• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Budidaya Singkong

Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Karawang merupakan wilayah yang dijadikan sebagai lokasi penelitian. Ketiga lokasi tersebut dipilih karena memiliki lahan pertanian yang ditanami singkong. Singkong ditanam oleh penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berdasarkan hasil survey, lokasi Bogor merupakan lokasi yang paling mudah dalam menemukan lahan singkong. Di daerah Karawang cenderung sulit dalam menemukan lahan singkong, hal ini dikarenakan daerah Karawang didominasi oleh lahan sawah.

Singkong yang ditanam di ketiga daerah tersebut cenderung berada di tanah yang gembur. Jenis yang ditanam para petani adalah jenis singkong lokal. Jenis singkong yang didapatkan di daerah Bogor adalah Manggu, Kuru, Adira, Hiris, Roti, Hijau, Belitung, Tambilung, Putih, Kuning, dan Mentega. Di daerah, Karawang, jenis singkong yang ditemukan adalah Rema, Perelek, dan Putih. Di daerah Sukabumi terdapat singkong jenis Manggu dan Lampining. Singkong cenderung ditanam di lokasi yang datar dan beberapa diberi guludan, sedangkan yang ditanam di lahan yang miring, para petani membuat teras bangku. Jarak tanam yang digunakan oleh para petani cenderung seragam, yaitu ± 100X100 cm. Perlakuan yang diberikan pada singkong berbeda di setiap daerah. Di daerah Bogor, kebanyakan petani menggunakan pupuk kandang seperti kotoran sapi dan kambing ditambah dengan pupuk kimia seperti Urea, Ponska, dan TSP, tetapi ada juga beberapa petani yang memilih untuk tidak memberi pupuk sedikitpun. Lahan singkong yang berada di daerah Karawang sebagian besar tidak diberi pupuk. Pemupukan untuk lahan singkong daerah Sukabumi dilakukan dengan pemberian pupuk kandang pada awal penanaman dan selanjutnya diberikan pupuk kimia, seperti Urea. Panen yang dilakukan di ketiga daerah penelitian tersebut sebagian besar dilakukan pada umur singkong 8-9 bulan. Produksi singkong pada umur tanaman siap panen mencapai nilai rata-rata 33,4 ton/ha.

(2)

5.2 Produksi Singkong Teraan

Sampel yang diambil di lapang memiliki umur yang beragam. Untuk menghilangkan pengaruh faktor umur terhadap produksi singkong maka produksi singkong harus ditera terhadap umur. Peneraan dilakukan agar produksi singkong yang satu dapat dibandingkan dengan produksi singkong yang lainnya (Gambar 15).

Gambar 15. Hubungan umur dengan produksi singkong

Walaupun koefisien determinan R2sangat kecil namun cenderung produksi singkong dipengaruhi oleh umur. Dengan menggunakan persamaan Ý = -1,221x2 + 23,56x - 75,94 pada produksi singkong, maka akan didapatkan produksi singkong tera berdasarkan rumus:

Yti = 33,24 + (Yi – (-1,221x2 + 23,56x - 75,94) Keterangan:

Yti = Produksi teraan ke- i

Yi = Produksi aktual pada umur ke- i x = Umur (bulan)

Dalam menentukan kualitas lahan yang dipersyaratkan untuk kesesuaian lahan, maka selang produksi singkong untuk kelas S1 (sangat sesuai) adalah ≥80% dari produksi singkong teraan maksimum (75 ton/ha) yaitu ≥60 ton/ha, kelas S2 (cukup sesuai) adalah 60-80% dari produksi singkong teraan maksimum atau 45-60 ton/ha, kelas S3 (sesuai marginal) adalah 25-60% dari produksi singkong teraan maksimum atau antara 18,75-45 ton/ha, dan kelas N (tidak sesuai) mempunyai selang produksi ≤25% dari produksi singkog teraan maksimum atau

y = -1,221x2+ 23,56x - 75,94 R² = 0,132 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 4 6 8 10 12 pr odu ks i s ingk ong (t on/ ha ) umur (bulan)

(3)

≤18,75 ton/ha. Data produksi singkong teraan maksimum disajikan pada Lampiran 23.

Tabel 4. Sekat produksi singkong untuk kelas kesesuaian lahan

Kelas Kesesuaian Lahan Produksi Singkong

Ton/ha Persentase (%)

Sangat sesuai/Cukup sesuai S1/S2 60 80

Cukup sesuai/Sesuai marjinal S2/S3 45 60

Sesuai marjinal/Tidak sesuai S3/N 18,75 25

5.3 Produksi Pati Singkong Teraan

Bagian dari singkong yang dijadikan sebagai bahan dasar bioenergi adalah pati. Untuk menilai hubungan antara produksi singkong yang akan digunakan sebagai bahan dasar bioenergi dengan kualitas lahan maka digunakan produksi pati singkong. Sama halnya dengan studi lapang produksi singkong, agar dapat dibandingkan satu sama lain, maka produksi pati singkong harus ditera terlebih dahulu dengan umur.

Hubungan produksi pati singkong dengan umur disajikan pada Gambar 16. Walaupun koefisien determinan R2 sangat kecil namun cenderung produksi pati singkong dipengaruhi oleh umur. Produksi pati singkong ditera dengan umur dengan menggunakan persamaan Ý = -0,088x2 + 1,873x – 7,759 dan rumus Yteraan = Ÿ + ( Yi – Ý), maka akan didapatkan produksi pati singkong yang bebas dari pengaruh umur sehingga dapat dibandingkan dengan kualitas lahan.

Gambar 16. Hubungan umur dengan produksi pati singkong

Dalam menentukan kualitas lahan yang dipersyaratkan untuk kesesuaian lahan, maka selang produksi pati singkong untuk kelas S1 (sangat sesuai) adalah

y = -0,088x2+ 1,873x - 7,759 R² = 0,127 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 4 6 8 10 12 Pr od uks i pat i s ingk ong (t on/ ha ) umur (bulan)

(4)

≥80% dari produksi pati singkong teraan maksimum (7,29 ton/ha) yaitu ≥5,83 ton/ha , kelas S2 (cukup sesuai) adalah 60-80% dari produksi pati singkong teraan maksimum atau 4,37-5,83 ton/ha, kelas S3 (sesuai marginal) adalah 25-60% dari produksi pati singkong teraan maksimum atau antara 1,82-4,37 ton/ha, dan kelas N (tidak sesuai) mempunyai selang produksi ≤25% dari produksi pati singkog teraan maksimum atau ≤1,82 ton/ha. Data produksi pati singkong teraan maksimum disajikan pada Lampiran 23.

Tabel 5. Sekat produksi pati singkong untuk kelas kesesuaian lahan

Kelas Kesesuaian Lahan Produksi Pati Singkong

Ton/ha Persentase (%)

Sangat sesuai/Cukup sesuai S1/S2 5,83 80

Cukup sesuai/Sesuai marjinal S2/S3 4,37 60

Sesuai marjinal/Tidak sesuai S3/N 1,82 25

5.4 Penetapan Kriteria Kesesuaian Lahan Berdasarkan Produksi Singkong dan Produksi Pati Singkong

Penetapan kriteria kesesuaian lahan ditentukan berdasarkan hubungan antara karakteristik lahan dengan produksi singkong dan produksi pati singkong. Beberapa karakteristik lahan yang digunakan untuk penetapan kelas kesesuaian lahan adalah temperatur, media perakaran, retensi hara, kondisi terrain, dan toksisitas.

5.4.1 Hubungan Produksi Singkong dan Produksi Pati Singkong dengan Elevasi

Penentuan kriteria kesesuaian lahan untuk temperatur menggunakan pendekatan elevasi. Hal ini dikarenakan adanya hubungan antara elevasi dan temperatur, semakin tinggi lokasi (elevasi) maka semakin rendah temperatur di lokasi tersebut. Hubungan antara produksi singkong dan produksi pati singkong dengan elevasi disajikan pada Gambar 17.Dengan memproyeksikan titik potong sekat produksi dengan garis batas pada sumbu X (karakteristik lahan), maka didapatkan persamaan produksi singkong tera dan pati singkong tera untuk elevasi yaitu :

(5)

Pola yang didapatkan dari hubungan produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan dengan elevasi adalah berbanding terbalik. Hal ini dikarenakan pengaruh elevasi terhadap produksi adalah negatif. Nilai elevasi maksimum yang didapatkan di lapang yaitu 890 mdpl dan elevasi minimum 56 mdpl. Selang nilai karakteristik lahan yang didapat disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Selang nilai elevasi untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi singkong dan produksi pati singkong

Kelas kesesuaian

Selang nilai elevasi (mdpl) berdasarkan produksi

singkong

Selang nilai elevasi (mdpl) berdasarkan produksi pati

singkong

S1 < 497,25 <490,25

S2 497,25–714,64 490,25-672,75

S3 714,64 – 1095,07 672,75-991,5

N >1095,07 >991,5

Gambar 17. Hubungan antara produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan dengan elevasi

5.4.2 Hubungan Produksi Singkong dan Produksi Pati Singkong dengan Media Perakaran

Hubungan antara produksi singkong dan produksi pati singkong dengan tekstur ditunjukan pada Gambar 18. Dengan menggunakan metode yang sama pada penentuan elevasi maka didapatkan persamaan produksi singkong tera dan pati singkong tera untuk tekstur liat yaitu :

y-left =1,139x + 14,09 dan y-right = -0,001x2 - 0,879x + 121,8

dan

y-left = 0,154x – 0,887 dan y-right = -0,000x2 – 0,059x + 11,84

y = -0,069x + 94,31 R² = 0,946 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 250 500 750 1000 P roduk s i s ingk ong te ra an ( ton/ ha ) Elevasi (mdpl) y = -0,008x + 9,752 R² = 0,971 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 250 500 750 1000 Pr o duk si pa ti si ngk ong t e ra a n (to n/ ha) Elevasi (mdpl)

(6)

Persamaan produksi singkong tera dan pati singkong tera untuk tekstur pasir yaitu:

y-left = 0,150x2 - 0,217x + 43,86 dan y-right = -0,980x + 89,81

dan

y-left = -0,011x2 + 0,667x - 0,217 dan y-right = -0,132x + 9,284

Pola yang didapatkan dari hubungan produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan dengan tekstur adalah parabola. Hal ini dikarenakan tekstur memiliki titik optimum. Selang nilai karakteristik lahan yang didapat akan disajikan pada Tabel 7, Tabel 8, dan hasil overlay dari segitiga tekstur disajikan

pada Table 9.

Tabel 7. Selang kadar liat untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi singkong dan produksi pati singkong

Kelas kesesuaian

Selang kadar liat (%) berdasarkan produksi singkong

Selang kadar liat (%) berdasarkan produksi pati singkong

S1 40,31-65,44 17,32-32,1

S2 65,44-80,08 atau 27,14-40,31 22,62-32,1 atau 17,32-21,53 S3 80,08-100 atau 4,09-27,14 6,06- 22,62 atau 21,53- 28,88

N <4,09 <6,06 atau >28,88

Tabel 8. Selang kadar pasir untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi singkong dan produksi pati singkong

Kelas kesesuaian

Selang kadar pasir (%) berdasarkan produksi singkong

Selang kadar pasir (%) berdasarkan produksi pati

singkong

S1 9,67-30,52 11,1-26,17

S2 2,13-9,67 atau 30,52-45,83 26,17-37,23 atau 7,91-11,1

S3 45,83-72,61 atau <2,13 37,23-56,55 atau 3,23-7,91

N >72,61 >56,55 atau <3,23

Tabel 9. Selang kelas tekstur untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi singkong dan produksi pati singkong

Kelas

kesesuaian Kelas tekstur berdasarkan produksi singkong Kelas tekstur berdasarkan produksi pati singkong

S1 Liat dan liat berdebu Lempung berdebu dan lempung

berliat

S2 Lempung liat berdebu, liat

berpasir, dan lempung berliat

Lempung dan lempung liat berdebu

S3 Lempung berpasir, lempung liat berpasir, lempung, dan lempung

berdebu

Lempung berpasir, debu, dan lempung liat berpasir

N Pasir, pasir berlempung dan

(7)

Gambar 18. Hubungan antara produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan dengan tekstur.

5.4.3 Hubungan Produksi Singkong dan Produksi Pati Singkong dengan Retensi Hara

Hubungan antara produksi singkong dan produksi pati singkong dengan beberapa aspek dari retensi hara yaitu pH tanah, C-organik, kapasitas tukar kation (KTK), dan kejenuhan basa (KB) disajikan pada Gambar 19, Gambar 20, Gambar 21, dan Gambar 22. Dengan metode yang sama pada penentuan elevasi, maka didapatkan persamaan produksi singkong tera dan produksi pati singkong tera untuk pH yaitu :

y-left = 540,8ln(x) - 793,0 dan y-right = -450ln(x) + 802,3

dan

y-left = -30,57x2 + 308,3x – 769,6 dan y-right = -24,9x + 138,2

Pola yang didapatkan dari hubungan produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan dengan pH adalah parabola. Hal ini dikarenakan pH

y = 1,139x + 14,09 R² = 0,845 y = -0,001x2- 0,879x + 121,8 R² = 0,993 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 25 50 75 100 P roduk s i s ingk ong te ra an ( ton/ ha ) liat (%) y = 0,154x - 0,887 R² = 0,869 y = -0,000x2- 0,059x + 11,84 R² = 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 25 50 75 100 P roduk s i pa ti s in g ko ng te ra a n (t on/ ha ) liat (%) y = 0,150x2- 0,217x + 43,86 R² = 1 y = -0,980x + 89,81 R² = 1 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 10 20 30 40 50 pr od uk si si ng kon g t e ra a n (to n/ ha) Pasir (%) y = -0,011x2+ 0,667x - 0,217 R² = 1 y = -0,132x + 9,284 R² = 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 10 20 30 40 50 Pr o duk si pa ti si ngk ong t e ra a n (to n/ ha) Pasir (%)

(8)

memiliki titik optimum. Nilai pH maksimum yang didapatkan yaitu 6,8 dan pH minimum 4,6. Selang nilai karakteristik lahan yang didapat akan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Selang nilai pH untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi singkong dan produksi pati singkong

Kelas kesesuaian

Selang nilai pH berdasarkan produksi singkong

Selang nilai pH berdasarkan produksi pati singkong

S1 4,84 – 5,2 4,79 – 5,31

S2 4,71-4,84 atau 5,2-5,38 4,71-4,79 atau 5,31-5,37

S3 4,49-4,71 atau 5,38-5,7 4,6-4,71 atau 5,37-5,48

N <4,49 atau >5,7 < 4,6 atau > 5,48

Persamaan produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan untuk C-organik yaitu :

y = -17,00x2 + 87,53x - 26,09 dan y= -0,558x2 + 7,362x - 3,882

Pola yang didapatkan dari hubungan produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan dengan C-organik adalah berbanding lurus. Hal ini dikarenakan pengaruh C-organik terhadap produksi adalah positif. Nilai C-organik maksimum yang didapatkan yaitu 3,03% dan C-organik minimum 0,6%. Selang nilai karakteristik lahan yang didapat akan disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Selang nilai C-organik untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi singkong dan produksi pati singkong

Kelas kesesuaian

Selang nilai C-organik (%) berdasarkan produksi

singkong

Selang nilai C-organik (%) berdasarkan produksi pati

singkong

S1 >1,32 >1,33

S2 1,01-1,32 1,13-1,33

S3 <1,01 <1,13

N - -

Persamaan produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan untuk KTK yaitu :

y = 20,80x - 221,6 dan y = 3,018x - 35,75

Pola yang didapatkan dari hubungan produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan dengan KTK adalah berbanding lurus. Hal ini dikarenakan pengaruh KTK terhadap produksi adalah positif. Nilai KTK

(9)

maksimum yang didapatkan yaitu 19,05 (cmol (+) kg-1) dan KTK minimum 12,63 (cmol (+) kg-1). Selang nilai karakteristik lahan yang didapat akan disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Selang nilai KTK untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi singkong dan produksi pati singkong

Kelas kesesuaian

Selang KTK (cmol (+) kg-1)

berdasarkan produksi singkong

Selang nilai KTK (cmol (+) kg-1) berdasarkan produksi pati singkong S1 >13,54 >13,78 S2 12,82-13,54 13,29-13,78 S3 <12,82 <13,29 N - -

Persamaan produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan untuk KB yaitu :

y = -0,073x2 + 7,970x – 144,4 dan y = 0,374x - 9,783

Pola yang didapatkan dari hubungan produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan dengan KB adalah berbanding lurus. Hal ini dikarenakan pengaruh KB terhadap produksi adalah positif. Nilai KB maksimum yang didapatkan yaitu 70,50% dan KB minimum 23,91%. Selang nilai karakteristik lahan yang didapat akan disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Selang nilai KB untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi singkong dan produksi pati singkong

Kelas kesesuaian Selang nilai KB (%) berdasarkan produksi singkong Selang nilai KB (%) berdasarkan produksi pati

singkong

S1 >41,17 >41,75

S2 34,96-41,17 37,84-41,75

S3 <34,96 <37,84

(10)

Gambar 19. Hubungan antara produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan dengan pH H2O

Gambar 20. Hubungan antara produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan dengan C-organik

Gambar 21. Hubungan antara produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan dengan KTK

y = 540,8ln(x) - 793,0 R² = 0,879 y = -450ln(x) + 802,3 R² = 0,862 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 4 5 6 P roduk s i s ingk ong te ra an ( ton/ ha ) pH H2O y = -30,57x2+ 308,3x - 769,6 R² = 0,972 y = -24,9x + 138,1 R² = 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 4 5 6 Pr o duk si pa ti si ngk ong t e ra an (to n/ ha) pH H2O y = -17,00x2+ 87,53x - 26,09 R² = 1 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 2 4 P roduk s i s ingk ong te ra an (t on/ ha ) C- organik (%) y = -0,558x2+ 7,362x - 3,882 R² = 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1 2 3 4 P rodu ks i p a ti s ingk ong te ra an (t on/ h a ) C-org anik (%) y = 20,80x - 221,6 R² = 1 0 10 20 30 40 50 60 70 80 12 17 p roduk si s in g ko ng te ra a n (t on/ ha ) KTK (cmol (+) kg-1) y = 3,018x - 35,75 R² = 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 12 17 P roduk s i pa ti s in g ko ng te ra a n (t on/ ha ) KTK (cmol (+) kg-1)

(11)

Gambar 22. Hubungan antara produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan dengan KB

5.4.4 Hubungan Produksi Singkong dan Produksi Pati Singkong dengan Kondisi Terrain

Kondisi terrain adalah spesifik lokasi pada tempat dimana sampel diambil, atau bukan menggambarkan terrain makro, terutama kaitannya dengan kemiringan lereng. Hubungan antara produksi singkong dan produksi pati singkong dengan beberapa aspek kondisi terrain, yaitu kemiringan lereng akan disajikan pada Gambar 23.Dengan menggunakan metode yang sama seperti sebelumnya, maka didapat persamaan produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan untuk kemiringan lereng yaitu :

y = -1,193x + 78,58 dan y = -0,155x + 7,755

Pola yang didapatkan dari hubungan produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan dengan kemiringan lereng adalah berbanding terbalik. Hal ini dikarenakan pengaruh kemiringan lereng terhadap produksi adalah negatif. Kemiringan lereng maksimum yang didapatkan di lapang yaitu 40% dan kemiringan lereng minimum 2%. Selang nilai karakteristik lahan yang didapat akan disajikan pada Tabel 14.

y = -0,073x2+ 7,970x - 144,4 R² = 0,974 0 10 20 30 40 50 60 20 40 60 P ro duk si si n g ko ng te ra a n (t on/ ha ) KB (%) y = 0,374x - 9,783 R² = 1 0 1 2 3 4 5 6 20 40 60 P rodu ks i p a ti s ingk ong te ra an (t on/ ha ) KB (%)

(12)

Tabel 14. Selang nilai kemiringan lereng untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi singkong dan produksi pati singkong

Kelas kesesuaian

Selang nilai kemiringan lereng (%) berdasarkan

produksi singkong

Selang nilai kemiringan lereng (%) berdasarkan produksi pati

singkong

S1 <15,57 <12,42

S2 15,57-28,15 12,42-21,84

S3 28,15-50,15 21,84-38,29

N >50,15 >38,29

Gambar 23. Hubungan antara produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan dengan kemiringan lereng

5.4.5 Hubungan Produksi Singkong dan Produksi Pati Singkong dengan Toksisitas

Hubungan antara produksi singkong dan produksi pati singkong dengan aspek toksisitas, yaitu Al-dd akan disajikan pada Gambar 24. Dengan menggunakan metode yang sama seperti sebelumnya, maka didapat persamaan produksi singkong tera untuk Al-dd yaitu :

y = -4,525x + 77,17 dan y = -0,576x + 7,566

Pola yang didapatkan dari hubungan produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan dengan Al-dd adalah berbanding terbalik. Hal ini dikarenakan pengaruh Al-dd terhadap produksi adalah negatif. Nilai Al-dd maksimum yang didapatkan yaitu 5,94 (cmol (+) kg-1) dan Al-dd minimum 0,12

(cmol (+) kg-1). Selang nilai karakteristik lahan yang didapat akan disajikan pada Tabel 15. y = -1,193x + 78,58 R² = 1 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 10 20 30 40 P ro duk si si n g ko ng te ra a n (t on/ ha ) Lereng (%) y = -0,155x + 7,755 R² = 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 10 20 30 40 pr oduk s i pa ti s in gk ong te ra a n (t on/ ha ) Lereng (%)

(13)

Tabel 15. Selang nilai Al-dd untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi singkong dan produksi pati singkong

Kelas kesesuaian

Selang nilai Al-dd (cmol (+) kg-1) berdasarkan produksi

singkong

Selang nilai Al-dd (cmol (+) kg-1) berdasarkan produksi pati singkong S1 <3,79 <3,01 S2 3,79-7,11 3,01-5,55 S3 >7,11 >5,55 N - -

Gambar 24. Hubungan antara produksi singkong teraan dan produksi pati singkong teraan dengan Al

y = -4,525x + 77,17 R² = 1 0 10 20 30 40 50 60 70 80 5 10 pr od uk si si ng kon g t e ra a n (to n/ ha0 Al (cmol (+) kg-1) y = -0,576x + 7,566 R² = 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 2 4 6 8 P roduk si pa ti si ng ko ng te ra a n (t on/ ha ) Al (cmol (+) kg-1)

(14)

5.5 Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Singkong

Produksi Singkong. Berdasarkan persyaratan tumbuh dan studi lapang

yang telah diperoleh, maka dapat disusun kriteria kesesuaian lahan seperti yang disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan berbasis produksi singkong Kualitas lahan

Kelas kesesuaian lahan Sangat sesuai (S1) Cukup sesuai (S2) Sesuai marjinal (S3) Tidak sesuai (N) Temperatur (t) -Elevasi (mdpl) <497,25 497,25- 714,64 714,64-1095,07 >1095,07 Media Perakaran (r)

- Tekstur C dan SiC SiCL, SC, dan

CL SL, SCL, L, dan SiL S, Si, dan LS Retensi Hara (f) - KTK tanah (cmol (+) kg-1) -KB (%) -pH (H2O) -C-organik (%) >13,54 >41,17 4,84-5,2 >1,32 12,82- 13,54 34,96-41,17 4,71-4,84 5,2-5,38 1,01-1,32 <12,82 <34,96 4,49-4,71 5,38-5,7 <1,01 - - <4,49 >5,7 - Toksisitas (x) - Kejenuhan Al (cmol (+) kg-1) <3,79 3,79-7,11 >12,91 - Kondisi terrain (m) - Lereng (%) <15,57 15,57-28,15 28,15-50,15 >50,15 Keterangan:

C = Clay; L = Loam; S = pasir (Sand); Si = debu (Silt), SL = lempung berpasir (Sandy loam);

pasir berlempung (Loamy Sand); SC = liat berpasir (Sandy Clay); SCL = Lempung Liat Berpasir;

SiCL = Lempung Liat Berdebu; CL = Lempung Berliat; SiC = Liat Berdebu; SiL = Lempung berdebu.

(15)

Produksi Pati Singkong. Berdasarkan persyaratan tumbuh dan studi

lapang yang telah diperoleh, maka dapat disusun kriteria kesesuaian lahan seperti pada Tabel 17.

Tabel 17. Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan berbasis produksi pati singkong

Kualitas lahan

Kelas kesesuaian lahan Sangat sesuai (S1) Cukup sesuai (S2) Sesuai marjinal (S3) Tidak sesuai (N) Temperatur (t) -Elevasi (mdpl) <490,25 490,25-672,75 672,75-991,5 >991,5 Media Perakaran (r)

- Tekstur SiL dan CL L dan SiCL SL, Si dan SCL LS, S, C, SC, dan SiC Retensi Hara (f) -KTK tanah (cmol (+) kg-1) -KB (%) -pH (H2O) -C-organik (%) >13,78 >41,75 4,79-5,31 >1,33 13,29-13,78 37,84-41,75 4,71-4,79 5,31-5,37 1,13-1,33 <13,29 <37,84 4,6-4,71 5,37-5,48 <1,13 - - <4,6 >5,48 - Toksisitas (x) - Kejenuhan Al (cmol (+) kg-1) <3,01 3,01-5,55 >5,55 - Kondisi terrain (m) - Lereng (%) <12,42 12,42-21,84 21,84-38,29 >38,29 Keterangan:

C = Clay; L = Loam; S = pasir (Sand); Si = debu (Silt), SL = lempung berpasir (Sandy loam);

pasir berlempung (Loamy Sand); SC = liat berpasir (Sandy Clay); SCL = Lempung Liat Berpasir;

SiCL = Lempung Liat Berdebu; CL = Lempung Berliat; SiC = Liat Berdebu; SiL = Lempung berdebu.

Berdasarkan dua kriteria kesesuaian lahan yang telah dibuat (Tabel 16 dan Tabel 17), dapat diketahui bahwa antara kriteria kesesuaian lahan berbasis produksi singkong dan berbasis produksi pati singkong menunjukkan batas-batas kelas kesesuaian yang relatif sama. Hal ini berarti antara produksi singkong dan produksi pati singkong memiliki keterkaitan.

5.6 Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Singkong

Setelah didapatkan kriteria kesesuaian lahan tanaman singkong yang baru, maka data tersebut dapat diaplikasikan kedalam peta. Untuk mengetahui perbedaan dengan kriteria kesesuaian lahan yang telah dibuat sebelumnya oleh Badan Litbang Deptan (2000) berdasarkan sifat tanah yang relatif, maka pada Gambar 25 akan disajikan peta kesesuaian lahan tanaman singkong berdasarkan kriteria kesesuaian lahan berbasis produksi dan pada Gambar 26 akan disajikan

(16)

peta kesesuaian lahan tanaman singkong berdasarkan kriteria kesesuaian lahan Badan Litbang Deptan (2000).

Gambar 25. Peta kesesuaian lahan tanaman singkong berdasarkan kriteria kesesuaian lahan berbasis produksi

Gambar 26. Peta kesesuaian lahan tanaman singkong berdasarkan kriteria kesesuaian lahan Badan Litbang Deptan

Kedua peta di atas memperlihatkan adanya perbedaan. Pada peta kesesuaian berdasarkan kriteria baru didominasi oleh kelas S1 di bagian utara disusul dengan kelas N(m) yang artinya lokasi tersebut tergolong kelas N dengan faktor pembatas lereng, sedangkan pada peta kesesuaian berdasarkan kriteria

(17)

Badan Litbang Deptan didominasi oleh kelas S3(oa) yang artinya lokasi tersebut tergolong kelas S3 dengan faktor pembatas drainase. Perbedaan yang diperlihatkan oleh kedua peta tersebut diakibatkan kriteria kesesuaian lahan baru belum mencakup seluruh kualitas lahan dan karakteristik lahan yang mempengaruhi produktifitas tanaman singkong. Adanya beberapa data yang tidak dapat dimasukkan dalam kriteria yang baru menjadi salah satu alasan terjadinya perbedaan diantara kedua peta tersebut. Tidak dijumpainya karakteristik lahan di lapang mengakibatkan data tersebut tidak dapat dimasukkan dalam kriteria yang baru. Data drainase merupakan salah satu data yang tidak dapat dimasukkan dalam kriteria lahan yang baru.

5.7 Perbandingan Data Analisis Sampel Bogor Berdasarkan Kriteria Karakteristik Lahan dan Kriteria Produksi

Setelah dibuat kriteria kesesuaian lahan berbasis produksi, maka akan diterapkan pada sampel bogor. Hasil pengkelasan kesesuaian lahan berdasarkan karakteristik lahan akan dicoba untuk dibandingkan dengan kelas kesesuaian berdasarkan produksi.

Tabel 18. Data kelas kesesuaian sampel Bogor berdasarkan produksi singkong dan karakteristik lahan

Kode Kecamatan Desa

Produksi Singkong teraan (ton/ha) Elevas i (mdpl) Le reng (%) Tekstur pH A l (cmo l (+ ) kg -1 ) C-org a ni k (%) KTK (cmol (+) kg -1) KB (%) Kelas kes esuaian lah a n ber d asa rkan p ro d u k si si ngko ng Kel as keses u ai a n l a han ber das ar ka n kara kteri sti k l a han B3 Sukaraja Sukatani 25,08 277 3 C 4,8 4,16 1,83 17,15 41,22 S3 S2 B4 Bogor Timur Katulampa 53,64 575 3 SiC 4,7 5,2 1,67 16 38,38 S2 S2 B5 Babakan Madang Cijayanti 29,84 321 3 C 4,8 4,02 1,6 12,84 43,46 S3 S2 B6 Dramaga Cikarawang 34,84 384 3 C 5 2,62 0,83 14,48 31,08 S3 S3 B7 Dramaga Alamsinarsari 48,84 260 13 C 5,1 2,18 1,6 15,81 46,74 S2 S2 B8 Cisarua Cisarua 39,80 181 5 L 5,4 0,56 3,03 19,05 46,98 S3 S2 B9 Megamendung Cidokom 27,09 231 3 L 5,1 1,84 2,15 16 70,5 S3 S2

Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan berbasis produksi (Tabel 16) dan data pada Tabel 18, dapat dilihat singkong dengan kode sampel B3 memiliki faktor pembatas berupa pH dan Al sehingga sampel ini masuk kedalam kategori

(18)

kesesuaian lahan aktual S2fx. Apabila dilakukan usaha perbaikan berupa pemupukan dan pengapuran, maka kesesuaian lahan potensial menjadi S1.

Kode sampel B4 memiliki faktor pembatas berupa tekstur, Al, pH, dan KB sehingga sampel ini masuk kedalam kategori kesesuaian lahan aktual S2rfx. Usaha perbaikan dapat dilakukan terhadap kesuburan tanah, tetapi tekstur tidak dapat diperbaiki, sehingga sampel ini termasuk kesesuaian lahan potensial kelas S2r.

Kode sampel B5 memiliki faktor pembatas berupa KTK dan Al. Hasil evaluasi lahan akhir diperoleh kesesuaian aktual termasuk kelas S2fx. Usaha perbaikan dapat dilakukan terhadap retensi hara/kesuburan tanah. Apabila dilakukan usaha perbaikan berupa pemupukan dan pengapuran, maka kesesuaian lahan potensial menjadi S1.

Sampel B6 memiliki faktor pembatas berupa C-organik. Kesesuaian lahan aktual termasuk dalam kelas S3f. Usaha perbaikan yang dapat dilakukan adalah perbaikan kesuburan tanah, sehingga kesesuaian lahan potensial menjadi S2. Sampel B7 tidak memiliki faktor pembatas, sehingga kesesuaian lahan aktualnya adalah S1.

B8 memiliki faktor pembatas berupa pH. Hasil evaluasi lahan akhir diperoleh kesesuaian lahan aktual termasuk kelas S3f. Usaha perbaikan yang dapat dilakukan berupa perbaikan retensi hara/kesuburan tanah dan pengapuran dapat merubah kesesuaian menjadi S2. Sampel B9 memiliki faktor pembatas tekstur sehingga kelas kesesuaian lahan termasuk S2r dan tidak dapat diperbaiki.

Penentuan kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi singkong sebagaimana disajikan pada Tabel 18 dan mengacu pada Tabel 4. menunjukkan bahwa sampel B3 memiliki produksi 25,08 ton/ha, sehingga termasuk kelas S3. Sampel B4 dan B7 memiliki produksi 53,64 dan 48,84 ton/ha sehingga termasuk kelas S2. Sampel B5, B6, B8 dan B9 memiliki produksi 29,84; 34,84; 39,8 dan 27,09 ton/ha sehingga termasuk kelas S3.

Apabila dibandingkan antara penentuan kelas berdasarkan kriteria klasifikasi kesesuaian lahan berbasis produksi singkong (Tabel 16) dengan penentuan sekat produksi singkong (Tabel 4) dapat dilihat pada sampel B3 adalah tidak sejalan. Sampel ini menunjukkan bahwa produksi termasuk dalam kelas S3,

(19)

sedangkan sebelumnya kesesuaian lahan berdasarkan Tabel 16 menunjukkan kelas S2. Seperti pada sampel B3, pada sampel B7 produksi menunjukkan kelas S2 sedangkan kesesuaian lahan berdasarkan Tabel 16 menunjukkan kelas S1.

Pada sampel B4 kelas kesesuaian berdasarkan produksi dan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan menunjukkan kelas yang tetap pada kelas S2. Sama halnya dengan sampel B4, sampel B6 dan B8 pun memiliki kesesuaian lahan yang sama antara produksi dan karakteristik lahan yaitu S3. Sampel B5 dan B9 memiliki kesesuaian lahan yang tidak sejalan, karena produksi menunjukkan kelas S3 sedangkan karakteristik lahan pada kelas S2. Hal ini dikarenakan ada beberapa karakteristik lahan yang tidak dapat dirubah. Salah satu alasan pengkelasan berdasarkan produksi lebih rendah dibanding pengkelasan berdasarkan kualitas lahan adalah dimungkinkan adanya hama atau keadaan alam yang tidak dapat dicegah. Hal ini menunjukkan bahwa kriteria kelas kesesuaian lahan yang dibuat berdasarkan tiga lokasi yaitu Bogor, Sukabumi, dan Karawang masih perlu dilengkapi dengan karakteristik lahan yang lebih beragam.

Gambar

Gambar 15. Hubungan umur dengan produksi singkong
Gambar 16. Hubungan umur dengan produksi pati singkong
Tabel 5. Sekat produksi pati singkong untuk kelas kesesuaian lahan
Tabel 6. Selang nilai elevasi untuk berbagai kelas kesesuaian lahan  berdasarkan produksi singkong dan produksi pati singkong
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pembahasan tentang Standar Nasional Perpustakaan yang dirujuk melalui UU No 43 tahun 2007. Setelah menyajikan hasil data penelitian diatas maka

Adapun ketentuan besarnya dana tabarru’ didasarkan atas tabel penentuan iuran tabarru takaful dana investasi setelah dikurangi biaya pengelolaan (loading),

Sedangkan pada penelitian nomor 2, yang diteliti adalah keakuratan kadar PCT untuk mengetahui infeksi pasca operasi jantung, jadi jumlah sampel yang digunakan berbeda

bahwa hipertensi (68,9%) dan diabetes melitus (33,3%) merupakan faktor risiko terbanyak. Dari pembagian ini dapat dilihat bahwa hipertensi merupakan faktor risiko yang

Beberapa area proses yang diperlukan untuk mengetahui kelayakan dan kebutuhan perbaikan sistem penilaian kinerja guru dan karyawan adalah:.. Organizational Process

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penambahan zat pewarna kunyit, tartrazine dan egg yellow dalam ransum terhadap performa ayam broiler dan mengetahui sejauh mana

Melakukan berbagai bentuk latihan kebugaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan (daya tahan, kekuatan).. Melakukan pengukuran berbagai bentuk latihan kebugaran jasmani

Sehingga dengan alasan tersebut, lebih menguntungkan untuk head sistem yang tinggi digunakan pompa perpindahan positif apabila kapasitas aliran tidak menjadi tujuan utama dari