25 PEMANFAATAN TUMBUHAN LAKUM (Cayratia trifolia (L.) Domin.) OLEH ETNIS
MELAYU DI KECAMATAN SUNGAI KUNYIT KABUPATEN MEMPAWAH
Budi Prasetyo1, Riza Linda1, Mukarlina 1
1Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura,
Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, email korespondensi: budi.biologiuntan@gmail.com
Abstrak
Lakum (Cayratia trifolia ) is a wild plant which is classified into the Family Vitaceae. The use of lakum (C. trifolia) by ethnic Malays in Sungai Kunyit, Mempawah Regency has not been documented. This research aims to find out parts of the plant used, form and way of using lakum (C. trifolia) by ethnic Malays in Sungai Kunyit Subidstrict. The research was conducted in Sungai Kunyit for seven months from May to November 2015. Data were collected using interviews. The respondents or informants were determined using a purposive sampling technique. The total number of respondents was 33. There are three parts of lakum (C. trifolia) commonly used by Ethnic Malays, i.e. leaf (PPV = 0.185), stem (PPV = 0.032), and fruit (PPV = 0.782). Ethnic Malays often use the leaves as medicinal herb for swelling, ulcer and headache (IUV = 0.304), and the fruit is often used as seasoning (IUV = 0.52). the stems are only used as ropes (IUV = 1). The ways ethnic Malays in Sungai Kunyit use lakum (C. trifolia) are by boiling and mashing it. It is also used without processing.
Keywords: Lakum (Cayratia trifolia), Ethnic Malay, Sungai Kunyit Subidstrict.
PENDAHULUAN
Tumbuhan merupakan salah satu sumber daya alam yang digunakan oleh manusia untuk kebutuhan hidupnya. Kebutuhan tersebut antara lain untuk bahan pangan, konstruksi, obat-obatan, dan kosmetik. Potensi yang dimiliki tumbuhan tersebut belum sepenuhnya diketahui, dimanfaatkan atau bahkan dikembangkan, salah satunya yaitu tumbuhan lakum (Cayratia trifolia
(L.) Domin).
Lakum (C. trifolia) merupakan tumbuhan herba yang termasuk dalam famili Vitaceae. Tumbuhan ini hidup liar dan banyak ditemukan di beberapa lokasi antara lain perkarangan rumah, lahan perkebunan dan tepi sungai . Lakum (C. trifolia) memiliki sulur yang digunakan untuk tumbuh menjalar atau memanjat.
Beberapa penelitian melaporkan seluruh bagian lakum bermanfaat sebagai obat penyakit tumor dan diabetes (Gaur et al., 2010 dalam Kumar et al., 2011; Choudhary et al., 2007). Akar lakum dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit anemia (Khare, 2007 dalam Kumar et al., 2011). Daun lakum dapat dimanfaatkan sebagai terapi dalam penyembuhan patah tulang (Reddy et al., 2007).
Masyarakat Melayu di Provinsi Kalimantan Barat mengenal dan memanfaatkan tumbuhan lakum. Nurhidayah et al., bahwa masyarakat Melayu di Desa Sebangun Kecamatan Sebawi Kabupaten Sambas memanfaatkan lakum sebagai bumbu masak. Selain masyarakat Melayu di daerah tersebut, Etnis di Kecamatan Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah juga memanfaatkan tumbuhan lakum lakum (C. trifolia) secara langsung maupun diolah terlebih dahulu. Berbagai macam bentuk dan metode pemanfaatan lakum ada di Kecamatan Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah. Namun sebagian besar pemanfaatan tumbuhan lakum berbasis masyarakat lokal tersebut belum terdokumentasi dengan baik. Berdasarkan hal tersebut diperlukan kajian etnobotani untuk mengungkap dan mendokumentasi pemanfaatan lakum (C. trifolia) oleh Etnis Melayu di Kecamatan Sunggai Kunyit, Kabupaten Mempawah.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Sungai Kunyit Kabupaten, Mempawah. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Studio Data Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
26 Universitas Tanjungpura Pontianak. Penelitian
dilaksanakan selama 7 bulan dari bulan Mei hingga November 2015.
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Sungai Kunyit adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Mempawah terletak
0°30'22.05"N - 108°59'9.18"E dengan luas wilayah 156,60 Km2 atau 12,26% dari luas
Kabupaten Mempawah. Secara administrasi Kecamatan Sungai Kunyit berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang (sebelah utara), Kecamatan Mempawah Hilir (sebelah selatan), Laut Natuna (sebelah barat), Kecamatan Sadaniang (sebelah timur) (Gambar 1).
Penentuan dan Wawancara Responden
Data etnobotani diperoleh melalui wawancara individual. Sebelum wawancara dilakukan, diadakan pertemuan dengan perwakilan masyarakat di daerah tersebut untuk membahas rencana dan izin pelaksanaan penelitian. Responden dipilih dengan teknik purposive sampling, dengan kriteria responden yaitu masyarakat yang memiliki informasi/pengetahuan mengenai pemanfaatan lakum seperti ibu rumah tangga, pengobat tradisional, dan masyarakat yang berusia ≥ 20 tahun. Responden yang dilibatkan dalam penelitian ini berjumlah 62 orang terdiri atas 3 etnis yang ada di Kecamatan Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah yaitu, suku Melayu (33 orang), Madura (14 orang), dan Bugis (15 orang).
Setiap responden yang dipilih diminta persetujuan dan kesediannya untuk diwawancara. agar informasi yang diperoleh tidak bias dikarenakan keengganan responden dalam memberikan informasi. Tumbuhan lakum dibawa saat proses wawancara dan diperlihatkan kepada responden. Responden diminta untuk menjelaskan
penggunaan tumbuhan lakum didalam kehidupan sehari-hari, cara pengolahan, Aplikasi dan takaran dalam pemanfaatan lakum. Data gambar diambil saat wawancara dan responden menunjukkan pemanfaatan lakum.
Analisis Kuantitatif
Analisis data pemanfaatan bagian tumbuhan dan penggunaan spesifik dianalisis secara kuantitatif. Analisis data kuantitatif pengetahuan etnobotani mengikuti Avocèvou-Ayissoet et al., (2011), Atakpama et al., (2012), Houessou et al.,(2012). Analisis pendekatan kuantitatif yang digunakan yaitu :
Tingkat Kesepakatan Responden (FL)
Frekuensi ini digunakan untuk melihat besarnya setiap kategori pemanfaatan dan besarnya bagian-bagian tumbuhan yang dimanfaatkan berdasarkan jumlah responden (Friedman et al., 1986 dalam
Houessou et al., 2012) FL =
Keterangan: S = Informan yang memberikan informasi kategori pemanfaatan/bagian tumbuhan yang digunakan. N = Jumlah total responden Gambar 1. Lokasi Penelitian
27 Indeks Nilai Bagian Tumbuhan (PPV)
Indeks ini berupa nilai pemanfaatan setiap bagian tumbuhan. Indeks PPV digunakan untuk mengidentifikasi bagian tumbuhan yang sering dimanfaatkan oleh sekelompok masyarakat. Nilai indeks PPV ditentukan dari rasio antara indeks laporan pemanfaatan bagian tumbuhan (RU bagian tumbuhan) dan indeks laporan total pemanfaatan (RU).
PPV= RU bagian tumbuhan / RU
Laporan pemanfaatan tumbuhan (RU bagian tumbuhan) merupakan jumlah total laporan pemanfaatan khusus dari suatu bagian lakum (∑SU bagian tumbuhan), sedangkan laporan total pemanfaatan (RU) adalah jumlah keseluruhan indeks laporan pemanfaatan bagian tumbuhan (∑RU bagian tumbuhan). Indeks Antar Pemanfaatan Khusus (IUV) Indeks antar Pemanfaatan Khusus (IUV) merupakan rasio antara indeks penggunaan spesifik dari bagian tanaman (SU bagian tumbuhan) dan indeks penggunaan suatu bagian tumbuhan (RU bagian tumbuhan). Indeks ini dapat membantu mengidentifikasi pemanfaatan khusus tumbuhan yang paling sering digunakan dari suatu bagian tumbuhan.
IUV = SU bagian tumbuhan / RU bagian tumbuhan
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Tumbuhan Lakum (Cayratia trifolia) merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki banyak manfaat dan nilai ekonomi yang cukup tinggi. Tumbuhan lakum dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Sungai Kunyit dalam kehidupan sehari-hari.
Etnis Melayu Memanfaatkan 3 bagian tumbuhan lakum (C.trifolia) yaitu daun, batang dan buah. Berdasarkan hasil perhitungan indeks bagian tumbuhan (PPV), bagian daun, batang dan buah masing-masing mendapatkan nilai sebesar 0,185, 0,032, 0,782 (Tabel 1)
Hasil Perhitungan PPV menunjukkan bahwa bagian buah menjadi bagian yang paling sering digunakan. Bagian buah memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan bagian tumbuhan lainnya. Bagian buah dimanfaatkan oleh Etnis Melayu di Kecamatan Sungai Kunyit sebagai bumbu masak. Hal tersebut dapat terlihat dari hasil perhitungan indeks antar pemanfaatan khusus (IUV) bagian buah yang menempatkan pemanfaatan buah lakum sebagai bumbu masak pada peringkat teratas dengan nilai sebesar 0,52 (Tabel 1).
Bagian daun lebih umum digunakan sebagai obat. Daun sering digunakan sebagai obat bisul dan obat sakit kepala (IUV=0,304) (Tabel 1).
Etnis Melayu memanfaatkan batang tumbuhan lakum sebagai tali temali (IUV=1). Batang tersebut digunakan untuk mengikat hasil panen atau kayu bakar.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian 3 bagian tumbuhan lakum (C. trifolia) yang dimanfaatkan oleh Etnis Melayuyaitu bagian daun, batang dan buah. Masyarakat Etnis Melayu di Kecamatan Sungai Kunyit tidak memanfaatkan bagian akar dan bunga dari tumbuhan lakum. Menurut hasil wawancara, bunga lakum (C. trifolia) akan menghasilkan buah dan bagian tersebutlah yang ingin mereka manfaatkan. Sedangkan, bagian akar sangat sulit untuk diperoleh. Hal ini dikarenakan lakum tumbuh memanjat dan menjalar pada sekumpulan tumbuhan sehingga sangat sulit untuk menelusuri keberadaan akar. Selain itu juga dapat merusak tumbuhan lakum, karena akar tersebut digunakan sebagai alat penyerap air dan unsur hara dari dalam tanah. Sesuai Menurut Sari et al,
(2015) pemanfaatan bagian seperti akar dan bunga akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan dari tumbuhan tersebut. Namun, Beberapa hasil penelitian etnobotani menunjukkan masyarakat lokal seperti di India memanfaatkan akar tumbuhan lakum sebagai anti racun ular, dan obat kanker (Choudhary et al., 2007; Kumar et al.,
2011). Batra et al., (2013) melaporkan bahwa akar tumbuhan lakum memiliki aktivitas antidiabetes. Berdasarkan hasil perhitungan indek bagian tumbuhan (PPV), bagian buah tumbuhan lakum memiliki nilai PPV sebesar 0,782. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pemanfaatan bagian daun (PPV=0,185) dan batang (0,032) (Tabel 1). Hal tersebut menunjukkan bahwa bagian buah tumbuhan lakum yang paling sering digunakan oleh Etnis Melayu di Kecamatan Sungai Kunyit. Hampir seluruh kategori pemanfaatan menggunakan bagian buah. Kategori pemanfaatan yang menggunakan buah lakum antara lain, bahan pangan, obat, minuman, sumber vitamin, makanan hewan, pewarna makanan dan kosmetik. Menurut Sunarti et al., (2007) masyarakat banyak memanfaatkan bagian buah karena buah merupakan sumber karbohidrat, air, vitamin dan mineral.
28 Bagian buah tumbuhan lakum yang dimanfaatkan
oleh masyarakat Kecamatan Sungai Kunyit adalah buah lakum muda dan tua. Bagian buah lakum muda berwarna hijau dan daging buahnya agak keras, dan memiliki rasa asam yg pekat sedangkan buah yang sudah matang berwarna ungu dan daging buahnya agak lunak, rasa asam sudah berkurang.
Etnis Melayu di Kecamatan Sungai Kunyit sering memanfaatkan bagian buah sebagai bumbu masak. Hal tersebut dapat terlihat pada nilai indeks antar pemanfaatan khusus (IUV) pada bagian buah. penggunaan buah lakum sebagai bumbu masak (IUV=0,52) memiliki nilai tertinggi diantara pemanfaatan khusus bagian buah lainnya. Buah tumbuhan lakum (C. trifolia) sudah lama atau turun temurun dikenal sebagai bumbu masak. Buah lakum muda digunakan untuk bahan pengganti belimbing wuluh, asam gandis dan asam jawa dalam masakan berbahan ikan dan sayuran. Beberapa masyarakat lokal lainnya juga memanfaatkan buah tumbuhan lakum sebagai bumbu masak yaitu Etnis Melayu di Desa Sebangun, Kabupaten Sambas (Nurhidayah et al, 2015) dan masyarakat Balangan, Banjarmasin (Prasetia dan Intan, 2013).
Selain tumbuhan lakum dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masak, masyarakat Kecamatan Sungai Kunyit Khususnya Etnis Melayu juga mengembangkan tumbuhan lakum menjadi beberapa produk olahan makanan yang memiliki nilai jual. Produk tersebut yaitu selai (IUV = 0,02) dan dodol lakum (IUV =0,02) (Tabel 1).
Etnis Melayu di Kecamatan Sungai Kunyit mengolah buah lakum yang sudah matang menjadi produk olahan makanan selai dan dodol. Menurut masyarakat, produk olahan makanan selai dan dodol lakum memiliki rasa yang khas yaitu asam dan manis. Menurut masyarakat, rasa asam yang dihasilkan oleh buah tumbuhan lakum matang tidak terlalu pekat bila dibandingkan dengan buah lakum muda. Selain itu juga, buah matang lakum tersebut menghasilkan warna pada selai dan dodol. Sesuai dengan hasil uji organoleptik yang dilakukan oleh Panarigas & Idiawati (2015) produk olahan tumbuhan lakum dari olahan buah matang menghasilkan rasa sedikit asam.
Bagian buah tumbuhan lakum juga dapat diolah oleh Etnis Melayu di Kecamatan Sungai Kunyit menjadi minuman (IUV=0,134) (Tabel 1). Hasil wawancara menunjukkan, Etnis Melayu khususnya, telah mengemas olahan minuman dari buah lakum menjadi sirup. Sirup buah lakum berwarna ungu, memiliki cita rasa asam dan
manis. Sirup buah lakum dapat dijadikan bahan campuran es buah dan es serut.
Berdasarkan hasil wawancara, Etnis Melayu percaya bahwa air rebusan buah lakum yang dikemas menjadi sirup memiliki kandungan vitamin yang baik bagi kesehatan. Hasil analisis kandungan vitamin menunjukkan bahwa buah lakum mengandung vitamin C yaitu 50,1 mg/100 gr sirup (Rezeki et al., 2011).
Saat ini Etnis Melayu di Kecamatan Sungai Kunyit telah mengkomersialkan produk olahan dari tumbuhan lakum seperti sirup, dodol dan selai. Aktivitas komersialisasi produk-produk olahan dari tumbuhan lakum biasanya dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga. Mereka melakukan aktivitas tersebut bertujuan untuk menambah dan menunjang pendapatan keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa, aktivitas pemanfaatan tumbuhan lakum dapat berkontribusi pada pendapatan keluarga. Sebagaimana hasil penelitian Fandohan et al., (2010) pemanfaatan tumbuhan asam jawa (Tamarindus indica) oleh wanita di Benin dapat memberikan kontribusi sebesar 8,8% hingga 56,4% dari total pendapatan keluarga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Etnis Melayu di Kecamatan Sungai kunyit menggunakan daun tumbuhan lakum (C.trifolia) untuk mengobati bisul (IUV = 0,304,) (Tabel 1). Penggunaan daun tumbuhan lakum (C.trifolia) dalam mengobati bisul bertujuan untuk mengecilkan bisul, mengurangi rasa nyeri dan membantu mencegah penyebaran bisul. Kusuma (2009) menyatakan bahwa bisul merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus aureus. Gupta et al., (2007) melaporkan bahwa tumbuhan lakum (C.trifolia) memiliki aktivitas antimikroba. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk membuktikan keabsahan tradisi penggunaan daun tumbuhan lakum sebagai obat penyakit bisul.
Beberapa jenis luka dapat disembuhkan dengan menggunakan tumbuhan lakum. Berdasarkan hasil wawancara, Etnis Melayu menyembuhkan luka bakar dan luka sayat atau gores (IUV = 0,043) (Tabel 1). Mereka percaya bahwa daun tumbuhan lakum dapat menghentikan pendarahan dan mempercepat pengeringan pada luka gores dan bakar. Masyarakat di India juga menggunakan daun tumbuhan lakum untuk pertolongan pertama pada penderita mimisan (Patil, 2006).
29 RU= 124 Bagian Tumbuhan RUbagian tumbuhan PPV Penggunaan Khusus
SU IUV Cara Pemanfaatan
Daun 23 0,185 Obat bengkak 7 0,304 Direbus, ditumbuk hingga halus. Ditempelkan pada bagian yang mengalami peradangan.
Obat bisul 7 0,304 Direbus, tumbuk hingga halus. Ditempelkan pada bagian bisul
Obat sakit kepala
7 0,304 Direbus rebusan disiramkan ke bagian kepala sambil dipijat.
Obat luka 1 0,043 Dihaluskan dengan cara ditumbuk, ditempelkan pada bagian luka.
Obat sariawan 1 0,043 Dikering anginkan kemudian direbus, rebusan dikumur-kumur, dilakukan setiap hari hingga sembuh
Batang 4 0,032 Tali temali 4 1 Tanpa pengolahan
Buah 97 0,782 Bumbu masak 51 0,52 Bumbu masak asam pedas ikan atau sayur: buah muda direbus langsung dengan ikan atau sayur bersama bumbu tambahan lainnya
Sambal : buah muda tumbuhan lakum direbus terlebih dahulu kemudian dihaluskan dengan bumbu lainnya
Minuman 13 0,134 Perebusan dilakukan sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 menit, disaring dan ditambahkan gula atau direndam didalam air garam selama 30-45 menit, direbus selama 10 menit, disaring dan ditambahkan gula
Obat asma 5 0,051 Dua kali perebusan masing-masing selama 10 menit, disaring dan ditambahkan gula
Imunitas tubuh
4 0,041 Dua kali perebusan masing-masing selama 10 menit, disaring dan ditambahkan gula
Makanan ternak
3 0,030 Tanpa pengolahan
Pewarna alami 3 0,030 Buah matang direbus, disaring dan dimasukkan ke dalam adonan makanan.
Selai 2 0,020 Buah matang direbus, disaring, kemudian direbus kembali ditambahkan gula aduk hingga mengental.
Dodol 2 0,020 Buah matang direbus, ditambahkan tepung beras dan gula
Tabel 1. Pemanfaatan Tumbuhan Lakum (C. trifolia) Oleh Etnis Melayu di Kecamatan Sungai kunyit
Keterangan : RU = laporan total pemanfaatan; PPV = nilai pemanfaatan setiap bagian tumbuhan; SU= penggunaan spesifik dari bagian tumbuhan; IUV = Antar Pemanfaatan Khusus
30 Bagian Tumbuhan RUbagian tumbuhan PPV Penggunaan Khusus
SU IUV Cara Pemanfaatan
Buah 97 0,782 Obat pelancar darah
2 0,020 Dua kali perebusan masing-masing selama 10 menit, disaring dan ditambahkan gula
Obat darah tinggi
2 0,020 Dua kali perebusan masing-masing selama 10 menit, disaring dan ditambahkan gula
Obat bengkak 2 0,020 Direbus, dihaluskan. Kemudian ditempelkan pada bagian bengkak
Obat penurun kolesterol
2 0,020 Dua kali perebusan masing-masing selama 10 menit, disaring dan ditambahkan gula
Obat tumor payudara
2 0,020 Direbus,dihaluskan. ditempelkan pada benjolan tumor. Hasil rebusan diminum
Pembersih gigi
1 0,01 Direbus selama 15 menit dan disaring, untuk dikumur-kumur
Obat sembelit 1 0,01 Dua kali perebusan masing-masing selama 10 menit, disaring dan ditambahkan gula
Umpan pancing ikan
1 0,01 Tanpa pengolahan
Menurut Etnis Melayu Kecamatan Sungai Kunyit sariawan dapat disembuhkan dengan menggunakan daun tumbuhan lakum (IUV= 0,043) (Tabel 1). Air rebusan daun tumbuhan lakum dapat digunakan sebagai obat kumur dalam mengurangi rasa perih yang disebabkan oleh sariawan.
Tumbuhan lakum (C.trifolia) dimanfaatkan oleh Etnis Melayu di Kecamatan Sungai Kunyit sebagai obat tumor payudara (IUV= 0,020) (Tabel 1). Pengobatan bagian tumor ini masyarakat menggunakan bagian buah tumbuhan lakum. Cara penggunaannya bagian buah yang masih muda dan matang dicuci bersih, direbus, dihaluskan, kemudian ditempelkan pada bagian benjolan yang diduga tumor payudara. Hasil rebusan buah lakum juga diminum untuk pengobatan dari dalam tubuh. Kumar et al., (2011) menyatakan bahwa buah tumbuhan lakum berpotensi menjadi antitumor. Perumal et al., (2015) melaporkan bahwa kandungan asam linoleat ekstrak etanol tumbuhan lakum dapat berpotensi menjadi agen terapi
penyakit kanker. Hasil penelitian Ilyas (2015) membuktikan bahwa pemberian ekstrak etanol tumbuhan lakum (C. trifolia) dapat meningkatkan sel makrofag dan limfosit T Helper (CD4) pada tikus putih model kanker. Sel makrofag dan Limfosit T Helper (CD4) berfungsi sebagai pengaktifan sel NK (Natural Killer Cell) dan Limfosit T Sitotoksik yang dapat menghacurkan sel kanker tanpa adanya efek samping pada penderita.
Tumbuhan lakum dapat dimanfaatkan sebagai makanan hewan. Etnis Melayu memanfaatkan buah tumbuhan lakum yang sudah tua sebagai pakan ternak bagi burung peliharaan (IUV= 0,03, 0,023) (Tabel .1). Jenis burung ternak yang biasanya diberi pakan buah lakum salah satunya adalah burung punai (Treron sp.). Menurut mereka, pemberian pakan buah lakum dapat memelihara kesehatan burung. Buah tumbuhan lakum memiliki kandungan vitamin C yang baik bagi hewan. Hasil penelitian Kursistiyanto et al., (2013) menunjukkan bahwa pemberian vitamin C Lanjutan Tabel 1
Keterangan : RU = laporan total pemanfaatan; PPV = nilai pemanfaatan setiap bagian tumbuhan; SU= penggunaan spesifik dari bagian tumbuhan; IUV = Antar Pemanfaatan Khusus
31 dapat meningkatkan efisiensi pakan dan
pertumbuhan ikan nila gesit.
Etnis Melayu di Kecamatan sungai kunyit menggunakan buah lakum juga sebagai umpan pancing ikan (IUV= 0,01) (Tabel .1). menurut mereka, jenis ikan yang biasa memakan umpan buah lakum adalah ikan baung (Mystus sp.). Buah lakum yang digunakan untuk umpan pancing adalah buah lakum yang sudah tua. Beberapa masyarakat di Kabupaten sambas menggunakan buah lakum yang sudah tua untuk umpan menangkap keong.
Tumbuhan lakum digunakan sebagai pewarna alami. Etnis Melayu di Kecamatan Sungai Kunyit memanfaatkan buah tumbuhan lakum yang sudah matang sebagai pewarna alami produk olahan makanan dan minuman seperti selai, dodol kerupuk ikan, kue bolu dan sirup (IUV= 0,03) (Tabel 1). Menurut masyarakat zat warna yang dihasilkan oleh buah lakum memilki sifat yang baik untuk olahan makanan, tidak terlalu pekat dan pudar. Selain itu juga, zat warna yang dihasilkan dari buah lakum sehat bagi kesehatan karena terbuat dari bahan alami. Jenis warna yang dihasilkan dari buah lakum yang sudah tua pada makanan yaitu ungu sedikit kemerah-merahan. Jenis warna tersebut menunjukkan bahwa buah lakum memiliki kandungan pigmen dari golongan antosianin (Neliyanti & Idiawati, 2014).
Tumbuhan lakum (C.trifolia) dapat dimanfaatkan sebagai tali-temali. Menurut Etnis Melayu, batang tumbuhan lakum cukup kuat untuk menjadi tali-temali (IUV=1) (Tabel 1). Batang tumbuhan lakum berguna untuk mengikat dan mengangkut hasil panen atau kayu bakar. Adapun alasan mereka memanfaatkan bagian batang tumbuhan lakum sebagai tali antara lain (1) panjang batang muda tumbuhan lakum bisa mencapai lebih dari 5 meter, (2) batang lakum muda lentur dan kuat sebagai tali, (3) tumbuhan lakum mudah ditemukan di lahan pertanian dan hutan
.
Hasil penelitian Ayyanar & Lgnacimuthu (2010) menemukan bahwa, batang tumbuhan lakum dapat dianyam. Masyarakat India menganyam batang tumbuhan lakum untuk dijadikan alat penangkap ikan.Cara pemanfaatan tumbuhan lakum (C. trifolia) di Kecamatan Sungai Kunyit antara lain, tanpa pengolahan (Tabel .1) dan pengolahan terlebih dahulu. Cara pemanfaatan tanpa pengolahan merupakan cara yang tidak membutuhkan proses pengolahan (pemanfaatan langsung). Pemanfaatan tumbuhan lakum yang tidak membutuhkan pengolahan antara lain buah tumbuhan lakum
yang sudah tua sebagai umpan pancing (Tabel .1) dan pakan ternak (burung) (Tabel 1). Batang tumbuhan lakum digunakan sebagai tali-temali. Cara pemanfaatan lakum dengan pengolahan terlebih dahulu antara lain, direbus, direndam dengan larutan garam, dan dihaluskan (Tabel 1). Menurut masyarakat pemanfaatan tumbuhan lakum dengan pengolahan terlebih dahulu ditujukan untuk mendapatkan kandungan yang ada didalam tumbuhan lakum dan membuang atau mereduksi kandungan yang tidak dibutuhkan. Cara pemanfaatan dengan pengolahan terlebih dahulu seperti direbus digunakan untuk mengeluarkan kandungan yang ada didalam tumbuhan lakum. Menurut masyarakat, pemanfaatan buah tumbuhan lakum sebagai pewarna makanan alami dan sumber vitamin harus melewati proses perebusan. Menurut mereka, cara tersebut digunakan untuk mengeluarkan zat warna dan vitamin pada buah tumbuhan lakum. Buah tumbuhan lakum yang sudah tua mengandung antosianin (Panarigas & Idiawati, 2015). Antosianin merupakan pigmen berwarna ungu kemerahan yang larut dalam air. Buah tumbuhan lakum juga mengandung Vitamin C yang dimana vitamin tersebut juga larut dalam air. Sesuai dengan Voight (1994) yang menyatakan bahwa semakin tinggi temperatur air yang digunakan maka kelarutan suatu zat semakin besar.
Berdasarkan hasil wawancara, buah tumbuhan tumbuhan lakum tidak dapat dikonsumsi secara langsung karena memiliki kandungan zat yang dapat menimbulkan rasa gatal. Gupta & Sharma (2007) melaporkan bahwa buah lakum mengandung kalsium oksalat yang dapat menyebabkan iritasi jika terkena kulit. Cara pemanfaatan direbus pada proses pembuatan makanan dan minuman merupakan salah satu cara yang digunakan masyarakat agar tumbuhan lakum (C. trifolia) aman saat dikonsumsi. Hasil penelitian Amalia & Yuliana (2013) menunjukkan bahwa metode perebusan dapat mereduksi kalsium oksalat yang ada didalam tumbuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, R, & Yuliana, R, 2013, Studi Pengaruh Proses Perendaman dan Perebusan Terhadap Kandungan Kalsium Oksalat pada Umbi Senthe (Alocasia macrorrhiza (L) Schott), Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, vol. 2, no. 3, hal 17-23
Atakpama,W, Batawila, K, Marra, D, Hodabalo, P, Kperkouma, W, Kangbeni, D, Koffi, A & Messanvi, G, 2012, ‘Ethnobotanical Knowledge of Sterculia setigera Del. in the
32 Sudanian Zone of Togo (West Africa)’,
International Scholarly Research Network, volume 2012, hal. 1-8
Avocèvou-Ayisso, C, Avohou TH, Oumorou, M, Dossou, G, Sinsin, B , 2011, ‘Ethnobotany
of Pentadesma butyraceain Benin: A
quantitative approach’, Ethnobotany Research & Applications vol. 9, hal. 151-166 diakses tanggal 24 April 2015 < www.ethnobotanyjournal.org/vol9/i1547-3465-09-151.pdf>
Ayyanar, M, & Lgnacimuthu, S. Plants Used For Non-Medicinal Purposes By The Tribal People In Kalakad, Mundan-Thurai Tiger, Reserve Southern India. Indian J Tradit Knowl, vol. 9, no.3, hal 515-518
Batra, S, Batra, N, Nagori, B, P, 2013, Preliminary Phytochemical Studies and Evaluation of Antidiabetic Activity of Roots of Cayratia trifolia (L.) Domin in Alloxan Induced Diabetic Albino Rats, Journal of Applied Pharmaceutical Science, vol.3, no.3, hal 97-100, diakses tanggal 24 Mei 2015 <http://www.japsonline.com DOI: 10.7324/JAPS.2013.30319>
Choudhary, K, Singh, M, & Pillai, U, 2007, ‘Ethnobotanical Survey of Rajasthan - An Update’, American-Eurasian Journal of Botany, vol.1, no.2, hal.38-45.
Fandohan, B, Assobadjo, A, E, Kakai, R, G, Kyndt, T, Caluwe, E, D, Codjia, J, T, C, Sinsin, B, 2010 Women’s Traditional Knowledge, UseValue, and the Contribution of Tamarind (Tamarindus indica L.), to RuralHouseholds’ Cash Income in Benin Economic Botany, vol.64, no. 3, hal 248-259
Gupta A,K, & Sharma M, 2007, Review on Indian Medical Plants. New Delhi, India, ICMR, vol.5, no.10 hal 879-882
Houessou, L, G, Lougbegnom, T, O, Gbesso, F, GH, Anagonou, L, ES, Sinsin, B, 2012, Ethno-botanical study of the African star apple (Chrysophyllum albidum G.Don) in the Southern Benin (West Africa), Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, vol. 8, no. 40, hal 1-10, diakses tanggal 23 Mei 2015
http://www.ethnobiomed.com/content/8/1/4 0
Kumar, D, Kumar, S, Gupta, J, Arya, R, Gupta, A, 2011, ‘A review on chemical and biological properties of Cayratia trifolia Linn. (Vitaceae)’, Pharmacognosy Reviews, vol. 5, issue 10, 184-8, DOI: 10.4103/0973-7847.91117, diakses tanggal 20 Oktober
2014,
https://www.scienceopen.com/document/re views/vid/c41ca156-18fa-4af8-87b2-828760b1f9ab;jsessionid=nqjLbjH6mUhE7 iEVZlNaR2ZW.master:so-app1-prd?0 Kursistiyanto, N, Anggoro, S, Suminto, 2013,
Penambahan Vitamin C pada Pakan dan Pengaruhnya Terhadap Respon Osmotik, Effisiensi Pakan dan Pertumbuhan ikan nila gesit (Oreochromis sp.) pada Media dengan Osmolaritas berbeda, Jurnal Saintek Perikanan, vol.8, no.2, hal 66-75
Neliyanti & Idiawati, N, 2014, ‘Ekstraksi Dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami Dari Buah Lakum (Cayratia trifolia (L.) Domin’, JKK, vol. 3, no.2, hal 86-93, diakses tanggal 23
Mei 2015
<http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jkkmipa /issue/view/374>
Nurhidayah, Y, Lovadi, I, Linda, R, 2015, Tumbuhan Berpotensi Bahan Pangan di Desa Sebangun Kecamatan Sebawi Kabupaten Sambas. Jurnal Protobiont, Vol.4, No.1, hal 151-159
Patil, V, M, 2006, Ethnobotany of Nasik District, Maharashtra. Delhi, India, Daya Publishing House, p 103,119, 340, 386, 413
Panarigas, H, D & Idiawati, N, 2015, Stabilitas Ekstrak Pigmen Dari Buah Lakum (Cayratia trifolia (L.) Domin) dan Aplikasinya Sebagai Pewarna Pangan, JKK, vol. 4, no. 3, hal 1-8
Perumal, C, Reddy, P, K, Pratibha, P, Sowmnya, S, Priyangsa, S, Devaki, K, Poornima, K, Ramkumar, S, Gopalakrishnan, V,K, CXCR4 Inhibitory Activity Analysis of Linoleic Acid Isolated from Ethanolic Extract of Cayratia trifolia (L.): An Molecular Docking Simulation,
International Journal of Pharmacognosy and Phytochemical Research, vol.7, no.4, hal 781-784.
Reddy KN, Pattanaik, C, Reddy, CS, & Raju, VS, 2007, ‘Traditional Knowledge on Wild Food Plants in Andhra Pradesh’, Indian Journal of Traditional KnowledgeI, vol.6, no.1, hal. 223-229
Rezeki, F, S, Khoetiem, M, Widyana, W, Hady, R, P, Prasetyo, B, 2011, Merintis Bisnis Prospektif Melalui Pengembangan Olahan Buah Lakum (Vitis diffusa) Sebagai Minuman dan Makanan yang Menyehatkan Berbasis Home Industri, Laporan Akhir Program Kreativitas Mahasiswa, Universitas Tanjungpura, Pontianak
33 Sari, A, Linda, R, Lovadi, I, 2015, Pemanfaatan
Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Suku Dayak Jangkang Tanjung Di Desa Ribau Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau,
Jurnal Protobiont, vol.4, no.2, hal 1-8 Sunarti, S, Rugayah. dan Tutie, D., 2007,
Tumbuhan Berpotensi Bahan Pangan di Daerah Cagar Alam Tengkale, Jurnal Biodiversitas, vol. 8, no. 2, hal. 88-91 Voight, R, 1994, Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi, Edisi Kelima, Penerjemah : Soendani Noerono, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta