• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

ANALISIS KETAHANAN PANGAN

RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

Oleh:

WAHYUNI

H 0307089

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

(3)

commit to user

iii

KATA PANGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur ke hadirat Alloh SWT atas segala limpahan,

rahmat, karunia, dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Ketahanan Pangan

Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Sukoharjo” dengan baik. Skripsi ini disusun

guna memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bantuan dari

semua pihak, baik instansi maupun perorangan. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S., selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial

Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta dan selaku Pembimbing Utama yang telah begitu sabar memberikan

bimbingan, nasehat, arahan dan masukan yang sangat berharga bagi penulis.

3. Ibu Umi Barokah, S.P., M.P., selaku Pembimbing Pendamping yang telah

memberikan bimbingan, nasehat, arahan dan masukannya.

4. Ibu Prof. Dr. Ir. Suprapti S.,MP, selaku penguji yang telah memberikan

bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Ir. Suprapto selaku Pembimbing Akademik, terima kasih atas saran,

nasehat dan arahannya selama ini.

6. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, M.P., selaku Ketua Komisi Sarjana

Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis.

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

atas ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan.

8. Seluruh karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan bantuan.

9. Kepala Kesbangpolinmas, BAPPEDA, BPS, Dinas Pertanian, KPPKBN

(4)

commit to user

iv

Kepala Kantor Kecamatan Bulu, Kepala Desa Puron, Kepala Desa

Karangasem, dan Kepala Desa Kedungsono serta semua responden yang telah

memberikan ijin kepada Penulis untuk melakukan penelitian dan membantu

dalam menyediakan data yang dibutuhkan bagi Penulis.

10. Kedua orang tua sekaligus teladanku, Bapak Parno dan Ibu Mulyani, terima

kasih atas segala doa, dukungan moril maupun materiil, motivasi, semangat,

nasihat, cinta dan kasih sayang, sehingga Penulis dapat menjadi pribadi yang

lebih baik, ijinkan aku membanggakan dan membahagiakan kalian.

11. Kakak-kakakku, Agus Priyanto, Hartini dan Poniyem serta tak lupa

keponakanku Kireina Mutia As-Syifa Apriyanto, terima kasih atas segala,

motivasi, dukungan, semangat, semua saran dan doanya.

12. Keluarga besarku, terima kasih atas bantuan, dukungan serta doa restunya.

13. Teman terdekatku, Susilo Hadi, terima kasih atas doa, dukungan, perhatian,

pengertian, semangat, motivasi dan kesabaran yang luar biasa disela kesibukan

dan kelelahanmu.

14. Sahabat-sahabatku, Desi, Herlina, Linda, mb phina, dan Sabila, Terima kasih

atas persahabatan yang sangat berharga, do’a yang sangat bermakna,

dukungan, motivasi, semangat, keceriaan, saran dan bantuannya.

15. Teman-teman “HIBITU” seperjuangan, terima kasih atas persahabatan dan

kebersamaan yang indah dari awal kuliah sampai saat ini.

16. Semua pihak yang telah membantu Penulis dalam penyusunan skripsi ini yang

tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat dijadikan sebagai

acuan dan tambahan referensi dalam penulisan skripsi di masa yang akan datang.

Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi

kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juni 2012

(5)

commit to user 2. Pengeluaran Pangan dan Non Pangan ……… 3. Proporsi Pengeluaran Pangan …... 4. Konsumsi Pangan …...………... 5. Rumah Tangga Miskin ...………... 6. Kemiskinan...………... 7. Ketahanan Pangan .……….. C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ………...……….

D. Asumsi ……...………..…..

E. Pembatasan Masalah …...………... F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...

9 A. Metode Dasar Penelitian ... B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ... C. Metode pengambilan Sampel ... D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ...

1. Jenis Data ... 2. Teknik Pengumpulan Data ...

(6)

commit to user

vi

E. Metode Analisis Data …..………..……… 1. Analisis Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan terhadap Total Pengeluaran ... 2. Analisis Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga

Miskin ... 3. Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dari Total Pengeluaran dengan Tingkat Konsumsi Energi (TKE) ... 4. Analisis Ketahanan Pangan ...

29

29

30

33 33

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ………

A. Keadaan Alam ………...

B. Keadaan Penduduk ………

1. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk ………... 2. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ……... 3. Komposisi Penduduk Menurut Lapangan Usaha Utama ……… C. Keadaan Perekonomian ……….

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. A. Karakteristik Rumah Tangga Responden ………... B. Pendapatan Rumah Tangga Responden ……… C. Pengeluaran Rumah Tangga Responden ……… D. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan Terhadap Pengeluaran

Total Rumah Tangga ……….. E. Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga ……….. F. Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Energi dan protein ……….. G. Ketahanan Pangan Rumah Tangga ………

(7)

commit to user

vii

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Ketersedian dan Kebutuhan Pangan Berupa Beras di Kabupaten

Sukoharjo Tahun 2006-2010 ………... 2 2. Data keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I se

Eks-Karisidenan Surakarta Tahun 2009 ………... 3 3. Data KK Miskin berdasarkan kelompok Keluarga Pra-Sejahtera

dan Keluarga Sejahtera I di Kabupaten Sukoharjo ... 5 4. Indeks Ketahanan Pangan Rumah Tangga ………... 18 5. Data KK Miskin menurut Desa di Kecamatan Bulu Tahun

2009………. 26

6. Jumlah Sampel Responden KK Miskin Tiap Kelurahan ………... 27 7. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan

Protein (AKP) Berdasar Umur dan Jenis Kelamin ……… 32 8. Kategori Rumah Tangga Berdasarkan Indikator Ketahanan

Pangan ………... 34

9. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten

Sukoharjo Tahun 2006-2010 ……….. 36 10. Jumlah Kelahiran dan Kematian Penduduk di Kabupaten

Sukoharjo Tahun 2006-2010 ……….. 37 11. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010 ………. 38 12. Penduduk Umur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut

Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010 …. 40 13. PDRB Kabupaten Sukoharjo Menurut Lapangan Usaha Atas

Harga Berlaku Tahun 2008-2009 (Jutaan Rupiah) ……… 41 14. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Sukoharjo

Tahun 2010 ……… 42

15. Jumlah dan Proporsi Kemiskinan menurut BKKBN di Kabupaten

Sukoharjo Tahun 2006-2010 ……….. 43 16. Karakteristik Rumah Tangga Responden di Kabupaten

Sukoharjo ………... 45

17. Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten

Sukoharjo……… 47

18. Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Responden Di Kabupaten

Sukoharjo ………... 48

19. Rata-Rata Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Responden di

Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011 ……… 49 20. Rata-Rata Pengeluaran Non Pangan Rumah Tangga Responden

di Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011 ……… 56 21. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Responden di Kabupaten

(8)

commit to user

viii

22. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein, AKG yang dianjurkan, dan Tingkat Konsumsi Gizi Rumah Tangga Responden di

Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011 ………... 61 23. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah

Tangga Responden di Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember

2011………. 63

24. Hasil Analisis Korelasi Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan dengan Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Responden

di Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011 ………... 65 25. Jumlah Rumah Tangga Responden di Kabupaten Sukoharjo

(9)

commit to user

ix

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(10)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Identitas Responden ……… 74

2. Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Responden ………. 75 3. Pengeluaran Non Pangan Rumah Tangga Responden ………. 76 4. Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Pengeluaran Total

Rumah Tangga Responden ………... 77

5. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Rumah Tangga Responden ... 78 6. Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi

Energi dan Protein Rumah Tangga Responden ………

79

7. 8.

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden ……… Sebaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga ……….

80 81 9. Peta Kabupaten Sukoharjo ……… 82 10.

11.

Peta Komposit Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo …… Kuesioner ………..

83 84

12. Foto Penelitian ……….. 90

(11)

commit to user

xi

ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

RINGKASAN

Wahyuni, H0307089. 2012. “Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Sukoharjo”. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. dan Umi Barokah S.P., M.P.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total pengeluaran, besarnya konsumsi energi dan protein, hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi dan protein, serta kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo dilihat dari indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi.

Metode dasar penelitian ini adalah deskriptif analitis dan pelaksanaannya menggunakan teknik survei. Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukoharjo. Penentuan sampel kecamatan dan desa dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan proporsi rumah tangga miskin di Kecamatan dan desa tersebut yang terbesar, yaitu Kecamatan Bulu sedangkan untuk desa terpilih yakni Desa Kedungsono, Desa Karangasem dan Desa Puron. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data yang digunakan adalah analisis proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga, tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga, hubungan proporsi pengeluaran konsumsi pangan dari total pengeluaran dengan konsumsi energi dan protein, dan ketahanan pangan rumah tangga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya rata-rata proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total pengeluaran adalah 75,77%, artinya pengeluaran konsumsi pangan masih mengambil bagian terbesar dari total pengeluaran rumah tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo. Rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) 69,17% dan rata-rata Tingkat Konsumsi Protein (TKP) 92,02%. Hubungan antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi dan protein adalah berlawanan, artinya proporsi pengeluaran konsumsi pangan tinggi, maka konsumsi energi dan proteinnya rendah, dan juga sebaliknya. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo terdiri atas kategori rawan pangan sebesar 80% dan rentan pangan 20%.

(12)

commit to user

xii

AN ANALYSIS OF POOR HOUSEHOLD FOOD SECURITY IN SUKOHARJO REGENCY

SUMMARY

Wahyuni, H0307089. 2012. " An Analysis Of Poor Household Food Security In Sukoharjo Regency ". Faculty Of Agriculture. University of Sebelas Maret Surakarta. Under the guidance of Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. and Umi Barokah, S.P., M.P.

This research aim to know the level of expenditure proportion consume the food to totalizeing expenditure, level of consumption of energy and protein, relation between the proportion of food expenditure with the consumption of energy and protein, and the condition of peasant resistance of poor household food security in Sukoharjo Regency seen from the indicators of the proportion of food expenditure and energy consumption levels.

The basic method this Research is analytical descriptive and survey method for field implementation. The research conducted in Sukoharjo Regency. Determination of Sampel of subdistrict and village conducted purposive with the poor household proportion consideration is the biggest in the subdistric and village, that is Bulu Subdistrict of while for the countryside of chosen namely Kedungsono Village, Karangasem Village and Puron Vilage. Types and sources of data used consists of primary data and secondary data. The analyse data used by analysis of expenditure proportion consume the food to totalizeing household expenditure, mount the consumption of energy and household protein, relation of expenditure proportion consume the food from totalizeing expenditure with the consumption of energy and protein, and household food security.

The result of research indicate that the level of mean of expenditure proportion consume the food to totalizeing expenditure is 75,77%, meaning that food expenditure are still taking the lion's share of total poor household expenditure in Sukoharjo Regency. Amount of household energy consumption (TKE) is 69,17% and amount of household protein consumption (TKP) is 92,02%. Relation of between expenditure proportion consume the food with the consumption of energy and protein is adversative, its meaning high level of food expenditure proportion, indicate low level of energy and protein consumption, conversely. The condition of poor household food security in Sukoharjo Regency are consisted the category of food insecurity equal to 80% and food disturbed security 20%.

(13)

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi alam dan

sumber daya manusia yang melimpah dan beragam. Ketersediaan potensi

yang melimpah tersebut merupakan modal awal dan bekal yang potensial

untuk mendukung pembangunan nasional di segala bidang. Hakikat

pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya

dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, termasuk juga

pembangunan di bidang pertanian sebagai upaya untuk mewujudkan

ketahanan pangan nasional. Batasan mengenai ketahanan pangan berdasarkan

Undang-undang No. 7 tahun 1996 diartikan sebagai segala sesuatu yang

berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah

yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,

termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang

digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan

makanan atau minuman.

Ketahanan pangan merupakan salah satu bagian penting dari

pembangunan pertanian di Indonesia dengan mengingat bahwa Indonesia

adalah negara dengan jumlah penduduk yang besar sehingga membutuhkan

ketersediaan pangan dari hasil pertanian yang mencukupi. Akan tetapi,

persediaan pangan yang cukup secara nasional maupun secara regional tidak

menjamin adanya ketahanan pangan rumah tangga atau individu (Ariningsih

dan Rachman, 2008).

Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu daerah penghasil padi

yang merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia, selain itu jumlah

penduduk di Kabupaten Sukoharjo mengalami peningkatan setiap tahunnya,

sehingga kebutuhan akan pangan juga akan meningkat. Akan tetapi hal ini

tidak menjadi masalah karena Kabupaten Sukoharjo mampu memenuhi

kebutuhan konsumsi pangan terutama untuk komoditas beras. Hal ini dapat

(14)

commit to user

dilihat dalam tabel ketersediaan dan kebutuhan pangan berupa komoditas

beras dibawah ini.

Tabel 1. Ketersedian dan Kebutuhan Pangan Berupa Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2006-2010

Tahun Jumlah Penduduk

(Jiwa) Ketersediaan

Kebutuhan (Ton)

Surplus Minus 2006 826.289 190.038,92 76.746 113.292,92 2007 831.613 190.174,48 77.240 112.934,48 2008 837.279 198.772,69 77.766 121.006,69 2009 843.127 210.726,38 78.310 132.416,38 2010 846.978 154.040,53 78.667 75.373,53

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010

Tabel 1 menunjukkan bahwa Kabupaten Sukoharjo mampu memenuhi

kebutuhan pangan penduduknya yang semakin bertambah tiap tahunnya,

bahkan ketersediaan beras di Kabupaten Sukoharjo selalu mengalami surplus

yang rata-rata mengalami peningkatan. Hal ini tentu menunjukkan bahwa

perkembangan produksi padi di Kabupaten Sukoharjo mengalami

peningkatan, akan tetapi pada tahun 2010 mengalami penurunan surplus

hingga lebih dari setengah dari tahun 2009. Hal ini disebabkan karena pada

tahun 2010, banyak tanaman padi yang terserang hama wereng, selain itu

karena faktor iklim yang tidak mendukung. Kondisi ketersediaan pangan

yang surplus menunjukkan bahwa kondisi ketahanan pangan di Kabupaten

Sukoharjo tinggi. Hal tersebut juga menunjukan bahwa secara regional

ketersediaan pangan di Kabupaten Sukoharjo telah mampu memenuhi

kebutuhan per kapita penduduknya.

Tercapainya ketahanan pangan di tingkat wilayah atau regional tidak

menjamin tercapainya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Hal ini

ditunjukkan adanya fakta bahwa walaupun di tingkat nasional dan wilayah

(provinsi) memiliki status tahan pangan terjamin, yang berarti secara regional

daerah tersebut mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya yang

ditunjukkan dengan jumlah produksi dan ketersediaan pangan yang tinggi.

(15)

commit to user

(Sudaryanto dan Rusastra, 2000; Rachman, 2004 dalam Ilham dan Sinaga

2008).

Rawan pangan merupakan kebalikan dari ketahanan pangan, yaitu

kondisi ketidakcukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat, atau rumah

tangga, pada waktu tertentu untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi

pertumbuhan dan kesehatan masyarakat (Ariningsih dan Rachman, 2008).

Masalah kerawanan pangan secara mikro disebabkan karena kemiskinan

(Media Holdings, 2011).

Kerawanan pangan mempunyai korelasi positif dan erat kaitannya

dengan kemiskinan. Mereka yang dikategorikan rawan pangan adalah rumah

tangga miskin, karena rumah tangga miskin tidak mengkonsumsi pangan yang

cukup. selain karena daya beli yang rendah, pengetahuan tentang gizi juga

rendah, sehingga dalam mengkonsumsi makanan mereka kurang

mempertimbangkan kandungan gizi pada makanan

Kabupaten Sukoharjo yang dianggap mampu untuk memenuhi

kebutuhan pangan regional ternyata masih memiliki penduduk yang dianggap

rawan pangan karena tergolong sebagai rumah tangga miskin. Menurut

BKKBN yang termasuk sebagai rumah tangga miskin adalah keluarga

Pra-Sejahtera (Pra-KS) dan Keluarga Pra-Sejahtera I (KS-I). Berikut merupakan data

keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang tergolong sebagai

rumah tangga miskin se Eks-Karisidenan Surakarta.

Tabel 2. Data keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I se

(16)

commit to user

Pada Tabel 2, menunjukkan bahwa jumlah KK miskin di Kabupaten

Sukoharjo yang termasuk dalam keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga

Sejahtera I berada pada tingkat ke lima yaitu sebesar 52.620 KK dan 46.232

KK, dengan proporsi Keluarga Pra-Sejahtera sebesar 23,65% dan Keluarga

Sejahtera I sebesar 20,78%, dimana kedua golongan ini berada pada tingkat

ke tiga, untuk keluarga Pra-Sejahtera setelah Kabupaten Sragen dan

Kabupaten Boyolali sedangkan keluarga Sejahtera I setelah Kabupaten Klaten

dan Kota Surakarta.

Berdasarkan data dari BKKBN Kabupaten Sukoharjo tahun 2010

jumlah KK yang termasuk dalam kelompok KPS (Keluarga Pra-Sejahtera)

dan KS-I (Keluarga Sejahtera-I) tidak dibedakan lagi antara alasan ekonomi

dan non ekonomi adalah sebesar 51.180 KK (22,35%) dan 45.598 KK

(19,91%). Dari sisi jumlah KK yang termasuk dalam rumah tangga miskin

kedua kelompok ini sama-sama mengalami penurunan dari tahun 2009, akan

tetapi dari jumlah tersebut terlihat bahwa jumlah KPS dan KS-1 di Kabupaten

Sukoharjo masih terbilang tinggi. Dilihat dari kondisi kemiskinan di

Kabupaten Sukoharjo yang merupakan produsen padi, dihadapkan pada

kenyataan bahwa daerah yang mempunyai basis perekonomian pada sektor

pertanian dan produktivitas pertanian yang lebih baik justru memiliki jumlah

masyarakat miskin yang tinggi. Hal ini ditunjukan pada Tabel 1, dimana

ketersedian pangan berupa beras di Kabupaten Sukoharjo selalu mengalami

surplus tiap tahunnya. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diadakan

penelitian mengenai ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kabupaten

Sukoharjo.

B. Rumusan Masalah

Pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia setiap saat,

baik kuantitas maupun kualitas, aman, bergizi dan terjangkau daya beli

masyarakat. Kekurangan pangan atau rawan pangan tidak hanya dapat

menimbulkan dampak sosial, ekonomi, bahkan dapat mengancam keamanan

sosial. Rawan pangan merupakan kebalikan dari ketahanan pangan, yaitu

(17)

commit to user

untuk hidup sehat dan beraktivitas dengan baik untuk sementara waktu dalam

jangka panjang, kondisi ini dapat saja sedang terjadi atau berpotensi untuk

terjadi (Kompas, 2004 dalam Hendra, 2008). Masalah kerawanan pangan

secara mikro disebabkan karena kemiskinan, karena meskipun komoditas

pangan tersedia namun apabila harga terlalu tinggi dan tidak terjangkau daya

beli rumah tangga maka rumah tangga tidak akan dapat mengakses pangan

yang tersedia dengan tingkat pendapatan yang mereka dapatkan.

Kabupaten Sukoharjo yang merupakan salah satu kabupaten sebagai

produsen padi ternyata masih memiliki jumlah KK miskin yang bisa di bilang

tidak sedikit. Berikut merupakan data jumlah KK miskin menurut kelompok

Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I berdasarkan BKKBN di kabupaten

Sukoharjo.

Tabel 3. Data KK Miskin Berdasarkan Kelompok Keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I di Kabupaten Sukoharjo

No Kecamatan

Keluarga

Pra-Sejahtera Keluarga Sejahtera I KK Miskin Jumlah Proporsi(%) Jumlah Proporsi(%) Jumlah Proporsi(%) 1. Bulu 4.503 42,08 3.075 28,73 7.578 70,81

Sumber : BKKBN Kabupaten Sukoharjo, 2010.

Tabel 3 menunjukkan bahwa Kecamatan Bulu merupakan kecamatan

yang memiliki proporsi jumlah rata-rata KK miskin tertinggi yaitu sebesar

70,81%. Kecamatan Bulu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten

Sukoharjo yang rata-rata penduduknya bermata pencahariaan sebagai petani.

Pada tahun 2006, tingkat kemiskinan penduduk di Indonesia sekitar 17,8

persen atau sekitar 40 juta jiwa. Dari jumlah penduduk miskin tersebut, sekitar

68 persen tinggal di pedesaan, dan umumnya bekerja pada sektor pertanian

(18)

commit to user

tingkat dunia, yaitu setengah dari kelompok miskin ini adalah petani kecil, dan

seperlima dari kaum miskin tersebut adalah para buruh tani yang tidak mampu

memproduksi bahan pangan untuk kebutuhan keluarganya sendiri (Lamba,

2006).

Kecamatan Bulu sendiri terletak pada ketinggian 118 meter di atas

permukaan laut (dpl), dengan luas wilayah 43,86 km2 atau 4.386 hektar yang

rata-rata lahannya merupakan lahan kering. Penggunaan lahan di Kecamatan

Bulu terbagi menjadi dua yaitu lahan sawah dan lahan kering. Luas yang ada

terdiri dari 1.117 hektar atau 25,47% lahan sawah dan 3.269 hektar atau

75,53% lahan kering. Lahan kering menurut Utomo (2002) dalam Wisnu dkk

(2005) mendifinisikan lahan kering sebagai hamparan lahan yang

didayagunakan tanpa penggenangan air, baik secara permanen maupun

musiman dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi. Ketahanan pangan

rumah tangga petani di wilayah pertanian lahan kering relatif menyebabkan

kemiskinan.

Upaya mewujudkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga bukan

persoalan yang sederhana. Keterbatasan pemenuhan kebutuhan pangan dalam

rumah tangga antara lain disebabkan karena keterbatasan fisik dan ekonomi,

bencana alam serta berbagai faktor sosial masyarakat, terutama untuk rumah

tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo dimana jumlah proporsi terbanyak

berada pada Kecamatan Bulu dengan kondisi geografis daerah tersebut

berdominasi lahan kering dan sebagian masyarakat bermatapencahariaan

sebagai petani. Dimana tingkat pendapatan mereka dari kegiatan pertanian

akan berpengaruh pada akses pangan dan ketahanan pangan rumah tangga.

Menurut Malassis dan Ghersi (1992) dalam Irawan ( 2002) penggunaan nilai

kalori dan nilai protein sudah cukup untuk menggambarkan kecukupan pangan

rumah tangga karena konsumsi kalori terkait erat dengan kemampuan manusia

untuk hidup secara aktif, sedangkan konsumsi protein dibutuhkan untuk

memulihkan sel-sel tubuh yang rusak pada usia dewasa atau untuk menjamin

pertumbuhan normal pada usia muda. Berdasarkan uraian di atas akan

(19)

commit to user

1. Berapa besarnya proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total

pengeluaran rumah tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo?

2. Berapa besarnya konsumsi energi dan protein rumah tangga miskin di

Kabupaten Sukoharjo?

3. Bagaimana hubungan antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dari

total pengeluaran dengan konsumsi energi dan protein rumah tangga

miskin di Kabupaten Sukoharjo?

4. Bagaimana kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kabupaten

Sukoharjo dilihat dari indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat

konsumsi energi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui besarnya proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap

total pengeluaran rumah tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo.

2. Mengetahui besarnya konsumsi energi dan protein rumah tangga miskin di

Kabupaten Sukoharjo.

3. Mengetahui hubungan antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dari

total pengeluaran dengan konsumsi energi dan protein rumah tangga

miskin di Kabupaten Sukoharjo.

4. Mengetahui kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kabupaten

Sukoharjo dilihat dari indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat

konsumsi energi.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan terutama yang

berkaitan dengan topik penelitian dan merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Bagi Pemerintah Kabupaten Sukoharjo, penelitian ini berguna sebagai

(20)

commit to user

kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan pemantapan ketahanan

pangan di Kabupaten Sukoharjo.

3. Bagi pembaca, penelitian ini berguna sebagai wacana dalam menambah

pengetahuan mengenai ketahanan pangan rumah tangga miskin di

Kabupaten Sukoharjo.

(21)

commit to user

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian Rachman, dkk (2003) yang berjudul Distribusi Provinsi di

Indonesia Menurut Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga menyatakan

bahwa secara nasional pada tahun 1999 lebih dari 30% rumah tangga di

Indonesia tergolong rawan pangan, di daerah kota sekitar 27% dan di

pedesaan sekitar 33%. Dari 26 provinsi di Indonesia 5 provinsi yang memiliki

proporsi rumah tangga rawan pangan tertinggi adalah Jawa Timur, Nusa

Tenggara Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari sisi

ekonomi rumah tangga rawan pangan diindikasikan oleh pangsa pengeluaran

pangan yang tinggi dan dari tingkat konsumsi energinya kurang. Hal ini

membuktikan bahwa aspek pendapatan untuk meningkatkan akses terhadap

pangan merupakan faktor penting dalam peningkatan ketahanan pangan rumah

tangga.

Ilham dan Sinaga (2008) dalam penelitiannya yang berjudul

Penggunaan Pangsa Pengeluaran Pangan sebagai Indikator Komposit

Ketahanan Pangan, menyatakan bahwa hubungan antara kedua variabel yaitu

pangsa pengeluaran pangan berlawanan arah dengan konsumsi energi dan

konsumsi protein setiap penduduk. Selain itu mereka juga menyimpulkan

bahwa pangsa pengeluaran pangan layak dijadikan indikator ketahanan

pangan karena mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai ukuran

ketahanan pangan yaitu tingkat konsumsi, keanekaragaman pangan, dan

pendapatan serta memiliki ciri dapat diukur dengan angka, cukup sederhana

untuk memperoleh dan menafsirkannya, objektif, dan responsive terhadap

perubahan-perubahan akibat adanya perubahan kondisi perekonomian,

kebijakan dan program pembangunan.

Alfiasari (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Modal Sosial dan

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Tanah Sereal dan

Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, Menyatakan bahwa pada tahun 2003

terdapat perbedaan yang mencolok antara desa dan kota, yang mana sebagian

(22)

commit to user

besar wilayah perkotaan (56,2%) tergolong dalam kategori 55-56%

pengeluaran total yang digunakan untuk pangan. Sementara itu, sebagian besar

wilayah pedesaan (63,0%) tergolong dalam kategori 65-75%pengeluaran total

yang digunakan untuk pangan. Apabila diasumsikan bahwa semakin besar

persentase pengeluaran untuk pangan menunjukan semakin rendahnya

kemampuan ekonomi rumah tanggaa, maka kondisi tersebut menegaskan

bahwa kemampuan ekonomi rumah tangga di perkotaan lebih tinggi di

banding wilayah pedesaan.

Dina (2010), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Ketersediaan

Pangan Pokok Dan Pola Konsumsi Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bulu

Kabupaten Sukoharjo menyimpulkan bahwa rata-rata Tingkat Konsumsi

Energi (TKE) rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo

yaitu 70,08 % dan tergolong tergolong kurang. Sedangkan rata-rata Tingkat

Konsumsi Protein (TKP) rumah tangga yaitu 95,36 % dan tergolong sedang.

Berdasarkan sebaran kategori TKE, sejumlah 46,67 % rumah tangga termasuk

kategori kurang. Sedangkan berdasarkan sebaran kategori TKP, 43,33 %

rumah tangga termasuk kategori sedang. Sejumlah 60% rumah tangga

termasuk tidak tahan pangan energi dan 53,33 % termasuk rumah tangga tahan

pangan protein. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak rumah tangga yang

tahan pangan protein daripada rumah tangga tahan pangan energi.

Berdasarkan penelitian terdahulu, peneliti ingin mengkaji lebih dalam

mengenai pola pengeluaran pangan dan pola konsumsi rumah tangga miskin

di Kabupaten Sukoharjo. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa

pengeluaran konsumsi merupakan indikator ketahanan pangan, dimana

pengeluaran konsumsi untuk pangan lebih mendominasi. Tinggimya proporsi

pengeluaran konsumsi pangan dapat menunjukan bahwa terjadinya penurunan

kesejahteraan rumah tangga yang akan mempengaruhi ketahanan pangan

(23)

commit to user

B. Tinjauan Pustaka

1. Pangan

Pangan menurut Undang-Undang No.7 Tahun 1996 adalah segala

sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik diolah maupun tidak

diolah yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi

manusia, termasuk bahan tambahan makanan, bahan baku pangan dan

bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan pengolahan dan atau

pembuatan makanan dan minuman (BPOM RI, 1996).

Pangan adalah segala bahan yang bila dimakan atau masuk ke dalam

tubuh akan membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberikan

tenaga atau mengatur semua proses dalam tubuh. Disamping itu makanan

juga mengandung nilai tertentu bagi berbagai kelompok manusia, suku/

bangsa atau perseorangan; yakni unsur kesehatan, memberikan rasa

kenyang dan nilai yang dikaitkan dengan faktor-faktor lain seperti emosi

atau perasaan, tingkat sosial, agama atau kepercayaan dan lain-lain

(Handajani, 1994).

Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohirat, lemak, protein, vitamin,

mineral dan air) menjadi landasan utama manusia untuk mencapai

kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Penentu

ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional dan lokal dilihat dari

tingkat produksi, permintaan, persediaan dan perdagangan pangan.

Sementara itu penentu utama ditingkat rumah tangga adalah akses fisik

dan ekonomi terhadap pangan, ketersediaan pangan dan resiko yang terkait

dengan akses serta ketersediaan pangan tersebut (Sawit dan Ariani, 1997).

2. Pengeluaran Pangan dan Non Pangan

Secara garis besar kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokan ke

dalam dua kategori besar, yaitu kebutuhan akan pangan dan bukan pangan.

Dengan demikian, pada tingkat pendapatan tertentu, rumah tangga akan

mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi kedua kebutuhan

tersebut. Secara alamiah kuantitas pangan yang dibutuhkan seseorang akan

(24)

commit to user

kualitas pangan tidak terbatasi dengan cara yang sama. Dengan demikian,

besaran pendapatan (yang diproksi dengan pengeluaran total) yang

dibelanjakan untuk pangan dari suatu rumah tangga dapat digunakan

sebagai petunjuk tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut. Atau

dengan kata lain semakin tinggi pangsa pengeluaran pangan, berarti

semakin kurang sejahtera rumah tangga yang bersangkutan. Sebaliknya,

semakin kecil pangsa pengeluaran pangan maka rumah tangga tersebut

semakin sejahtera (Purwantini dan Ariani, 2008).

Secara umum kebutuhan konsumsi atau pengeluaran rumah tangga

berupa kebutuhan pangan dan kebutuhan non pangan, dimana kebutuhan

keduanya berbeda. Pada kondisi pendapatan yang terbatas, terlebih dahulu

mementingkan kebutuhan konsumsi pangan. Sehingga dapat dilihat pada

kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah, sebagian besar

pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Namun

demikian seiring dengan pergeseran dan peningkatan pendapatan, proporsi

pola pengeluaran untuk makan akan menurun dan meningkatnya

peneluaran untuk kebutuhan non pangan (Sugiarto, 2008).

3. Proporsi Pengeluaran Pangan

Pengeluaran total dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu

pengeluaran untuk pangan dan barang-barang bukan pangan. Proporsi

antara pengeluaran pangan dan bukan pangan juga digunakan sebagai

indikator untuk menentukan tingkat kesejahteraan atau ketahanan pangan

rumah tangga. Dari proporsi pengeluaran pangan dapat diungkapkan

bahwa semakin tinggi proporsi pengeluaran pangan berarti tingkat

kesejahteraan atau ketahanan rumah tangga semakin rendah atau rentan.

Hukum Engel menyatakan dengan asumsi selera seseorang adalah tetap,

proporsi pengeluaran rumah tangga untuk pangan akan semakin kecil

seiring dengan semakin meningkatnya pendapatan

(Ariani dan Purwantini, 2008)

Berdasarkan data pengeluaran keluarga menurut Badan Pusat

(25)

commit to user

menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk pangan dan non

pangan. Semakin tinggi pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser

dari pengeluaran pangan ke pengeluaran non pangan. Pada umumnya

keluarga akan mengalokasikan setiap pendapatannya utuk memenuhi

kebutuhan dasarnya terlebih dahulu, yaitu berupa pangan. Apabila

kebutuhan dasar tersebut sudah terpenuhi, maka keluarga akan

mengalokasikan pendapatannya untuk kebutuhan non pangan

(Yulia dkk, 1999).

4. Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan

yang dimakan seseorang atau kelompok orang (keluarga atau rumah

tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukan bahwa telaahan dan

jumlah pangan yang dikonsumsi. Susunan jenis pangan yang dikonsumsi

berdasarkan kriteria tertentu disebut pola konsumsi pangan

(Hardinsyah dan Martianto, 1992).

Konsumsi pangan seseorang atau sekelompok orang dipengaruhi

oleh berbagai faktor. Menurut Harper et.al. ada empat factor utama yang

mempengaruhi konsumsi pangan sehari-hari, yaitu :

a. Produksi pangan untuk keperluan rumah tangga

b. Pengeluaran uang untuk pangan rumah tangga

c. Pengetahuan gizi (mempengaruhi point a dan b)

d. Tersedianya pangan (dipengaruhi oleh point a dan b)

(Suhardjo dkk, 1988)

Menurut Handajani (1994), tingkat konsumsi pangan kaitanya

dengan pendapatan dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Initial stage, pada tingkat ini makanan yang dibeli semata-mata hanya

untuk mengatasi rasa lapar. Makanan yang dikonsumsi hanya kalori,

dan biasanya hanya berupa bahan-bahan karbohidrat saja. Dalam hal

ini kualitas pangan hampir tidak terpikirkan. Karakteristik tingkat ini,

ada korelasi erat antara pendapatan dan tingkat konsumsi pangan. Jika

(26)

commit to user

b. Marginal stage, pada tingkat ini korelasi antara tingkat pendapatan dan

tingkat konsumsi pangan tidak linear, artinya kenaikan pendapatan

tidak memberi reaksi yang proporsional terhadap tingkat konsumsi

pangan.

c. Stable stage, pada tingkat ini kenaikan pendapatan tidak memberikan

respon terhadap kenaikan konsumsi pangan. Pada tingkat ini ada

kecenderungan mengkonsumsi pangan secara berlebihan, tanpa

mempertimbangkan gizi.

5. Rumah Tangga Miskin

Menurut kegiatan ekonominya, ada rumahtangga miskin yang pasif

dan sebagian ada yang aktif. Anak-anak yang terlantar, kemudian

gelandangan dan pengemis berbeda sekali karakternya dengan petani

misalnya. Komunitas petani seringkali terjebak ke dalam situasi

kemiskinan, meski curahan waktu kerjanya lebih intensif. Komunitas

petani, meski sebagian besar tergolong miskin, memiliki peran strategis

dalam perekonomian regional maupun nasional. Mereka memasok hasil

produksi untuk kebutuhan konsumsi dan bahan baku produksi sektor

manufaktur (Yukha, 2007).

Dimensi pengeluaran untuk kebutuhan pangan diukur berdasarkan

standar minimum kebutuhan makanan yang dibutuhkan individu untuk

hidup sehat yaitu setara dengan 2.100 kkal energy/kapita/hari dan 50 gram

protein/kapita/hari (WNPG, 1978). Berdasarkan standar ini, rumah tangga

miskin adalah rumah tangga yang pengeluaran untuk kebutuhan

pangannya berada dibawah nilai minimum untuk memenuhi kebutuhan

anggota rumah tangganya sesuai dengan standar kebutuhan minimum

tersebut (Aswatini dkk, 2004).

Pada Program Keluarga Sejahtera sesuai Inpres No.3 tahun 1996,

miskin disebut dengan istilah “kurang sejahtera”, yaitu keluarga yang

tergolong Pra Sejahtera dan Sejahtera I. Atas dasar batasan ini, BKKBN

mengkategorikan semua rumahtangga di Indonesia dalam lima kategori

(27)

commit to user

a. Keluarga Pra Sejahtera,

b. Keluarga Sejahtera I,

c. Keluarga Sejahtera II,

d. Kelauarga Sejahtera III, dan

e. Keluarga Sejahtera III plus.

Rumah tangga miskin menurut BKKBN berdasarkan indikator

Keluarga Sejahtera I (KS-I) :

a. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.

b. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah,

bekerja/ sekolah dan bepergian

c. Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai, dan dinding

yang baik

d. Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan

e. Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi ke sarana pelayanan

kontrasepsi

f. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah

Diluar indikator diatas atau jika suatu rumah tangga yang tidak

memenuhi salah satu indikator Keluarga Sejahtera I diatas maka rumah

tangga tersebut dapat dikatakan sebagai keluarga pra-sejahtera

(BKKBN, 2010).

6. Kemiskinan

BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi

dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak

mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan

mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat

desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan,

pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan

lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak

kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik,

baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak-hak dasar

(28)

commit to user

utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach),

pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar

(human capability approach) dan pendekatan objective and subjective

(Sahdan, 2005).

Kemiskinan bisa diartikan sebagai situasi yang serba kekurangan

yang terjadi bukan karena dikehendaki si miskin, melainkan karena tidak

dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Dengan demikian

mengentaskan penduduk miskin itu perlu bantuan pihak luar dari si miskin

itu sendiri. Orang miskin bukanlah orang yang tidak memiliki apapun,

melainkan orang memiliki sesuatu namun sedikit (Shintawati, 2003).

World Bank (2000) menyebutkan bahwa kemiskinan mempunyai

empat dimensi yaitu kurangnya kesempatan (luck of opportunity),

rendahnya kemampuan (low capabilities), rendahnya tigkat ketahanan

(low level of security), dan rendahnya pemberdayaan (empowerment). Ciri

utama yang terlihat dari keempat dimensi kemiskinan tersebut adalah

rendahnya pendapatan dan rendahnya kualitas sumberdaya manusia akibat

ketidakmampuan orang miskin untuk mengakses kesempatan ekonomi dan

pendidikan yang tersedia. Terkait dengan upaya-upaya penguatan

ketahanan pangan rumah tangga miskin, hal mendasar yang menentukan

tercukupinya pangan di tingkat rumah tangga baik jumlah maupun

mutunya secara aman dan terjangkau adalah bagaimana mengubah

sumberdaya-sumberdaya yang pada rumah tangga miskin dan

lingkungannya menjadi modal-modal ekonomi yang dimanfaatkan untuk

mengakses pangan sesuai dengan norma gizi yang berlaku. Modal

ekonomi disini tentu tidak hanya dalam bentuk uang yang kasat mata

namun juga mencakup modal-modal lain yang ada di dalam masyarakat

yang dalam kondisi tertentu dapat dikonversi dalam bentuk uang.

Keterbatasan modal berupa uang, modal alam, modal fisik, dan juga modal

manusia yang dimiliki rumah tangga miskin khususnya dalam pemenuhan

pangan rumah tangga kiranya membutuhkan pendorong berupa

(29)

commit to user

anggota masyarakat, yang dikenal sebagai modal sosial

(Alfiasari dkk, 2009).

7. Ketahanan Pangan

Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan,

pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi

rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan yang cukup, baik dalam

jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dari pengertian

tersebut, tersirat bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional

harus lebih dipahami sebagai pemenuhan kondisi-kondisi berikut :

a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, dengan

pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang

berasal dari tamanan, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas

karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, yang bermanfaat bagi

pertumbuhan dan kesehatan manusia.

b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, dengan pengertian

bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat

mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, serta

aman menurut kaidah agama.

c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, dengan pengertian

bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan setiap

saat dan merata di seluruh tanah air.

d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan bahwa

pangan mdah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

(Soetrisno, 2005).

Definisi ketahanan pangan menurut undang-undang No.7 Tahun

1996 adalah “kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang

tercermin dari tersediannya pangan yang cukup, baik jumlah maupun

mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan dapat dicapai,

apabila ada system pangan nasional yang kuat, yaitu segala sesuatu yang

(30)

commit to user

kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai

dengan siap dikonsumsi manusia (Badan Ketahanan Pangan, 2010).

Ketahanan pangan merupakan terjemahan dari food security,

secara luas diartikan sebagai terjaminnya akses pangan bagi setiap

individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya agar dapat hidup sehat

dan beraktivitas (Ariningsih dan Rachman, 2008).

Menurut Suhardjo dalam Ilham dan Sinaga (2008), ketahanan

pangan rumah tangga dicerminkan oleh beberapa indikator, antara lain: (1)

tingkat kerusakan tanaman, ternak dan perikanan, (2) penurunan produksi

pangan, (3) tingkat ketersediaan pangan di rumah tangga, (4) proporsi

pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total, (5) fluktuasi harga pangan

utama yang umum dikonsumsi rumah tangga, (6) perubahan kehidupan

sosial, seperti migrasi, menjual/menggadaikan asset, (7) keadaan konsumsi

pangan berupa kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas pangan serta (8)

status gizi. Makin besar angka ketersediaan pangan untuk dikonsumsi,

makin tersedia pangan di tingkat nasional. Aksesibilitas pangan dapat

diproksi dari tingkat konsumsi rumah penduduk yang ada dari data

Susenas. Makin tinggi konsumsi penduduk makin tinggi pula akses

penduduk tersebut terhadap pangan.

Indeks ketahanan pangan ditingkat rumah tangga dikategorikan

seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Indeks Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Kontinyuitas

Kontinyu Tahan Kurang tahan Tidak tahan

Kurang kontinyu

Kurang tahan Tidak tahan Tidak tahan

Tidak kontinyu

(31)

commit to user

Berdasarkan matrik tersebut, maka rumah tangga dapat dibedakan

menjadi tiga kategori, yaitu:

a. Rumah tangga tahan pangan adalah rumah tangga yang memiliki

persedian pangan/makanan pokok secara kontinyu (diukur dari

persediaan makan selama jangka masa satu panen dengan panen

berikutnya dengan frekuensi makan 3 kali atau lebih per hari serta

akses langsung) dan memiliki pengeluaran untuk protein hewani dan

nabati atau protein hewani saja.

b. Rumah tangga kurang tahan pangan adalah rumah tangga yang

memiliki:

1) Kontinyuitas pangan/makanan pokok kontinyu, tetapi hanya

mempunyai pengeluaran untuk protein nabati saja

2) Kontinyuitas ketersediaan pangan/makanan kurang kontinyu dan

mempunyai pengeluaran untuk protein hewani dan nabati

c. Rumah tangga tidak tahan pangan adalah rumah tangga yang dicirikan

oleh:

1) Kontinyuitas ketersediaan pangan kontinyu, tetapi tidak memiliki

pengeluaran untuk protein hewani maupun nabati

2) Kontinyuitas ketersediaan pangan kontinyu kurang kontinyu dan

hanya memiliki pengeluaran untuk protein hewani atau nabati, atau

tidak untuk kedua-duanya

3) Kontinyuitas ketersediaan pangan tidak kontinyu walaupun

memiliki pengeluaran untuk protein hewani dan nabati

4) Kontinyuitas ketersediaan pangan tidak kontinyu dan hanya

memiliki pengeluaran untuk protein nabati saja, atau tidak untuk

kedua-duanya

(PPK-LIPI, 2004).

Hasil Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional Tahun 1996,

ketahanan pangan rumah tangga didefinisikan dalam beberapa alternatif

rumusan, yaitu (i) kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan

(32)

bu-commit to user

daya setempat dari waktuke waktu agar hidup sehat; (ii) kemampuan

rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari produk

sendiri dan atau membeli dari waktu ke waktu agar dapat hidup; dan (iii)

kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan

anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat (Sudrajat, 2010).

C. Kerangka Berfikir Pendekatan Masalah

Pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia setiap saat,

baik kuantitas maupun kualitas, aman, bergizi dan terjangkau daya beli

masyarakat. Kekurangan pangan tidak hanya dapat menimbulkan dampak

sosial, ekonomi, bahkan dapat mengancam keamanan sosial. Persediaan

pangan yang cukup secara nasional tidak menjamin adanya ketahanan pangan

tingkat regional maupun rumah tangga atau individu. Menurut FAO (1997)

dalam Idur (2007), mendefinisikan ketahanan pangan sebagai situasi di mana

semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk

memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dan dimana rumah

tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut. Hal ini

berarti konsep ketahanan pangan mencakup ketersediaan yang memadai,

stabilitas dan akses terhadap pangan-pangan utama. Determinan dari

ketahanan pangan dengan demikian adalah daya beli atau pendapatan yang

memadai untuk memenuhi biaya hidup.

Pada kondisi pendapatan yang terbatas, akan lebih dulu mementingkan

kebutuhan konsumsi pangan selain itu juga akan mempengaruhi jumlah

pangan yang akan di konsumsi. Seiring dengan pergeseran dan peningkatan

pendapatan, proporsi pengeluaran untuk makan akan menurun dan

meningkatnya pengeluaran untuk kebutuhan non pangan. Sisa pendapatan

untuk pengeluaran pangan dan non pangan akan ditabung untuk investasi.

Akan tetapi, pada kelompok masyarakat dengan pandapatan rendah, sebagian

besar pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehingga

kemungkinan besar mereka tidak menabung.

Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat tergantung dari

(33)

commit to user

untuk mencapai gizi baik dan hidup sehat. Untuk mengukur derajat ketahanan

pangan tingkat rumah tangga, digunakan dua indikator ketahanan pangan,

yaitu proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi

(Jonsson dan Toole dalam Rachman dan Ariani, 2002).

Adapun skema kerangka teori dan pendekatan masalah dari penelitian

ini adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah

D. Asumsi

Diasumsikan jika energi terpenuhi dari beragam pangan maka zat gizi lain

juga terpenuhi.

E. Pembatasan Masalah

1. Harga barang baik pangan dan bukan pangan berdasarkan harga saat

penelitian dilakukan yaitu pada bulan November-Desember 2011.

2. Pengeluaran pangan dan pengeluaran bukan pangan masing-masing

dikonversikan kedalam rata-rata pengeluaran perbulan. Pendapatan Rumah Tangga

Miskin di Kabupaten Sukoharjo

Total Pengeluaran Rumah Tangga Miskin di Kabupaten

Sukoharjo

Konsumsi Pangan Pengeluaran

Pangan Pengeluaran Bukan

Pangan

Tingkat Konsumsi

Protein Tingkat

Konsumsi Energi Proporsi Pengeluaran

Pangan Terhadap Total Pengeluaran

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di

(34)

commit to user

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,

bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses

penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman

(Undang-Undang No.7 Tahun 1996).

2. Rumah Tangga Miskin menurut BKKBN, Program Keluarga Sejahtera

sesuai Inpres No.3 tahun 1996, miskin disebut dengan istilah “kurang

sejahtera”, yaitu keluarga yang tergolong Pra Sejahtera dan Sejahtera I.

Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data dari Kantor

Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Sukoharjo.

3. Konsumsi pangan adalah sejumlah makanan atau minuman yang dimakan

atau diminum oleh penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi

kebutuhan fisiknya. Konsumsi pangan dinilai dari konsumsi energi dan

protein.

4. Konsumsi non pangan adalah sejumlah barang atau jasa yang dikonsumi

oleh rumah tangga miskin yang terdiri dari perumahan, barang dan jasa,

pendidikan, kesehatan, sandang, barang tahan lama, pajak, asuransi dan

kebutuhan sosial.

5. Pengeluaran pangan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan oleh rumah

tangga untuk memenuhi kebutuhan pangannya dalam satuan rupiah.

Pengeluaran pangan rumah tangga terdiri dari pengeluaran untuk

padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran,

kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman,

bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya, makanan dan minuman jadi, tembakau dan

sirih yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

6. Pengeluaran non pangan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan oleh

rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan diluar pangannya dalam satuan

rupiah. Pengeluaran non pangan terdiri dari pengeluaran untuk perumahan,

(35)

commit to user

tutup kepala, barang tahan lama, pajak dan asuransi, keperluan pesta dan

upacara, yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

7. Pengeluaran total rumah tangga adalah sejumlah uang yang dikeluarkan

rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya yang diperoleh dari

penjumlahan pengeluaran pangan dengan pengeluaran non pangan dalam

satuan rupiah per bulan.

8. Proporsi pengeluaran pangan adalah persentase perbandingan antara

jumlah pengeluaran yang digunakan untuk pangan dengan jumlah total

keseluruhan pengeluaran yang dikeluarkan, yang dinyatakan dalam %.

Proporsi atau pangsa pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran

pangan rumah tangga merupakan indikator ketahanan pangan rumah

tangga yang sangat penting.

9. Konsumsi Energi adalah sejumlah energi pangan yang dinyatakan dalam

kilokalori (kkal) yang dikonsumsi per orang per hari.

10. Konsumsi Protein adalah sejumlah protein pangan yang dinyatakan dalam

gram yang dikonsumsi per orang per hari.

11. Tingkat Konsumsi Energi (TKE) adalah persentase antara perbandingan

konsumsi energi dengan Angka Kecukupan Energi (AKE) yang dianjurkan

dan dinyatakan dalam %.

12. Tingkat Konsumsi Protein (TKP) adalah persentase antara perbandingan

konsumsi protein dengan Angka Kecukupan Protein (AKP) yang

dianjurkan dan dinyatakan dalam %.

13. Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah sejumlah zat gizi yang diperlukan

oleh seseorang atau rata-rata kelompok orang untuk memenuhi kebutuhan.

Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan sesuai dengan Surat Keputusan

Menteri Kesehatan No.1593/Menkes/SK/IX/2005 yaitu berdasarkan umur

dan jenis kelamin.

14. Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) adalah daftar yang

menyajikan komposisi bahan makanan untuk menghitung besarnya zat gizi

(36)

commit to user

15. Ketahanan Pangan Rumah Tangga adalah kondisi terpenuhinya pangan

bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup

dalam jumlah, mutu, aman, merata dan terjangkau (UU RI No.7 Tahun

1996). Dalam penelitian ini ketahanan pangan tingkat rumah tangga dilihat

dari proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran dan tingkat

konsumsi energi (TKE)

16. Recall adalah suatu metode pengukuran konsumsi makanan dengan

mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode

24 jam yang lalu. Penaksiran jumlah pangan yang dikonsumsi diawali

dengan menyatakan dalam bentuk Ukuran Rumah Tangga (URT), dari

URT jumlah pangan dikonversikan kedalam satuan berat (gram) dengan

menggunakan daftar URT yang umum berlaku atau dibuat sendiri pada

(37)

commit to user

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analitis. Menurut Surakhmad (1994), metode deskriptif analitis

adalah suatu metode yang memusatkan perhatian pada pemecahan masalah

yang ada pada masa sekarang. Penelitian deskriptif bertujuan untuk

memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau sekelompok orang

tertentu, atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala

atau lebih.

Metode deskriptif menurut Surakhmad (1994) mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut :

1. Memusatkan pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, pada

masalah-masalah yang aktual.

2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian

dianalisa (karena itu metode ini sering disebut metode analitik).

Adapun teknik pelaksanaan penelitian yang digunakan adalah dengan

cara survei, penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun

dan Effendi, 1995).

B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian

Metode pengambilan daerah sampel dilakukan dengan purposive

sampling, yaitu penentuan daerah sampel yang diambil secara sengaja

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Surakhmad, 1994).

Pemilihan daerah penelitian adalah secara purposive sampling berdasarkan

pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan kecamatan dengan proporsi

jumlah KK miskin tertinggi yakni Kecamatan Bulu seperti yang terlihat pada

Tabel 3.

Penentuan desa dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu

sama dengan pertimbangan pemilihan daerah sampel kecamatan yaitu

(38)

commit to user

proporsi jumlah rumah tangga miskin tertinggi. Berikut merupakan data KK

miskin menurut desa di Kecamatan Bulu tahun 2009.

Tabel 5. Data KK Miskin menurut Desa di Kecamatan Bulu Tahun 2009

No Desa Keluarga Pra-Sejahtera

Keluarga

Sejahtera I Jumlah

Proporsi (%)

1. Sanggang 323 152 475 64,54

2. Kamal 212 362 574 74,64

3. Gentan 457 250 707 75,37

4. Kedungsono*) 397 333 730 75,96

5. Tiyaran 424 361 785 75,85

6. Bulu 305 337 642 67,44

7. Kunden 380 179 559 64,11

8. Puron*) 341 261 602 81,02

9. Malangan 418 226 644 60,47

10. Lengking 274 242 516 68,98

11. Ngasinan 477 329 806 75,05

12. Karangasem*) 493 132 625 82,02

Sumber : Kecamatan Bulu dalam Angka 2009/2010. Keterangan : *) : Daerah penelitian

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa desa yang mempunyai

proporsi jumlah KK miskin tertinggi adalah Desa Karangasem yaitu sebesar

82, 02%, kemudian Desa Puron dengan proporsi KK miskin sebesar 81, 02%

dan Desa Kedungsono sebesar 75, 96%. Pemilihan desa dengan melihat

proporsi dari jumlah KK miskin tertinggi adalah untuk menghindari kebiasan

data, karena untuk jumlah KK miskin tinggi belum tentu menggambarkan

keadaan daerah tersebut. Misalkan saja daerah tersebut mepunyai KK miskin

tinggi akan tetapi jumlah penduduk di daerah tersebut juga tinggi, jadi akan

menjadi wajar, berbeda halnya jika daerah tersebut memiliki KK miskin

tinggi akan tetapi jumlah penduduknya sedikit.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dipilih Desa Karangasem,

Desa Puron dan Desa Kedungsono. Pemilihan tiga desa di Kecamatan Bulu

juga mempunyai maksud agar lebih dapat menggambarkan keadaan di

(39)

commit to user

C. Metode Pengambilan Sampel

Menurut Singarimbun dan Efendi (1995), data yang dianalisis harus

menggunakan jumlah sampel yang cukup besar sehingga dapat mengikuti

distribusi normal. Sampel yang jumlahnya besar yang distribusinya normal

adalah sampel yang jumlahnya minimal 30. Populasi dalam penelitian ini

adalah rumah tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo berdasarkan kriteria data

dari BKKBN.

Penentuan jumlah sampel rumah tangga miskin dari desa terpilih

dilakukan secara proporsional, yaitu penentuan jumlah sampel berdasarkan

jumlah populasinya dengan menggunakan rumus :

Ni = N Nk

x 30

Dimana :

Ni : Jumlah rumah tangga miskin sampel

Nk : Jumlah rumah tangga miskin di tiap kelurahan

N : Jumlah rumah tangga miskin diseluruh kelurahan

Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel dari setiap kelurahan

adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Jumlah Sampel Responden KK Miskin Tiap Kelurahan

Kelurahan Jumlah KK Miskin Jumlah Sampel (KK)

Karangasem 625 10

Puron 605 9

Kedungsono 730 11

Jumlah 1960 30

Sumber: Analisis Data Sekunder

Berdasarkan Tabel 6, maka jumlah responden dari Desa Karangasem

sebanyak 10 orang, dari Desa Puron sebanyak 9 orang, dan untuk Desa

Kedungsono sebanyak 11 orang, sehingga jumlah responden untuk penelitian

ini sebanyak 30 orang.

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Simple Random Sampling yang merupakan cara pemilihan sampel

dimana anggota dari populasi dipilih satu persatu secara acak, sehingga semua

(40)

commit to user

Pemilihan rumah tangga sampel ditentukan dengan undian, yaitu dengan cara

menuliskan nama masing-masing kepala keluarga yang ada di setiap kelurahan

terpilih pada secarik kertas kemudian menggulungnya dan memasukkannya ke

dalam sebuah kotak. Kotak tersebut kemudian dikocok dan diambil satu

gulungan kertas. Nama kepala keluarga yang terambil akan menjadi responden

yang diteliti. Demikian seterusnya hingga terpenuhi jumlah sampel yang

dikehendaki

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer yaitu data penelitian yang berasal dari sumber data

yang langsung memberikan data kepada pengumpul data dan dilakukan

dengan teknik survei menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan

instrumen pengumpulan data dengan cara memberi

pertanyaan-pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Data primer dalam

penelitian ini meliputi identitas rumah tangga responden, pendapatan

rumah tangga, serta pengeluaran rumah tangga yang terdiri dari pangan

dan non pangan.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung yang telah tersedia

dalam berbagai bentuk, dan diperoleh dengan cara mengutip laporan

maupun dokumen lain yang sudah ada pada lembaga atau instansi yang

berhubungan dengan penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian

ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sukoharjo

meliputi data Kabupaten Sukoharjo dalam Angka 2010 dan 2011,

Kecamatan Bulu dalam Angka 2009/2010. Selain itu data juga

diperoleh dari instansi Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo

serta dari Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana

(41)

commit to user

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Dilakukan dengan cara mengamati secara langsung objek

penelitian yang berupa kondisi wilayah dan responden (rumah tangga

miskin).

b. Wawancara

Teknik wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data

yang digunakan untuk memperoleh data primer melalui tanya jawab

langsung kepada responden (rumah tangga miskin) dengan bantuan

daftar pertanyaan atau kuesioner yang sudah disiapkan sebelumnya

dan catatan sebagai alat bantu sehingga didapatkan gambaran yang

jelas tentang objek yang diteliti.

c. Pencatatan

Pengumpulan data dengan cara mencatat data, baik dari

responden langsung maupun dari data yang ada pada instansi

pemerintah atau lembaga yang terkait dengan permasalahan dalam

penelitian.

d. Recall

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam memperoleh

data konsumsi pangan dengan cara mencatat jenis dan jumlah bahan

makanan yang dikonsumsi pada masa lalu (24 jam yang lalu).

E. Metode Analisis Data

1. Analisis Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan terhadap Total

Pengeluaran

Proporsi pengeluaran konsumsi pangan adalah proporsi pengeluaran

rumah tangga untuk pangan terhadap total pengeluaran. Total pengeluaran

didapatkan dengan menjumlahkan antara besarnya pengeluaran untuk

pangan dan non pangan. Untuk mengetahui proporsi pengeluaran pangan

terhadap total pengeluaran didapatkan dengan perhitungan rumus :

å

=

Pt Kp

Gambar

Tabel 1. Ketersedian dan Kebutuhan Pangan Berupa Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2006-2010
Tabel 2. Data keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I se Eks-Karisidenan Surakarta Tahun 2009
Tabel 3. Data KK Miskin Berdasarkan Kelompok Keluarga Pra-Sejahtera dan
Tabel 4. Indeks Ketahanan Pangan Rumah Tangga
+7

Referensi

Dokumen terkait

dibandingkan dengan t tabel sebesar 2,052 maka dapat disimpulkan bahwa vanabel kepemimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja karyawan, sedangkan

Contextual Teaching Learning (Pendekatan Kontekstual) ... Pendekatan Konvensional ... Koneksi dalam Matematika Menurut NCTM ... Instrumen Penelitian ... Proses Pengembangan

Coordination and Collaboration.. lending portfolio to finance adaptation projects. The BAU of the current credit assessment process is that banks will assess a project based on

Berdasarkan teori yang ada, biaya variabel pabrik sebaiknya dibebankan berdasarkan tarif biaya overhead yang telah ada, karena tidak mungkin mengukur biaya overhead variabel

Dalam lingkup Aceh, beberapa tindakan yang dapat dilakukan pada saat ini adalah (a) perlu ada sebuah kanun tentang kebijakan (policy) bahasa dan sastra daerah agar semua

Intat dara baroё adalah acara mengantar pengantin perempuan (dara baroё) di tempat pihak pengantin laki-laki (lintoё baroё). Cina buta adalah seorang wanita atau

Urutkan file baru dengan cara membelokkan standard input dan standard output ke file baru.urut. Buatlah direktori latihan2 sebanyak 2 kali dan belokkan standard error

Secara umum protokol mempunyai fungsi untuk menghubungkan penerima dan pengirim dalam berkomunikasi serta agar komunikasi yang terjadi dapat berjalan dengan baik.. Fragmentasi