• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KULON PROGO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KULON PROGO"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN

KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN

RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KULON PROGO

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Oleh :

AGNES YUDANINGRUM W

H 0307029

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN

KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN

RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KULON PROGO

yang dipersiapkan dan disusun oleh Agnes Yudaningrum Widyareni

H 0307029

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 4 Juli 2011

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Surakarta, Juli 2011

Mengetahui,

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. NIP. 19560225 198601 1 001

Ketua

Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. NIP. 19590709 198303 2 001

Anggota II

Erlyna Wida Riptanti, S.P., M.P. NIP. 19780708 200312 2 002 Anggota I

(3)

commit to user

iii

KATA PANGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

kehidupan, kesempatan, kekuatan, berkat, kasih, dan anugerah-Nya, sehingga

Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Hubungan Proporsi

Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Rumah Tangga Petani di

Kabupaten Kulon Progo” dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi

persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bantuan dari

semua pihak, baik instansi maupun perorangan. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S., selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial

Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta dan selaku Pembimbing Utama yang telah begitu sabar memberikan

bimbingan, nasehat, arahan dan masukan yang sangat berharga bagi Penulis.

3. Ibu Umi Barokah, S.P., M.P., selaku Pembimbing Pendamping dan

Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan masukan

dalam penulisan skripsi ini dan selalu memberikan pengarahan, nasehat dan

petunjuk kepada Penulis selama proses belajar di Fakultas Petanian.

4. Ibu Erlyna Wida Riptanti, S.P., M.P., selaku Dosen Penguji, terima kasih atas

saran, nasehat dan arahannya.

5. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, M.P., selaku Ketua Komisi Sarjana

Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

atas ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan penulis di Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Mbak Ira, Bapak Syamsuri dan Bapak Mandimin yang dengan sabar

membantu menyelesaikan segala urusan administrasi berkenaan dengan studi

(4)

commit to user

iv

8. Seluruh karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan bantuan.

9. Kepala Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Kulon Progo beserta Staf,

terima kasih telah memberikan ijin untuk penelitian.

10. Kepala Kantor BAPPEDA Kabupaten Kulon Progo beserta Staf.

11. Kepala Kantor BPS Kabupaten Kulon Progo beserta Staf.

12. Kepala Kantor Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo

beserta Staf.

13. Kepala Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Perikanan

Kehutanan Kabupaten Kulon Progo beserta Staf.

14. Kepala Kantor Kecamatan Nanggulan, Kepala Badan Penyuluhan Pertanian

Kecamatan Nanggulan, Kepala Desa Donomulyo, Kepala Desa Wijimulyo

dan Kepala Desa Kembang serta masyarakat yang telah membantu Penulis

dalam penelitiannya.

15. Kedua orang tua sekaligus teladanku, Bapak Drs. Y. Budihartono dan Ibu

F. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan,

perhatian, nasehat, semangat dan doa yang tiada pernah putus yang telah

diberikan selama ini, ijinkan aku membanggakan kalian.

16. Kakakku tercinta, Gracia Andhika, S.T., terima kasih atas segala cinta, kasih,

dukungan, semangat, semua saran dan doanya.

17. Teman terkasihku, Arri Dwi Prasetyo, A. Md., terima kasih atas hubungan ini,

atas kasih, doa, dukungan, perhatian, pengertian, semangat, motivasi dan

kesabaran yang luar biasa disela kesibukan dan kelelahanmu.

18. Keluarga besarku, terima kasih atas bantuan, dukungan serta doa restunya.

19. My sista Nian Tunjung, Eni Lukluyati, Serafina SN, Elisabet EO, Annisa P,

Dian Indraswari, Fahmi Iqlima, Dini Kurnia dan Widy Retno, jika senyum

adalah ibadah maka sahabat sejati adalah anugerah. Terima kasih atas

persahabatan yang sangat berharga, doa yang sangat bermakna, semangat yang

tak ternilai serta genggaman tangan dan senyum kalian yang menguatkan dan

selalu memberi motivasi.

20. Teman-temanku, Dina Nur, Alya, Rochmad, Diki, Sendi, Pepi, Reni, Echa,

(5)

commit to user

v

kuanggap sebagai “keluarga” selama Penulis belajar di Solo. Terima kasih atas

kebersamaan, kerjasama dan persahabatan yang indah, aku sangat mengasihi

kalian.

21. Kakak-kakak tingkatku, Mbak Roro, Mbak Vika, Mbak Melinda, Mbak Sita,

Mbak Amel terimakasih sudah menjadi teman berbagi cerita dan memberi

banyak informasi.

22. Teman SMAku, Lusia Elly, terima kasih atas semangat dan bantuannya

selama penelitian, semoga aku bisa segera menyusul jejak kariermu.

23. My twin, Wahyu Puji Astuti, terima kasih atas doa, kebersamaan, semangat,

keceriaan, masukan dan perhatiannya (pasti sangat merindukanmu) serta

seluruh penghuni kos Az-zahra, Nia, Charuli, Irfana, Oki, Vita, Maya dan

Mega terima kasih atas doa, semangat, kebersamaan dan persaudaraannya

(lanjutkan perjuangan kalian). Alumnus kos Az-zahra Mbak Desyanti Kartika

Asri, terima kasih atas dukungan, doa dan semangatnya.

24. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang

tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat dijadikan sebagai

acuan dan tambahan referensi dalam penulisan skripsi di masa yang akan datang.

Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi

kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juli 2011

(6)

commit to user

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

RINGKASAN ... xii

SUMMARY ... xiii

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

II. LANDASAN TEORI... 8

A. Penelitian Terdahulu ... 8

B. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Konsumsi Pangan ... 10

2. Pengeluaran untuk Konsumsi ... 10

3. Ketahanan Pangan ... 14

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ... 15

D. Pembatasan Masalah ... 18

E. Asumsi ... 18

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 18

III.METODE PENELITIAN ... 21

A. Metode Dasar Penelitian ... 21

B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ... 21

C. Metode Pengambilan Sampel... 23

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 25

1. Jenis Data ... 25

2. Teknik Pengumpulan Data ... 26

E. Metode Analisis Data ... 26

1. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga ... 27

2. Proporsi Pengeluaran Pangan terhadap Pengeluaran Total Rumah Tangga... 27

3. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani... 28

(7)

commit to user

vii

5. Ketahanan Pangan ... 32

IV.KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 33

A. Keadaan Alam ... 33

1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif ... 33

2. Topografi Daerah... 33

3. Jenis Tanah ... 34

4. Keadaan Iklim ... 35

B. Keadaan Penduduk ... 35

1. Perkembangan Penduduk ... 35

2. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ... 36

3. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan ... 38

4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 40

C. Keadaan Pertanian ... 41

1. Keadaan Lahan dan Tata Guna Lahan ... 41

2. Produksi Tanaman Bahan Makanan ... 42

D. Keadaan Perekonomian ... 43

E. Kondisi Ketahanan Pangan ... 46

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

A. .Karakteristik Rumah Tangga Responden ... 47

B. Pendapatan Rumah Tangga Responden ... 50

C. Pengeluaran Rumah Tangga Responden ... 53

D. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan Terhadap Pengeluaran Total Rumah Tangga ... 64

E. Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga ... 65

F. Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Energi ... 72

G. Ketahanan Pangan Rumah Tangga ... 73

VI.KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

(8)

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah

Menurut Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta Tahun 2009... 3

2. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah

Menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun

2009... 22 3. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah

Menurut Desa di Kecamatan Nanggulan Tahun

2009... 23

4. Jumlah Petani di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009... 24

5. Jumlah Rumah Tangga Petani Sampel Pada Masing-masing

Desa di Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo... 24

6. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka

Kecukupan Protein (AKP) Berdasarkan Umur dan Jenis

Kelamin Menurut WNPKG 2004... 30

7. Pengukuran Derajat Ketahanan Pangan Tingkat Rumah

Tangga... 32

8. Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk dan Jumlah

Kepala Keluarga di Kabupaten Kulon Progo Tahun

2005-2009... 35

9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di

Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009... 37

10. Jumlah Penduduk Kabupaten Kulon Progo Menurut Tingkat

Pendidikan Tahun 2009... 39

11. Jumlah Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut

Lapangan Usaha di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009... 40

12. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Kulon

Progo Tahun 2009... 41

13. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi

Tanaman Pangan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009.... 43

14. Sarana Perekonomian di Kabupaten Kulon Progo Tahun

2009... 44

15. Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kabupaten

Kulon Progo Tahun 2009... 44

16. Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan

di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009... 45

17. Keadaan Produksi Beras dan Produksi Setara Beras di

Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009... 46

18. Karakteristik Rumah Tangga Responden di Kabupaten

Kulon Progo... 47

(9)

commit to user

ix

Kulon Progo... 49

20. Besarnya Rata-rata Pendapatan per Bulan Rumah Tangga

Responden di Kabupaten Kulon Progo... 50

21. Rata-rata Pengeluaran Pangan per Bulan Rumah Tangga

Responden di Kabupaten Kulon Progo... 54

22. Rata-rata Pengeluaran Pangan per Bulan Rumah Tangga

Responden di Kabupaten Kulon Progo... 59

23. Pengeluaran Total Rumah Tangga Responden di Kabupaten

Kulon Progo... 62

24. Rata-rata Pendapatan, Pengeluaran dan Tabungan Rumah

Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo... 63

25. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Responden di

Kabupaten Kulon Progo... 64

26. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat

Konsumsi Gizi (TKG) Rumah Tangga Responden di

Kabupaten Kulon Progo... 66

27. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat

Konsumsi Gizi (TKG) Anggota Rumah Tangga Responden

di Kabupaten Kulon Progo... 68

28. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein

Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo... 69

29. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein

Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon

Progo... 71

30. Sebaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden di

(10)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(11)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Identitas Responden... 83

2. Pendapatan Rumah Tangga Responden... 84

3. Pengeluaran Pangan... 86

4. Pengeluaran Non Pangan... 87

5. Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Pengeluaran Total... 88

6. AKG, Konsumsi Gizi Rumah Tangga dan TKG Rumah Tangga Responden... 89

7. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Suami... 90

8. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Istri... 91

9. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anak Laki-laki... 92

10. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anak Perempuan... 93

11. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anggota Keluarga Lain Laki-laki... 94

12. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anggota Keluarga Lain Perempuan... 95

13. Konsumsi Nasi dan Beras... 96

14. Ketahanan Pangan... 97

15. Sebaran Kategori Ketahanan Pangan... 98

16. Hubungan Konsumsi Energi dengan Proporsi Pengeluaran Pangan... 99

17. Kuisioner... 100

18. Peta Kabupaten Kulon Progo... 101

19. Foto Penelitian... 102

(12)

commit to user

xii

RINGKASAN

Agnes Yudaningrum Widyareni, H 0307029. 2011. Analisis Hubungan

Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Kulon Progo. Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta. Skripsi di bawah bimbingan Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. dan Umi Barokah, S.P., M.P.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani, proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani, konsumsi energi dan protein rumah tangga petani, hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi rumah tangga petani dan kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo dilihat dari indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi.

Metode dasar penelitian ini adalah deskriptif analitis. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kulon Progo. Metode pengambilan daerah penelitian secara purposive sampling yaitu di Desa Donomulyo, Desa Wijimulyo dan Desa Kembang Kecamatan Nanggulan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, pencatatan dan recall method. Analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani, proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani, konsumsi energi dan protein rumah tangga petani, hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi dan ketahanan pangan rumah tangga petani.

(13)

commit to user

xiii

SUMMARY

Agnes Yudaningrum Widyareni, H 0307029. 2011. Analysis the Relation between Proportion of Expenditure and Food Consumption with Food Security of Farmer Household in Kulon Progo Regency. Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret Surakarta. The supervisors are Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. and Umi Barokah, S.P., M.P.

The aims of this research are to discern the earnings and expenditure quantity of farmer household house necessity, the proportion of food expenditure to the total of farmer household, energy and protein consumption of farmer household, the relation between the proportion of food expenditure with farmer household energy consumption and condition farmer household food security in Kulon Progo by indicating the proportion of food expenditure and the level of energy consumption.

The basic method in this research is descriptive analysis. This research is taken place in Kulon Progo Regency. The method of choosing the area is done by purposive sampling i.e. in Donomulyo Village, Wijimulyo Village and Kembang Village Nanggulan Subdistrict. The data are primary and secondary one. Collecting data is done by using observation, interview, noting, and recall methods. The analysis of data involves the earnings and expenditure of farmer household, proportion of food expenditure to the total expenditure farmer household, energy and protein consumption of farmer household, the relation between the proportion of food expenditure with farmer household energy consumption and condition farmer household food security.

The result of this research shows that the average of farmer household earnings quantity in Kulon Progo Regency is Rp 1.593.513,89, which consists of earnings from the work as farmers Rp 746.847,22 and earnings outside the work

as farmers Rp 846.666,67. The expenditure of farmer household is Rp 1.289.601,91 and this amount is measured by proportion of food expenditure

to the total expenditure is 60,00%, it means that the food consumption still takes a big part of total expenditure farmer household in Kulon Progo Regency. The

average of Energy Consumption Level Tingkat Konsumsi Energi (TKE) 85,17%,

it is concluded as mid level. He average of Protein Consumption Tingkat

Konsumsi Protein (TKP) 94,41%, it is in a mid level. Proportion of food

(14)

commit to user

1

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pertanian berpengaruh terhadap gizi melalui produksi pangan

untuk rumah tangga. Sektor pertanian terdiri dari lima subsektor pertanian.

Kelima subsektor tersebut antara lain subsektor tanaman bahan makanan,

subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan dan

subsektor perikanan. Subsektor tanaman bahan makanan merupakan

subsektor yang memiliki peranan penting dalam pembangunan sektor

pertanian, karena subsektor tanaman bahan makanan merupakan penyedia

pangan dan kebutuhan masyarakat. Subsektor tanaman bahan makanan terdiri

dari komoditi padi, palawija, sayuran dan buah-buahan.

Pangan merupakan sumber energi dan protein yang berguna

meningkatkan kualitas manusia. Pangan juga merupakan kebutuhan pokok

dan komoditi strategis dalam kehidupan manusia untuk menjaga

kelangsungan hidupnya secara sehat dan produktif. Namun dalam

kenyataannya, tidak semua orang dapat terpenuhi kebutuhan pangannya

karena beberapa alasan sehingga mengalami kelaparan dan menghadapi

kondisi rawan pangan, tetapi beberapa orang berlebihan dalam konsumsi

pangannya (Marwanti, 2000).

Ketahanan pangan diartikan sebagai tersedianya pangan dalam jumlah

dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman

dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari

sepanjang waktu. Kebijakan peningkatan ketahanan pangan masyarakat

dalam rangka revitalisasi pertanian diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan nasional dalam penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan bagi

seluruh penduduk secara berkelanjutan dengan jumlah yang cukup, mutu

yang layak, aman dan juga halal. Peningkatan ketahanan pangan merupakan

prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan

yang paling dasar bagi manusia sehingga pangan sangat berperan dalam

(15)

commit to user

mencakup tingkat rumah tangga dan tingkat nasional

(Anonimous dalam Rachman dan Ariani, 2002).

Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta yang menurut Rahman (2003), pada tahun

1999, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu dari lima

provinsi di Indonesia yang mempunyai rumah tangga rawan pangan tertinggi.

Kondisi rawan pangan bisa disebabkan oleh banyak faktor diantaranya akibat

bencana alam, banjir, kekeringan, gempa bumi, adanya sumbatan distribusi,

serangan hama penyakit dan gagal produksi. Padi merupakan tanaman

penghasil beras yang merupakan bahan pangan pokok penduduk Indonesia.

Meskipun padi dapat digantikan oleh tanaman pangan lainnya, namun padi

memiliki nilai tersendiri bagi masyarakat yang biasa makan nasi dan tidak

dapat dengan mudah digantikan oleh bahan pangan yang lain seperti jagung

dan umbi-umbian. Petani padi selain berperan sebagai produsen, juga

berperan sebagai konsumen. Terkait dengan ketahanan pangan, bagaimana

ketahanan pangan rumah tangga produsen bahan pangan pokok. Ketahanan

pangan tidak hanya persediaan dan konsumsi pangan, tetapi juga mencakup

distribusi dan daya jangkau masyarakat untuk memperolehnya. Selain itu,

keamanan dan kualitas juga merupakan bagian dari ketahanan pangan.

Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu penghasil padi di Daerah

Istimewa Yogyakarta. Produksi padi sendiri terkait dengan masalah

ketersediaan beras sebagai makanan pokok. Luas panen, produksi dan

rata-rata produksi padi sawah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat

(16)

commit to user

Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah menurut Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009

Kabupaten Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)

Rata-rata

Provinsi DIY 2009 105.611 662.369,10 62,72

Sumber : Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2010

Kabupaten Kulon Progo berdasarkan Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta dalam angka tahun 2010, memiliki produksi padi sebesar

122.729,00 ton dan menjadi urutan ketiga setelah Kabupaten Sleman dan

Kabupaten Bantul. Dibandingkan dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten

Bantul yang terdapat tiga kali musim tanam padi, di Kabupaten Kulon Progo

hanya terdapat dua kali musim tanam padi. Bupati Kulon Progo

mengeluarkan peraturan tentang tata tanam tahunan untuk mengatur pola

tanam di Kabupaten Kulon Progo yaitu padi-padi-palawija. Pemerintah

menerapkan pola tanam ini dengan tujuan untuk memotong siklus hidup

hama, mengatur ketersediaan air dan menjaga kesuburan tanah. Secara tidak

langsung, kondisi ini akan mempengaruhi ketersediaan pangan, konsumsi dan

pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo.

Beras merupakan bahan pangan pokok dan sumber utama gizi (kalori

dan protein) bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Posisi beras dalam

pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga masih menonjol, terutama pada

keluarga yang berpendapatan rendah. Keluarga yang berpendapatan rendah

umumnya akan memanfaatkan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan

dasarnya, yaitu pangan (Marwanti, 2002).

Konsumsi merupakan salah satu indikator tercapainya ketahanan

pangan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WKNPG) tahun 2004

menganjurkan konsumsi energi dan protein penduduk Indonesia

(17)

commit to user

energi di Kabupaten Kulon Progo sebesar 1992,2 kkal/kapita/hari. Konsumsi

energi tersebut masih dibawah angka kecukupan energi yang dianjurkan

sebesar 2.000 kkal/kapita/hari. Konsumsi protein di Kabupaten Kulon Progo

sebesar 65,5 gram/kapita/hari, angka ini telah memenuhi syarat kecukupan

protein yang ditetapkan oleh WKNPG (Kantor Ketahanan Pangan dan

Penyuluhan Pertanian Perikanan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo, 2010).

Ketahanan pangan yang tinggi salah satunya tercermin oleh

ketersediaan energi dan protein di atas angka kecukupan gizi. Tingginya

ketersediaan pangan tingkat nasional belum menjamin ketersediaan pangan

tingkat rumah tangga. Banyaknya kasus gizi buruk yang bermunculan

merupakan salah satu bukti adanya kesenjangan antara akses pangan dan

ketersediaan pangan. Hal tersebut terkait dengan faktor-faktor yang

menentukan tingkat konsumsi dan ragam jenis pangan yang dikonsumsi suatu

rumah tangga, antara lain kurangnya daya beli, ketidaktahuan pengelolaan

pangan dan gizi sebagai akibat kurangnya pengetahuan tentang gizi maupun

memang terbatas dalam aksesnya terhadap pangan karena penghasilan yang

tidak memadai untuk membeli bahan pangan yang mengandung cukup gizi.

Faktor pendapatan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan

pola konsumsi rumah tangga. Pendapatan yang semakin tinggi menunjukkan

daya beli yang semakin meningkat, dan semakin meningkat pula aksesibilitas

terhadap pangan yang berkualitas lebih baik. Faktor lain yang sangat penting

adalah ketersediaan dan distribusi yang baik dari berbagai jenis bahan

pangan, dan pengetahuan yang baik tentang masalah gizi dan kesehatan.

Faktor lain yang juga berperan dalam pembentukan pola konsumsi adalah

kebiasaan (sosio budaya) dan selera. Kesemua faktor tersebut sangat

menentukan kualitas pangan yang dikonsumsi rumah tangga, yang pada

akhirnya akan menentukan kualitas gizi dan kesehatan anggota rumah tangga

tersebut (Ariningsih, 2009).

Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat

memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Kemampuan daya

(18)

commit to user

tangga di Kabupaten Kulon Progo. Menurut data Indikator Kesejahteraan

Rakyat Kabupaten Kulon Progo, selama lima tahun terakhir persentase

pengeluaran untuk makanan selalu lebih besar daripada persentase

pengeluaran bukan makanan. Pada tahun 2009, perbandingan pengeluaran

makanan dan bukan makanan adalah 53,80% berbanding 46,20%. Keadaan

ini tidak berbeda jauh dari tahun-tahun sebelumnya bahwa proporsi

pengeluaran makanan masih di atas 50% bila dibandingkan dengan

pengeluaran bukan makanan. Konsumsi pangan di Kabupaten Kulon Progo

masih didominasi oleh besarnya konsumsi padi-padian terutama beras.

Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Kulon Progo

masih mempunyai pendapatan yang rendah, sebagian besar pendapatan yang

diterima oleh masyarakat masih banyak digunakan untuk mencukupi

kebutuhan makanan. Kenyataan inilah yang mendorong peneliti untuk

mengetahui lebih lanjut mengenai ketahanan pangan rumah tangga petani di

Kabupaten Kulon Progo.

B. Rumusan Masalah

Ketahanan pangan dibedakan dalam empat tingkatan, yaitu

ketahanan pangan nasional, regional, ketahanan pangan rumah tangga atau

keluarga, serta ketahanan pangan individu. Meskipun secara nasional

mempunyai ketahanan pangan yang baik, namun hal tersebut tidak menjamin

ketahanan pangan tingkat regional, bahkan rumah tangga atau individu. Hal

ini terjadi karena rumah tangga memiliki ketersediaan dan akses pangan yang

berbeda-beda. Ketahanan pangan rumah tangga berhubungan dengan

kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan secara cukup untuk

memenuhi kebutuhan seluruh anggotanya.

Peningkatan ketahanan pangan ditingkat rumah tangga bukan perkara

yang mudah. Masalah gizi tidak terlepas dari masalah pangan karena masalah

gizi timbul dari akibat kelebihan atau kekurangan kandungan zat gizi dalam

makanan. Sulitnya menanggulangi masalah pangan mengakibatkan kasus

(19)

commit to user

salah satu masalah utama peningkatan kualitas sumber daya manusia dari

aspek gizi.

Luas lahan sawah di Kulon Progo sebesar 10.878,512 ha atau 18,56%

dari luas wilayah Kabupaten Kulon Progo 58.627,512 ha. Dari hasil Sensus

Pertanian 2003, penduduk Kabupaten Kulon Progo mayoritas masih berusaha

pada sektor pertanian, karena dari 103.450 rumah tangga, 80.685 atau 77,99%

merupakan rumah tangga pertanian dan sebanyak 45.239 atau 56,07% rumah

tangga pertanian mengusahakan tanaman padi. Kabupaten Kulon Progo

merupakan kabupaten yang masih menerapkan sistem panen tebasan pada

usahataninya terutama usahatani padi. Sistem tebasan ini memungkinkan

hasil produksi padi di Kabupaten Kulon Progo dikirim ke luar wilayah Kulon

Progo. Hal ini akan berpengaruh pada ketersediaan pangan dan pendapatan

petani di Kabupaten Kulon Progo yang pada akhirnya juga akan

mempengaruhi ketahanan pangan di Kabupaten Kulon Progo.

Berdasarkan pemikiran tersebut maka dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Berapa besarnya pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani di

Kabupaten Kulon Progo?

2. Berapa besarnya proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total

rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo?

3. Bagaimana konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di

Kabupaten Kulon Progo?

4. Bagaimana hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan

konsumsi energi rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo?

5. Bagaimana kondisi ketahanan pangan rumah petani di Kabupaten Kulon

Progo berdasarkan indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat

(20)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini,

yaitu :

1. Mengetahui pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani di

Kabupaten Kulon Progo.

2. Mengetahui proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total

rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo.

3. Mengetahui konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di

Kabupaten Kulon Progo.

4. Mengetahui hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan

konsumsi energi rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo.

5. Mengetahui kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten

Kulon Progo berdasarkan indikator proporsi pengeluaran pangan dan

tingkat konsumsi energi.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penilitian ini adalah :

1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber

informasi, sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam

menyusun suatu kebijakan yang berkaitan dengan pemantapan ketahanan

pangan.

2. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

tambahan referensi dalam penyusunan penelitian selanjutnya atau

penelitian-penelitian sejenis.

3. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan

pengetahuan serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

(21)

commit to user

8

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Menurut Marwanti (2002), dalam penelitiannya yang berjudul Pola

Pengeluaran untuk Konsumsi Pangan dan Gizi Penduduk Indonesia (Analisis

Data Susenas 1999) bahwa pengeluaran untuk konsumsi pangan dan gizi

penduduk Indonesia lebih besar dari pengeluaran konsumsi bukan pangan.

Pada tingkat pengeluaran rendah, peningkatan pengeluaran masih

meningkatkan konsumsi beras dengan proporsi yang semakin menurun, tetapi

pada tingkat pengeluaran tinggi terjadi penurunan konsumsi beras dengan

proporsi yang semakin meningkat. Pola konsumsi beras ini memberi petunjuk

bahwa diversifikasi konsumsi pangan pokok sumber gizi lebih diarahkan

kepada golongan penduduk berpendapatan menengah dan tinggi. Bagi

penduduk berpendapatan rendah, beras masih menjadi prioritas sumber gizi.

Djiwandi (2002) dalam penelitiannya tentang Sumber Pendapatan dan

Proporsi Pengeluaran Keluarga Petani untuk Konsumsi, Tabungan dan

Investasi Studi Kasus Petani di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten,

menyatakan bahwa konsumsi rumah tangga petani menghabiskan 59,89%

atau hampir 60% dari pendapatannya. Untuk tabungan rata-rata keluarga

petani mengalokasikan 23,97 atau hampir 24% dari pendapatan dan 16,14%

untuk diinvestasikan.

Penelitian Rachman dkk (2003) yang berjudul Distribusi Provinsi di

Indonesia Menurut Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga, menyatakan

bahwa apabila hanya memperhatikan indikator pangsa pengeluaran pangan

sebagai proksi indikator ekonomi, maka rumah tangga berpendapatan rendah

adalah rumah tangga yang termasuk kategori rentan pangan dan rawan

pangan. Proporsi rumah tangga kedua kategori tersebut di desa mencapai

89%, sedangkan di kota sebesar 61%. Hal ini membuktikan bahwa aspek

pendapatan untuk meningkatkan akses terhadap pangan merupakan faktor

penting dalam peningkatan ketahanan pangan rumah tangga. Secara agregat,

(22)

commit to user

hanya 12,2%. Sebaliknya rumah tangga yang rawan pangan mencapai lebih

dari 30%. Lima provinsi dengan proporsi rumah tangga rawan pangan

tertinggi (43,33-33,26%) berturut-turut adalah Jawa Timur, NTT, Jawa

Tengah, Jambi dan DI. Yogyakarta.

Suhartini dkk (2005) dalam penelitiannya tentang Pola Pendapatan dan

Pengeluaran Rumah Tangga Kaitannya dengan Ketahanan Pangan Rumah

Tangga (Kasus di Desa Sambelia, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok

Timur), menunjukkan bahwa secara umum sektor pertanian masih tetap

merupakan sumber pendapatan rumah tangga. Sumber pendapatan rumah

tangga di Desa Sambelia dari berbagai aktivitas usaha di bidang on farm, off

farm dan non farm. Sumber pendapatan utama petani kaya diperoleh dari

usaha on farm. Sebaliknya petani dengan lahan garapan sempit dan rumah

tangga yang tidak mempunyai lahan, usaha off farm dan non farm memegang

peranan penting sebagai sumber pendapatan. Pendapatan rumah tangga yang

diperoleh dari ketiga bidang tersebut, prioritas pertama adalah pengeluaran

untuk konsumsi berupa kebutuhan pangan dengan pangsa pengeluaran

pangan mencapai diatas 50 persen. Dari pangsa pengeluaran pangan tersebut

diketahui bahwa ketahanan pangan rumah tangga di Desa Sambelia relatif

rendah.

Nuryani (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Hubungan

Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan

Rumah Tangga Petani di Kabupaten Sukoharjo, menunjukkan bahwa proporsi

pengeluaran untuk pangan rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo lebih

besar dibanding bukan pangan yaitu sebesar 57,13% konsumsi energi dan

protein rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo mempunyai tingkat

kecukupan gizi sebesar 137,95% untuk energi dan 182,71% untuk protein.

Semakin rendah proporsi pengeluaran konsumsi pangan, maka akan semakin

tinggi kecukupan konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di

Kabupaten Sukoharjo. Ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten

(23)

commit to user

Berdasarkan penelitian terdahulu, peneliti ingin mengkaji lebih dalam

mengenai besarnya proporsi pengeluaran pangan dan konsumsi pangan rumah

tangga petani di Kabupaten Kulon Progo yang merupakan salah satu

kabupaten yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta yang pada penelitian

Rachman dkk (2003) mempunyai rumah tangga rawan pangan cukup tinggi.

Pendapatan yang rendah akan menuntut rumah tangga untuk mendahulukan

pengeluaran untuk pangan khususnya pangan pokok. Berdasarkan

penelitian-penelitian di atas, pengeluaran pangan merupakan pengeluaran terbesar dalam

rumah tangga. Analisis proporsi pengeluaran pangan dalam rumah tangga

petani penting untuk dilakukan karena merupakan salah satu indikator

ketahanan pangan rumah tangga petani disamping analisis kecukupan

konsumsi energi.

B. Tinjauan Pustaka

1. Konsumsi Pangan

Menurut Suhardjo dalam Aritonang (2000), konsumsi pangan

merupakan salah satu komponen dalam sistem pangan dan gizi. Oleh

karena itu konsumsi pangan baik kuantitas maupun kualitas sangat

ditentukan oleh produksi dan distribusi pangan serta faktor lainnya.

Konsumsi pangan penting diperhatikan karena secara langsung akan

menentukan status gizi.

Konsumsi pangan berpengaruh pada status gizi seseorang. Makanan

sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang

dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak

dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi

esensial tertentu (Almatsier, 2002).

Bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan

pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Bahan pangan nabati adalah bahan-bahan makanan yang berasal dari

tanaman (bisa berupa akar, batang, dahan, daun, bunga, buah atau

beberapa bagian dari tanaman bahkan keseluruhannya) atau bahan

(24)

commit to user

hewani merupakan bahan-bahan makanan yang berasal dari hewan atau

olahan yang bahan dasarnya dari hasil hewan. Kedua bahan pangan ini

memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memerlukan penanganan

dan pengolahan yang berbeda pula (Suharyanto, 2009).

Keragaan konsumsi pangan merupakan suatu aspek yang sangat

penting dalam sistem pangan dan gizi masyarakat. Istilah keragaan

konsumsi pangan meliputi pola konsumsi pangan baik secara kuantitatif

maupun kualitatif serta berbagai faktor yang mempengaruhinya. Secara

lebih rinci, yang dimaksud dengan keragaan konsumsi secara kuantitatif

meliputi jumlah pangan yang dikonsumsi serta tingkat kemampuan

penduduk untuk menjangkau pangan. Keragaan konsumsi pangan secara

kualitatif meliputi jenis dan sumber pangan, kebiasaan makan, cara

menyediakan dan memperoleh pangan guna menjamin kecukupan pangan

penduduk (Syarief, 1992).

Penilaian pangan dari sisi kuantitas melihat volume pangan yang

dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan.

Kedua hal tersebut digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan

sudah dapat memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat yang

dikenal sebagai Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Untuk menilai kuantitas konsumsi

pangan masyarakat digunakan Parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE)

dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP). Beberapa kajian menunjukkan

bahwa bila konsumsi energi dan protein terpenuhi sesuai dengan norma

atau angka kecukupan gizi dan konsumsi pangan beragam, maka zat-zat

lain juga akan terpenuhi dari konsumsi pangan (Anonim, 2008).

M. K. Bennet menemukan bahwa peningkatan pendapatan akan

mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi

pangannya dengan harga yang lebih mahal per unit zat gizinya. Pada

tingkat pendapatan per kapita yang lebih rendah, permintaan terhadap

pangan diutamakan pada pangan yang padat energi yang berasal dari

(25)

commit to user

konsumsi pangan akan lebih beragam, serta umumnya akan terjadi

peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi. Peningkatan

pendapatan akan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan dan

peningkatan konsumsi pangan yang lebih mahal (Soekirman, 2000).

2. Pengeluaran untuk Konsumsi

Pengeluaran masyarakat terdiri dari pengeluaran pangan dan bukan

pangan. Pengeluaran pangan merupakan salah satu variabel yang dapat

digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan masyarakat, dengan

melihat pangsanya terhadap pengeluaran total. Semakin rendah pangsa

pengeluaran pangan berarti tingkat kesejahteraan masyarakat semakin baik

(Ariani, 2004).

Pengeluaran pangan terdiri dari padi-padian, umbi-umbian, ikan,

daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan,

minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya,

makanan dan minuman jadi, minuman alkohol, tembakau dan sirih.

Sedangkan, pengeluaran non pangan terdiri dari perumahan, barang dan

jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, pakaian, alas kaki dan tutup

kepala, barang tahan lama, pajak dan asuransi, keperluan pesta dan

upacara (BPS, 2009).

Makanan merupakan kebutuhan manusia untuk tetap hidup, sehingga

sebesar apapun pendapatan seseorang ia akan tetap berusaha untuk

mendapatkan makanan yang memadai. Seseorang atau suatu rumah tangga

akan terus menambah konsumsi makanannya sejalan dengan

bertambahnya pendapatan, namun sampai batas tertentu penambahan

pendapatan tidak lagi menyebabkan bertambahnya jumlah makanan yang

dikonsumsi, karena kebutuhan manusia akan makanan pada dasarnya

memiliki titik jenuh. Bila secara kuantitas kebutuhan seseorang sudah

terpenuhi, maka lazimnya ia akan mementingkan kualitas atau beralih

pada pemenuhan kebutuhan bukan makanan. Dengan demikian ada

kecenderungan semakin tinggi pendapatan seseorang semakin berkurang

(26)

commit to user

komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran guna menilai

tingkat kesejaheraan ekonomi penduduk, dengan asumsi bahwa penurunan

persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran

merupakan gambaran membaiknya tingkat perekonomian penduduk

(Aritonang, 2000).

Perbedaan tingkat pendapatan menimbulkan perbedaan-perbedaan

pola distribusi pendapatan, termasuk pola konsumsi rumah tangga dan

penguasaan modal bukan tanah. Sebagai contoh, rumah tangga petani kecil

atau buruh tani, karena pendapatannya relatif kecil untuk konsumsi rumah

tangga hanya mampu membeli kebutuhan pokok saja, misalnya beras dan

lauk-pauk sekedarnya. Sedangkan petani bertanah luas, karena

pendapatannya besar disamping mampu membeli barang-barang konsumsi

pokok rumah tangga, juga mampu membeli kebutuhan barang-barang

kebutuhan sekunder, seperti barang perlengkapan rumah tangga, alat

transportasi, alat-alat hiburan dan masih mempunyai sisa untuk ditabung

atau diinvestasikan dalam barang-barang modal. Barang-barang modal

tersebut dapat berupa tanah, traktor atau modal untuk usaha di luar usaha

sektor pertanian (Djiwandi, 2002).

Peningkatan proporsi pengeluaran untuk kelompok makanan dapat

menjadi indikator menurunnya kesejahteraan penduduk dan meluasnya

kemiskinan karena dalam kondisi pendapatan yang terbatas. Dalam

kondisi yang terbatas, seseorang akan mendahulukan pemenuhan

kebutuhan makanan dan sebagian besar pendapatan dibelanjakan untuk

konsumsi makanan (Marwanti, 2002).

Menurut Badan Pusat Statistik, berdasarkan data pengeluaran

keluarga dapat diungkapkan tentang pola konsumsi keluarga dengan

menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk pangan dan non

pangan. Semakin tinggi pendapatan, maka porsi pengeluaran akan

bergeser dari pengeluaran pangan ke pengeluaran non pangan. Pada

umumnya keluarga akan mengalokasikan setiap pendapatannya untuk

(27)

commit to user

Apabila kebutuhan dasar tersebut sudah terpenuhi, maka keluarga akan

mengalokasikan pendapatannya untuk kebutuhan non pangan

(Rahmawati dkk, 1999).

Tingkat konsumsi pangan kaitanya dengan pendapatan dapat dibagi

menjadi 3 yaitu:

a. Initial stage dari pada tingkat konsumsi pangan. Makanan yang dibeli

semata-mata hanya untuk mengatasi rasa lapar. Makanan yang

dikonsumsi hanya kalori, dan biasanya hanya berupa bahan-bahan

karbohidrat saja. Dalam hal ini kualitas pangan hampir tidak

terpikirkan. Karakteristik tingkat ini, ada korelasi erat antara

pendapatan dan tingkat konsumsi pangan. Jika pendapatan naik, maka

tingkat konsumsi pangan akan naik.

b. Marginal stage daripada konsumsi pangan. Pada tingkat ini korelasi

antara tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi pangan tidak linear,

artinya kenaikan pendapatan tidak memberi reaksi yang proporsional

terhadap tingkat konsumsi pangan.

c. Stable stage daripada tingkat konsumsi pangan. Pada tingkat ini

kenaikan pendapatan tidak memberikan respon terhadap kenaikan

konsumsi pangan. Pada tingkat ini ada kecenderungan mengkonsumsi

pangan secara berlebihan, tanpa mempertimbangkan gizi

(Handajani, 1994).

Keterkaitan pendapatan dan ketahanan pangan dapat dijelaskan

dengan hukum Engel. Menurut hukum Engel, pada saat terjadinya

peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatannya

untuk pangan dengan proporsi yang semakin mengecil. Sebaliknya, bila

pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan semakin

meningkat (Soekirman, 2000).

3. Ketahanan Pangan

Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan,

pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi

(28)

commit to user

jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dari pengertian

tersebut, tersirat bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional

harus lebih dipahami sebagai pemenuhan kondisi-kondisi berikut :

a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, dengan

pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang

berasal dari tamanan, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas

karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, yang bermanfaat bagi

pertumbuhan dan kesehatan manusia.

b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, dengan pengertian

bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat

mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, serta

aman menurut kaidah agama.

c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, dengan pengertian

bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan setiap

saat dan merata di seluruh tanah air.

d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan bahwa

pangan mdah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

(Soetrisno, 2005).

Menurut Suhardjo dalam Ilham dan Bonar (2008) ketahanan pangan

rumah tangga dicerminkan oleh beberapa indikator antara lain : (1) tingkat

kerusakan tanaman, ternak dan perikanan. (2) penurunan produksi pangan,

(3) tingkat persediaan pangan dirumah tangga, (4) proporsi pengeluaran

pangan terhadap pengeluaran total, (5) fluktuasi harga pangan utama yang

umum dikonsumsi rumah tangga, (6) perubahan kehidupan sosial, seperti

migrasi, menjual/menggadaikan asset, (7) keadaan konsumsi pangan

berupa kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas pangan serta (8) status

gizi.

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Pendapatan rumah tangga petani padi diperoleh dari dua sumber

pendapatan, yaitu pendapatan dari usahatani dan luar usahatani. Pendapatan

(29)

PNS/TNI-commit to user

POLRI/pensiunan/karyawan. Pendapatan rumah tangga petani akan

mempengaruhi daya beli dan pola konsumsinya. Pendapatan digunakan untuk

membayar semua pengeluaran rumah tangga. Selisih pendapatan dan

pengeluaran merupakan tabungan.

Pengeluaran dibedakan menjadi dua yaitu pengeluaran pangan dan

pengeluaran non pangan. Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu

indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan

penduduk. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar

untuk konsumsi makanan mengindikasikan rumah tangga yang

berpenghasilan rendah. Makin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga,

makin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh

pengeluaran rumah tangga atau akan bergeser ke pengeluaran bukan

makanan/ditabung. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa rumah

tangga/keluarga akan semakin sejahtera bila persentase pengeluaran untuk

makanan lebih kecil dibandingkan pengeluaran untuk non makanan

(BPS, 2010).

Hardinsyah dan Martianto (1992) menyatakan bahwa, jumlah dan

komposisi gizi yang diperoleh seseorang atau kelompok orang dari konsumsi

pangannya dapat dihitung atau dinilai dari jumlah pangan yang

dikonsumsinya dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan

(DKBM). Penilaian jumlah zat gizi adalah:

Keterangan:

Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan j

BPj : berat makanan/ pangan yang dikonsumsi (gram)

Bddj : bagian yang dapat dimakan (dalam %/gram dari 100% pangan j)

Kgij : kandungan zat gizi tertentu (i) dari 100 gram pangan (j) atau makanan

yang dimakan

Tercukupinya kebutuhan pangan antara lain dapat diindikasikan dari

(30)

commit to user

Gizi VIII (WKNPG) tahun 2004 menganjurkan konsumsi energi dan protein

penduduk Indonesia masing-masing adalah 2000 kkal/kapita/hari dan

52 gram/kapita/hari.

Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat tergantung dari

cukup tidaknya pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga

untuk mencapai gizi baik dan hidup sehat. Untuk mengukur derajat ketahanan

pangan tingkat rumah tangga, digunakan klasifikasi silang dua indikator

ketahanan pangan, yaitu pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan

konsumsi energi (kkal) (Jonsson and Toole dalam Rachman dan Ariani,

2002).

Adapun skema kerangka teori dan pendekatan masalah dari penelitian

ini adalah sebagai berikut :

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Non Pangan

Konsumsi Energi

Konsumsi Pangan

Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Pengeluaran Total

Pangan

Konsumsi Protein Pendapatan Rumah Tangga

Tabungan

Usahatani

Luar usahatani

Pengeluaran

(31)

commit to user

D. Pembatasan Masalah

1. Pengeluaran untuk konsumsi makanan dihitung selama seminggu yang

lalu, sedangkan untuk pengeluaran non pangan setahun yang lalu,

selanjutnya masing-masing dikonversikan ke dalam pengeluaran rata-rata

perbulan.

2. Harga barang baik pangan maupun non pangan dihitung berdasarkan harga

yang berlaku saat penelitian berlangsung.

3. Konsumsi pangan yang dihitung merupakan konsumsi yang dimakan oleh

petani dan anggota keluarganya yang tinggal dalam satu rumah.

4. Penilaian konsumsi pangan dibatasi pada konsumsi energi dan protein.

5. Rumah tangga petani dalam penelitian ini adalah petani padi sawah dengan

sistem pengairan irigasi teknis.

E. Asumsi

1. Penganekaragaman konsumsi pangan juga akan menyebabkan

terpenuhinya zat gizi selain energi dan protein.

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Rumah tangga petani padi terdiri dari rumah tangga petani pemilik

penggarap, rumah tangga petani penyewa dan rumah tangga petani

penyakap yang menanam padi dengan tujuan hasilnya untuk dikonsumsi

sendiri maupun dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya

dijual/ditukar atau memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko

usaha.

2. Pendapatan rumah tangga petani padi merupakan sejumlah uang yang

didapat oleh masing-masing rumah tangga dari pekerjaan yang dilakukan

dalam satu bulan yang dihitung dari pendapatan dari usahatani dan luar

usahatani yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

3. Pengeluaran rata-rata sebulan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan

untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan yang

(32)

commit to user

4. Konsumsi pangan merupakan sejumlah makanan dan minuman yang

dimakan/diminum penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi

kebutuhan fisiknya. Konsumsi pangan dinilai dari konsumsi energi dan

protein.

5. Konsumsi energi adalah sejumlah energi pangan yang dikonsumsi per

orang per hari yang dinyatakan dalam kkal per orang per hari.

6. Konsumsi protein adalah sejumlah protein pangan yang dikonsumsi yang

dinyatakan dalam gram per orang per hari.

7. Tingkat Konsumsi Energi (TKE) adalah perbandingan antara jumlah

konsumsi energi per orang per hari dengan Angka Kecukupan Energi

(AKE) yang dianjurkan (berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin)

yang dinyatakan dalam %.

8. Tingkat Konsumsi Protein (TKP) adalah perbandingan antara jumlah

konsumsi energi per orang per hari dengan Angka Kecukupan Protein

(AKP) yang dianjurkan (berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin)

yang dinyatakan dalam %.

9. Pengeluaran pangan terdiri dari padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging,

telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak

dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya,

makanan dan minuman jadi, minuman alkohol, tembakau dan sirih yang

dinyatakan dalam rupiah per bulan (BPS, 2009).

10. Pengeluaran non pangan terdiri dari perumahan, barang dan jasa, biaya

pendidikan, biaya kesehatan, pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barang

tahan lama, pajak dan asuransi, keperluan pesta dan upacara yang

dinyatakan dalam rupiah per bulan (BPS, 2009).

11. Proporsi pengeluaran pangan adalah perbandingan antara jumlah

pengeluaran yang digunakan untuk pangan dengan jumlah total

pengeluaran yang dinyatakan dalam %.

12. Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan merupakan banyaknya

masing-masing zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan.

(33)

commit to user

umur dan jenis kelamin menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi

VIII Tahun 2004.

13. Daftar komposisi bahan makanan adalah daftar yang menyajikan

komposisi bahan makanan untuk menghitung besarnya zat gizi dari

bahan makanan yang dikonsumsi oleh rumah tangga.

14. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah

tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.7 Tahun 1996).

Ketahanan pangan dalam penelitian ini dilihat dari proporsi pengeluaran

(34)

commit to user

21

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analitis. Penelitian deskriptif analitis adalah suatu metode yang

memusatkan perhatian pada pemecahan masalah yang ada pada masa

sekarang, pada masalah yang aktual, dimana data yang dikumpulkan

mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Penelitian deskriptif

bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau

sekelompok orang tertentu, atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan

antara dua gejala atau lebih.

Metode deskriptif menurut Surakhmad (1994) mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut :

1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa

sekarang, pada masalah-masalah yang aktual.

2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian

dianalisa (karena itu metode ini sering pula disebut metode analitik).

Teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian survei. Penelitian

survei adalah pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dari suatu

populasi dalam jangka waktu yang bersamaan dan menggunakan kuesioner

sebagai alat pengumpulan data (Singarimbun dan Effendi, 1995).

B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian

Metode pengambilan daerah penelitian dalam penelitian ini dilakukan

secara purposive sampling, yaitu dengan mempertimbangkan alasan yang

diketahui berdasarkan tujuan penelitian (Singarimbun dan Efendi, 1995).

Pemilihan daerah penelitian adalah secara purposive sampling berdasarkan

pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan kecamatan dengan produksi

padi tertinggi di Kabupaten Kulon Progo, dengan populasi sasaran adalah

rumah tangga petani padi. Data luas panen, produksi dan rata-rata produksi

padi sawah di Kabupaten Kulon Progo di berbagai kecamatan pada tahun

(35)

commit to user

Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009

Kecamatan Luas Panen

Kulon Progo 2009 19.023 122.729,00 64,52

Sumber : Kabupaten Kulon Progo dalam Angka 2010

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa kecamatan yang

mempunyai produksi padi terbesar di Kabupaten Kulon Progo adalah

Kecamatan Nanggulan dengan produksi padi sawah sebesar 23.292,00 ton.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dipilih Kecamatan Nanggulan

sebagai daerah sampel penelitian.

Penentuan desa dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu

dengan pertimbangan desa sampel merupakan desa yang memiliki produksi

padi terbesar dan berdasarkan sebaran geografisnya yang menyebar sehingga

lebih dapat mencerminkan keadaan daerah penelitian. Berikut merupakan data

luas panen, produksi dan rata-rata produksi padi sawah menurut desa di

(36)

commit to user

Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah Menurut Desa di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009

Kabupaten Luas Panen

Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Nanggulan, 2010

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa desa yang mempunyai

produksi padi sawah terbesar di Kecamatan Nanggulan adalah Desa

Donomulyo dengan produksi sebesar 6.464,54 ton diikuti Desa Wijimulyo

dan Desa Kembang masing-masing sebesar 4.677,58 ton dan 3.595,76 ton.

Dipilihnya desa dengan produksi terbesar adalah untuk mengindari kebiasan

data, misalnya karena gagal panen sehingga digunakan hasil yang paling

optimal di Kecamatan Nanggulan, karena dengan produksi padi yang tinggi

belum mencerminkan ketersediaan pangan yang cukup pada rumah tangga.

Selain itu, rata produksi di Desa Donomulyo masih di bawah angka

rata-rata produksi di Kecamatan Nanggulan, sedangkan Desa Wijimulyo dan Desa

Kembang di atas angka rata-rata. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka

dipilih Desa Donomulyo, Desa Wijimulyo dan Desa Kembang. Pemilihan

tiga desa di Kecamatan Nanggulan juga supaya lebih dapat menggambarkan

keadaan di Kabupaten Kulon Progo.

C. Metode Pengambilan Sampel

Singarimbun dan Efendi (1995) menyatakan bahwa bila data dianalisis

dengan statistik parametik, maka jumlah sampel harus besar sehingga dapat

mengikuti distribusi normal. Sampel yang jumlahnya besar yang distribusinya

normal adalah sampel yang jumlahnya ≥ 30. Berdasarkan pertimbangan

tersebut, jumlah sampel pada penelitian ini adalah 30 orang petani yang

(37)

commit to user

Tabel 4. Jumlah Petani di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009

No. Desa Jumlah Petani

Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Nanggulan, 2010

Penentuan jumlah sampel petani dilakukan secara proporsional, yaitu

penentuan jumlah sampel berdasarkan jumlah populasinya dengan

menggunakan rumus:

Ni : Jumlah petani sampel yang mengusahakan padi sawah

Nk: Jumlah petani yang mengusahakan padi sawah di tiap-tiap desa

N : Jumlah seluruh petani yang mengusahakan padi di seluruh desa

Dengan menggunakan rumus diatas, maka jumlah petani sampel dari tiap

desa terpilih dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5:

Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga Petani Sampel Pada Masing-Masing Desa di Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo

No. Desa Jumlah Petani

penelitian ini sebanyak 30 orang.

Pengambilan petani sampel dari desa terpilih tersebut dilakukan dengan

(38)

commit to user

anggota dari populasi dipilih satu persatu dengan memakai interval tertentu.

Pemilihan petani sampel ditentukan dengan cara sistematis. Cara sistematis

yaitu sampel yang ditarik dengan memasukkan anggota-anggota populasi

terlebih dahulu di dalam suatu daftar atau bentuk deretan lain. Sesudah

menentukan darimana dimulai, maka anggota-anggota sampel itu dipilih

dengan menggunakan interval tertentu (Sevilla et al, 1993).

Pada penelitian ini, jumlah populasi petani padi sawah di lokasi Desa

Donomulyo adalah 1163 orang dan besar sampel yang akan diambil adalah

11 orang. Interval adalah hasil bagi antara jumlah populasi dan jumlah sampel

sehingga didapatkan nilai 105. Sampel pertama dipilih adalah responden yang

memiliki nomor urut 105. Sampel berikutnya ditentukan dengan

menambahkan nilai 105 pada nomor urut sampel pertama, demikian

seterusnya hingga didapatkan sampel ke-11. Pada Desa Wijimulyo jumlah

populasi petani padi sawah adalah sebesar 1062 orang dan besar sampel yang

akan diambil adalah 10 orang dengan interval 106. Pada Desa Kembang

populasi petani sebesar 980 orang dan sampel yang akan diambil adalah 9

orang dengan interval 108 sehingga didapatkan responden di Kecamatan

Nanggulan sebanyak 30 orang.

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh dari

responden dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan

instrumen pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Data primer

meliputi data mengenai karakteristik responden, pendapatan rumah

tangga petani, pengeluaran rumah tangga petani dan banyaknya

makanan yang dikonsumsi 24 jam yang lalu.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara

(39)

commit to user

lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini, di antaranya

Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian Kabupaten Kulon Progo,

Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Perikanan

Kehutanan Kabupaten Kulon Progo dan Kantor Kecamatan Nanggulan.

Data sekunder dalam penelitian ini meliputi data mengenai kondisi

umum Kabupaten Kulon Progo yang terdiri dari keadaan alam, keadaan

penduduk, keadaan pertanian, keadaan perekonomian dan kondisi

ketahanan pangan wilayah.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Teknik ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung

objek penelitian yang berupa kondisi wilayah dan responden.

b. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data primer melalui

tanya jawab langsung kepada responden (petani) dengan bantuan daftar

pertanyaan dan catatan sebagai alat bantu.

c. Pencatatan

Teknik pengumpulan data dengan cara mencatat data, baik data

dari responden maupun data yang ada pada instansi pemerintah atau

lembaga yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian.

d. Recall Method (Metode Pengingatan)

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mencatat jenis

dan jumlah satuan pangan yang dikonsumsi selama 24 jam terakhir

dihitung sejak saat wawancara dilakukan (Syarief, 1992).

E. Metode Analisis Data

1. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani

Pendapatan adalah penerimaan berupa uang maupun barang yang

diterima/ dihasilkan yang dalam penelitian ini, pendapatan rumah tangga

petani merupakan penjumlahan dari pendapatan usahatani (on farm) dan

luar usahatani (off farm) yang diusahakan oleh rumah tangga petani

(40)

commit to user

Pd = Pdon + Pdoff

Dimana :

Pd : Pendapatan rumah tangga petani (Rupiah)

Pdon : Pendapatan dari usahatani (Rupiah)

Pdoff : Pendapatan dari luar usahatani (Rupiah)

Total pengeluaran rumah tangga petani dapat diketahui dengan

menghitung pengeluaran pangan dan non pangan. Rumus yang digunakan

adalah:

TP = Pp + Pn

Dimana :

TP = Total pengeluaran rumah tangga petani (Rupiah)

Pp = Pengeluaran pangan (Rupiah)

Pn = Pengeluaran non pangan (Rupiah)

Pengeluaran rumah tangga petani dianalisis dengan:

a. Angka rata-rata, digunakan untuk mengetahui taksiran secara kasar

untuk melihat gambaran dalam garis besar dari suatu karakteristik yang

ada.

b. Analisis persentase, dilakukan dengan membagi data ke dalam beberapa

kelompok yang dinyatakan atau diukur dalam persentase.

2. Proporsi Pengeluaran Pangan terhadap Pengeluaran Total Rumah Tangga

Petani.

Proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah

tangga petani dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

PF = x100%

TP pp

Dimana :

PF = proporsi pengeluaran pangan (%)

pp = pengeluaran pangan (Rupiah)

TP = total pengeluaran (Rupiah)

(41)

commit to user

3. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani.

Konsumsi pangan rumah tangga petani dapat dilihat dari kuantitas

dan kualitas konsumsi pangan. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat

gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan,

sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu

bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur

kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi.

Menurut Hadinsyah dan Martianto (1992) jumlah dan komposisi

gizi yang diperoleh seseorang atau kelompok orang dari konsumsi

pangannya dapat dihitung atau dinilai dari jumlah pangan yang

dikonsumsinya dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan

(DKBM). Secara umum penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi

dihitung sebagai berikut :

Secara umum penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi dihitung

sebagai berikut :

Gij = BPjxBddjxKGij 100

100

Dimana:

Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j

BPj : berat makanan atau pangan j yang dikonsumsi (gram)

Bddj : bagian yang dapat dimakan (dalam persen atau gram dari 100

gram pangan atau makanan j)

Kgij : kandungan zat gizi tertentu (i) dari 100 gram pangan j atau

makanan yang dikonsumsi

Sesuai dengan rumus di atas, maka untuk mengukur jumlah

konsumsi energi dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Gej = BPj xBddj xKGej 100

100

Dimana Gej adalah energi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Teori Pendekatan Masalahcommit to user
Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009
Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah Menurut Desa di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009
Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga Petani Sampel Pada Masing-Masing Desa di Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan teori yang ada, biaya variabel pabrik sebaiknya dibebankan berdasarkan tarif biaya overhead yang telah ada, karena tidak mungkin mengukur biaya overhead variabel

Untuk siswa- siswa yang masuk kategori sedang dan rendah sesuai tabel diatas masuk dalam kategori rendah, hal ini dapat dilihat dari hasil jawaban yang

Coordination and Collaboration.. lending portfolio to finance adaptation projects. The BAU of the current credit assessment process is that banks will assess a project based on

Dalam lingkup Aceh, beberapa tindakan yang dapat dilakukan pada saat ini adalah (a) perlu ada sebuah kanun tentang kebijakan (policy) bahasa dan sastra daerah agar semua

Berdasarkan hasil analisis data penelitian, terdapat korelasi positif yang signifikan antara penyesuaian diri dengan resiliensi akademik pada siswa saat

Variabel lain yang tidak memberikan pengaruh terhadap intensitas turnover karyawan adalah variabel gaya kepemimpinan transformasional, kompensasi dan komitmen

Jika data yang dikirim klien terdapat karakter yang dibaca “ON” maka server akan memberikan nilai 1 pada salah satu pin- nya sesuai karakter pertama yang dikirim klien

Pada form pelatihan terdapat beberapa tombol buka citra, preprocessing , dan ekstraksi fitur yang merupakan tombol utama untuk menjalankan tahap pelatihan ini. Disamping itu