• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Antelmintik Ekstrak Metanol Daun Kesum (Polygonum minus) terhadap Ascaridia galli secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Daya Antelmintik Ekstrak Metanol Daun Kesum (Polygonum minus) terhadap Ascaridia galli secara In Vitro"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 3. Agustus 2017 Daya Antelmintik Ekstrak Metanol Daun Kesum (Polygonum minus)

terhadap Ascaridia galli secara In Vitro

Fida Alawiyah1, Muhammad I Kahtan2, Ari Widiyantoro3

1

Program Studi Pendidikan Dokter, FK UNTAN

2

Departemen Pre Klinik Parasitologi Medik, Program Studi Pendidikan Dokter, FK UNTAN

3

Program Studi Kimia, FMIPA UNTAN

Abstrak

Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu infeksi yang sering terjadi pada sebagian besar populasi dunia dengan prevalensi lebih dari dua miliar manusia. Askariasis merupakan penyakit infeksi cacing usus Ascaris lumbricoides yang paling sering ditemui dengan prevalensi 25% populasi dunia (0,8-1,22 miliar manusia). Daun kesum merupakan tanaman endemik di Kalimantan Barat yang secara tradisional digunakan sebagai obat cacing namun belum ada penelitian yang membuktikannya. Metodologi. Penelitian ini tediri dari lima kelompok yaitu, kelompok kontrol negatif (NaCl 0,9%), kontrol positif (Albendazol) dan tiga kelompok uji ekstrak metanol daun kesum dengan konsentrasi 0,5 mg/mL, 1 mg/mL dan 2 mg/mL. Hewan uji yang digunakan yaitu Ascaridia galli. Waktu kematian cacing diamati setiap jam. Hasil. Waktu kematian cacing pada kelompok ekstrak metanol daun kesum konsentrasi 0,5 mg/mL, 1 mg/mL dan 2 mg/mL berturut-turut yaitu 32,8±5,12 jam, 31,2±5,17 jam dan 23,2±5,11 jam. Konsentrasi ekstrak 2 mg/mL tidak memiliki perbedaan yang signifikan terhadap kelompok kontrol positif (p=0,262). Kesimpulan. Ekstrak metanol daun kesum memiliki daya antelmintik. Senyawa-senyawa terkandung di dalam ekstrak metanol daun kesum yaitu fenol, flavonoid, tanin, saponin dan alkaloid. Konsentrasi efektif ekstrak metanol daun kesum sebagai antelmintik adalah 2 mg/mL. Kata Kunci:Antelmintik, ekstrak metanol daun kesum, Ascaridia galli

Abstract

Background. Helminth infection is an infection that often occurs in the majority of the world's population with prevalence more than two billion people. Ascariasis is the most common intestinal worm infection due to Ascaris lumbricoides with prevalence of 25% of the world's population (0.8 to 1.22 billion people). Kesum leaves is an endemic plant in West Kalimantan that traditionally used for treating helminth infection, but no studies that prove it yet. Method. This study was divided into five groups, consist of negative control (NaCl 0.9%), positive control (Albendazole) and three test groups methanol extract of kesum leaves concentration i.e. 0.5 mg/mL, 1 mg/mL and 2 mg/mL. Ascaridia galli was used as the test parasite. Worms’s time of death was observed every hour.Result. The time of death worms in group of the methanol extract of kesum leaves with 0,5 mg/mL, 1 mg/mL and 2 mg/mL concentration respectively are (mean ± SD) 32.8±5.12 hours, 31.2±5.17 hours and 23.2±5.11 hours. There is no significant difference of the time of death worms between extract concentration of 2 mg/mL and positive control group (p=0,262). Conclusion. The methanol extract of kesum leaves has anthelmintic activity. The compounds contained in the methanol extract of kesum leaves are phenols, flavonoids, tannins, saponins and alkaloids. The effective concentration is 2 mg/mL.

(2)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 3. Agustus 2017 LATAR BELAKANG

Infeksi cacing merupakan salah satu infeksi yang sering terjadi pada sebagian besar populasi dunia dengan prevalensi lebih dari dua miliar manusia.1 Prevalensi infeksi cacing di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu sekitar 45%-65% bahkan mencapai 80% pada daerah dengan sanitasi yang buruk. Prevalensi infeksi cacing di Kalimantan Barat juga tergolong cukup tinggi yaitu sebesar 26,2%.2,3 Infeksi cacing paling umum disebabkan oleh cacing usus golongan Soil-Transmitted Helminth (STH) yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale, Necator americanus).4

Askariasis merupakan penyakit infeksi cacing usus Ascaris lumbricoides yang paling sering ditemui dengan prevalensi 25% populasi dunia (0,8-1,22 miliar manusia).5,6 Manifestasi klinik askariasis biasanya asimtomatis. Nyeri abdomen yang tidak jelas timbul akibat

adanya beberapa cacing dewasa. Infeksi dengan jumlah cacing yang banyak dapat menyebabkan sakit perut, berupa kolik di daerah epigastrium atau umbilikus. Emesis, konstipasi, perut kembung, nyeri tekan dan anoreksia terkadang juga dapat dijumpai. Larva cacing dapat bermigrasi hingga ke paru-paru dengan gejala batuk, ronki dan gejala lain yang menyerupai pneumonitis atipikal disertai hemoptisis. Keadaan tersebut disebut dengan sindrom Loeffler.7

Albendazol dan mebendazol merupakan obat yang direkomendasikan dalam pengobatan cacing. Obat-obat tersebut masih dinilai efektif, akan tetapi ada efek yang tidak diinginkan seperti gangguan pencernaan, nyeri epigastrium, sakit kepala, kelelahan dan insomnia. Penggunaan albendazol dan mebendazol juga kontraindikasi untuk wanita hamil dan anak-anak berusia kurang dari dua tahun.8–10

Pengobatan dengan menggunakan tanaman berkhasiat obat merupakan salah

(3)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 3. Agustus 2017

satu alternatif yang sering dipilih dan digunakan oleh masyarakat.11 Beberapa tanaman telah dilakukan penelitian sebagai antelmintik seperti daun palasa dan biji pinang yang menunjukkan adanya efek antelmintik. Hal ini diduga akibat senyawa-senyawa yang bersifat antelmintik seperti saponin, tanin, flavonoid dan fenol.12,13

Daun kesum merupakan tanaman endemik di Kalimantan Barat yang secara empiris digunakan sebagai obat cacing.14 Daun kesum telah diteliti memiliki efek antibakteri, antijamur, antivirus serta antioksidan tetapi belum ada yang membuktikan efek antelmintiknya.15 Penelitian aktivitas antijamur menggunakan daun kesum dengan berbagai pelarut menunjukkan pelarut metanol memberikan hasil inhibisi yang efektif dibandingkan pelarut lainnya.16 Pelarut metanol memiliki jumlah atom C yang lebih sedikit sehingga senyawa yang berkhasiat obat banyak tertarik atau terlarut.17 Skrining fitokimia ekstrak

metanol daun kesum menunjukkan adanya kandungan polifenol, flavonoid, steroid-triterpenoid, saponin, serta tanin yang dapat berpotensi sebagai antelmintik.18,19 Ascaridia galli merupakan cacing gelang usus yang menginfeksi hewan unggas yaitu ayam. Infeksi cacing ini menyebabkan sayap ayam melemah dan mengalami penurunan berat badan. Ascaridia galli dapat digunakan sebagai hewan standar baku sebagai uji antelmintik karena memiliki kemiripan dengan cacing gelang usus manusia baik secara anatomi dan fisiologi.20–22

Berdasarkan penggunaan daun kesum sebagai obat cacing tradisional dan kandungan metabolit sekundernya, daun kesum diduga memiliki efek antelmintik yang dapat diuji menggunakan hewan uji Ascaridia galli. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti daya antelmintik ekstrak metanol daun kesum terhadap cacing Ascaridia galli secara in vitro.

(4)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 3. Agustus 2017 METODE

Penelitian ini bersifat eksperimental murni yaitu pengujian antelmintik dari ekstrak metanol daun kesum dengan menggunakan hewan uji cacing gelang ayam (Ascaridia galli). Desain eksperimental yang dipilih adalah post test only control group design.

Daun kesum dikumpulkan dan ditimbang sebanyak 1,4 kg sebagai berat basah, disortasi basah dan dicuci dengan air mengalir. Kemudian, sampel ditiriskan dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan. Setelah itu, sampel disortasi kering dan ditimbang berat keringnya. Pembuatan ekstrak metanol daun kesum dilakukan secara maserasi. Simplisia daun kesum yang telah dihaluskan dan diayak dimasukkan ke dalam bejana kaca gelap. Simplisia daun kesum direndam dengan pelarut metanol teknis. Pelarut diganti setiap 24 jam sekali sampai filtrat terakhirnya bening. Maserat kemudian disaring menggunakan kertas saring dan ditampung dalam botol kaca.

Hasil maserasi dikumpulkan kemudian diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 60oC dengan kecepatan 122 putaran/menit. Selanjutnya ekstrak dilanjutkan dengan menggunaan penangas air pada suhu 50oC hingga diperoleh ekstrak kental metanol daun kesum. Uji daya antelmintik dilakukan untuk mengetahui kemampuan ekstrak metanol daun kesum dalam membunuh cacing. Lima buah cawan petri disiapkan, masing-masing diisi dengan 50 mL NaCl 0,9%, Albendazol 0,2 mg/mL, serta larutan ekstrak metanol daun kesum dengan konsentrasi 0,5 mg/mL, 1 mg/mL dan 2 mg/mL. Petri tersebut diinkubasi pada suhu 37oC dalam inkubator selama kurang lebih 15 menit. Kemudian, satu ekor cacing Ascaridia galli dimasukkan ke dalam masing-masing cawan petri kemudian inkubasi pada suhu 37oC. Pengamatan pada kelompok perlakuan dan kontrol diamati tiap jam. Cacing yang mati dihitung waktu kematiannya. Cacing dianggap mati apabila tidak terdapat

(5)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 3. Agustus 2017

respon gerakan saat disentuh dengan pinset anatomis.23–25 Penelitian direplikasi sebanyak 5 kali.

HASIL

Determinasi tumbuhan pada dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tumbuhan daun kesum pada penelitian ini berasal dari famili Polygonaceae dengan nama spesies Polygonum minus. Hasil skrining fitokimia ekstrak metanol daun kesum menunjukkan hasil yang positif terhadap alkaloid, saponin, fenol, tanin, dan flavonoid.

Uji daya antelmintik ekstrak metanol daun kesum dilakukan terhadap cacing Ascaridia galli pada berbagai konsentrasi dengan pengontrolan suhu inkubasi 37oC selama penelitian. Pengamatan cacing dilakukan setiap satu jam setelah pemberian ekstrak metanol daun kesum. Hasil pengamatan kematian

cacing pada penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun kesum memiliki daya antelmintik dan semakin tinggi konsentrasi ekstrak metanol daun kesum maka waktu kematian yang terjadi semakin cepat.

Kelompok kontrol positif menunjukkan waktu kematian cacing yang paling cepat dengan rata-rata waktu kematian cacing yaitu selama 19,2 ± 1,48 jam. Kelompok uji yang memiliki waktu terdekat dengan kelompok kontrol positif yaitu pada konsentrasi 2 mg/mL dengan rata-rata waktu kematian selama 23,2 ± 5,12 jam. Sedangkan pada konsentrasi 1 mg/mL dan 0,5 mg/mL memiliki rata-rata waktu kematian berturut-turut selama 31,2 ± 5,17 jam dan 32,8 ± 5,12 jam. Kelompok kontrol negatif memiliki waktu kematian terlama dengan rata-rata yaitu selama 76,6 ± 8,29 jam.

PEMBAHASAN

Hasil data pengamatan penelitian kemudian dianalisis secara statistik

(6)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 3. Agustus 2017

menggunakan bantuan program komputer IBM Statistic 23. Uji normalitas data dapat dilakukan dengan uji statistik Shapiro-Wilk. Hasil uji Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa data pada kelompok kontrol positif, kontrol negatif, konsentrasi 0,5 mg/mL, 1 mg/mL, dan 2 mg/mL masing-masing memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan data setiap kelompok terdistribusi normal. Uji homogenitas data dilakukan menggunakan uji Levene. Hasil uji Levene menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,60. Nilai signifikansi yang didapat lebih dari 0,05 sehingga dalam disimpulkan bahwa data penelitian homogen.

Hasil uji One Way Anova menunjukkan nilai signifikansi kurang dari 0,05 yaitu 0,00. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antar kelompok. Perbedaan antar masing-masing kelompok dapat diketahui secara lanjut dengan uji Post Hoc LSD. Hasil Post Hoc LSD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara

kelompok kontrol positif, konsentrasi 0,5 mg/mL, 1 mg/mL dan 2 mg/mL terhadap kelompok negatif. Akan tetapi, antara kelompok konsentrasi 0,5 mg/mL dan 1 mg/mL tidak memiliki perbedaan yang bermakna. Kedua konsentrasi tersebut dianggap memiliki kemampuan yang sama dalam membunuh cacing. Konsentrasi 2 mg/mL tidak memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok kontrol positif (p = 0,262). Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi tersebut memiliki efektivitas yang setara seperti Albendazol dalam menyebabkan kematian cacing.

Korelasi antara dua variabel pada penelitian ini dapat diketahui dengan uji

Spearman. Hasil uji Spearman

menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,664 yang berarti bahwa konsentrasi ekstrak metanol daun kesum dan waktu kematian cacing Ascaridia galli memiliki korelasi yang cukup tinggi. Nilai signifikansi yang didapat dari uji Spearman adalah sebesar 0,007. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak

(7)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 3. Agustus 2017

metanol daun kesum dan waktu kematian cacing memiliki korelasi yang signifikan.

Senyawa yang terdapat dalam ekstrak metanol daun kesum yaitu alkaloid, tanin, fenol, flavonoid dan saponin. Senyawa-senyawa yang terkandung di dalam ekstrak metanol daun kesum memiliki efek antelmintik dengan mekanisme yang berbeda.

Aktivitas antelmintik pada tanin akan mengganggu penghasilan energi pada parasit cacing dengan memutuskan fosforilasi oksidatif. Dikatakan juga bahwa tanin mengikat protein bebas di saluran cerna inang atau glikoprotein pada kutikula parasit sehingga menganggu fungsi fisiologis seperti motilitas, absorbsi makanan, reproduksi dan menyebabkan kematian.25–27 Kandungan tanin pada ekstrak metanol daun kesum diduga memiliki efek yang sama.

Alkaloid berkontribusi pada paralisis dan kematian cacing. Alkaloid bersifat toksik dikarena efek stimulator yang memicu eksitasi sel dan gangguan

neurologis. Alkaloid bekerja dengan menurunkan generasi nitrat yang berguna untuk sintesis protein, menekan penyaluran sukrosa ke usus halus dan bekerja di sistem saraf pusat yang menyebabkan paralisis.28–30

Fenol dapat menganggu proses penghasilan energi cacing. Fenol akan menyebabkan terjadinya gangguan pada glikoprotein di permukaan sel dengan cara memutuskan ikatan fosforilasi oksidatif.19 Selain itu dikatakan pula fenol bekerja dengan cara mengganggu reaksi mitokondria yang terlibat pada transpor elektron saat pengolahan ATP. Mekanisme ini akan berujung pada kematian cacing.31

Saponin akan memicu vakuolisasi dan disintegrasi pada tegumen cacing. Penelitian menyatakan bahwa aktivitas utama yang saponin yaitu kemampuan permeabilitas membran dan formasi pori yang mana sama dengan dua obat antelmintik seperti praziquantel dan toltrazuril. Artinya, saponin akan mempengaruhi permeabilitas membran sel

(8)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 3. Agustus 2017

parasit dan menyebabkan vakuolisasi serta disintegrasi tegumen.19,32

Hipotesis lain menyatakan mekanisme saponin yang tepat terhadap nematoda gastrointestinal belum diketahui secara jelas tetapi saponin diketahui menghasilkan efek penghambatan inflamasi untuk mencegah inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing usus terhadap host.33,34

KESIMPULAN

Ekstrak metanol daun kesum memilki daya antelmintik terhadap Ascaridia galli. Kandungan senyawa metabolik yang terdapat di dalam ekstrak metanol daun kesum adalah alkaloid, tanin, fenol, flavonoid dan saponin. Konsentrasi efektif ekstrak metanol daun kesum sebagai antelmintik adalah 2 mg/mL.

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Soil-transmitted halminthiases: STH : eliminating soil-transmitted helminthiases as a public health problem in children : progress report 2001-2010

and strategic plan 2011-2020. Geneva: World Health Organization; 2012.

2. Depatemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Depkes RI; 2009.

3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Hasil survei morbiditas cacingan tahun 2005. Jakarta: Sub Direktorat Diare dan Penyakit Pencernaan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2005. 4. Hotez PJ, Brindley PJ, Bethony J, King CH, Pearce EJ, Jacobson Julie. Helminth Infections: The Great Neglected Tropical Diseases. J Clin Invest. 2008;118(4):1311.

5. Zheng P-P, Wang B-Y, Wang F, Ao R, Wang Y. Esophageal space-occupying lesion caused by Ascaris lumbricoides. World J Gastroenterol WJG. 2012;18(13):1552–4.

6. Bethony J, Brooker S, Albonico M, Geiger SM, Loukas A, Diemert D, et al. Soil-transmitted helminth infections: ascariasis, trichuriasis, and hookworm. Lancet. 2006;367(9521):1521–32. 7. Perhimpunan Dokter Spesialis Parasitologi Klinik Indonesia. Dasar Parasitologi Klinik. Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011. 8. Brunton L, Parker K, Blumenthal D, Buxton I. Goodman & Gilman’s Manual of Pharmacology and Therapeutics. Jakarta: EGC; 2010.

9. Katzung BG, editor. Basic & clinical pharmacology. 11th ed. New York: McGraw-Hill Medical; 2009.

10. Rang HP, Ritter JM, Flower RJ, Henderson G, Dale M. Rang & Dale’s Pharmacology. 7th ed. Edinburgh; New York: Churchill Livingstone; 2011.

11. Dewoto H. Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka. Maj Kedokt Indon. 2007;57(7):205–11.

(9)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 3. Agustus 2017 12. Tiwow D, Bodhi W, Kojong N. Uji Efek

Antelmintik Ekstrak Etanol Biji Pinang (Areca catechu) terhadap Cacing Ascaris Lumbricoides dan Ascaridia galli Ssecara In Vitro. Pharmacon. 2013;2(2):5.

13. Borkar V, Gangurde H, Gulecha VS, Bhoyar P., Mundada AS. Evaluation of in vitro antihelmintic activity of leaves of Butea monosperma. Int J Phytomedicine. 2010;2(2):31–5. 14. Imelda F, Faridah D, Kusumaningrum H. Bacterial Inhibition and Cell leakage by Extract of Polygonum minus Huds. leaves. Int Food Res J. 2014;21(2):553–60.

15. Vikram P, Chiruvella K, Ripain I, Arifullah M. A recent review on phytochemical constituents and medicinal properties of kesum (Polygonum minus Huds). Asian Pac J Trop Biomed. 2014;4(6):430–5.

16. Johnny L, Kalsom U, Nulit R. Antifungal activity of selected plant leaves crude extract againts a pepper anthracnose fungus, Colletotrichum capsici (Sydow) butler and bisby (Ascomycota: Phyllachorales). Afr J Biotechnol. 2011;10(20):4157–65.

17. List P, Schimdt P. Phytopharmaceutical Technology. Boston: CRC; 1989.

18. Michael, Kusharyanti I. Pengaruh Ekstrak Metanol Daun Kesum (Polygonum minus) terhadap Peningkatan Kadar Kreatinin dan Ureum Serum Tikus Putih Galur Wistar Terinduksi Sisplatin [Skripsi]. Fak Kedokt Univ Tanjungpura. 2013;1(1):1–12.

19. Tiwari P, Kumar B, Kaur M. Phytochemical screening and Extraction: A Review. Int Pharm Sci. 2011;1(1):98–106.

20. Sande MA. Handbook of Animal Models of Infection. London: Academic Press; 1999. 21. Vigar Z. Atlas of Medical Parasitology. 2nd ed. Singapore: Pubhlising House; 1984.

22. Kaushik R, Katiyar J, Sen A. Studies on the Mode of Action of Anthelmintics with Ascaridia galli as a Test Parasite. Indian J Med Res. 1974;64:1367–75.

23. Jiju V, Gorantla M, Chamundeeswari. Evaluation of anthelmintic activity of methanolic extract of Asystasia gangeticum. Internatinal J Pharm Life Sci. 2013;4(6):2727–30.

24. Sentana O. Efek Antihelmintik Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Terhadap Kematian Ascaris suum Goeze sp Secara In Vitro. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret; 2010.

25. Karthikeyan R, Suryabhavana A, Srinivasa P. Anthelmintic Activity of Methanol Extract of Strychos Colubrina L. Bark. J Pharm Res. 2016;1(1):1–3.

26. Marr JJ, editor. Biochemistry and molecular biology of parasites. London: Acad. Press; 1995.

27. Kotze A, Clifford S, O’Grady J, Behnke J, McCarthy J. An in vitro larval motility assay to determine anthelmintic sensitivity for human hookworm and strongyloides species., 71, 5, 608-616. Am J Trop Med Hyg. 2004;71(5):608–16. 28. Athanasiadou S, Kyriazakis I, Jackson F, Coop R. Direct anthelmintic effects of condensed tannins towards different gastrointestinal nematodes of sheep: In vitro and in vivo studies. Vet Parasitol. 2001;99:205–19.

29. Lagu C, Kayanj F. The in vitro Antihelminthic Efficacy of Erythrina Abyssinica Extracts on Ascaridia galli. In: Payan Carreira R, editor. Insights from Veterinary Medicine. InTech; 2013.

30. Jain P, Singh S. Anthelmintic Pontential of Herbal Drugs. Internatiol J Res Dev Pharm Life Sci. 2013;2(3):412–27.

(10)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 3. Agustus 2017 31. Tiwari P, Kumar B, Kaur M.

Phytochemical screening and Extraction: A Review. Int Pharm Sci. 2011;1(1):98–106.

32. Adedapo A, Shabi O, Adedokun O. Anthelmintic efficacy of the aqueous crude extract of Euphorbia hirta Linn in Nigerian dogs. Vet Arh. 2005;75(1):39–47.

33. Melzig M, Bader G, Loose R. Investigations of the mechanism of membrane activity of selected triterpenoid saponins. Planta Med. 2001;67(1):43–8.

34. Kareru PG. In-vitro antihelmintic effects of two Kenyan plant extracts against Heamonchus contortus adult worms. Int J Pharmacol Res. 2012;2(3):1-8.

35. Sirama V, Kokwaro J, Owuor B, Yusuf A, Kodhiambo M. In-vitro anthelmintic activity of Vernonia amygdalina Del. (asteraceae) roots using adult Haemonchus contortus worms. Int J Pharmacol Res. 2015;5(1):1–7.

Referensi

Dokumen terkait

16. Tes diukur dengan norma 16. Unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri sendiri. Berdasarkan Tabel dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa; 1) Pada

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, diketahui bahwa pemberian penguatan oleh guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, Pemberian penguatan

Tabel 8 menampilkan beberapa bacaan Iqra 2 yang telah berhasil ditampilkan dalam kode braille baik pada tampilan monitoring pada antarmuka personal komputer

Sejak berlakunya Perubahan Ketiga UU PPN 1984, administrasi pajak tidak lagi mengenal bentuk “Faktur Pajak Sederhana” sehingga pengaturan tentang bentuk dan ukuran formulir

Dosen pembimbing sekaligus pembimbing akademik program studi S1 Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, ibu Sulastri, S.Kp., M.Kes

Model yang dikembangkan dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan penentuan lokasi fasilitas yang memberikan keuntungan maksimal dimana terdapat reaksi

Hasil analisis menunjukkan bahwa karakter daya hasil (produksi buah dan produksi biji beras per pohon) kopi Robusta yang diperbanyak melalui sambung tunas plagiotrop memiliki

Berdasarkan tweet yang dihasilkan setiap harinya oleh pengguna Twitter, dapat menjadi suatu sumber informasi sehingga dapat dilakukan proses crawling data Twitter dengan