyah.
Salah satu pelayanan yang diberikan di
Rumah Sakit ini adalah pelayanan cuci
darah/hemodialisa. Berdasarkan studi
pendahuluan yang sudah dilakukan oleh
peneliti terhadap 10 pasien hemodialisa
dengan cara observasi dan wawancara,
didapatkan hasil 7 (70%) pasien
mengatakan cemas dan takut dengan
proses cuci darah. Sedangkan 3 (30%)
pasien tidak mengalami kecemasan.
Selain itu, pasien hemodialisa jarang
diberikan Guide imagery untuk
mengurangi kecemasan.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui adakah pengaruh
Guide Imagery terhadap tingkat
kecemasan pada pasien Hemodialisa di
RS PKU Muhammadiyah Surakarta.
LANDASAN TEORI
Guide Imagery
Pengertian Guide Imagery
Guide imagery (imajinasi
terbimbing) adalah upaya untuk
menciptakan kesan dalam pikiran
klien, kemudian berkonsentrasi pada
kesan yang menyenangkan sehingga
secara bertahap dapat menurunkan
tingkat kecemasan klien (Prasetyo,
2010).
Efek Guide Imagery Terhadap Respon Tubuh
Pembentukan imajinasi yang
menyenangkan akan diterima oleh
berbagai alat indera kemudian
rangsangan tersebut dijalankan ke
batang otak menuju sensor thalamus.
Dikorteks cerebri rangsangan akan
dianalisis, dipahami dan disusun
menjadi sesuatu yang nyata sehingga
otak mengenali objek dan arti
kehadiran rangsangan tersebut.
Bayangan/imajinasi yang disukai dan
sinyal penting dan disimpan
dimemori. Rangsangan yang disukai
memori akan dimunculkan kembali
dianggap sebagai suatu persepsi dari
pengalaman sensori yang sebenarnya.
Pengalaman sensori tersebut dapat
merilekskan pikiran dan meregangkan
otot-otot sehingga cemas yang
dirasakan menjadi berkurang
(Prasetyo, 2010).
Prosedur Pemberian Guide Imagery
Pengaturan posisi yang
nyaman pada klien. Dengan suara
yang lembut, klien dibawa menuju
tempat spesial dalam imajinasi
mereka (misal : sebuah pantai pasir
putih, air terjun, taman bunga, dan
pegunungan). Mereka dapat merasa
aman dan bebas dari segala
gangguan. Meminta klien untuk tetap
fokus pada bayangan yang
menyenangkan sambil merileksasikan
tubuhnya. Menurut Asmadi (2008),
teknik ini diberikan selama 15 menit.
Kecemasan(Anxietas)
Definisi
Anxietas (kecemasan) adalah
kekhawatiran yang tidak jelas dan
menyebar, yang berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya
terhadap penilaian individu yang
subjektif, serta tidak diketahui secara
khusus penyebabnya (Stuart and
Sundeen, 2007).
Tanda dan Gejala Kecemasan
Menurut Stuart and Sundeen
(2007), keluhan yang disampaikan
oleh seseorang mengalami kecemasan
diantaranya sebagai berikut : (1)
Gejala psikologis: perasaan cemas,
firasat buruk, takut akan pikirannya
sendiri, mudah tersinggung, merasa
tegang, gelisah, dan mudah terkejut.
(2) Gangguan pola tidur dan
mimpi-mimpi yang mengangkan. (3)
Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
(4) Gejala somatik : rasa sakit pada
otot dan tulang, jantung
berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan,
tangan terasa dingin lembab, dan lain
sebagainya.
Tingkat Kecemasan
a. Cemas Ringan
b. Cemas Sedang
c. Cemas Berat
d. Panik
Respon Kecemasan
Pemikiran memodulasi fungsi
biokimia dari organ utama.
Hipotalamus mengaktifkan cabang
simpatis dan saraf otonom.
Hipothalamus menghantarkan impuls
saraf ke nukleus-nukleus di batang
sistem saraf otonom. Cabang simpatis
dari sistem saraf otonom bereaksi
langsung pada otot polos dan organ
internal untuk menghasilkan beberapa
perubahan. Sistem simpatis juga
menstimulasi medulla adrenal untuk
melepaskan hormon epinefrin
(adrenalin) dan nonepinefrin ke
dalam pembuluh darah, sehingga
berdampak meningkatkan denyut
jantung dan tekanan darah, dan
nonepinefrin secara tidak langsung
melalui aksinya pada kelenjar
hipofisis melepaskan gula dari hati.
(Potter Perry, 2010).
Instrumen Penilaian Kecemasan
Untuk mengetahui skala
kecemasan yang dialami pasien
hemodialisa, Peneliti mengadopsi dan
memodifikasi dari kuesioner Zung
Self Rating Anxiety Scale (ZSAS.)
Kuesioner ini digunakan untuk
penilaian pasien dewasa yang
dirancang oleh William W.K Zung,
dikembangkan berdasarkan gejala
kecemasan dalam Diagnostic Dan
Statistical Manual Of Mental
Disorders (DSM II). ( Zung Self
Rating anxiety Scale.)
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini
menggunakan metode quasi
eksperimental desain melalui pendekatan
one group pre postest. Ciri dari tipe
penelitian ini adalah mengungkapkan
sebab akibat dengan cara melibatkan satu
kelompok subjek, serta melakukan
pengukuran sebelum dan sesudah
pemberian perlakuan pada subjek.
Perbedaan kedua hasil pengukuran
tersebut di anggap sebagai efek
perlakuan. Populasi dalam penelitian ini
adalah pasien hemodialisa di RS PKU
Muhammadiyah Surakarta, penelitian ini
dimulai pada bulan Februari 2015 dengan
jumlah responden 30 orang sampel
menurut Gay dan Diehl, 1992. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan
adalah accidental sampling.
Variabel independen pada
penelitian ini adalah teknik guide
imagery. Instrumen menggunakan alat
bantu headphone. Sedangkan variabel
dependen adalah tingkat kecemasan,
intrumen penelitian dengan skala cemas
ZSAS (Zung Self Anxiety Scale).Analisa
data menggunakan uji Wilcoxon Signed
Rank Test.
HASIL
Berikut data hasil penelitian yang
meliputi karakteristik responden
diantaranya usia, jenis kelamin, dan
Tabel 1. Distribusi Umur Responden
Dari Tabel 1, memperlihatkan
mayoritas responden berumur 51-65
tahun.
Tabel 2. Distribusi Jenis Kelamin
Jenis
Dari Tabel 2, memperlihatkan
mayoritas responden berjenis kelamin
perempuan.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Hemodialisa Dari Tabel 3, memperlihatkan
mayoritas responden dalam kategori
frekuensi hemodialisa antara 86-110 kali.
Tabel 4. Pre testtingkat kecemasan pasien hemodialisa
Tabel 4, memperlihatkan mayoritas
(43%) responden mengalami cemas
sedang sebelum diberikan guide imagery.
Tabel 5. Pre testtingkat kecemasan pasien hemodialisa Tabel 5, memperlihatkan mayoritas
(43%) responden mengalami cemas
Distribusi responden menurut usia
menunjukkan mayoritas pasien
hemodialisa adalah berusia 51-65 tahun.
Hasil penelitian hampir sama yang
dilakukan oleh Veni (2013), tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kecemasan pasien hemodialisa di RSI
Rahmah Padang diperoleh hasil sebagian
besar responden berusia >50 tahun.
Dengan umur yang berbeda-beda akan
mempengaruhi tingkat kecemasan yang
dialami oleh setiap orang dengan orang
lainnya, hal ini dipengaruhi oleh
kemampuan individu dalam menghadapi
suatu masalah dan mekanisme koping
yang digunakan seseorang untuk
mengelola dan menyelesaikan suatu
masalah yang dihadapinya. Seseorang
yang mempunyai umur lebih muda
ternyata lebih mudah mengalami
kecemasan daripada seseorang yang lebih
tua, tetapi ada juga yang berpendapat
sebaliknya (Varcoralis, 2000).
Distribusi responden menurut jenis
kelamin diperoleh hasil bahwa mayoritas
pasien hemodialisa adalah berjenis
kelamin perempuan. Menurut Kane, et al
(2004), mengungkapkan bahwa
perempuan lebih mudah mengalami
cemas dibandingkan dengan laki-laki,
menurut dia laki-laki bersifat lebih aktif,
sedangkan perempuan memiliki sifat Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Data
Variabel Zhitung p-value Kesimpulan Pre testcemas
Post testcemas
0,114 0,248
0,200 0,000
Normal Tidak Normal Menurut tabel 6. Hasil uji normalitas data memperlihatkan data pretest dan
posttest kecemasan berdistribusi tidak normal. Sehingga uji yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji Wilcoxon Signed Rank Test.
Tabel 7. Hasil Pengujian Uji Wilcoxon Signed Rank Test
Kelompok Rata-rata Zscore P value Kesimpulan
Pre test Post test
29,13
21,33
4,295
0,000
Ho ditolak
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan adanya perbedaan selisih rata-rata tingkatkecemasan pretest diperoleh nilai yaitu 29,13 dan tingkat kecemasan posttest
diperoleh nilai yaitu 21,33. Sedangkan nilai Zscore4,295 dengan nilai p value sebesar
0,000. Karena p value lebih kecil dibanding dengan nilai taraf signifikasi yaitu 0,05
(< 0,05), maka Ho ditolak. Maka kesimpulannya adalah ada pengaruh guide imagery
terhadap tingkat kecemasan pada pasien hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah
lebih sensitif. Dari penelitian lain
menjelaskan bahwa laki-laki lebih rileks
dibanding perempuan. Hasil data jenis
kelamin ini berbanding terbalik dengan
teori yang mengatakan bahwa laki-laki
lebih mudah terkena penyakit
dibandingkan dengan perempuan yang
dipengaruhi pola kebiasaan yang berbeda
(Siswanto, 2007).
Distribusi responden berdasarkan
frekuensi hemodialisa menunjukkan
mayoritas pasien menjalani hemodialisa
dalam kategori antara 86-110 kali. Hal ini
menegaskan bahwa pasien yang
menjalani hemodialisa adalah pasien
yang sudah lama menjalani terapi
tersebut.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sunardi
(2001), tentang lama menjalani terapi
hemodialisa dengan tingkat kecemasan
terkait alat/unit dialisa pada pasien di
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
didapatkan hasil dari 30 responden, 60 %
diantaranya pasien sudah lama menjalani
terapi hemodialisa.
Seseorang yang menjalani
Hemodialisa berkepanjangan akan
dihadapkan berbagai persoalan seperti
masalah keuangan, mempertahankan
pekerjaan, dorongan seksual yang
menghilang serta impotensi, khawatir
terhadap perkawinan dan ketakutan
terhadap kematian (Bare and Smeltzer,
2002). Terjadinya stress karena stressor
yang dirasakan dan dipersepsikan
individu, merupakan suatu ancaman yang
dapat menimbulkan kecemasan.
Respon kecemasan yang dirasakan
oleh responden berbeda-beda. Menurut
(Stuart and Sundeen 2007), Ansietas
(kecemasan) merupakan kekhawatiran
yang tidak jelas dan menyebar, yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan
tidak berdaya terhadap penilaian individu
yang subjektif, serta tidak diketahui
secara khusus penyebabnya.
Menurut data hasil penelitian
didapatkan nilai Zscore 4.295 dengan
nilai p value sebesar 0,000. Maka pvalue
lebih kecil dibanding dengan nilai
signifikasi p < 0,05 artinya Ho ditolak.
Sehingga dapat disimpulkan yaitu ada
pengaruh guide imagery terhadap tingkat
kecemasan pada pasien hemodialisa di
RS PKU Muhammadiyah Surakarta.
Hasil penelitian ini hampir sama
yang dilakukan oleh (Hidayati, 2010)
tentang pengaruh teknik guide imagery
terhadap penurunan tingkat kecemasan
pada wanita dengan gangguan tidur
(insomnia) usia 20-15 tahun di kelurahan
ketawanggede malang, didapatkan hasil
bahwa pemberian teknik Guide imagery
dapat menurunkan tingkat kecemasan
Imajinasi terbimbing merupakan
teknik yang menciptakan kesan dalam
pikiran responden, kemudian
berkonsentrasi pada kesan tersebut
sehingga secara bertahap mampu
menurunkan persepsi responden terhadap
cemas yang dirasakan (Prasetyo, 2010).
Tujuan dari guide imagery
relaxation adalah mengalihkan perhatian
dari stimulus nyeri dan kecemasan
kepada hal-hal yang menyenangkan dan
relaksasi (Ackerman and Turkoski,
2000). Selama latihan relaksasi seseorang
dipandu untuk rileks dengan situasi yang
tenang dan sunyi. Hal itu karena teknik
imajinasi terbimbing dapat mengaktivasi
sistem saraf.
Prasetyo (2010), menambahkan
Guide imagery merupakan teknik
relaksasi memberi efek pengaruh yang
baik untuk jangka waktu yang singkat,
dapat menurunkan kecemasan, stress, dan
nyeri dengan mengalihkan perhatian
individu. Guide imagery terbukti
memberi dampak yang baik yaitu mampu
menurunkan frekuensi denyut jantung,
mengurangi kecemasan, dan stress,
menurunkan nyeri dan menurunkan
tekanan darah. Dengan menciptakan
suasana yang tenang dan sunyi mampu
meningkatkan konsentrasi individu untuk
membentuk imajinasi mengenai hal-hal
yang disukai oleh setiap, menikmati
desiran ombak di pantai yang diiringi
dengan lantunan musik yang lembut.
Dengan demikian maka dapat
disimpulkan bahwa pemberian guide
imagery dapat menurunkan tingkat
kecemasan pasien hemodialisa.
PENUTUP Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan pada bab sebelumnya, dapat
diambil beberapa simpulan diantaranya :
1. Mayoritas pasien yang menjalani
Hemodialisa di RS PKU
Muhammadiyah Surakarta adalah
berjenis kelamin perempuan berumur
antara 51-65 tahun dan mayoritas
menjalani hemodialisa antara 86-110
kali
2. Terjadi perubahan tingkat kecemasan
pasien yang menjalani hemodialisa
sebelum dan sesudah pemberian guide
imagery.
3. Terdapat pengaruh guide imagery
terhadap tingkat kecemasan pada
pasien hemodialisa di RS PKU
Muhammadiyah Surakarta.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka
1. Responden
Diharapkan pasien dapat
mempraktekkan teknik guide imagery
secara mandiri untuk menurunkan
cemas yang dirasakan.
2. Manajemen Rumah Sakit
Berdasarkan hasil penelitian ini
diharapkan rumah sakit terutama
perawat hemodialisa mau memberikan
dan membimbing pasien untuk
melakukan teknik guide imagery
supaya pasien hemodialisa lebih
tenang dan tidak mengalami cemas.
Selain itu, manajemen diharapkan
dapat menambah perawat diruang
hemodialisa.
3. Peneliti Selanjutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya
untuk melakukan penelitian ini dengan
menggunakan variabel lain yang
berkaitan dengan pasien hemodialisa
maupun guide imagery.
DAFTAR PUSTAKA
Ackerman, C.,J., Turkoski, B. (2000). Using Guide Imagery to Reduce Pain and Anxiety. Home Healthcare Nurse, 18.
Bare and Smeltzer, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta.
Cahyaningsih, N. (2009). Hemodialisa Panduan Praktis Perawatan
Gagal Ginjal. Yogyakarta : Mitra Cendika Press.
Kanel, Roland. V., Kudielka, Brigitte. M., Schulze, Renate., Gander, Marie. L., Fischer, Joachim. E. (2004). Hypercoagulability in Working Men and Women with High Levels of Panic-Like Anxiety. Psychotherapy and Psychosomatics Journal.
Siswanto. (2007). Kesehatan Mental. Yogyakarta : Andi Yogyakarta.
Doengoes, Mariynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Gay, L. R. and Diehl, P. L. (1992). Research Methods for Business and Management, MacMilan Publishing Company, New York.
Indonesian Renal Registry (IRR), 2013. Report of Indonesian Renal Registry 2011. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI).
Hidayati F. (2010). Pengaruh Teknik Guide Imagery Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Klien Wanita dengan Gangguan Tidur (Insomnia) Usia 20-25 tahun di Kelurahan Ketanwanggede Kecamatan Lowokwaru Malang. Majalah Kesehatan FKUB.
Prasetyo, Sigit Nian. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Riesenhuber A, Boehm M, Posch M, Aufrich C. (2006). Dierutic potential of energy drinks, Amino Acids.
Sunardi. (2001). Hubungan Lama dan Frekuensi Menjalani Hemodialisa Terhadap Tingkat Kecemasan Terkait Ala/unit Dialisa pada Klien GGK Dilakukan Hemodialisa RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Laporan Penelitian. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia.
Stuart and Sundeen. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC.
Titiek Hidayati. (2008). Hubungan Antara Hipertensi, Merokok dan Minuman Suplemen Energi dan Kejadian Penyakit Ginjal Kronik di RS PKU Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat. Fakultas Kedokteran Universitas Gadja Mada Yogyakarta.
Varcoralis, E. M. 2000. Psychiatric Nursing Clinical Guide : Assement Diagnosis. Philadelphia : W. B. Saunders company.
Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Veni Witria Saputri. (2013). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa diruang Hemodialisa RSI Siti Rahmah Padang. Skripsi. Padang : STIKES Mercu Bakti Jaya Padang.
1
Mahasiswa S-1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UMS Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura
2
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan UMS Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura
3
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan UMS Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura