• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karl Marx Dan Friederich Nietzsche Tentang Agama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Karl Marx Dan Friederich Nietzsche Tentang Agama"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA ISSN: 1978-1261

KARL MARX DAN FRIEDERICH NIETZSCHE TENTANG AGAMA Oleh Ahmad Muttaqin

Direktur Pusat Studi Agama dan Kebudayaan (PUSAKA) STAIN Purwokerto

Abstact

Karl Marx and Friedrich Nietzsche are two figures that are considered controversial in religious studies. Both stated that ‘religion is the opium and the God is dead’ are deemed to have passed the limits of tolerance. As a result, both are regarded as insane person in their time.

When they are examined more deeply, both statements expressed deep concern over the social situation of the people that suffer as a result of oppression and domination. In this situation, religion precisely be one that encourages people to behave naive and counterproductive to the objectives of humanitarian material. Thus, “religion is the opium and God is dead” are social provocation and criticism for people to get out of the traps of stagnation.

The purpose of human life is material. For Marx, human nature is working, while for Nietzsche, it is the willing to power. This means that human will be humanic if it human is able to express in productive work that is free from domination and have the will to implement the powers that are pushing for continually active and creative. Initially, religion supports human to manifest true humanity but evolved into rituals that hinder the process of humanization.

Keywords : Karl Marx , Friedrich Nietzsche, opium, the will to power, work. Abstrak

Karl Marx dan Friedrich Nietzsche merupakan dua tokoh yang dianggap kontroversial dalam studi agama. Statemen keduanya bahwa agama adalah candu dan Tuhan telah mati dianggap telah melewati batas-batas toleransi. Akibatnya keduanya pada jamannya dianggap sebagai orang gila.

Apabila dikaji lebih mendalam, statemen keduanya lebih mengungkapkan keprihatinan mendalam atas situasi sosial masyarakat yang terpuruk akibat penindasan dan dominasi. Dalam situasi ini, agama justeru menjadi salah satu yang mendorong masyarakat berperilaku naif dan kontraproduktif dengan tujuan-tujuan kemanusiaan yang bersifat matyerial. Dengan demikian, agama sebagai candu dan Tuhan telah mati merupakan provokasi sosial dan kritik bagi masyarakat untuk keluar dari perangkap-perangkap kejumudan.

Tujua hidup manusia bersifat material. Bagi Marx, hakikat manusia adalah kerja, sedang Nietzsche adalah kehendak untuk berkuasa. Artinya manusia akan menjadi manusiawi apabila mampu mengekspresikan dalam kerja-kerja produktif yang bebas dari dominasi dan memiliki kehendak untuk mengimplementasikan kekuasaan yang mendorong untuk terus-menerus aktif dan kreatif. Awalnya, agama mendukung manusia untuk mewujudkan kemanusiaan yang sejati namun berkembang menjadi ritual-ritual yang menghambat proses humanisasi.

Kata-Kata Kunci: Karl Marx, Friedrich Nietzsche, candu, kehendak berkuasa, kerja.

Pengantar

Agama sebagai sumber alienasi dan penyebab anomali dalam masyarakat merupakan 2 (dua) pernyataan yang kontroversial dari 2 tokoh beda generasi Marx dan Nieszche. Bagi Marx, agama adalah produk dan ekspresi kepentingan dari masyarakat kelas yang digunakan untuk memanipulasi dan menindas kelas di bawahnya. Agama memanipulasi manusia atas realitas-realitas hidup dan kehidupan yang dihadapi dengan memberikan pengharapan-pengharapan kehidupan masa depan yang bersifat hakiki dan kekal. Atas harapan-harapann yang dijanjikan

(2)

Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA ISSN: 1978-1261

agama, orientasi hidup manusia bergeser dari kondisi realitas yang bersifat materiil kepada kondisi masa depan yang non materi.1 Dari sinilah Marx menyatakan bahwa agama menjadikan

manusia terasing dari kehidupan realitas.

Hal yang agak berbeda dinyatakan Nietzsche bahwa agama tidak merubah orientasi manusia tetapi melanggengkan mitos-mitos dalam masyarakat yang telah memfosil. Agama dengan absolutisme nilai-nilai yang ada sesungguhnya mengingkari eksistensi manusia yang serba tidak pasti. Keberadaan nilai-nilai agama yang dianggap absolut ini pada dasarnya tidak memberikan kontribusi apapun terhadap perubahan kondisi realitas manusia yang senantiasa berubah. Nilai agama yang dianggap absolut pada saat tertentu akan kehilangan keabsahannya karena tidak kontekstual dengan kenyataan hidup sehari-hari. Pada saat itulah, agama dengan nilai-nilainya mengalami krisis yang menuju keruntuhan.2 Namun karena sudah dianggap absolut, nilai agama yang telah mengalami krisis dan keruntuhan ini tetap dijadikan pegangan bagi manusia dalam kondisi ketidakpastian. Pada situasi inilah Nietzsche menganggap manusia mengalami apa yang disebut sebagai anomali.

Biografi Marx dan Nietzsche

Marx lahir di Trier, Jerman pada tahun 1818 dari keluarga Yahudi pasangan Heinrich dan Henrietta. Sebagai seorang pengacara, Heinrich terbilang cukup mewah secara ekonomi. Keadaan mulai berubah pada saat situasi sosial tidak menguntungkan keturunan Yahudi yang menjadi komunitas terkejar. Situasi ini memaksa keluarga Marx mencari jalan aman dengan masuk agama Protestan dan diterima di gereja Luteran.

Sosok Karl Marx dapat ditafsirkan dalam berbagai cara yang berbeda. Hal ini karena gagasan Marx yang terrepresentasikan dalam karya-karyanya memuat berbagai disiplin keilmuan yang beragam mulai dari kritik romantik dalam Paris Manuscripts, antropologi historis dalam

The German Ideology, sejarah kritis dalam Eighteenth Brumaire dan The Civil War in France, sejarawan dalam Grundrisse, hingga ekonomi kritis dalam Das Capital.3

Sebagai seorang pemikir, kehidupan ekonomi Marx tidaklah secemerlang pemikirannya, bahkan beberapa tahun sebelum meninggal tahun 1883 ia hanya bisa bergantung dari bantuan Friedrich Engels sebagai sahabat karibnya. Salah satu kecemerlangannya dibuktikan dengan kesuksesannya memperoleh gelar Doktor pada usia sangat muda di Universitas Jena pada tanggal 15 April 1841 atau saat masih berumur 23 tahun dalam bidang filsafat dengan judul disertasi The Difference between the Natural Philosophi of Democritos and Natural Philosophy of Epicurus.4

Secara periodik, gagasan Marx dapat dibedakan dalam 2 (dua) masa, yaitu Marx muda dan Marx tua. Marx muda utamanya dimunculkan pada saat pengembaraan di 2 (dua) negara yaitu Paris (Perancis) dan Brussel (Belgia) yang karyanya banyak dipengaruhi oleh pemikiran filsafat idealistis Hegel (1770-1831) dan filsafat identitas LA Feuerbach (1804-1872). Style Marx muda lebih sebagai seorang dan filosof dan teoretisi sosial dalam bidang sejarah, antropologi, dan politik . Sedang Marx tua bergeser dari seorang filosof kepada kritikus ekonomi terutama terhadap kapitalisme. Masa Marx tua banyak dihabiskan di Inggris.

1Doyl Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, (Jakarta: Gramedia, 1988), hlm.141. 2ST. Sunardi, Nietzsche, Yogyakarta: LkiS, 2001, hlm. 21.

3 Tidak mudah mengkategorisasikan Marx dalam suatu disiplin intelektualitas. Pemikiran Marx yang

hampir menjangkau berbagai disiplin ilmu sosial menempatkannya sebagai pemikir lintas disiplin baik sebagai seorang teoretisi maupun praktisi. Berdasar karya-karyanya, paling tidak ada 57 varietas marxisme, diantaranya adalah bolshevisme, sosial demokrat, trotskisme, maoisme, teori kritis, komunisme, dll. Peter Beilharz, Teori-Teori Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 269.

(3)

Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA ISSN: 1978-1261

Satu hal yang dapat digunakan untuk membaca pemikiran Karl Marx adalah dengan membaca proyeknya dalam tema tunggal kritik atas ekonomi politik. Karya awal yang menitikberatkan pada kritik romatik (sejarah) secara perlahan masuk dalam bidang ekonomi politik sebagaimana tercermin pada karya besarnya (magnum opus) Das Kapital.. Dalam perspektif Marx, proses politik berlangsung pada area kepentingan ekonomi yang berorientasi pada penguasaan alat-alat produksi.5 Politik hanyalah proses yang memediasi penguasaan alat-alat produksi. Menguasai proses politik menjadi mutlak bagi mereka yang ingin mengusai ekonomi.

Karir Marx tidak bisa dipisahkan dari perkembangan gerakan sosialis di pertengahan abad 19 dan karena keterlibatannya tersebut ia menjadi tokoh kontroversial. Karena karakteristik kontroversialnya ini Marx memberi kontribusi bagi 3 (tiga) orientasi intelektual yang berbeda, yaitu; (1) metode dialektik Hegel dan Historisisme Jerman, (2) Teori Ekonomi Politik Inggris, (3) Pemikiran Sosialis Perancis.

Kontroversi Marx tidak jauh berbeda dengan ke”gila”an Friedrich Nietzsche sebagai seorang filosof eksistensialis. Hal yang membedakan keduanya secara sederhana adalah proyeksi teoretisi kritik sosial. Marx memproyeksikan kritik sosialnya terhadap struktur ekonomi kapitalistik yang eksploitatif dan mendominasi struktur kelas sosial proletariat. Teori sosialnya diorientasikan menjadi praxis melalui gerakan-gerakan radikal sebagai bentuk perjuangan kelas. Sebaliknya, Nietzsche memproyeksikan teori kritiknya terhadap kecenderungan masyarakat mengkultuskan nilai sebagai penjamin kepastian. Bagi Nietzsche, pengkultusan nilai ini menjadi bahaya dari segala bahaya yang disebut dengan nihilisme.6 Dari tema nihilisme ini, ia menunjukkan bahwa apa saja yang dianggap bernilai dan bermakna oleh masyarakat sudah mulai memudar dan mengalami keruntuhan. Proses ini akan berlangsung terus-menerus dan menjadi krisis yang tak terelakkan.

Nietzsche lahir di Rocken tanggal 15 Oktober 1844 dan meninggal pada tanggal 25 Agustus 1900. Dalam waktu 56 tahun, Nietzsche menghasilkan banyak karya tulis yang mempengaruhi pemikiran-pemikiran setelahnya. Ia dikenang sebagai perintis eksistensialisme, pragmatisme, dekonstruksionisme, hingga postmodernisme. Secara garis besar, kehidupan Nietzsche dapat dibagi dalam 4 tahap, yaitu (1) kehidupan keluarga dan masa kecilnya yang diselimuti pendidikan kristen yang kuat, (2) masa menjalani hidup sebagai pelajar dan mahasiswa yang ditandai dengan perkenalannya dengan tokoh-tokoh intelektual yang bayak mempengaruhi pemikiran selanjutnya, (3) masa perjalanan meniti karir sebagai guru besar di Basel yang ditandai dengan menurunnya kesehatan, dan (4) masa petualangan mencari temapt-tempat sepi untuk meyelesaikan karya-karya besarnya.

Secara berurut, riwayat hidup dan karya-karya besar yang dihasilkannya dapat digambarkan dalam tabel berikut.

Tahun Kegiatan / Kejadian /

Tahap Keterangan / Karya

15 Oktober 1844

Lahir

1864 Mahasiswa di

universitas Bonn, jur

Berkenalan dengan Johan Wolfgang Goethe (1749-1832), Richard Wagner (1813-1883), Arthur

5 James A. Caporasi & David P. Levine, Theories of Political Economy, (Cambridge: Cambridge

University Press, 1996), hlm. 70-71

6 Nihilisme merupakan kondisi yang menggambarkan runtuhnya nilai dan makna dalam 2 (dua) bidang

yang sebelumnya dianggap memberikan jaminan kepastian bagi kehidupan manusia, yaitu agama (moral) dan ilmu pengetahuan. Runtuhnya 2 bidang tersebut menjadikan manusia kehilangan pegangan untuk memahami hidup dan kehidupannya. Nihilisme mengantarkan manusia pada situasi krisis yang berkepanjangan. ST. Sunardi, Nietzsche, (Yogyakarta: LkiS, 2001), hlm. 22-23.

(4)

Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA ISSN: 1978-1261

Filologi dan Teologi Schopenhauer (1788-1860) 1865 –

pertengahan 1865

Berhenti belajar di Universitas Bonn dan pindah ke Leipzig

Belajar Filologi selama 4 semester. Mengeluarkan karya pertamanya di bidang filologi berjudul: De The Ognide Megarensis (Silsilah para dewa negara)

1868 Tertarik pada musikus

Jerman, Richard Wagner

Dalam musiknya, Nietzsche melihat adanya

semangat kebudayaan Yunani sebagaimana terlihat dalam karya-karya tragedi. Kebudayaan Jerman baginya dapat menjadi perwujudan kembali

kebudayaan Yunani asal diresapi dengan semangat Wagner. Dia menjadikan Wagner dan Schopenhauer menjadi “agama” barunya

1869 Menjadi dosen di

Universitas Basel, Swiss.

Ia mengajar selama 10 tahun (1869 – 1879)

mengampu mata kuliah Filologi dan Bahasa Yunani 1872 Menerbitkan buku ke-2 Die Geburt de Targeedie aus dem geiste der mucic

(the birt of tragedy out ot the spirit of music)

1873 Menerbitkan buku ke-3 Un zeit gemase betrachtungen (untimely mediation); perenungan yang terlalu awal. Buku ini terdiri dari 4 bagian:

David Strauss, der bekenner und der schriftsteller (David Strauss, pengaku iman dan penulis) (1873) Vom Nutzen und Nachteil der historie fur das leben (kegunaan dan kerugian sejarah bagi hidup) (1874) Schopenhauer als als erzieher (Schopenhaue sebagai pendidika) (1874)

Richard Wagner in Bayreuth (1876)

Setelah itu ia diberi cuti 1 tahun dan tinggal di Sorrento, Italia. Di sana ia merencanakan menulis Menschliches Allzumenschilches (human, all – to – human / manusiawi, terlalu manusiawi)

Mei 1878 Menerbitkan bukuke-4: Menschliches Allzumenschilches (human, all – to – human / manusiawi, terlalu manusiawi). Kesannya terlalu positivistik 1979 Melengkapi buku Menschliches Allzumenschilches (human, all – to – human / manusiawi, terlalu manusiawi)

Vermischte Meinungen und Spruche (Mixed opions and maximus / kumpulan gagasan dan pepatah) Der wanderer und sein schatten (the wander and his shadow / petualang dan bayangannya)

1879 Meninggalkan

universitas Basel

1889 Sakit jiwa Terus merenung dan menulis

1881 Menerbitkan buku ke-5 Die Morgenrote Gedanken uber die moralischen vorurteile (fajar, gagasan-gagasan tentang pra anggapan moral)

1882 Menerbitkan buku ke-6 Die frohliche wissenschaft (ilmu yang mengasyikan). Ide tentang Tuhan telah Mati

1883 – 1885 Mempersiapkan karya beesar

Also Sprach Zarathustra (demikianlah sadba zarathustra). Buku ini terbit akhir 1885

1884 Rencana menulis Mendasarkan gagasan kehendak Tuhan untuk

(5)

Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA ISSN: 1978-1261

1886 Menerbitkan buku ke-7 Jenesit von gut und bose. Vorspiel einer philosophie der Zukunft (diseberang baik dan jahat. Pengantar untuk filsafat masa depan). Berbicara tentang kritik akan modernitas, ilmu pengetahuan modern, seni modern

1887 Menerbitkan buku ke-8 Zur Genealogie der moral. Eine Streitschrift (tentang asal-usul moral, suatu polemik)

1888 Menulis banyak buku

(Buku ke-9)

Hanya 1 yang sempat diterbitkan: der fall wagner. Ein musikan ter problem (kasus wagner, persoalan musikus). Buku yang belum diterbitkan tahun 1888: die gotzen dammerung (pudarnya para dewa), der antichrist (anti kristus) dan ecce nomo (lihatlah manusia)

1889 Terbit buku ke-10 Die Gotzen Dammerung (Pudarnya Para Dewa)

1895 Terbit buku ke-11 Der Antichrist (Anti Kristus)

1908 Terbit buku ke-12 Ecce Nomo (Lihatlah Manusia)

1890 Dipindahkan oleh

ibunya de Naumburg dan dirawat sendiri

3 tahun kemudian, Elizabeth (adiknya) datang dari Paraguay karena suaminya, Forster bunuh diri tahun 1889

1897 Ibunya meninggal Elizabeth memindahkan ke Weimar

25 Agustus 1900

Meninggal

Agama Sumber Alienasi Masyarakat

Agama dalam perspektif Marx tidak bisa dilepaskan dari konsepsi tentang alienasi. Hal ini karena kesimpulan akhir Mark bahwa agama menjadi sumber utama alienasi atau keterasingan masyarakat dari dunianya. Dianggap sebagai sumber utama bukan dalam pengertian agama menempati posisi paling dominan atas sumber-sumber alienasi masyarakat lainnya tetapi lebih karena masyarakat secara umum mengidentifikasikan sebagai pemeluk agama.

Dalam pengertian dasar, alienasi adalah situasi hilangnya kontrol manusia atas produk dari kegiatan kreatif yang dilakukannya. Kegiatan kreatif yang diarahkan untuk merubah lingkungan alam merupakan hal utama manusia untuk mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun kegiatan kreatif tersebut menimbulkan dampak paradoks dan ironis bagi manusia sendiri karena begitu individu menghasilkan produk dari kegiatan kreatif, produk tersebut menjadi benda obyektif yang terlepas dari manusia pembuatnya. Sementara itu kegiatan produktif melingkupi penggunaan tenaga dan kemampuan kreatif manusia, sehingga produk-produk yang dihasilkannya sesungguhnya memanifestasikan sebagian dari hakikat manusia.7

Dengan menjadi benda obyektif, produk kreatif manusia mengkonfrontasikan dirinya dengan pembuatnya dalam benda yang terasing atau diasingkan. Produk kreatif menjadi benda bebas yang memiliki nilai tersendiri dan terlepas dari kontrol manusia sebagai pembuatnya dan bahkan dalam relasi lebih lanjut produk kreatif ini memaksa manusia pembuatnya untuk menyesuaikan diri dengannya.

Proses di atas tidak hanya berlaku pada produk-produk kreatif yang bersifat materiil dalam lingkungan fisik, tetapi juga non mmateri misalnya agama, organisasi, hukum, dll. Dalam proses yang sama, benda-benda non fisik yang diproduksi manusia justeru membatasi dan memaksanya tunduk serta beradaptasi. Manusia dibiarkan didominasi dan diatur oleh benda-benda yang sesungguhnya adalah bagian dari hakikatnya sendiri.

(6)

Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA ISSN: 1978-1261

Dalam pandangan Marx, agama diposisikan sama seperti produk-produk dari kegiatan kreatif manusia lainnya. Artinya adalah agama dengan segala nilai dan moralitas yang dimilikinya sesungguhnya hasil dari kegiatan kreatif manusia yang diarahkan untuk mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Namun bukan keberalangsungan dan kebutuhan hidup yang diberikan agama kepada manusia sebagai pembentuknya tetapi justru keterasingan dan pembatasan-pembatasan manusia mengembangkan kreatifitasannya.

Pemikiran Karl Marx tentang agama banyak dipengaruhi pemikiran Feuerbach yang melakukan pembalikan terhadap filsafat Hegel. Bagi Feuerbach, dunia kesadaran manusia serta ide-ide hanya menjadi cerminan kekuatan materiil. Ia melampaui Hegel yang berhenti pada ide dan roh sebagai yang riil dan menjadi basis perubahan masyarakat. Perspektif yang lebih luas dari Hegel dikembangkan pada kritik agama dalam buku Essence of Christianity. Agama merupakan proyeksi manusia dari sifat dasarnya menjadi suatu makhluk supranatural.8 Proyeksi ini membiarkan manusia dikosongkan dari sifat-sifat hakikinya dan apabila ingin memperolehnya kembali manusia harus mendekati dengan menyembah atau cara-cara supranatural lainnya. Dalam realitas ini, agama dengan kekuatan supranaturalnya mengasingkan manusia dari hakikatnya sendiri.

Feuerbach memandang bahwa bukan Tuhan yang menciptakan manusia tetapi sebaliknya Tuhan adalah ciptaan angan-angan manusia. Hakikat Tuhan ini tidak lain daripada hakikat manusia itu sendiri yang sudah dibersihkan dari macam-macam keterbatasan atau ciri individualnya dan kemudian dianggap sebagai sebuah kenyataan otonom yang berdiri di luar manusia.9 Dengan kata lain, Tuhan adalah hasil proyeksi diri manusia. Feuerbach menunjukkan

bahwa karakteristik Tuhan adalah tidak lain daripada karakteristik manusia yang diproyeksikan melebihi manusia ke dalam dunia fantastis melalui bentuk yang ditinggikan dan dilebih-lebihkan tersebut. Hasil proyeksi itu dipandang akan memimpin eksistensi manusia dan mengontrol manusia lewat perintah-perintahnya.

Kritik agama Feuerbach mendasari pemikiran Marx tentang agama. Marx mempercayai bahwa manusia menciptakan Tuhan sesuai dengan citranya, namun kenyataan yang terjadi dalam keagamaan masyarakat adalah sebaliknya bahwa seolah-olah Tuhan menciptakan manusia sesuai citra-Nya. Lebih lanjut, agama adalah universal ground of consolation dan sebagai candu rakyat. Dalam pengertian ini, termuat suatu implikasi bahwa apapun penghiburan yang dibawa oleh agama bagi mereka yang menderita dan tertindas adalah merupakan suatu penghiburan yang semu dan hanya memberi kelegaan sementara. Agama tidak menghasilkan solusi yang nyata dan dalam kenyataannya justru cenderung menghalangi berbagai solusi melalui penderitaan dan penindasan baru. Solusi nyata yang dimaksud di sini adalah terkait dengan pengusahaan peningkatan kesejahteraan secara material. Agama justru membiarkan kondisi yang sudah ada, meskipun orang sedang mengalami penderitaan.

Agama mengajak orang hanya berpasrah dengan keadaan daripada mengusahakan barang-barang yang dapat memperbaiki kondisi hidup. Agama cenderung mengabaikan usaha konkrit manusiawi untuk memperjuangkan taraf hidupnya lewat barang-barang duniawi. Agama malah menyarankan untuk tidak menjadi lekat dengan barang-barang duniawi dan mengajak orang untuk hanya berpikir mengenai hal-hal surgawi sehingga membuat orang melupakan penderitaan material yang sedang dialami. Agama mengajarkan orang untuk menerima apa adanya termasuk betapa kecilnya pendapatan yang diperoleh. Dengan ini semua, secara tidak langsung agama telah membiarkan orang untuk tetap pada kondisi materialnya dan menerima secara pasrah apa yang ada walaupun sedang mengalami penderitaan secara material. Agama

8Ibid., hlm. 140-141.

(7)

Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA ISSN: 1978-1261

mengajak orang untuk berani menanggungnya karena sikap menanggung itu sendiri dipandang sebagai keutamaan.10

Pernyataan Marx di atas sesungguhnya ingin menggambarkan bahwa agama membuat manusia kehilangan kontrol atas dirinya untuk melakukan tindakan kreatif. Melalui manipulasi dan ilusi yang ditawarkan agama manusia menjadi makhluk yang hidup bukan pada dunia realitas tetapi dunia semu. Situasi lepas kontrol inilah yang memberi implikasi keterasingan kepada manusia. Pekerjaan yang dilakukan manusia dipahami sebatas bertahan hidup (subsisten) dan tidak sebagai alat bagi manusia mengembangkan atau menyatakan kemampuanya yang kreatif.11 Kritik Marx terhadap agama ini merupakan langkah pertama yang kemudian

dilanjutkan dengan mengidentifikasi kondisi materiil dan sosial yang merupakan sumber alienasi dan ilusi. Dari hal ini kemudian memicu tindakan revolusioner yang akan menghapus kebutuhan ilusi dengan membiarkan manusia bertindak kreatif untuk dirinya sendiri.

Marx menyimpulkan sebelum manusia mencapai kebahagiaan yang senyatanya, agama musti dihilangkan karena menawarkan kebahagiaan semu bagi manusia-manusia tertindas. Namun karena agama adalah produk dari kondisi sosial, maka agama tidak dapat ditiadakan kecuali dengan meniadakan bentuk kondisi sosial tersebut. Marx yakin bahwa agama itu tidak punya masa depan. Agama bukanlah kencenderungan naluriah manusia yang melekat tetapi merupakan produk dari lingkungan sosial tertentu.

Dengan kata lain, agama sesungguhnya bukan menjadi dasar penyebab keterasingan manusia tetapi hanyalah dampak dari keterasingan manusia.12 Agama menjadi semacam pelarian karena realitas memaksa manusia untuk melarikan diri. Manusia hanya dapat merealisasikan diri secara semu yakni dalam khayalan agama karena struktur masyarakat tidak mengizinkan manusia merealisasikan diri dengan sungguh-sungguh. Karena dalam kenyataannya manusia menderita, manusia lalu mengharapkan mencapai keselamatan dari surga. Oleh karenanya, penyebab keterasingan yang utama haruslah ditemukan dalam keadaan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, kritik tidak berhenti pada agama karena tidak mengubah apa yang melahirkan agama, yaitu manusia. Persoalan kemudian adalah mengapa manusia mengasingkan diri ke dalam agama? Menurut Marx, kondisi-kondisi materiallah yang membuat manusia mengalienasikan diri dalam agama. Kondisi materiil di sini adalah proses kerja produksi untuk merubah alam material agar sesuai dengan kebutuhan manusia. Proses kerja ini adalah satu-satunya tindakan fundamental manusia.13

Hubungan antarmanusia dilihat dari perspektif pekerjaan. Bidang produksi menentukan perkembangan masyarakat, bahkan nasib manusia. Pikiran manusia menjadi fungsi bidang produksi saja. Filsafat pandangan dunia dan agama hanya mengungkap hubungan kerja dan hubungan antarkelas sosial yang saling berlawanan dalam masyarakat.

Nietzsche dan Nihilisme

Nietzsche dikenang sebagai tokoh yang mempunyai banyak karya dan mengilhami pemikir-pemikir sesudahnya. Pemikirannya dan kritiknya terhadap kebudayaan serta moralitas yang mempertanyakan kembali kebenaran yang dianggap telah mapan dalam masyarakat Eropa dianggap menggangu stabilitas sosial terutama kristiani. Gagasan utama yang dianggap “kacau”

10 Melalui agama, manusia merasa nyaman dengan ketidakberdayaan yang menimpanya. Upaya-upaya

manusiawi yang semestinya dilakukan manusia untuk mengatasi ketidakberdayaan digantikan dengan upaya-upaya supranatural dengan pengharapan-pengharapan mampu mengatasi persoalan yang basis utamanya disebabkan dari kelangkaan material. Dari argumentasi inilah Marx menyatakan agama menjadi sumber alienasi. Ibid., hlm. 140

11Doyl Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern,(Jakarta: Gramedia, 1988), hlm. 142. 12Andi Muawiyah Ramly, Peta Pemikiran Karl Marx, (Yogyakarta: LkiS, 2000), hlm. 162-166. 13Franz Magnis Suseno (Pengatar),Dilema Usaha Manusia Rasional, (Jakarta: Gramedia, 1982).

(8)

Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA ISSN: 1978-1261

adalah nihilisme yang menganggap manusia modern berada dalam ketidakpastian. Konsepsi yang kontradiktif dengan konsep kristiani tentang absolutisme sebagai pegangan bagi manusia.

Gagasan tentang nihilisme merupakan khas Nietzsche sebagai bentuk dari kritik kebudayaan masyarakat modern yang serba positivist dan terukur. Nihilisme dianggap dekat dengan postmodernis sebagai paham yang juga mengkritisi keadaan zaman modernis yang divonis “tanpa makna dan tujuan”.14Manusia berada dalam komunikasi yang serba cepat, namun manusia tidak saling mengenal satu sama lainnya. Manusia hidup dalam lingkungan yang luas, tetapi merasa sesak.

Nihilisme juga berarti pembongkaran bangunan-banguan kebenaran yang sudah ada. Namun karena pembongkaran dilakukan secara drastis, manusia kehilangan pegangan dan jaminan bahkan eksistensi manusia berada dalam ketidakberadaan (nihil). Dalam pengertian tanpa makna (kekosongan) dan pembongkaran kebenaran inilah konsep nihilisme Nietzsche disandarkan. Nihilisme dipahami sebagai die Ewige Wiederkehr (Kekembalian yang kembali dan kembali lagi secara abadi) atau tiadanya keberakhiran.15

Dalam pandangan Nietzsche, ketidakberakhiran bukanlah suatu penindasan terhadap keberadaan, tetapi sebaliknya yaitu persetujuan terhadapnya. Keberadaan itu ada tanpa syarat dan tetap terus ada sampai akhir. Persetujuan terhadap keberadaan manusia tidak lain adalah meyakini keadaan apa adanya yang sesungguhnya memiliki potensi besar untuk memaknai hidup dan kehidupan tanpa ada pegangan dan jaminan kepastian dari hal-hal yang berada di luar eksistensi manusia.

Pandahangan nihilisme ini secara sosiologis dikontekstualisasikan pada kondisi masyarakat Eropa – Kristiani yang terbelenggu oleh “mitos” tentang absolutisme kehidupan yang termanifestasikan dalam 2 (dua) bidang, yaitu keagamaan (moralitas) dan ilmu pengetahuan.16 Dua bidang ini yang sesungguhnya diproduksi oleh manusia menapaki proses absolutisasi bagi proses-proses sosial yang berkembang dinamis. Namun karena masyarakat mempercayakan proses sosial kepada nilai-nilai absolut, manusia menjadi tidak mampu mengoptimalkan potensi dan mengandalkan jaminan-jaminan kepastian yang dimilikinya. Manusia seperti inilah yang kemudian oleh Nietzsche disebut anomali.

Keagamaan dan pengetahuan menjadi pegangan dan jaminan kepastian bagi manusia dalam menghadapi hidup dan kehidupan yang sesungguhnya secara eksistensial penuh dengan ketidakpastian. Dalam konteks seperti inilah kritik Nietzsche dilakukan untuk membongkar bangunan-bangunan kebenaran yang telah dianggap absolut. Melalui pembongkaran ini, manusia dipaksa untuk kembali menyadari dan menerima secara apa adanya atas ketidakpastian sebagai eksistensi dasarnya. Tidak ada lagi jaminan kepastian bagi manusia untuk menjalani proses hidup dan kehidupannya. Situasi serba tidak pasti inilah yang diramalkan Nietzsche sebagai kedatanga bahaya dari segala bahaya, yaitu nihilisme.17

Kritik Nietzsche berikutnya adalah bahwa manusia yang telah terbiasa hidup dalam tradisi jaminan kepastian mengalami keterkejutan atas nihilisme yang menghancurkan secara drastis nilai-nilai yang sebelumnya dianggap absolut. Manusia lalu menciptakan nilai-nilai baru yang diabsolutkan dalam 2 (dua) bidang, yaitu Tuhan sebagaimana diwariskan Agama dan kristen dan model Tuhan lainnya seperti ilmu pengetahuan, logika, rasio, sejarah dan kemajuan (progress). Kritik atas bangunan baru inilah yang memicu Nietzsche mengeluarkan statemen

14 Melalui gagasan nihilsme, Nietzsche mengkritik habis-habisan moral kebudayaan barat. Baginya tidak

ada ruang bagi manusia pada saat berpikir kepentingan untuk dipertimbangan dan diputuskan secara moralistis. Sebaliknya kebiadaban yang terjadi sebagaimana kasus-kasus pembunuhan massal di dunia. Kebiadaban ini menjadi bukti bahwa sudah tidak ada lagi norma dan moral yang menjunjung tinggi humanisme. Sindhunata, Nietzsche Si Pembunuh Tuhan, dalam Basis Nomor 11-12 November – Desember 2000, hlm. 8-9.

15Ibid.,hlm. 10

16ST. Sunardi, Nietzsche, (Yogyakarta: LkiS, 2001), hlm. 22 17Ibid.,hlm. 21.

(9)

Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA ISSN: 1978-1261

kontroversial Gott ist tot! Gott bleibt tot! Und wir haben ihn getotet! (Tuhan sudah mati, Tuhan terus mati! Kita telah membunuhnya!.18

Dengan matinya Tuhan manusia seolah-olah hidup dalam ruang kosong dan masa depannya serba tidak menentu. Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai peran yang sangat penting dalam sejarah manusia sebelum Nietzsche. Hidup dan kehidupan manusia dimaknai bukan oleh manusia, tetapi oleh Tuhan sebagai penjamin absolut manusia. Determinasi Tuhan dalam sejarah manusia berakibat manusia tidak bisa hidup tanpa kehadiran-Nya, sehingga ketika Nietzsche menyatakan bahwa Tuhan telah mati, manusia sibuk melakukan upaya-upaya baru agar Tuhan tetap hidup. Namun, segala upaya manusia itu gagal dan proses kematian Tuhan tidak bisa dihindari.

Nihilisme merupakan keadaan normal atau dalam bahasa lain sebagai eksistensi dasar manusia. Nihilisme menjadi hasil yang tidak dihindarkan dari seluruh gerak sejarah manusia yang sebelumnya dikuasai oleh gagasan-gagasan ketuhanan. Sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindari, nihilisme berada di luar jangkauan manusia dan lebih sebagai bentuk semangat zaman membangun eksistensi manusia sesungguhnya yang tidak mengandalkan nilai-nilai di luar kemampuan humanismenya.

Tuhan dalam metode filsafat Nietzsche sesungguhnya diposisikan sebagai suatu model untuk menunjuk setiap bentuk jaminan kepastian dalam hidup manusia di dunia. Peminjaman kata “Tuhan” dinilai sangat tepat karena konsepsi teologis menunjuk pada suatu nilai dan kepastian yang bersifat absolut. Karena jaminan kepastian ini, sejarah manusia didikte oleh otoritas lain yang secara tidak kritis diterima manusia secara naif. Dengan tetap ber”Tuhan”, manusia menjadi stagnan dan mengingkari eksistensinya sebagai makhluk yang kreatif. Dalam bahasa yang lebih fasih sebagaimana dituturkan oleh Michel Foucault, salah seorang Filsuf yang banyak dipengaruhi Nietzsche terjadi ketidaknyambungan antara sejarah dengan realitas manusia. Sejarah hasil produksi manusia empiris banyak diperoleh dengan cara-cara transeden akibat campur tangan Tuhan.19Dengan proses ini, sejarah yang dihasilkan manusia menjadi sia-sia. Dengan kematian Tuhan, manusia menjadi bebas untuk merumuskan nilai baru menggantikan nilai lama (termasuk moralitas keagamaan) yang telah usang, memfosil, dan tidak kontekstual dengan perubahan sosial.

Keberanian merumuskan nilai baru ini yang didorong Nietzsche sebagai sikap manusia yang menyadari eksistensinya yang sangat luas dan tidak didiket oleh otoritas di luar dirinya. Sikap berani merumuskan nilai baru ini yang disebut dengan “nihilisme aktif”.20 Sikap ini tidak

akan pernah berakhir karena apabila rumusan nilai baru mengarah pada absolutisme, manusia musti segera menghancurkannya dan membentuk nilai baru lainnya yang lebih representatif agar tidak terdeterminasi oleh otoritas di luar dirinya yang usang.

Penutup

Secara konseptual, baik Karl Marx maupun Friedrich Nietzsche memposisikan agama sebagai suatu hal yang berkontribusi negatif bagi proyek pengembangan manusia di dunia. Hal ini didasarkan atas 2 (dua) hal, yaitu; pertama, transendensi nilai-nilai agama dalam praktek masyarakat justru menjadikan manusia mengingkari eksistensi humanismenya. Praktek ini kotraproduktif dengai desain awal agama sebagai salah satu produk manusia yang diproyeksikan sebagai representasi realitas empiris. Marx menyatakan agama menjelma sebagai benda obyektif yang eksistensinya berada di luar manusia yang tidak terjangkau, sedang Nietzsche agama menjadi otoritas di luar manusia yang mendikte proses sejarah yang berlangsung.

18Ibid., hlm. 23.

19 Michel Foucault, Order of Thing, Arkeologi Ilmu-Ilmu Kemanusiaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2007), hlm. 364.

(10)

Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA ISSN: 1978-1261

Kedua, agama sebagai hasil dari kreatifitas manusia harus dikembalikan pada posisi awalnya. Namun karena kondisi agama sudah “kronis” akibat praktek keagamaan yang kacau, keduanya melakukan provokasi ekstrim dengan menyatakan agama sebagai “candu” dan Tuhan telah mati. Dua statemen ini sebenarnya diposisikan sebagai titik masuk kritik kebudayaan Eropa – Kristen yang terjebak pada kejumudan.

Selain dua hal yang relatif menyamakan tersebut, terdapat pula 2 (dua) hal mendasar yang membedakan cara berpikir Karl Marx dan Friedrich Nietzsche dalam masalah agama.

Pertama, kritik Marx terhadap agama menjadi entry point bagi kritik struktur sosial yang menindas. Agama dengan dominasi elite gereja merepresentasikan struktur dominan bagi kelompok proletariat. Dengan melakukan kritik terhadap agama, Marx ingin menghancurkan struktur lama dan menggantikan dengan struktur baru yang diramalkan sebagai akhir sejarah manusia, yaitu sosialisme. Sedang Nietzsche mengkritik agama untuk mendesakralisasi nilai-nilai empiris dalam masyarakat yang sejatinya digunakan untuk memahami kehidupan dan dunia. Dengan tetap menempatkan nilai sosial empiris secara tidak absolut, manusia tetap menyadari eksistensinya sebagai makhluk kreatif dan dinamis. Ramalan terhadap manusia yang terus berubah ini yang disebut dengan nihilisme. Melalui kesadaran nihilisme ini, manusia melakukan tindakan kreatif tanpa menolak nihilisme sebagai eksistensinya yang disebut denga nihilisme aktif.

Kedua, terwujudnya rmanusia ideal dalam sistem sosialisme (Marx) dan Ubermensch

(manusia sempurna) membutuhkan tahapan tertentu yang hanya mungkin terjadi apabila manusia bisa membebaskan diri struktur hierarkis dan jaminan absolutism. Marx mensyaratkan adanya diktator proletariat, sedang Nietzsche mensyaratkan kehendak untuk berkuasa (The Will to Poweri).

Daftar Bacaan

Andi Muawiyah Ramly, Peta Pemikiran Karl Marx, Yogyakarta: LkiS, 2000

Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion, New York: Oxford University Press, 1996 Doyl Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jakarta: Gramedia, 1988

James A. Caporasi & David P. Levine, Theories of Political Economy, Cambridge: Cambridge University Press, 1996

Magnis-Suseno, Franz, Pemikiran Karl Marx. Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000

---, Dilema Usaha Manusia Rasional (Pengantar), Jakarta: Gramedia, 1982.

Michel Foucault, Order of Thing, Arkeologi Ilmu-Ilmu Kemanusiaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Paul Edwards, Encyclopedia of Philosophy, New York: Macmilan, 1972 Peter Beilharz, Teori-Teori Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005 ST. Sunardi, Nietzsche, Yogyakarta: LkiS, 2001

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Sebagai seorang Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, sudah menjadi kewajiban yang melekat sebagai ujung tombak pengetahuan mengenai apa saja yang

selama 20 menit atau di oven. Sterilisasi alat dan bahan yang akan dipergunakan dalam kultur murni ini bertujuan untuk membunuh miroorganisme yang tidak diinginkan

Pelaksanaan pembelajaran strategi pembelajaran aktif tipe GQGA yaitu: (1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran; (2) guru memberikan soal pretes; (3) guru

Pendekatan paedagogis adalah kebalikan dari pendekatan andragogis yakni pendekatan yang lebih menekankan pada pengembangan peserta secara lebih partisipatif sesuai

Secara keseluruhannya, penulis berharap agar sistem yang dibangunkan ini dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh pelajar-pelajar yang mengikuti khursus SPT, SPK, SPP,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kecepatan angin terhadap unjuk kerja konduktor yang meliputi temperatur, panjang, tegangan tarik (tension)

Tulisan ini membahas tentang potensi sistem alley cropping dalam meningkatkan resiliensi produksi pertanian pada lahan kering berdasarkan hasil- hasil penelitian tentang: (1) daur